You are on page 1of 12

BUPATI PANGANDARAN

PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN BUPATI PANGANDARAN


NOMOR 53 TAHUN 2021

TENTANG

PENANGANAN ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PANGANDARAN,

Menimbang : a. bahwa Negara menjamin setiap warga negara untuk


hidup sejahtera lahir dan batin serta memperoleh
perlindungan dan pelayanan kesehatan sebagai bagian
dari Hak Asasi Manusia;
b. bahwa dalam upaya pemenuhan hak dasar warga
negara yakni tercapainya kesejahteraan sosial
khususnya orang dengan gangguan jiwa di Kabupaten
Pangandaran diperlukan langkah-langkah penanganan
yang terencana, terarah, sistematik dan terpadu;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 80 dan Pasal 81
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
bertanggungjawab melakukan penatalaksanaan dan
wajib melakukan upaya rehabilitasi terhadap Orang
Dengan Gangguan Jiwa yang terlantar,
menggelandang, mengancam keselamatan dirinya
dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban
dan/atau keamanan umum;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c perlu
menetapkan Peraturan Bupati tentang Penanganan
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang


Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4674) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5475);
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (LembaranNegara Republik lndonesia
Tahun 2009 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3495);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5571);
6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5294);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
2036) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 157);

2
9. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun
2018 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2018
Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 5);
10. Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran Nomor 31
Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah Kabupaten Pangandaran (Lembaran
Daerah Kabupaten Pangandaran Tahun 2016 Nomor
31, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Pangandaran Nomor 31) sebagaimana telah diubah
dua kali terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran Nomor 10 Tahun 2019 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten
Pangandaran Nomor 31 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
Kabupaten Pangandaran (Lembaran Daerah
Kabupaten Pangandaran Tahun 2019 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Pangandaran
Nomor 10);
11. Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran Nomor 5
Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Daerah Kabupaten Pangandaran
Tahun 2018 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Pangandaran Nomor 5);
12. Peraturan Daerah Kabupaten Pangandaran Nomor 29
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kesehatan
(Lembaran Daerah Kabupaten Pangandaran Tahun
2016 Nomor 29, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Pangandaran Nomor 29);
13. Peraturan Bupati Pangandaran Nomor 44 Tahun 2016
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi serta Tata Kerja Perangkat Daerah di
Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pangandaran
(Berita Daerah Kabupaten Pangandaran Tahun 2016
Nomor 44) sebagaimana telah diubah dua kali terakhir
dengan Peraturan Bupati Pangandaran Nomor 70
Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Bupati Pangandaran Nomor 44 Tahun 2016 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi serta
Tata Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Pangandaran (Berita Daerah
Kabupaten Pangandaran Tahun 2019 Nomor 70).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENANGANAN ORANG


DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ)

3
BAB I
KETENTUAN UMUM

BagianKesatu
Umum

Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Pangandaran;
2. Bupati adalah Bupati Pangandaran;
3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom;
4. Penanganan adalah suatu proses atau cara serta tindakan yang
ditempuh melalui upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan reintegrasi
sosial dalam rangka melindungi dan memberdayakan orang dengan
gangguan jiwa;
5. Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disebut ODGJ adalah
setiap orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan
perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala
dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi
orang sebagai manusia;
6. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
7. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya terarah, terpadu
dan berkelanjutan yang bersifat pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, dan pengembangan bagi Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial yang dilakukan pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat dalam bentuk pelayanan
kesejahteraan sosial, guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
Negara yang meliputi rehabilitasi sosial, perlindungan sosial,
pemberdayaan sosial, jaminan sosial dan penanganan fakir miskin;
8. Masyarakat adalah sebagian, sekelompok, suatu komunitas tertentu,
dan/atau masyarakat umum baik yang terhimpun dalam suatu wadah
organisasi maupun tidak terhimpun dalam organisasi;
9. Usaha preventif adalah usaha-usaha yang dilakukan secara
terorganisir dengan maksud menurunkan angka jumlah ODGJ serta
mencegah meluasnya di masyarakat;
10. Usaha kuratif adalah usaha-usaha yang dilakukan melalui pemberian
pelayanan kesehatan terhadap ODGJ yang mencakup proses diagnosis
dan penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ dapat berfungsi
kembali secara wajar di lingkungan keluarga, lembaga, dan
masyarakat;
11. Usaha rehabilitatif adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk
memulihkan fungsi sosial dan fungsi okupasional serta
mempersiapkan dan memberi kemampuan kepada ODGJ agar dapat
kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan
martabat manusia;

