You are on page 1of 42

MODUL BUDI PEKERTI

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


PEMBENTUKAN JAKSA TAHUN
2020
TIM PENYUSUN
MODUL

Dr. Muslikhuddin, SH, MH

Mohammad Chozin, SH, MH

i
KATA PENGANTAR

Tujuan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang dasar tahun
1945 adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk tercapainya tujuan nasional tersebut diperlukan
penegakan hukum. Dalam penegakan hukum dikenal adanya integrated criminal justice system (Sistem
Peradilan Pidana Terpadu) yang terdiri dari Polisi, Jaksa, Hakim, Penasehat Hukum dan aparatur Lembaga
pemasyarakatan.
Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan
serta kewenangan lain berdasarkan Undang-undang. Sebagai lembaga pemerintah, Kejaksaan harus
didukung oleh aparatur yang professional, berintegritas dan berkarakter yang salah satu sarananya didapat
melalui pendidikan dan pelatihan. Oleh karena itu Badan Pendidikan Dan Pelatihan Kejaksaan R.I.
mengadakan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ). Dalam pemenuhan proses pembelajaran
PPPJ diperlukan modul. Salah satunya modul tentang Budi Pekerti .
Maksud dan tujuan penulisan modul ini agar peserta PPPJ mampu memahami dan mengaktualisasikan
tugas dan wewenangnya sebagai Jaksa secara professional, berintegritas dan berkarakter. Adapun pokok-
pokok materi modul ini memuat tentang pembentukan akhlak dan budi pekerti, moralitas yang harus
dimiliki Jaksa, faktor-faktor yang mempengaruhi dikaitkan dengan tugas dan fungsi Jaksa. Diharapkan
dengan Modul ini proses transfer knowledge dan skill dari Widyaiswara kepada peserta Diklat dapat lebih
efektif.

ii
Atas nama Badan Pendidikan dan Pelatihan, kami mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim
penyusun yang telah bekerja keras menyusun Modul ini. Begitu pula halnya dengan ahli di bidang masing-masing yang
telah memberikan review dan masukan, kami ucapkan terimakasih.

Kami menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna. Kami mohon kesediaan pembaca untuk dapat memberikan
masukan yang konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi peserta PPPJ.

Jakarta, Agustus 2020


Kepala Badan,

Tony T. Spontana

iii
HALAMAN JUDUL
TIM PENYUSUN MODUL ………………………... i
KATA PENGANTAR ..................................... ii
DAFTAR ISI ............................................... iv

PENDAHULUAN
BAB I A. LATAR BELAKANG …………………………… 2
B. DESKRIPSI SINGKAT ………………………… 3
C. TUJUAN PEMBELAJARAN…....………………. 3
D. INDIKATOR KEBERHASILAN ..……………….. 3
E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK. 3
BAB II TUGAS DAN WEWENANG KEJAKSAAN ........ 4

