You are on page 1of 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca.

. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Rajadesa, Februari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. LATAR BELAKANG..................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................1

C. TUJUAN.......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2

A.     Teuku Umar.................................................................................................2

B.     Pendidikan dan Guru Teuku Umar..............................................................5

C.     Perjuangan Teuku Umar..............................................................................5

D.    Gugurnya Teuku Umar.................................................................................8

E.     Aktifitas Keagamaan Teuku Umar..............................................................9

F.      Pemikiran dan Karyanya...........................................................................10

G.    Peninggalan dari Teuku Umar....................................................................11

BAB III PENUTUP...............................................................................................12

A.     Kesimpulan................................................................................................12

B.     Saran..........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengaruh posisi silang geografis nusantara Indonesia, membuat Indonesia
sebagai wilayah terbuka terhadap kehadiran budaya yang datang dari luar. 1 Maka
banyaknya teori yang menyebutkan Islam masuk ke Indonesia. Pengaruh dari
perkembangan kekuasaan politik dan ajaran Islam di Timur Tengah, India, dan
Cina, Lahirlah kekuasaan politik Islam di Nusantara Indonesia dan sekitarnya,
yaitu Leran, Samodra Pasai, Aceh, Demak dll. Kekuasaan politik Islam tersebut
menggantikan kekuasaan politik atau kerajaan Hindu dan Budha. 2 Seperti
Tarumanegara,Kutai, Padjajaran, Talaga, dan lain-lain. Kekuasaan politik Islam
Indonesia, sampai dengan puluhan abad ke 17M, tidak menyiapkan diri
menciptakan sistem pertahanan dengan organisasi kebaharian dan organisasi
persenjataan modern. Belum memiliki armada perang yang mampu melindungi
kepentingan armada niaga. Hal ini terjadi sebagai akibat Islam di Indonesia
dikembangkan secara damai dan tidak mengalami revolusi industri di Eropa. 3
Pada pertengahan abad ke 19 terjadi suatu perkembangan
kolonialismeimperialisme yang sangat pesat yang dilakukan oleh kaum penjajah
negara-negara

B. RUMUSAN MASALAH
 Bagaimana biografi Teuku Umar?

C. TUJUAN
 Memahami biografi Teuku Umar.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Teuku Umar

Aceh merupakan salah satu wilayah yang memiliki peran sangat besar
terhadap perjuangan dan kemerdekaan bangsa Indonesia dari tangan penjajah. Di
tanah ini, banyak muncul pahlawan-pahlawan nasional yang sangat berjasa, tidak
hanya untuk rakyat Aceh saja tapi juga untuk rakyat Indonesia pada umumnya.
Salah satu pahlawan tersebut adalah Teuku Umar. Ia dilahirkan di Meulaboh,
Aceh Barat, Indonesia pada tahun 1854 (tanggal dan bulannya tidak tercatat). Ia
merupakan putra dari Ahmad Mahmud dan ibunya adalah adik dari raja
Meulaboh. Ia merupakan salah seorang pahlawan nasional yang pernah
memimpin perang gerilya di Aceh sejak tahun 1873 hingga tahun 1899.
Nenek moyang Umar berasal dari keturunan Minangkabau yaitu Datuk
Nachudum Sakti. Salah seorang keturunan Datuk Nachudum Sakti pernah berjasa
terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam oleh seorang Panglima Sagi
yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasa Panglima keturunan Minangkabau