4
12. Usaha reintegrasi sosial adalah proses pengembalian kepada keluarga
dan/atau masyarakat sehingga dapat menjalankan fungsi-fungsi
sosialnya dengan baik sebagaimana masyarakat pada umumnya;
13. Pelayanan sosial adalah proses terencana dan terstruktur yang
bertujuan untuk memecahkan masalah serta meningkatkan
keberfungsian sosial bagi individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat;
14. Pekerja Sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan,
keterampilan dan nilai praktik pekerjaan sosial yang diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman di bidang kesejahteraan
sosial dan/atau bidang ilmu sosial dan/atau telah disetarakan serta
telah mendapatkan sertifikat kompetensi;
15. Balai Rehabilitasi Sosial adalah lembaga/unit yang melaksanakan
Rehabilitasi Sosial ODGJ;
16. Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah lembaga/unit yang
melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial maupun
rehabilitasi sosial bagi ODGJ yang dimiliki yayasan maupun
masyarakat;
17. Rumah Singgah adalah suatu tempat tinggal sementara bagi penerima
pelayanan yang dipersiapkan untuk mendapat pelayanan lebih lanjut;
18. Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa adalah Dinas Sosial,
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Pangandaran;
19. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran;
20. Satuan Polisi Pamong Praja adalah Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Pangandaran;
21. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil adalah Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pangandaran;
22. Dinas Tenaga Kerja, Industri dan Transmigrasi adalah Dinas Tenaga
Kerja, Industri dan Transmigrasi Kabupaten Pangandaran.

Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan

Pasal 2
Maksud disusunnya Peraturan Bupati ini adalah sebagai acuan dan
pedoman dalam melaksanakan penanganan ODGJ secara terintegrasi,
komprehensif dan berkesinambungan.

Pasal 3
Tujuan Penanganan ODGJ adalah untuk:
a. memberikan kesempatan kepada ODGJ agar dapat memperoleh
haknya sebagai Warga Negara Indonesia;
b. mencegah dan mengantisipasi meningkatnya jumlah ODGJ;
c. memulihkan fungsi sosial ODGJ dalam rangka mencapai kemandirian;
d. meningkatkan pelayanan publik kepada warga Masyarakat khususnya
dalam upaya penanganan ODGJ;
e. meningkatkan kualitas manajemen Penanganan ODGJ; dan
f. mengurangi faktor risiko akibat gangguan jiwa pada Masyarakat secara
umum atau perorangan.

5
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup

Pasal 4
Ruang lingkup Peraturan Bupati ini meliputi:
1. Kriteria ODGJ;
2. Penanganan ODGJ;
3. Peran serta Masyarakat;
4. Sarana, prasarana dan standarisasi; dan
5. Pembiayaan.

BAB II
KRITERIA ODGJ

Pasal 5
Kriteria ODGJ yang dimaksud dalam Peraturan Bupati ini adalah:
a. Orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan
perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala
dan/atau perubahan perilaku yang bermakna;
b. Orang yang dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia; dan/atau
c. Orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan
dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki resiko
mengalami gangguan jiwa.