BAB III
AKHLAK DAN BUDI PEKERTI………….......... 8
BAB IV MORALITAS YANG HARUS DIMILIKI OLEH
JAKSA …………………………………………… 14

BAB V FAKTOR PENYEBAB PELANGGARAN BUDI


PEKERTI APARATUR NEGARA DAN
BAB VI DAMPAKNYA ……….…......................... 23

PENUTUP …………………………………… 35
iv
A. LATAR BELAKANG

B. DESKRIPSI SINGKAT

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

D. INDIKATOR KEBERHASILAN

1
A. Latar Belakang.

Tujuan pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-


Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
Dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini tidak terlepas dari peran
manusia Indonesia, sebagai pengelola sumber daya Indonesia. Jadi, apapun dan
bagaimanapun kondisi bangsa Indonesia saat ini adalah buah atau hasil kreasi manusia
Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan sumber daya manusia yang cerdas,
terampil dan berbudi pekerti.
Budi Pekerti merupakan etika, sopan dan santun yang termasuk di dalamnya nilai dan
norma yang menjadi pegangan hidup seseorang atau sekelompok orang bagi pengaturan
tingkah lakunya, sebagai pedoman agar senantiasa berbuat baik dan tidak melanggar
norma kesopanan. Semua orang termasuk para penegak hukum , harus memiliki budi
pekerti untuk bisa mengontrol tingkah lakunya baik dalam pelaksanaan tugas kedinasan
maupun dalam hubungan bermasyarakat. Hal tersebut dibutuhkan untuk menumbuhkan
kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
2
B. Deskripsi singkat
Membentuk peserta Diklat Pembentukan D. Indikator keberhasilan
Jaksa agar memahami akhlak dan budi Mampu menjelaskan :
pekerti, faktor yang mempengaruhi, dan  Pengertian akhlak dan budi pekerti
memiliki moralitas yang tinggi dalam  Faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan tugas.. akhlak dan budi pekerti
 Moralitas yang harus dimiliki jaksa
dalam pelaksanaan tugas.
C. Tujuan Pembelajaran
Maksud dan tujuan penulisan modul ini agar
peserta Diklat Pembentukan Jaksa mampu
menjelaskan pengertian akhlak dan budi
pekerti, faktor-faktor yang mempengaruhi E. Materi Pokok dan Sub Materi
akhlak dan budi pekerti dalam menjalankan Pokok
tugas dan moralitas yang harus dimiliki olah  Tugas dan Wewenang Kejaksaan
Jaksa.  Pembentukan Akhlak / Moralitas
 Moralitas yang harus dimiliki
seorang Jaksa
 Faktor penyebab pelanggaran Budi
Pekerti Penyelenggara Negara

3
BAB II
TUGAS DAN WEWENANG KEJAKSAAN

1. DI BIDANG PIDANA :

 MELAKUKAN PENUNTUTAN
 MELAKSANAKAN PENETAPAN HAKIM DAN PUTUSAN PENGADILAN
YANG TELAH MEMPEROLEH KEKUATAN HUKUM TETAP;
 MELAKUKAN PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN PUTUSAN
PIDANA BERSYARAT, PUTUSAN PIDANA PENGAWASAN, DAN
KEPUTUSAN LEPAS BERSYARAT.
 MELAKUKAN PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA TERTENTU
BERDASARKAN UU.
 MELENGKAPI BERKAS PERKARA TERTENTU DAN UNTUK ITU DAPAT
MELAKUKAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN.

4
2. DALAM BIDANG PERKARA PERDATA DAN TATA
USAHA NEGARA, KEJAKSAAN DENGAN KUASA
KHUSUS DAPAT BERTINDAK UNTUK DAN ATAS NAMA
NEGARA ATAU PEMERINTAH.

3. DALAM BIDANG KETERTIBAN DAN KETENTRAMAN UMUM,


KEJAKSAAN TURUT MENYELENGGARAKAN :
• PENINGKATAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT,
• PENGAMANAN KEBIJAKAN PENEGAKAN HUKUM
• PENGAWASAN PEREDARAN BARANG CETAKAN
• PENGAWASAN ALIRAN KEPERCAYAAN YANG DAPAT
MEMBAHAYAKAN MASYARAKAT
• PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN / ATAU PENODAAN
AGAMA
• PENLELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM STATISTIK
KRIMINAL

5
B. Profesi Jaksa ditinjau dari perspektif Agama dan Budi pekerti

QS SURAT ALI IMRAN


AYAT 110

Artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik”
6
7
• Pengertian Akhlak, Moral and Budi Pekerti
A

• Perbedaan Akhlak, Moral and Budi Pekerti


B

• Ruang Lingkup Akhlak, Moral and Budi Pekerti


C

• Faktor Pembentuk Akhlak/Budi Pekerti


D
• Faktor yang mempengaruhi Akhlak/Budi
E Pekerti

8
MORAL Etika adalah sebuah
tatanan perilaku
berdasarkan suatu
Moral berasal dari sistem tata nilai suatu
bahasa latin mores masyarakat tertentu,
BUDI yang berarti adat etika lebih banyak
dikaitkan dengan ilmu
PEKERTI Akhlak bentuk jamak kebiasaan, moral
atau filsafat
dari kata Khuluk, selalu dikaitkan
artinya tingkah laku,, dengan ajaran baik
perangai dan tabiat. dan buruk diterima
Menurut istilah akhlak umum atau masyrakat
sikap maupun perilaku adalah daya kekuatan
seseorang, prilaku jiwa yang mendorong
keluarga, atau perbuatan dengan
masyarakat yang mudah dan spontan
berkaitan erat dengan tanpa dipikir dan
norma maupun etika direnungkan lagi