2
ini Sultan Aceh terhindar dari bahaya. Berkat jasanya tersebut, orang itu kemudian
diangkat menjadi Uleebalang 6 Mukim dengan gelar Teuku Nan Ranceh, yang
kemudian mempunyai dua orang putra yaitu Nanta Setia dan Ahmad Mahmud.
Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Nanta Setia menggantikan kedudukan ayahnya
sebagai Uleebalang 6 Mukim. Ia mempunyai anak perempuan bernama Cut Nyak
Dhien. Ahmad Mahmud kawin dengan adik perempuan raja Meulaboh. Dalam
perkawinan itu ia memperoleh dua orang anak perempuan dan empat anak laki-
laki. Dari keempat anak laki-lakinya, salah satu bernama Teuku Umar. Jadi Umar
dan Cut Nyak Dhien merupakan saudara sepupu dan dalam tubuh mereka
mengalir darah Minangkabau, darah seorang Datuk yang merantau ke Aceh dan
memasyhurkan namanya.
Ketika masih kecil, Umar merupakan anak yang sangat nakal, tetapi juga
sangat cerdas. Sebagai anak nakal, ia suka berkelahi dengan teman-teman
sepermainannya. Dalam perkelahian, ia juga sering dikeroyok, tetapi ia tidak
takut. Berkat keberanian dan keunggulan di antara teman-temannya, Umar pernah
diangkat sebagai Kepala Kelompok anak-anak di kampungnya. Dengan adanya
penghargaan itu, maka Umar semakin disegani dan ditakuti oleh kawan dan
lawannya bermain. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam
menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapatkan pendidikan
formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas,
dan pemberani. Setelah berumur 10 tahun, ia memisahkan diri dari kehidupan
orang tuanya, mengembara di rimba Aceh dan bertualang dari daerah satu ke
daerah lain sambil mencari pengalaman hidup dan berguru. Setelah menginjak
masa remaja, sifat Umar mulai berubah. la pandai dan gemar bergaul dengan
rakyat tanpa membedakan kedudukan orang itu dalam masyarakat.
Jiwa kerakyatan telah timbul dan ia mempunyai cita-cita dan rasa
kemerdekaan yang meresap sampai ke tulang sumsumnya. Ketika Perang Aceh
meletus pada tahun 1873, Teuku Umar ikut serta berjuang bersama pejuang-
pejuang Aceh lainnya, padahal Teuku Umar baru berumur 19 tahun. la belum ikut
pada perang ini, karena umurnya masih sangat muda dan jiwanya belum mantap,
kendatipun waktu itu la sudah diangkat menjadi Keuchik  (kepala desa) di daerah
Daya Meulaboh.

3
Pernikahan Teuku Umar tidak sekali dilakukan. Ketika berumur 20 tahun,
Umar menikah dengan Nyak Sopiah, anak Uleebalang Glumpang. la semakin
dihormati dan disegani karena mempunyai sifat yang keras dan pantang menyerah
dalam menyelesaikan setiap persoalan hidup. Untuk lebih menaikkan derajatnya,
Umar menikah lagi dengan Cut Nyak Malighai seorang putri dari Panglima Sagi
XXV Mukim Sejak saat itu Umar memakai gelar Teuku dan bercita-cita untuk
membebaskan daerahnya dari kekuasaan Belanda. Dari pernikahan ini, Teuku
Umar dikaruniai dua orang anak yaitu Teuku Raja Sulaiman dan Cut Mariyam.
Teuku Raja Sulaiman punya keturunan juga diberi nama Teuku Umar
yang merupakan orang tua Teuku Usman Basyah yang sekarang menjabat Asisten
I Setdakab Aceh Barat. Cut Mariyam bersuamikan Teuku Ali Baet. Namun,
sumber Belanda yang ditulis dalam buku Helden Seire, Ded VIII yang berjudul
Teukoe Oema yang diterbitkan oleh Populaire Witgave Van Heet Atjechsch Leger
Meseum 1940 menyatakan bahwa dengan Cut Meuligoe ini,  Umar memiliki tidak
hanya dua anak tetapi lebih yaitu Teuku Sapeh, Teuku Raja Sulaiman, Cut
Mariyam, Cut Sjak, Cut Teungoh dan Teuku Bidin.
Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dien, puteri
pamannya. Sebenarnya Cut Nyak Dien sudah mempunyai suami (Teuku Ibrahim
Lamnga) tapi telah meninggal dunia pada Juni 1978 dalam peperangan melawan
Belanda di Gle Tarun. Setelah itu, Cut Nyak Dien bertemu dan jatuh cinta dengan
Teuku Umar. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan
terhadap pos-pos Belanda di Krueng. Hasil Pernikahannya dengan Cut Nyak
Dien, Teuku Umar memiliki anak perempuan yang bernama Tjut Gambang. Tjut
Gambang menjadi istri Teungku Majet di Tiro dan anak laki-laki, Teuku Raja
Batak yang meninggal di Beutong, Pante Ceureumen dalam pertempuran yang
sudah dipimpin Cut Nyak Dhien, namun ada sumber lainnya yang mengatakan
bahwa Teuku Raja Batak ini adalah kemenakan dari Cut Nyak Dien. Menurut
sejarah, Cut Nyak Dien merupakan istri yang paling mempengaruhi kehidupan
Teuku Umar. Pengaruh isterinya, Cut Nya’ Din yang tebal imannya tentulah besar
sekali atas dirinya. Wanita itulah yang menggosoknya supaya “berkhianat” pada
tahun 1896 ketika dia masih bergelar Johan Pahlawan, bekerja pada Belanda.