BAB III
PENANGANAN ODGJ

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 6
(1) Penanganan ODGJ dilakukan secara terpadu oleh Dinas Sosial,
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Kesehatan, Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Satuan Polisi Pamong Praja, dan
Dinas Tenaga Kerja, Industri dan Transmigrasi.
(2) Penanganan ODGJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui:
a. usaha preventif;
b. usaha kuratif;
c. usaha rehabilitatif; dan
d. usaha reintegrasi sosial.

Bagian Kedua
Usaha Preventif

Pasal 7
(1) Usaha preventif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a
ditujukan untuk:
a. mencegah terjadinya masalah kejiwaan;
b. mencegah timbulnya dan/atau kambuhnya gangguan jiwa;
c. mengurangi faktor risiko akibat gangguan jiwa pada Masyarakat

6
secara umum atau perorangan; dan
d. mencegah timbulnya dampak masalah psikososial.
(2) Usaha preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di
lingkungan:
a. keluarga;
b. lembaga; dan
c. Masyarakat.

Pasal 8
Usaha preventif di lingkungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) huruf a dilaksanakan dalam bentuk:
a. pengembangan pola asuh yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangan jiwa;
b. komunikasi, informasi, dan edukasi dalam keluarga; dan
c. kegiatan lain sesuai dengan perkembangan Masyarakat.

Pasal 9
Usaha preventif di lingkungan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2) huruf b dilaksanakan dalam bentuk:
a. menciptakan lingkungan lembaga yang kondusif bagi perkembangan
kesehatan jiwa;
b. memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai
pencegahan gangguan jiwa; dan
c. menyediakan dukungan psikososial dan kesehatan jiwa di lingkungan
lembaga.

Pasal 10
Usaha preventif di lingkungan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2) huruf c dilaksanakan dalam bentuk:
a. menciptakan lingkungan Masyarakat yang kondusif;
b. memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai
pencegahan gangguan jiwa; dan
c. menyediakan konseling bagi Masyarakat yang membutuhkan.

Pasal 11
Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Kesehatan, dan
Satuan Polisi Pamong Praja melaksanakan kampanye ketahanan keluarga
kepada Masyarakat melalui sosialisasi atau penyuluhan dalam bentuk
media cetak dan/atau media elektronik.

Bagian Ketiga
Usaha Kuratif

Pasal 12
Usaha kuratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b
merupakan kegiatan pemberian pelayanan kesehatan terhadap ODGJ yang
mencakup proses diagnosis dan penanganan yang tepat sehingga ODGJ
dapat berfungsi kembali secara wajar di lingkungan keluarga, lembaga, dan
Masyarakat yang ditujukan untuk penyembuhan dan/atau pemulihan.

7
Pasal 13
Proses diagnosis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan
berdasarkan kriteria diagnostik oleh dokter umum, psikolog dan/atau
dokter spesialis kedokteran jiwa terhadap orang yang diduga ODGJ untuk
menentukan:
a. kondisi kejiwaan; dan
b. tindak lanjut penanganan.
Pasal 14
(1) Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melaksanakan
usaha kuratif melalui:
a. penerbitan surat rekomendasi keterangan terlantar bagi ODGJ
yang terlantar;
b. mengeluarkan surat rekomendasi terkait proses pendaftaran dan
kepesertaan BPJS;
c. berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
terkait dengan pembuatan kartu identitas bagi ODGJ terlantar;
dan
d. berkoordinasi dengan Rumah Singgah atau Lembaga Kesejahteran
Sosial bagi ODGJ kategori berat yang sedang menunggu untuk
mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah dan/atau
Rumah Sakit Jiwa.
(2) Dinas Kesehatan melaksanakan usaha kuratif melalui:
a. pemberian layanan kesehatan ODGJ dengan kategori ringan yang
dilakukan secara integratif di Puskesmas setempat serta
melakukan penjangkauan dan pemeriksaan;
b. khusus pelayanan kesehatan bagi ODGJ dengan kategori berat
dilakukan secara integratif di Puskesmas setempat dengan
melakukan penjangkauan, pemeriksaan, mengeluarkan surat
rujukan dan merujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dan/atau
Rumah Sakit Jiwa; dan
c. melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial, Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa, serta Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil sebelum merujuk ke Rumah Singgah milik Pemerintah
Daerah bagi ODGJ yang sedang menunggu untuk mendapatkan
pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah dan/atau Rumah Sakit
Jiwa.
(3) Polisi Pamong Praja melaksanakan usaha kuratif melalui:
a. penjangkauan dan penjemputan ODGJ berdasarkan laporan dari
Masyarakat; dan
b. melakukan penertiban ODGJ berdasarkan hasil temuan petugas
dan merujuk ke Puskesmas setempat.
(4) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil melaksanakan usaha
kuratif melalui pembuatan dan penerbitan kartu identitas bagi ODGJ
terlantar, berdasarkan surat rekomendasi dari Dinas Sosial,
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
(5) Dalam hal Rumah Singgah sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf
c belum tersedia, Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama
dengan Lembaga Kesejahteraan Sosial.