9
AKHLAK MORAL DAN ETIKA
(adat istiadat,
Hukum Tuhan kesepakatan di
(Kitab Suci) masyarakat)

10
11

C. Ruang Lingkup
Akhlak

Akhlak Akhlak Akhlak Akhlak


terhadap Akhlak dalam
kepada kepada diri kepada
Masyarakat bernegara
Tuhan sendiri Keluarga

kewajiban sikap kita


keyakinan terhadap dirinya segala sikap dalam kepatuhan
meliputi disertai dengan dan perilaku menjalani terhadap
beriman larangan dalam kehidupan pemimpin/ulil
merusak, keluarga, amri selama
kepada membinasakan contohnya
sosial,
menolong tidak
Tuhan dan atau mengenai berbakti bermaksiat
diri baik secara sesama,
menjalankan kepada orang terhadap agama
jasmani menciptakan
ibadah (memotong dan tua, masyarakat
dan keyakinan,
menghormati ikut serta dalam
dengan merusak hak yang aman membangun
tekun sesuai badan) maupun saudara dan tentram yang Negara baik
secara rohani tidak berkata-
dengan tata (membiarkan kata yang
berlandaskan dalam bentuk
cara yang larut dalam alquran dan lisan maupun
menyakitkan hadis serta pikiran.
diajarkan. kesedihan).
mereka. keimanan.
D. Faktor-Faktor Yang Membentuk Akhlak Budi Pekerti

1. Aliran Nativisme
Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruhi terhadap diri seseorang adalah
faktor bawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat dan
akal
.
2. Aliran Empirisme
Menurut aliran ini faktor yang paling berpengaruh dari diri seseorang adalah faktor
dari luar, yaitu lingkungan sosial termasuk pembinaan dan pendidikan yang
diberikan.

3. Aliran Konvergensi
Menurut aliran ini, faktor yang mempengaruhi aklak budi pekerti adalah faktor
internal (pembawaan) dan faktor dari luar (lingkungan sosial).

12
13

Aneka corak refleksi sikap,


tindakan dan perbuatan manusia
dimotivasi oleh kehendak yang
Insting (Naluri) dimotori oleh insting seseorang
(Naluri). Insting merupakan tabiat
yang dibawa manusia sejak lahir

Adat/kebiasaan adalah setiap


Adat/ tindakan dan perbuatan
seseorang yang dilakukan
secara berulang-ulang dalam
Faktor yang
Kebiasaan bentuk yang sama sehingga
menjadi kebiasaan
mempengaruhi
Akhlak/Budi
Pekerti Adapun warisan adalah
berpindahnya sifat-sifat
Keturunan tertentu dari pokok
(orangtua) kepada cabang
(anak keturunan)

Artinya, suatu yang melingkupi


tubuh yang hidup meliputi
Milieu/ tanah dan udara, sedangkan
lingkungan manusia ialah apa
Lingkungan yang mengelilinginya, seperti
negeri, lautan, udara dan
masyarakat
BAB IV
MORALITAS YANG HARUS DIMILIKI OLEH JAKSA

2. Jujur (Siddig)

MORALITAS
YANG HARUS 3. Konsisten
DIMILIKI
SEORANG
JAKSA 4. Amanah

5. Tabligh

6. Fatonah

7. Kesederhanaan 14
1. Keteladanan, menurut KBBI adalah hal yang dapat ditiru atau dicontoh.
Sebagai hamba Allah SWT yang berprofesi sebagai Jaksa diupayakan mampu melaksanakan
tugas-tugasnya sesuai dengan ketentuan Allah SWT (Al Quran) dan Hadist Rasulullah SAW.
Tugas jaksa adalah menegakkah kebenaran, yang menjadikan suri tauladan Rasulullah SAW
baik dalam bertindak maupun dalam beramal serta perbuatan. Sebagaimana yang ditegaskan
Allah SAW dalam Al Quran QS. Al Ahzab : 21.