4
B.     Pendidikan dan Guru Teuku Umar
Teuku Umar tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah (formal) seperti
pemimpin-pemimpin lainnya. Di masa kecilnya, ia tak pernah mendapat
pendidikan yang teratur. Oleh karena itu, sejak kecil ia sudah terbiasa hidup
bebas. Layaknya seorang anak laki-laki pada umumnya, Umar suka berkelahi dan
memiliki kemauan yang sukar ditundukkan. Sejak usianya masih muda belia,
yaitu pada umur 10 tahun ia sudah hidup berkelana. Tetapi dia dapat menjadi
seorang pemimpin yang cakap, disiplin dan mempunyai kemauan yang keras.
Pengetahuannya diperoleh dari pengalaman hidup yang diperoleh dari
pengembaraannya dari daerah satu ke daerah lain dan berguru pada orang-orang
yang dianggapnya cakap. Di samping memiliki bakat memimpin, dan mempunyai
otak yang cerdas, pengetahuan yang dimiliki ia peroleh dari petualangannya.
Untuk mencapai cita-cita membebaskan Aceh dari cengkraman bangsa asing
(Belanda), Aceh harus mempunyai tentara yang kuat dan terlatih. Berkat
ketekunan dan kewibawaan serta kecakapannya, akhirnya Umar berhasil
membentuk pasukan. Orang-orang yang berani dan tangkas oleh Umar dilatih dan
direkrut menjadi pasukan yang siap tempur. Meletusnya perang Aceh dengan
Belanda pada tahun 1873 membuat hatinya terpanggil untuk ikut membantu
perjuangan pejuang-pejuang Aceh lainnya. Padahal usianya kala itu baru genap 19
tahun. Dalam berjuang, ia mempunyai cara sendiri yang terkadang tak dapat
dipahami oleh pejuang-pejuang lain.

C.     Perjuangan Teuku Umar


Awalnya, perjuangan dilakukan dengan mempertahankan kampung
halamannya sendiri dari Belanda. Namun dalam perkembangannya, meluas
hingga daerah Meulaboh. Karena keberaniannya itu, ia kemudian diangkat
menjadi kepala kampung. Ia juga didukung oleh teman-teman seperjuangan yang
tak kalah beraninya.
Perjuangan mereka memerangi Belanda (kafir) adalah kelanjutan dari satu
rangkaian perang Aceh yang dimulai dari April 1873 ketika Belanda melakukan
agresi pertama ke Aceh, namun dapat dipukul mundur oleh rakyat Aceh.
Selanjutnya Belanda terus melakukan agresi, sampai berhasil menguasai istana