8
Pasal 15
(1) ODGJ yang diidentifikasi berasal dari luar Daerah dan dimungkinkan
untuk dilakukan tindakan pemulangan ke daerah asal, maka Dinas
Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dapat berkoordinasi
dengan Pemerintah Daerah asal ODGJ dalam rangka pemulangan
ODGJ.
(2) Dalam hal ODGJ tidak memiliki keluarga dan/atau tempat untuk
pemulangan ke daerah asal, maka dapat ditempatkan dalam Panti
Sosial milik pemerintah/Pemerintah Daerah.
(3) Dalam hal Panti Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum
tersedia, Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan Lembaga
Kesejahteraan Sosial yang menangani ODGJ.
(4) Biaya pemulangan ODGJ ke daerah asal dan pemenuhan kebutuhan
dasar ODGJ ditanggung oleh Pemerintah Daerah.

Bagian Keempat
Usaha Rehabilitatif
Pasal 16
Usaha Rehabilitatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c
merupakan kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan penanganan ODGJ
yang ditujukan untuk:
a. memulihkan fungsi sosial;
b. memulihkan fungsi okupasional; dan
c. mempersiapkan dan memberi kemampuan ODGJ agar dapat hidup
mandiri di Masyarakat.
Pasal 17
(1) Usaha Rehabilitatif untuk memulihkan fungsi sosial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 huruf a dapat dilaksanakan secara persuasif,
motivatif atau koersif, baik dalam keluarga, Masyarakat, maupun
Lembaga Kesejahteraan Sosial.
(2) Usaha rehabilitatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
dalam bentuk:
a. motivasi dan diagnosis psikososial;
b. perawatan dan pengasuhan;
b. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
c. bimbingan mental spiritual;
d. bimbingan fisik;
e. bimbingan sosial dan konseling psikososial;
f. pelayanan aksesibilitas;
g. bantuan sosial dan asistensi sosial;
h. bimbingan resosialisasi;
i. bimbingan lanjut; dan/atau
j. rujukan.

Bagian Kelima
Usaha Reintegrasi Sosial
Pasal 18
Usaha reintegrasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)
huruf d merupakan kegiatan pengembalian kepada lingkungan keluarga
dan/atau Masyarakat yang ditujukan agar ODGJ yang telah sembuh dapat

9
diterima oleh keluarga, lingkungan dan Masyarakat serta dapat menjalani
aktifitas sebagai manusia normal pada umumnya.

Pasal 19
Usaha reintegrasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan
oleh Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa bersama dengan
Dinas Kesehatan, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Dinas Tenaga Kerja,
Industri dan Transmigrasi melalui upaya-upaya:
a. pengembalian ODGJ kepada lingkungan keluarga dan/atau lingkungan
Masyarakat;
b. melakukan sosialisasi kepada Masyarakat sekitar tempat tinggal
penyandang ODGJ;
c. Melakukan pendekatan kepada keluarga penyandang ODGJ; dan
d. memberikan pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja yang ada di Daerah.