Artinya :
Sesungguhnya di dalam diri rasulullah adalah teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang
yang mengharap (rahmad) Alloh dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Alloh.
. (Qs. Al Ahzab ; 21)
Pengertian teladan dimaksud mempunyai arti yang sangat luas diantaranya teladan terhadap diri sendiri,
keluarga, dan masyarakat. Keteladanan terhadap diri sendiri aktualisasinya diperlukan komitmen yang kuat
dalam diri pribadi seorang jaksa, terutama dalam melaksanakan tugas kedinasan dan tugas lain yang erat
kaitannya dengan tugas kedinasan. Komitmen ini dapat tumbuh dan berkembang diawali niat yang tulus
ikhlas dari lubuk hati yang paling dalam yang dicerminkan dalam sikap dan tingkah laku dalam pergaulan
antar manusia. Dalam cerminan ini akan terwujud moralitas yang tinggi yang dapat dijadikan sebagai
barometer terhadap orang lain dan tidak terikat dalam ruang dan waktu.
15
Keteladanan ini juga diperintahkan dalam ajaran agama Kristen Protestan :
“Saudara-saudara, ikutilah teladanku, dan perhatikanlah mereka yang hidup
seperti kami yang menjadi teladan” (Pilipi 3 : 7)
“dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah kau
jujur dan bersungguh-sungguh perjalananmu” (Titus 2 : 7)

Dalam ajaran agama Budha sifat keteladanan ini disebutkan dalam kitab suci
Dhamapala :
“Hendaknya orang memperbaiki dirinya sebelum menasihati orang lain. Orang
yang seperti itu tidak akan ternoda dan tercela” (ayat 158).

16
2. Jujur (Siddig)

Jujur (siddiq) menurut KBBI adalah lurus hati atau tidak berbohong.Secara lahiriah, kejujuran
seseorang dapat dilihat dari perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, sehingga moralitas yang jujur dapat diwujudkan dalam performen
akuntabilitas dengan kata lain orang jujur adalah orang yang sudah teruji kebenarannya di
hadapan publik.

Hadits nabi Muhammad saw.:


Artinya :
Lazimkanlah dirimu dengan kebenaran (kejujuran), karena kebenaran kejujuran itu menunjukkan kepada
surga. Dan senantiasalah seseorang berlaku benar (jujur) dan mendayaupayakan (kejujuran) sehingga
ditulis akan dia di sisi Allah swt dengan nama orang yang sangat benar dan jauhkanlah akan dusta, karena
dusta itu menunjukkan kepada kecurangan. Dan kecurangan menunjukkan kepada neraka. Dan
senantiasalah seseorang berlaku dusta dan mendayaupayakan dusta sehingga ditulis akan dia di sisi Allah
swt dengan nama orang yang sangat pendusta. (HR. Bukhari).

17
3. Konsisten 18

Konsisten menurut KBBI adalah tetap (tidak berubah-ubah, taat asas, ajek. Konsisten salah satu
sifat yang mulia yang harus dimiliki oleh Jaksa.

Sifat konsisten ini harus melekat pada diri seorang jaksa dalam melaksanakan tugas kedinasan sifat
konsisten mesti dikedepankan guna menjauhkan prasangka negatif masyarakat terhadap aparat penegak
hukum yang selama ini sangat dicitra buruk.
Seorang Jaksa yang konsisten berarti memegang teguh pendirian, prinsip, dan peraturan perundangan
Sifat konsisten ini harus melekat pada diri seorang jaksa dalam melaksanakan tugas kedinasan sifat
konsisten mesti dikedepankan guna menjauhkan prasangka negatif masyarakat terhadap aparat penegak
hukum yang selama ini sangat dicitra buruk.
Seorang jaksa yang konsisten berarti memegang teguh pendirian, prinsip, dan peraturan perundangan
4. Amanah 19