5
Aceh (31 Januari 1874). Sejak Aceh diduduki Belanda ini lah, semangat perang
sabil (jihad fi sabilillah) dikumandangkan oleh ulama Aceh di mesanah-mesanah
(pesantren) dan masjid-masjid. Adalah Teungku Chik Pante Kulo tokoh pertama
yang menuliskan HIKAYAT PERANG SABIL atas permintaan Tengku Chik di
Tiro (Panglima Perang Sabil) untuk menyemangati rakyat dalam perang melawan
kafir Belanda.
Gagasan menciptakan hikayat yang dapat menaikkan semangat perlawanan
rakyat ini mungkin sekali berpedoman pada kegiatan perang di zaman Rasulullah.
Para penyair lisan menciptakan sajak-sajak heroic untuk maksud tersebut.
Rasulullah memandang sajak-sajak itu lebih berbahaya daripada pedang atau
panah bagi kaum kafir. Kini (pada masa itu) Tengku Chik di Tiro memanfaatkan
genre hikayat untuk maksud yang sama, ialah untuk menggerakkan semangat
perlawanan rakyat. Pada saat Van Swieten memproklamirkan kemenangan karena
dengan menduduki Keranton dan menguasai sebagian kecil Aceh Besar, dikiranya
seluruh wilayah Aceh akan menyerah. Ternyata perlawanan rakyat makin
meningkat, ulama yang kebanyakan pemimpin dayah (pesantren) ikut
berpartisipasi bersama santri-santri mereka.
Kesumat permusuhan itu dipertegas lagi oleh surat pernyataan Tuanku
Hasyim Bangta Muda, Mangkubumi Kerajaan Aceh, bersama para pemimpin Sagi
di Aceh Besar. Surat tersebut ditulis pada 18 April 1874 ditujukan kepada Teuku
Imam Chik Lotan, raja Geudong, Pasai. Inti terpenting dari pernyataan tersebut
ialah tekad dan semangat untuk melawan serta bertahan, walau negeri Aceh
tinggal sebesar ‘nyiru’ (alat penampi beras) saja lagi. Disini terungkap pula
keterlibatan seuruh ulama dan dayah yang mereka pimpin beserta santri-santrinya.
Perang mempertahankan agama islam, syari’at Muhammad menjadi fardhu ‘ain
bagi setiap umat Islam karena negeri dikuasai kafir. Tekad untuk bertahan
dibuktikan dalam perang yang berkelanjutan sampai menjelang datangnya
pasukan pendudukan Jepang ke Indonesia. Semangat inilah yang juga membuat
seorang Teuku Umar berani berperang melawan Belanda dan mengusir penjajahan
Belanda yang dia mulai berawal dari kampong halamannya.
Pada tahun 1878, Belanda berhasil menguasai Kampung Darat yang pada
waktu itu dijadikan Teuku Umar beserta pasukannya sebagai markas kediaman

6
mereka. Ia pun mundur ke daerah Aceh Besar sambil menyusun kekuatan dan
melancarkan perang gerilya. Di bulan Agustus 1883, Teuku Umar kemudian
mencari strategi bagaimana dirinya dapat memperoleh senjata dari pihak musuh
(Belanda). Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura tunduk pada Belanda dengan
menyatakan sumpah setia kepada Gubernur yang merangkap sebagai panglima
Belanda di Aceh. Istrinya, Cut Nyak Dien pernah sempat bingung, malu, dan
marah atas keputusan suaminya itu. Gubernur Van Teijn pada saat itu juga
bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat
Aceh. Dengan sumpahnya itu, dia pun diterima dalam dinas militer Belanda dan
dianugerahi gelar Teuku Johan Pahlawan. Tapi perdamaian itu tak berlangsung
lama. Perseteruan kembali terjadi setahun kemudian pada tahun 1884.
Pada tahun 1884, sebuah kapal dagang Inggris, Nissero, terdampar di pantai
Teunom. Raja Teunom kemudian mengambil tindakan dengan menawan semua
awaknya serta menyita isi kapal. Mengetahui hal tersebut, Pemerintah Inggris
mendesak Pemerintah Belanda agar membebaskan para awak kapal yang ditawan
Raja Teunom. Pemerintah kolonial Belanda pun mengirimkan Teuku Umar ke
Teunom dengan 32 orang tentara untuk menumpas pasukan Raja Teunom dan
menyita kapal Inggris. Namun di tengah perjalanan pulang, seluruh tentara itu
dibunuh dan senjatanya dirampas. Peristiwa Nisero ini termasuk di antara yang
paling menarik dalam sejarah konflik Aceh-Belanda. Liku-likunya membuat
kasus ini tidak sekedar antara kampong Teunom dengan Belanda saja, melainkan
suatu peristiwa internasional. Ia menjadi topik hari-hari baik dalam pers maupun
di parlemen Belanda dan Inggris sejak Nisero kandas (November 1883) sampai
berlayar kembali pada 10 September tahun berikutnya.
Dalam sejarah perjuangannya, Teuku Umar juga pernah menyerang kapal
Hok Canton dan menawan anak buah kapal tersebut. Belanda pun terpaksa
bekerja sama dengan membayar uang tebusan untuk membebaskan para tawanan.
Sejak peristiwa Hok Canton, gengsi Teuku Umar semakin naik. Dia di takuti oleh
Belanda, lebih-lebih sesudah terdengar dia sudah berada di Aceh Besar. Mungkin
saja karena fakta - fakta yang sudah terbukti itu, pihak Belanda sendiri pun turut
mengakui kesatriaannya. Seorang Mayor Belanda, L.W.A. Kessier, tanpa ragu-

