You are on page 1of 17

A.

Konsep Dasar penyakit pada Anak


1. Pengertian
Hyperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal. (Suriadi dan Yuliani, 2010:
Hyperbilirubin adalah suatu kondisi bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum
total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang
dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. (Hidayat, 2012)
Hyperbilirubinemia tak terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum indirek  ≥ 1 mg/ dl
untuk bayi cukup bulan atau ≥ 4-5 mg/ dl untuk bayi premature. Hyperbilirubinemia
terkonjungsi adalah kadar bilirubin serum direk ≥ 3 mg/ dl atau fraksi > 10% sampai
15% bilirubin serum total. Hal ini disebabkan keegagalan bilirubin terkonjugasi
diekskresikan dari hepar (hepatosit) ke duodenum karena deefisiensi sekresi atau
aliran empedu sehingga menyebabkan cedera sel hepar. (Haws, 2015)

2. Anatomi Fisiologi

Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah pabrik
kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan mengekskresikan sejumlah besar
substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam
pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari
traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan
semua nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain dalam tubuh
untuk keperluan metabolik.
Hati merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme
glukosa dan protein. Hati membuat dan mengeksresikan empedu yang memegang
peranan utama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam traktus
gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan
mengeksresikannya ke dalam empedu. Empedu yang dihasilkan oleh hati akan
disimpan untuk sementara waktu dalam kandung empedu (vesika velea) sampai
kemudian dibutuhkan untuk proses pencernaan; pada saat ini, kandung empedu akan
mengosongkan isinya dan empedu memasuki intestinum (usus). (Brunner Suddart,
2013)

Ekskresi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel
pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel Kupffer dari hati. Hepatosit
mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya
lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut
di dalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi disekresikan oleh hepatosit ke
dalam kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke
duodenum.(Brunner & Suddart, 2013).
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian
akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorpsi lewat mukosa
intestinal ke dalam darah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang diserap
kembali ini dikeluarkan oleh hepatosit dan disekresikan sekali lagi ke dalam empedu
(sirkulasi enterohepatik). Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan
dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam empedu
menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.(Brunner & Suddart, 2013).
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati,
bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu) atau
bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi
saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya,
urobilinogen tidak terdapat dalam urin. (Brunner & Suddart, 2013).

Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin yang
larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.
Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan
hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (albumin binding site). Pada bayi yang
normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan enzim
glukoronil transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai
tingkat patologis.
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus,
perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus. Bilirubin
merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian
besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi
dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi
dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau
bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya
mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik
seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa
dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh
reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel
hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati
lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses
konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan
pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan
dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin.
Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-
hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu
pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus,
masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi
hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai
puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14
kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan
kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya
disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu
berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh
tertentu, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari
kemudian
Diagram Metabolisme Bilirubin

Eritrosit

Hemoglobin

Hem Globin

Besi/FE Bilirubin Indirek Terjadi pada


(tidak larut dalam air) Limpha, Makrofag

Bilirubin berikatan Terjadi dalam


dengan albumin plasma darah

Melalui hati

Bilirubin berikatan Hati


dengan
Glukoronat/gula residu
bilirubin direk (larut
dalam air)

Bilirubin direk
diekskresi ke kandung
empedu
Melaui Duktus
Billiaris
Kandung empedu ke
duodenum

Bilirubin direk
diekskresi melalui
urine dan feses
3. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut (Ngastiyah, 2014) :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma. Siphilis.
7. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor:
8. Produksi yang berlebihan
9. Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah
lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
10. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar)
penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
“uptake” bilirubin ke sel hepar.
11. Gangguan transportasi
12. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan
sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
13. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia
biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroidjaundice ASI
Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan
albumin; lahir prematur, asidosis.(Mitayani, 2012 ) dan (Suriadi dan Rita, 2011)
4. WOC (Web Of caustion)
5. Manifestasi Klinis
Menurut Surasmi (2013) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis
serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan
displasia dentalis)
Sedangakan menurut Handoko (2013) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada
kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin
darah mencapai sekitar 40 µmol/l.

6. Penatalaksanaan Medis
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut :
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya
lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus
yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai
lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses
ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin
plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam
ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB,
sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak
toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar (Mansjoer et al,
2016).

Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:


a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
c. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
d. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct positif
(Hassan et al, 2015).