Sebagai hamba Allah swt yang senantiasa taat dan berserah diri kepada-Nya mesti memiliki sifat amanah atau dapat
dipercaya. Di mana amanah ini erat kaitannya dengan kredibilitas sesesorang, Jaksa yang profesional yang mestii harus
dimiliki sifat tersebut baik dalam menjalankan tugas kedinasan maupun diluar tugas. Amanah ini tidak datang dengan
sendirinya, akan tetapi dapat tumbuh karena natural dari ekses positif antara pimpinan dengan staf terhadap tugas yang
diamanatkan kepadanya, antara sesama dll.
Untuk menumbuhkan dan melestarikan sifat amanah ini tentu harus didasari akidah yang kuat, keikhlasan berbuat, dan
dedikasi yang tinggi.
Allah swt, berfirman dalam Al Qur‟an Al Mu‟minin yang berbunyi :

Artinya :
Sesungguhnya berbahagia orang yang beriman (Qs. Al-Mu’minun . 1)
yaitu orang yang menjaga amanat dan janji mereka (Qs. Al-Mu’minun 8)
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa orang yang dapat amanat hanyalah orang yang didasari iman yang kuat dan sangatlah berbahagia apabila
orang tersebut dapat menjaga-nya,
Hadits Nabi Muhammad saw;
Artinya :
27
Tanda-tanda orung munafik itu ada 3 (tiga) yaitu apabila mengatakan sesuatu ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila dipercayai ia
berkhianat. (HR Bukhari)
5. Tabligh

Istilah lain dari tabligh adalah menyampaikan, artinya menyampaikan sesuatu dari sumbernya kepada orang lain.
Adakalanya sesuatu yang disampaikan bersifat sirriyah (rahasia), dan adakalanya terbuka. Dalam hal ini Al
Qur’an dalam Surat An Nahl ayat 125 memberi pedoman sebagai berikut :

Artinya :
Sampaikanlah (ajaklah manusia) kepada jalan TuhanMu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik, sesungguhnya TuhanMu adalah yang lebih mengetahui tentang sifat yang tersebut dari jalannya, dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Qs. An Nahl : 125)
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa penyampaian sesuatu harus, dengan hikmah (bijak) artinya apa yang disampaikan
kepada siapa, kapan, dimana, dan bagaimana cara menyam-paikan sesuatu harus berpedoman pada norma yang berlaku.
Kaitannya dengan profesi jaksa dalam melaksanakan tugas kedinasan dengan tabligh bahwa sebagai aparat penegak hukum
harus bijak dan selalu berpegang pada aturan yang dibuat oleh Allah swt dan atau aturan yang dibuat manusia.

20
6. Fatonah

Kata fatonah yang lebih tepat disebut dengan cendekia, dalam Islam cendekia sangat dianjurkan, hal ini
diperintahkan dalam hadits nabi Muhammad saw sebagai berikut :
Artinya :
Mencari ilmu wajib bagi setiap dan perempuan muslim mulai dari buaian sampai liang lahat. (HR. Abdil
Barr)
Sifat diatas mesti harus dimiliki oleh jaksa lebih lagi untuk menjawab tantangan era teknologi dan era
informasi, jaksa yang profesional dituntut menjadi cendekiawan, hal ini penting karena dalam
melaksanakan tugas kedinasan banyak sekali tantangan yang harus dihadapi, dianalisis dan diselesaikan
dari berbagai kasus yang terjadi di masyarakat yang cukup canggih sehingga memerlukan wacana
akademik yang memadai. Di era globalisasi bentuk dan jenis kejahatan sudah bertaraf trans
internasional, dalam hal ini pelakunya sudah melibatkan antar negara dan penyelesaiannya sangat rumit
karena setiap negara mempunyai sistem hukum yang berbeda sehingga mau tidak mau, suka tidak suka
Jaksa harus memahami sistem hukum yang berlaku di negara tersebut dengan berbagai
konsekwensinya.