7
ragu menilai Teuku Umar dengan menyatakan : bahwa dia seorang “intellegente
en zeer beschaafde Atjeher” (“Orang Aceh yang cerdas dan paling sopan”). 
Pada tahun 1893 Teuku Umar kembali berdamai dengan Belanda. Ia
kemudian diizinkan untuk membentuk sebuah legiun berkekuatan 250 orang yang
diberi persenjataan lengkap. Mereka bertugas untuk mengamankan daerah Aceh
Besar dan sekitarnya dari gangguan para pejuang. Dengan kekuatan tersebut, ia
mulai memerangi pejuang-pejuang Aceh yang belum menyerah kepada Belanda.
Tetapi lagi-lagi perang itu hanya perang pura-pura yang sengaja dilakukan Umar
sebagai bagian dari strateginya dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Saat bergabung dengan Belanda, Teuu Umar sebenarnya pernah menundukkan
pos-pos pertahanan Aceh. Peperangan tersebut dilakukan Teuku Umar untuk
menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pangleot
sebagai tangan kanannya akhirnya dikabulkanoleh Gubernur Deykerhorf yang
menggantikan Gubernur Ban Teijn.
Sebelum serangan ia lancarkan, ia terlebih dahulu memberitahu para
pejuang Aceh. Belanda yang tidak mengetahui strategi tersebut tetap
berkeyakinan bahwa Teuku Umar dapat mengamankan seluruh daerah Aceh.
Karena keyakinan tersebut bantuan senjata dan perlengkapan pun terus
didatangkan untuk mendukung 'perjuangan' Teuku Umar.
Kelak persenjataan dan perlengkapan hasil 'pemberian' Belanda itu justru
digunakannya untuk berbalik melawan Belanda. Pada 29 Maret 1896, ia pun
kembali berjuang untuk kepentingan bangsanya dengan membawa serta 800.000
dollar, 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru serta peralatan lain. Ia kembali
menemui teman - teman seperjuangannya seperti Panglima Polim, ulama di Tiro,
Teuku Hasan, Teuku Mahmud dan Teuku Cut Muhammad.
Atas kejadian itu, Pemerintah Belanda yang baru belakangan menyadari
telah ditipu mentah-mentah oleh Teuku Umar, segera mengerahkan kekuatan yang
besar di bawah komando panglima tentara Hindia Belanda, Jenderal van Heutsz
untuk menagkapnya dalam keadaan hidup atau mati.
D.    Gugurnya Teuku Umar
Pada bulan Februari 1899 Jenderal Van Heutsz berada di Meulaboh dengan
tanpa pengawalan yang ketat sebagaimana biasanya. Keadaan ini diketahui oleh

8
Teuku Umar dari mata-matanya yang bertugas di sana. Untuk menangkap dan
mencegat Jenderal Belanda tersebut, Teuku Umar bersama sejumlah pasukannya
datang ke Meulaboh. Tetapi malang bagi Umar karena sebelum rencananya
berhasil dilaksanakan, gerak-gerik Umar justru telah diketahui oleh Belanda
Setelah mendengar laporan dari mata-matanya mengenai kedatangan Teuku Umar
di Meulaboh, Jenderal Van Heutsz segera menempatkan sejumlah pasukan yang
cukup kuat diperbatasan kota Meulaboh untuk mencegat Teuku Umar. Pada
malam menjelang tanggal 11 Februari 1899 Teuku Umar bersama pasukannya
telah berada di pinggiran kota Meulaboh. Pasukan Aceh terkejut ketika
mengetahui pasukan Van Heutsz telah mencegatnya. Posisi pasukannya sudah
tidak menguntungkan dan tidak mungkin lagi untuk mundur. Satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan pasukannya adalah bertempur. Serangan secara mendadak
ke daerah Meulaboh menyebabkan Teuku Umar tertembak dan gugur dalam
medan perang, yaitu di Kampung Mugo, pedalaman Meulaboh pada tanggal 10
Februari 1899.
Dalam pertempuran itu Teuku Umar gugur terkena peluru musuh yang
menembus dadanya. Seorang tangan kanannya yang sangat setia bernama Pang
Laot begitu melihat Teuku Umar rebah terkena tembakan peluru Belanda segera
melarikan jenazah Teuku Umar agar tidak jatuh ke tangan musuh. Kemudian
jenazahnya dimakamkan di Mesjid Kampung Mugo di Hulu Sungai Meulaboh.
Mendengar berita kematian suaminya ini, Cut Nyak Dhien sangat bersedih,
namun bukan berarti perjuangan telah berakhir. Justru dengan gugurnya suaminya
tersebut Cut Nyak Dhien bertekad untuk meneruskan perjuangan rakyat Aceh
melawan Belanda. Untuk itu ia kemudian mengambil alih pimpinan perlawanan
yang tadinya dipegang oleh suaminya.
E.     Aktifitas Keagamaan Teuku Umar
Menurut yang saya pelajari tentang seorang Teuku Umar ini, beliau tidak
mempunyai aktifitas agama seperti ulama-ulama terkemuka pada umunya. Akan
tetapi semangat beliau dalam melawan Belanda merupakan semangat perjuangan
Islam yang dilakukan beserta para ulama-ulama di wilayah Aceh pada waktu itu
untuk mengusir penjajahan Belanda (kafir) dari bumi Aceh. Hal ini menurut saya
adalah aktifitas sosial yang sangat kental dengan nilai-nilai agama karena