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi
bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
B. Konsep dasar tumbuh kembang anak usia 0 -12 bulan
Pada masa bayi hingga satu tahun dalam pertumbuhan dan perkembangan dapat
dikelompokan menjadi tiga tahap, tahap pertama adalah 1-4 bulan, tahap kedua 4-8
bulan, dan tahap ketiga adalah 8-12 bulan. Perubahan dalam pertumbuhan diawali dengan
perubahan berat badan pada usia ini, bila gizi anak baik maka perkiraan berat badan akan
mencapai 700-1000 gram/bulan sedangkan pertumbuhan tinggi badan agak stabil tidak
mengalami kecepatan dalam pertumbuhannya, kemudian dalam perkembangannya dapat
dilihat dari perkembangan motorik kasar, halus, bahasa, dan adaptasi social. Pada umur
ini pertumbuhan berat badan dapat terjadi 2 kali berat badan pada waktu lahir dan rata-
rata kenaikannya 500-600 gram/bulan apabila mendapatkan gizi yang baik.
Sedangkan pertumbuhan tinggi badan agak stabil tidak mengalami kecepatan
dalam pertumbuhannya. Secara umum perkembangan bayi pada tahun pertama adalah
terjadi peningkatan beberapa organ fisik / biologis seperti ukuran panjang badan pada
tahun pertama penambahan kurang lebih (25-30 cm), peningkatan jaringan subkutan,
perubahan pada fontanel anterior menutup pada usia 9-18 bulan perubahan pada
lingkaran kepala dan lingkaran dada. Di mana lingkaran kepala sama besar dan pada usia
satu tahun terjadi perubahan, pada akhir tahun pertama terjadi perubahan berat otak anak
menjadi 25 % berat otak orang dewasa, pertumbuhan gigi dimulai dari gigi susu pada
umur 5-9 bulan.
Tumbuh kembang yang dimulai pada usia 5 bulan baik motorik,verbal,social dll
yaitu banyak terjadi pada masa infacy ini diantaranya:
1. Perkembangan Motorik Kasar
a) Bila bayi mengamati sesuatu pada satu sisi, ia akan memiringkan kepala dan badan
sehingga membuatnya terguling. Karena itu, hati-hati jika menaruh bayi,
perhatikan sekelilingnya, apakah cukup aman dan tidak berisiko membuatnya
terjatuh.
b) Kepalanya sudah bergerak-gerak dengan aktif jika ditelungkupkan. Ia pun mulai
bisa bertopang tegak pada kedua lengannya (dengan ujung-ujung jari kaki
menahan pada alas). Dalam posisi telungkup pun ia mudah untuk bergerak
memutar.
c) Ketika dari posisi telentang, kedua tangannya ditarik, kedua lengannya akan
melengkung dan kepala bayi menunduk ke depan sehingga dagu menyentuh dada.
d) Ketegangan otot perut dan pangkal paha juga menyebabkan pinggul tertekuk. Bayi
pun dapat duduk dengan dibantu.
e) Kalau bayi “diberdirikan” dengan memegang kedua ketiaknya, tampak kedua kaki
bayi bisa tegak. Bertumpu pada kedua kaki dengan posisi seimbang bisa dilakukan
dalam hitungan 1-2 detik.
Perkembangan Motorik Halus
a) Bayi sudah mencoba meraih mainan yang digerak-gerakkan di depan pandangannya
atau yang ditaruh di dadanya.
b) Telapak tangannya sudah membuka sehingga orangtua bisa memegang kedua
tangannya dan membantu si kecil untuk bertepuk tangan.
c) Sudah bisa memerhatikan suatu objek yang berjarak.