21
7. Kesederhanaan

Jaksa sebagai salah satu aparat penegak hukum selalu menjadi perhatian media dan
masyarakat, termasuk gaya hidup diri dan keluarganya. Oleh karena itu pola hidup
sederhana perlu ditanamkan dalam pribadi Jaksa dan keluarganya yang tercermin dalam
keluarga yang Sakinah, Mawaddah warahmah.

Hidup sederhana ini bukan berarti Jaksa tidak boleh menjadi orang kaya, tetapi pola
kehidupannya tidak menjadi tumpuan kecemburuan orang lain yang berakibat prasangka
negatif.
Dalam ajaran agama Islam setiap orang justru dianjurkan untuk menjadi orang kaya
sehingga dengan kekayaannya itu mereka dapat membantu orang miskin, namun
demikian perlu diingat bahwa harta kekayaannya itu harus diperoleh dari jalan yang
diridhoi oleh Allah swt, karena kelak akan ditanya “dari mana hartamu diperoleh dan untuk
apa hartamu dibelanjakan?”.

22
BAB V
FAKTOR PENYEBAB PELANGGARAN BUDI PEKERTI APARATUR NEGARA DAN
DAMPAKNYA

FAKTOR
DAMPAK
PENYEBAB

A. AROGANSI A. KESEWENANG -
KEKUASAAN WENANGAN

B. KORUPSI B. AMORAL

C. INDIVIDUALISME,
EGOIS, KONSUMTIF,
C. HEDONISME
KURANG
BERTANGGUNGJAWAB
23
FAKTOR A. AROGANSI KEKUASAAN 24

Arti kata arogan menurut KBBI adalah sombong; congkak; angkuh (kata sifat ) artinya mempunyai perasaan
superioritas yang dimanifestasikan dalam sikap suka memaksa atau pongah
Sifat arogan hampir dipunyai/melekat pada setiap individu yang memiliki jabatan/ kedudukan disetiap profesi,
dan sifat ini dalam agama sungguh sangat tidak terpuji karena dari sifat ini timbul sifat-sifat lain seperti, sombong,
sok paling pintar, sok paling kuasa, sok paling jago dan sifat-sifat buruk lainnya. Sifat tersebut tergolong penyakit
mental yang kronis dan segera diobatai dengan obat paten yang diramu cukup canggih berupa ajaran-ajaran
agama yang didalamnya telah disebutkan bahwa sifat sombong, sok kuasa dan lain-lain adalah milik Allah swt
bukan milik manusia.
Firman Allah swt surat Lukman ayat 18 menyebutkan :

Artinya :
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.. (Qs. Al-Luqman : 18)
FAKTOR B. KORUPSI

Artinya :
Istilah korupsi dalam agama Islam identik Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan
dengan pencurian. Korupsi ini pencurian hendaklah kamu potong tangan-tangan mereka
yang dilakukan oleh seseorang yang
sebagai balasan atas apa yang telah mereka
mempunyai jabatan/ kewenangan baik di
perbuat sebagai contoh yang menakutkan dari
instansi pemerintah maupun non
pemerintah. Pencurian seperti ini bahayanya
Allah swt dan Allah swt itu maha kuasa dan maha

lebih besar dibandingkan dengan pencurian bijaksana, (Qs. Al-Maidah : 38)


biasa karena obyeknya adalah uang negara Dari ayat diatas perlu dijelaskan bahwa nilai
dimana uang negara berasal dari rakyat dan barang yang dicuri sehingga dapat dipotong
harus dipergunakan untuk kepentingan tangannya, para ulama sepakat bahwa nilainya
rakyat. Dalam pencurian ini Allah swt telah
minimal 53,76 gram perak.
menegaskan dalam surat Al-Maidah ayat 38 25
sebagai berikut :
MERUGIKAN
KEUANGAN NEGARA
DAN PEREKONOMIAN
NEGARA