9
dilakukan semata-mata untuk mempertahankan Indonesia, khusunya wilayah
Aceh dari kaum Belanda (kafir).
Semangat Teuku Umar dalam melawan Belanda ditandai dengan perang
mempertahankan wilayahnya dari Belanda (kafir), merupakan semangat
mempertahankan agama Islam karena perang Aceh pada waktu itu tidak lain
adalah semangat perang sabil (perang fii sabilillah) dengan para ulama-ulama
Aceh lainnya pada masa itu.
F.      Pemikiran dan Karyanya
Sejak kecil, Teuku Umar sebenarnya memiliki pemikiran yang kerap sulit
dipahami oleh teman-temannya. Ketika beranjak dewasa pun pemikirannya juga
masih sulit dipahami. Sebagaimana telah diulas di atas bahwa taktik Teuku Umar
yang berpura-pura menjadi antek Belanda adalah sebagai bentuk “kerumitan”
pemikiran dalam dirinya. Beragam tafsir muncul dalam memahami pemikiran
Teuku Umar tentang taktik kepura-puraan tersebut. Meski demikian, yang pasti
bahwa taktik dan strategi tersebut dinilai sangat jitu dalam menghadapi gempuran
kolonial Belanda yang memiliki pasukan serta senjata sangat lengkap. Teuku
Umar memandang bahwa “cara yang negatif” boleh-boleh saja dilakukan asalkan
untuk mencapai “tujuan yang positif”. Jika dirunut pada konteks pemikiran
kontemporer, pemikiran seperti itu kedengarannya lebih dekat dengan komunisme
yang juga menghalalkan segala cara. Semangat perjuangan Teuku Umar dalam
menghadapi kolonialisme Belanda yang pada akhirnya mendorong pemikiran
semacam itu.
Karya Teuku Umar dapat berupa keberhasilan dirinya dalam menghadapi
musuh. Sebagai contoh, pada tanggal 14 Juni 1886, Teuku Umar pernah
menyerang kapal Hok Centon, milik Belanda. Kapal tersebut berhasil dikuasai
pasukan Teuku Umar. Nahkoda kapalnya, Hans (asal Denmark) tewas dan kapal
diserahkan kepada Belanda dengan meminta tebusan sebesar 25.000 ringgit.
Keberanian tersebut sangat dikagumi oleh rakyat Aceh. Karya yang lain adalah
berupa keberhasilan Teuku Umar ketika mendapatkan banyak senjata sebagai
hasil dari pengkhianatan dirinya terhadap Belanda.