2. Perkembangan Sosial-Emosi
a) Bayi mulai memunculkan berbagai suara sebagai ekpresi rasa senang atau tidak
senang ketimbang menangis.
b) Dapat memberi respons dengan mengoceh atau tersenyum pada orang dewasa yang
mengajaknya bercanda.
c) Bisa membedakan wajah-wajah yang tersenyum, suara-suara ramah maupun yang
menunjukkan amarah. Respons yang diberikan berbeda terhadap apa yang dilihat.
Maka itu, seringlah memberikan senyuman serta suara riang gembira pada bayi.
d) Dapat menikmati permainan, baik bermain sendiri dengan suatu objek atau bermain
sosial semisal bermain cermin. Ia akan tersenyum ketika melihat bayangannya di
cermin.
e) Mengulurkan tangan minta digendong ibu atau orang yang sudah dikenalnya.
f) Jika ada bayi lain, biasanya ia memberikan respons untuk menarik perhatian. Seperti
dengan menendang-nendangkan kaki, tertawa, main ludah atau melambungkan
badannya ke atas-ke bawah.
3. Perkembangan Kognitif
a) Dapat bereksplorasi sensori dengan menggunakan tangan dan mulut. Lantaran itu, ia
memasukkan segala sesuatu ke dalam mulut. Bisa meraih suatu objek dengan sengaja.
b) Seringkali terlihat memainkan tangan, kaki serta jemarinya sambil mengamati dengan
penuh perhatian.
c) Mulai memahami air muka dan nada suara orang dan serta dapat memerhatikan dan
menafsirkan perilaku orang yang senang, marah, dan lainnya. Bayi pun akan memberi
respons dengan menunjukkan wajah ketakutan, keheranan atau lainnya.
4. Perkembangan Bahasa
a) Bisa berteriak-teriak ketika ditinggal sendirian atau tak ada orang di dekatnya.
b) Mengoceh dan menyuarakan suara-suara seperti “aaah”, “ee”, atau “oy”.
c) Jika diajak bercanda bisa mengungkapkan rasa senang dan gembiranya dengan
tertawa.
d) Mulai memberi respons dengan mendengar dan memerhatikan suara musik yang
diperdengarkan, adakalanya dengan mendekut.
e) Orangtua bisa mestimulasi dengan memperdengarkan kata-kata yang familiar (sudah
dikenalnya). Bayi akan mencoba-coba untuk menirukan suara-suara itu.
5. Ukuran Tubuh
Berat badan sekitar 5,3-7,3 kg, panjang badan 59,8 -65,9 cm, dan lingkar kepala 39-45
cm.

C. Konsep dasar Hospitalisasi anak usia 0-12bulan


Bila bayi  berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan pembinaan kasih
sayangnya terganggu. Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal
bagaimana reaksi bayi bila dirawat, Karena bayi belum dapat mengungkapkan apa yang
dirasakannya. Sedangkan pada bayi dengan usia yang lebih dari 6 bulan, akan banyak
menunjukkan perubahan.Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai
orang yang berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger Anxiety” (cemas
pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan menolak orang baru yang belum dikenal.
Kecemasan ini dimanifestasikan dengan meanagis, marah dan pergerakan yang
berlebihan.Disamping itu  bayi juga telah merasa memiliki ibunya ibunya, sehingga jika
berpisah dengan ibunya akan menimbulkan “Separation Anxiety” (cemas akan berpisah).
Hal ini akan kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka akan menangis sejadi-
jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat : letargi, malas
b. Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia
c. Eliminasi : Bising usus hipoaktif, vasase meconium mungkin lambat, faeces
mungkin lunak atau coklat kehijauan selama pengeluaran billirubin. Urine
berwarna gelap.
d. Makanan cairan : Riwayat pelambatan/ makanan oral buruk.
e. Palpasi abdomen : dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
f. Neurosensori :
1)Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal
yang berhubungan dengan trauma kelahiran.
2)Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis, mungkin ada dengan
inkompathabilitas Rh.
3)Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.
4)Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung, menangis lirih, aktifitas
kejang.
g. Pernafasan : krekels (oedema fleura)
h. Keamanan : Riwayat positif infeksi atau sepsis neonatus, akimosis berlebihan,
pteque, perdarahan intrakranial, dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah
dan berlanjut pada bagian distal tubuh.
i. Seksualitas : mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan
letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA)
seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi
wanita.
2. Diagnosa Keperawatan yang muncul
a) kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (IWL) tanpa
disadari akibat dari fototerapi dan kelemahan menyusu.
b) Gangguan rasa nyaman dan aman berhubungan dengan akibat pengobatan/terapi
sinar.
c) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.
d) Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari
pemecahan sel darah merah dan gangguan eksresi bilirubin.
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta
EGC
Depkes.(2012). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: USAID

FKUI. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Gary dkk. (2006). Obstetri Williams, Edisi 21. Jakarta, EGC.

Meidian, JM. (2010). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of


America: Mosby.

Mitayani. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Wiknjosostro. (2012). Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Yayasan Bima pustaka


Sarwana Prawirohardjo.

NANDA NIC & NOC 2017


LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBIN PADA BAYI DI RUANG PERINATOLOGI
DIRSUD KOJA

Nama : Mega Allin Imasuly


NIM : 18170000144

PROGAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
2018

You might also like