MEMPERKAYA
DENGAN MENEMPUH
JALAN PINTAS
MENGAPA
KORUPSI
DIHARAMKAN
OLEH AGAMA ?
MENIMBULKAN
KECEMBURUAN
SOSIAL

MENIMBULKAN SIFAT
EGOIS/MASA BODOH
TERHADAP
LINGKUNGAN 26
Dalam ajaran agama Kristen Protestan disebutkan :
“Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan
meluruskan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri supaya ia dapat
membagikan kepada orang yang berkekurangan. (Efesus 20 : 21)
“Jadi bagaimana engkau yang mengajar orang lain, tidaklah engkau mengajar dirimu
sendiri, engkau sendiri mencuri, jangan mencuri, mengapa engkau sendiri mencuri?”
(Roma 2.2, Ef 4,28)

Dalam ajaran agama Budha disebutkan :


"Di alam ini ia bersedih, juga di alam sana, di kedua alam ini orang jahat
bersedih hati dan menderita segala macam kesusahan sebagai akibat dari
perbuatannya yang jahat” (Dharma pada ayat 15)

“di alam ini ia menderita juga di alam sana, di kedua alam ini orang jahat menderita, ia
diganggu oleh pikiran jahatnya Ia lahir di neraka dicengkeram oleh derita”.
27
DALAM AGAMA, SUAP JUGA DILARANG
28
SUAP

Istilah lain dari suap adalah sogok. Suap biasanya dilakukan oleh seorang yang salah satu
diantaranya mempunyai kewenangan dan keduanya sama-sama mempunyai kepentingan.
Biasanya dalam realita orang menggunakannya dengan berbagai macam cara yang batil
untuk mendapatkan materi sedangkan yang tidak mempunyai kewenangan berkepentingan
agar urusannya cepat selesai meskipun hal itu dilarang oleh ajaran agama Islam seperti
disebutkan dalam hadits nabi yang berbunyi :
Artinya :
Orang yang menyuap dan orang yang menerimanya semua masuk neraka. (Hr. Ashabus
Sunnah)
Dalam hadits lain disebutkan bahwa orang yang memberi dan orang yang menerima serta
orang yang menjadi perantara semuanya masuk neraka. Hadits tersebut berbunyi :
Artinya :
Rasulullah mengutuk orang yang memberi suap, orang yang menerima suap, dan orang yang
menjadi perantara. (HR. Ahmad dan Hakim)
Dari hadits diatas perlu ditegaskan bahwa masalah suap menyuap yang sudah membudaya dari
tingkat atas sampai terbawah perlu dihilangkan dengan menerapkan sanksi hukum yang berat bagi
para pelakunya.
Perbuatan suap dalam hukum Islam di kategorikan jenis pidana ta’zir artinya norma per-buatannya
sudah ditentukan dalam nash sedangkan sanksi hukumnya diserahkan kepada manusia.
Mengapa suap diharamkan oleh agama ?
Untuk menjawab pertanyaan ini paling tidak ada tiga alasan
1. mendapatkan materi dengan jalan yang tidak halal/batil
2. merugikan orang lain
3. perbuatan tercela

Dalam ajaran agama Kristen Protestan disebutkan :


“Suap janganlah kamu terima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan
memutuskan perkara-perkara orang yang benar” (Keluaran 23 : 8)
“Sebab Tuhan Allahmulah segala Allah dan Tuhan segala Tuhan, Allah yang besar, kuat dan
dahsyat, yang tidak memandang anda ataupun menerima suap” (Ulangan 10 : 17)
“Janganlah memutar balikkan keadaan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima
suap, Sebab suap membuat bulu mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikan orang-
orang benar” (Ulangan 10 : 19)
29
Dalam ajaran agama Kristen Katolik disebutkan :
“Janganlah memutar balikan keadaan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, Sebab suap membuat bulu
mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan orang-orang benar” (Ulangan 16 : 19)

Dalam ajaran agama Hindu disebutkan :


Hana pwa wwang mangke kramanya, mangga maka sadanang adharma, ampangar janarhta, shadana ring dharma
prayonanikang artha denya, ikang wwang mangkana kramanya, leheng juga yan tan pangarjan, apan yakti temen ikang
maninggahi latek sangke ring mangambah yadyapiin wasehane awasananya. (Ss. 264) Artinya :
“Jika ada orang yang begini perilakunya, berusaha mendapatkan harta kekayaan dengan menyimpang dari hukum kebenaran
(dharma), kemudian harta itu dipergunakan Untuk membiayai usaha-usaha dharma (kebajikan), orang yang demikian
perilakunya lebih baik tidak dilaksanakan, sebab lebih baik tidak menginjak lumpur daripada menginjaknya, walaupun akhirnya
akan dapat dibasuhnya”