10
G.    Peninggalan dari Teuku Umar
Atas pengabdian dan perjuangan serta semangat juang rela berkorban
melawan penjajah Belanda dan berdasarkan SK Presiden No. 087/TK/1973
tanggal 6 November 1973, Teuku Umar dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Selain itu, nama Teuku Umar juga diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah
daerah di tanah air, salah satunya yang terkenal adalah terletak di Menteng,
Jakarta Pusat. Tidak hanya itu,  namanya pun juga diabadikan sebagai nama
sebuah Universitas yaitu Universitas Teuku Umar serta diabadikan sebagai nama
sebuah lapangan di Meulaboh, Aceh Barat. Ada pula salah satu kapal perang TNI
AL yang dinamakan KRI Teuku Umar.
Semangat melawan Belanda yang ditunjukkan oleh Teuku Umar pada
masa itu merupakan salah saatu peninggalan sejarah yang perlu kita teladani.
Peran ulama dan sikap fanatic pada agama, ikatan spiritual guru-santri, dan
kehancuran kehidupan karena perang yang berkepanjangan dan tidak jelas pihak
yang akan keluar sebagai pemenang, menyebabkan orang nekad memilih jalan
jalan syahid bagi penyelesaian penderitaan di dunia dan memilih imbalan surge di
alam sana, dan hal ituah yang juga dilakukan oleh seorang Teuku Umar.

11
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
  Teuku Umar merupakan salah seorang pahlawan nasional yang berasal dari
Aceh, tepatnya daerah Meulaboh. Ia merupakan putra dari Achmad Mahmud,
beliau ini merupakan keturunan dari Datuk Nachudum Sakti dari Minangkabau.
Sejak kecil Teuku Umar memiliki kepribadian yang sangat kuat, berani dan nakal.
Akan tetapi beliau merupakan bocah yang cerdas. Saat kecil ia sering berkelahi
dan bertengkar dengan teman-teman sebayanya. Dia tidak pernah takut dengan
siapapun, meskipun dia sering dikeroyok oleh kelompok-kelompok lain.
Keberanian dan kekuatan yang dimilikinya saat itu membuatnya diangkat sebagai
kepala kelompok anak-anak dikampungnya.
  Saat masih kecil Teuku Umar tidak pernah mengenyam pendidikan formal
seperti para pemimpin-pemimpin lainnya. Dia sering berkelana atau merantau
keluar dari kampung halamnnya untuk berguru kepada siapapun yang dia anggap
cakap. Di samping memiliki bakat memimpin, dan mempunyai otak yang cerdas,
pengetahuan yang dimiliki ia peroleh dari petualangannya tersebut.
B.     Saran
  Tokoh-tokoh di Indonesia sebenarnya banyak yang harus kita pelajari
sejarah dan perjuangnnya untuk bangsa ini. Salah satu tokoh yang patut untuk
dipelajari dan bisa kita jadikan teladan adalah Teuku Umar ini. Beliau merupakan
salah seorang pahlawan nasional di daerah Aceh. Untuk itu kita sebagai anak-anak
bangsa calon penerus harus banyak mempelajari kisah-kisah hidup dan perjalanan
para tokoh-tokoh terdahulu untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme kita. Karena
dengan mempelajari itu nantinya kita akan mengetahui apa saja sih yang telah
diberikan para tokoh-tokoh terdahulu untuk Negara Indonesia dan akhirnya kita
bisa mencontoh perjuangan beliau-beliau itu.
  Dalam buku Aceh Sepanjang Abad karya H. Mohammad Said banyak
diceritakan peristiwa mengenai perang di Aceh. Salah satu tokoh yang terlibat
dalam perjalanan perang Aceh adalah Teuku Umar. Maka dari itu kita sebagai
pelajar juga harus mempelajari sejarah para tokoh yang berpengaruh di Indonesia
dan salah satunya Teuku Umar ini yang merupakan pahlawan Nasional. Semangat

12
yang ditunjukkan oleh Teuku Umar dan para ulama pada masa itu dalam
memeranngi Belanda perlu kita teladani dan kita warisi semangat tersebut. Bara
semangat tersebut mudah-mudahan belum padam dan dapat mengilhami rakyat
Indonesia dan Aceh secara khusus dengan dorongan spiritual kegamaan yang kuat
pula.

13
DAFTAR PUSTAKA
http://kabarnet.wordpress.com/2010/03/01/biografi-teuku-umar/
http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/2577_pp110600018.pdf, HIKAYAT
PERANG SABI SATU BENTUK KARYA SASTRA PERLAWANAN
http://rindamiskandarmuda.mil.id/teuku-umar/
http://www.panglimaulung.com/2011/05/res1.html
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/949-
panglima-perang-aceh
Said, H. Mohammad. Aceh Sepanjang Abad, jilid II. 2007. Medan: Harian
WASPADA

14

You might also like