BAB IV
PEKERJA SOSIAL

Pasal 20
(1) Penanganan ODGJ dapat melibatkan Pekerja Sosial.
(2) Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berperan selaku
fasilitator, mediator dan narahubung.
(3) Pekerja Sosial selaku fasilitator sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berfungsi memberikan kemudahan pelayanan sosial dalam konsultasi
dan advokasi sosial keluarga.
(4) Pekerja Sosial selaku mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berfungsi sebagai penyedia pelayanan antara pihak yang
membutuhkan dengan sistem sumber.
(5) Pekerja Sosial selaku narahubung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berfungsi memberikan informasi yang diperlukan keluarga
mengenai kondisi ODGJ dan kondisi lembaga agar dapat memberikan
pertimbangan yang tepat dalam menentukan tindakan demi
kepentingan ODGJ.
(6) Penanganan ODGJ dengan melibatkan Pekerja Sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT DAN SEKTOR SWASTA

Pasal 21
(1) Masyarakat dapat berperan aktif dalam upaya penanganan ODGJ.
(2) Peran serta Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara perorangan dan/atau kelompok/komunitas/
lembaga/organisasi.
(3) Peran serta Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan dengan cara:
a. melaporkan kepada Perangkat Daerah terkait keberadaan ODGJ;
b. melaporkan adanya tindakan kekerasan terhadap ODGJ;
c. memberikan bantuan tenaga, dana, fasilitas sarana dan prasarana
dalam upaya penanganan ODGJ secara sukarela;

10
d. menciptakan iklim yang kondusif bagi ODGJ;
e. memberikan pelatihan dan keterampilan kepada ODGJ secara
sukarela; dan
f. memberikan sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya peran
keluarga dalam kesehatan jiwa.

Pasal 22
(1) Pemerintah Daerah dapat mendorong sektor swasta untuk bekerja
sama dalam penanganan ODGJ.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
bentuk partisipasi, terlibat atau berperan secara aktif maupun pasif
dalam kegiatan penanganan ODGJ dengan mengalokasikan anggaran
tanggung jawab sosial dan lingkungan setiap tahunnya.
(3) Kerjasama antara Pemerintah Daerah dan sektor swasta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB VI
SARANA, PRASARANA DAN STANDARISASI
Pasal 23
(1) Penanganan ODGJ menggunakan sarana dan prasarana antara lain:
a. Rumah Singgah;
b. Panti Sosial atau Lembaga Kesejahteraan Sosial;
c. Pusat Rehabilitasi Sosial;
d. Pusat Pendidikan dan Pelatihan;
e. Pusat Kesehatan Masyarakat; dan
f. Pusat Kesejahteraan Sosial.
(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi standar, antar lain:
a. kelayakan keamanan gedung;
b. kelayakan kesehatan;
c. kelayakan lingkungan;
d. kelayakan tenaga sosial pengasuh yang kompeten;
e. ketersedian ruang belajar;
f. ketersedian ruang tidur;
g. ketersedian ruang ibadah; dan
h. ketersediaan ruang lainnya sesuai kebutuhan.
(3) Pemerintah Daerah dapat menyediakan Lembaga Kesejahteraan Sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibawah pengawasan
Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.

BAB VII
PEMBIAYAAN

Pasal 24
(1) Pembiayaan dalam penanganan ODGJ dapat bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c. sumbangan masyarakat secara sukarela;
d. dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai kewajiban atas

11
tanggung jawab sosial dan lingkungan/Corporate Sosial
Responsibility (CSR); dan/atau
e. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengelolaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Kabupaten Pangandaran.

Ditetapkan di Parigi
pada tanggal 14 Oktober 2021

BUPATI PANGANDARAN

Ttd.

H. JEJE WIRADINATA

Diundangkan di Parigi
pada tanggal 14 Oktober 2021

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

Ttd.

H. KUSDIANA

BERITA DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN


TAHUN 2021 NOMOR : 53

12

You might also like