Hana yartha ulihning parlklesa, ulihning anyaya kuneng, athawa kesembahning satru kuneng, hetunya ikang artha
mangkana, kramanya, tan kengina kena ika. (Ss. 266)
Artinya:
Ada yang diperoleh dengan jalan kotor, uang diperoleh dengan jalan melanggar hukum ataupun uang persembahan orang lain
(sogok) uang yang demikian halnya jangan hendaknya engkau inginkan.

30
FAKTOR C. HEDONISME 31

Dalam KBBI, kata yang tertera adalah “hedonisme” yang


bermakna: „pandangan yang menganggap kesenangan
dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam
hidup‟.
Filsuf Yunani kuno, Aristippus, menjadi salah satu
peletak dasar konsep filsafat hedonisme. Berangkat dari
pertanyaan “What really constitutes the good life?” yang
dilemparkan oleh Socrates, Aristippus memunculkan
paham yang secara maksimal mengejar kebahagiaan ini.

Dalam praktik etik, paham ini percaya


bahwa semua orang di dunia memiliki
hak untuk melakukan apa pun, dengan
tujuan mencapai kebahagiaan. Lagi
pula, hedonisme percaya bahwa
kesenangan dan kebahagiaan
seseorang haruslah jauuuuuh lebih
banyak dan melimpah ruah jika
dibandingkan dengan rasa sakit!
A. KESEWENANG -WENANGAN

32
B.KORUPSI

MERUGIKAN
MEMPERKAYA MENIMBULKAN
KEUANGAN MENIMBULKAN
DENGAN SIFAT EGOIS/MASA
NEGARA DAN KECEMBURUAN
MENEMPUH JALAN BODOH TERHADAP
PEREKONOMIAN SOSIAL
PINTAS LINGKUNGAN
NEGARA

33
C. INDIVIDUALISME, KONSUMTIF, EGOIS,
KURANG BERTANGGUNGJAWAB

individualisme
Mereka yang punya perilaku hedonis cenderung individualis, atau
menganggap diri sendiri lebih penting dari orang lain. Tentu sikap
seperti sangat negatif untuk kehidupan sosialnya.
Konsumtif
Kebiasaan membeli barang-barang yang tak dibutuhkan merupakan
dampak buruk dari gaya hidup hedon. Hal ini dilakukan hanya untuk
kesenangan semata, karena senang berbelanja atau yang biasa disebut
„lapar mata‟.
Egois
Masih berhubungan dengan individualis, mereka yang berperilaku
hedonis biasanya lebih mementingkan diri sendiri tanpa perduli orang
lain atau yang lebih akrab disebut egois.
Kurang Bertanggungjawab
Selain menjadi pemalas, penganut hedonis biasanya kurang
bertanggungjawab, bahkan kepada dirinya sendiri.

34
BAB VI
PENUTUP

Jaksa dituntut profesional dalam menjalan tugas, sehingga Jaksa harus


mampu, tanggap, dan peka terhadap perkembangan baik perkembangan hukum,
teknologi, dan tuntutan masyarakat. Untuk itu Jaksa harus senantiasa
mengembangkan diri dengan meningkatkan kapasitas Intelektual, Moral,
Emosional dan Sosial. Jaksa dianggap profesional apabila sudah teruji
kredibilitasnya baik dalam menjalankan tugas kedinasan maupun diluar
kedinasan, an memiliki Integritas Mora dan kepribadian.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Qur‟an dan terjemahannya, Departemen Agama, 1980.


2. Efesus 1 – Alkitab
3. Kitab Dhammapada
4. A. Hasan, Kumpulan Hadits Sahih, PT. Ma‟arif, 1985
5. Harian Republika, Jakarta.
6. https://www.futuready.com/artikel/lifestyle-leisure/hedonisme/

36
37

You might also like