You are on page 1of 4

“Saatnya Hati Nurani Bicara”

PLEIDOOI
PERKARA PIDANA REGISTER NOMOR 27/PID.SUS/2021/PN.RHL
ATAS NAMA TERDAKWA
SUMINI ALIAS SUMI BINTI ALM. MUNIJAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat-Nya kita masih dapat bersama-sama menghadiri persidangan pada
hari ini. Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan kami sebagai Penasehat
Hukum adalah penegak hukum yang tugas dan fungsinya masing-masing mencari
kebenaran serta keadilan secara materil. Maka oleh karena itu segala proses
harus menjamin terlaksananya kepastian hukum, sehingga masyarakat dapat
merasakan manfaat dan tujuan hokum;

Bahwa akses keadilan adalah bagian tak terpisahkan dari ciri lain Negara hukum
yaitu bahwa hukum harus transparan dan dapat diakses oleh semua orang
(accessible to all), sebagaimana diakui dalam perkembangan pemikiran
kontemporer tentang Negara hukum. Jika seorang warga negara karena alasan
finansial tidak memiliki akses demikian maka adalah kewajiban negara, dan
sesungguhnya juga kewajiban para Advokat untuk memfasilitasinya, bukan justru
menutupnya (Barry M Hanger, The Rule of Law, 2000). Oleh karenanya melalui
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003
Tentang Advokat, dan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum, Negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan HAM;

Bahwa Pasal 182 Ayat (1) huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
8
Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), berbunyi “Tuntutan,
pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah
dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada
pihak yang berkepentingan”;

Bahwa Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun


2003
Tentang Advokat, berbunyi “Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya
untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap
berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundangundangan”;

Bahwa Pasal 10 hururf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16


Tahun
2011 Tentang Bantuan Hukum, berbunyi “Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban
untuk: memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum
berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini
sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum”;

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “Peradilan dilakukan
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, oleh
Pleidooi, Perkara Pidana Register Nomor 27/Pid.Sus/2021/PN.RHL,
karenanya setiap proses peradilan harus mencerminkan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia;

Pleidooi, Perkara Pidana Register Nomor 27/Pid.Sus/2021/PN.RHL,


Majelis Hakim Yang
Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat,

Bahwa berdasarkan fakta hukum yang relevan secara yuridis yang terungkap
selama pembuktian dalam sidang yang dirangkum dalam catatan kami diperoleh
dari alat bukti berupa saksi, surat, petunjuk, dan keterangan Terdakwa, benar
“pada hari Minggu tanggal 10 Oktober 2020 sekira pukul 01.00 WIB di Km.08
Kabupaten Rokan Hilir Terdakwa melakukan tindak pidana penyalahgunaan
narkotika” melanggar ketentuan Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, oleh karenanya Terdakwa
harus dihukum atas perbuatannya serta memberikan keringanan hukuman
setelah memperhatikan hal-hal yang dapat meringankan bagi Terdakwa;

Bahwa seseorang yang bersalah harus dihukum sebagai pertanggungjawaban


atas perbuatannya, akan tetapi penjatuhan pidana bukanlah semata-mata sebagai
pembalasan dendam, yang paling penting adalah pemberian bimbingan dan
pengayoman. Pengayoman sekaligus kepada masyarakat dan kepada Terdakwa
sendiri agar menjadi insyaf dan dapat menjadi anggota masyarakat yang baik.
Demikianlah konsepsi baru fungsi pemidanaan yang bukan lagi sebagai penjeraan
belaka namun juga sebagai upaya rehabilitasi dan reintegrasi sosial;

Andi Hamzah mengemukakan “Jika Hakim menjatuhkan pidana harus dalam


rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi
seseorang. Jadi bukan hanya balas dendam, rutinitas pekerjaan ataupun bersifat
formalitas. Memang apabila kita kembali pada tujuan hukum acara pidana, secara
sederhana adalah untuk menemukan kebenaran materil. Bahkan sebenarnya
tujuannya lebih luas yaitu tujuan hukum acara pidana adalah mencari dan
menemukan kebenaran materil itu hanya merupakan tujuan antara. Artinya ada
tujuan akhir yaitu yang menjadi tujuan seluruh tertib hukum Indonesia, dalam hal
itu mencapai suatu masyarakat yang tertib, tenteram, damai, adil dan sejahtera
(tata tenteram kerta raharja)”. (Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana
Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 19);

Barda Nawawi Arief mengemukakan “Tujuan pemidanaan pada intinya


mengandung dua aspek pokok yaitu:
(1) Aspek perlindungan masyarakat terhadap tindak pidana. Aspek pokok
pertama ini meliputi tujuan-tujuan:
a. Pencegahan kejahatan;
b. Pengayoman (pengamanan) masyarakat;
c. Pemulihan keseimbangan masyarakat : penyelesaian konflik (conflict
oplossing), mendatangkan rasa damai (vrede-making);
(2) Aspek perlindungan/pembinaan individu pelaku tindak pidana
(aspek individualisasi pidana). Aspek pokok kedua ini dapat meliputi tujuan :
a. Rehabilitasi, reedukasi, resosialisasi (memasyarakatkan) terpidana; antara
lain : agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang merusak/merugikan
diri sendiri maupun orang lain/masyarakat, agar berbudi pekerti (berakhlak)
Pancasila;
b. Membebaskan rasa bersalah;
c. Melindungi si pelaku dari pengenaan sanksi atau pembalasan yang
sewenang-wenang tidak manusiawi (pidana tidak dimaksudkan untuk
menderitakan dan merendahkan martabat manusia)”. (Barda Nawawi Arief,
Tujuan Dan Pedoman Pemidanaan (Perspektif Pembaharuan & Perbandi
ngan Hukum Pidana), Pustaka Magister, Semarang, 2011, hal. 40-41);

Pleidooi, Perkara Pidana Register Nomor 27/Pid.Sus/2021/PN.RHL,


Majelis Hakim Yang
Berdasarkan fakta hukum yang relevan secara yuridis yang terungkap selama
persidangan, serta memperhatikan ketentuan Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang
berbunyi “Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib
memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”, dan penjelasannya
yang berbunyi “Dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan,
hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga
putusan yang dijatuhkan sesuai dan adil dengan kesalahan yang dilakukannya”,
oleh karenanya melalui pleidooi ini kami memohon kepada Yang Mulia Majelis
Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo agar kiranya berkenan
menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa SUMINI ALIAS SUMI BINTI ALM. MUNIJAR terbukti


secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar
Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 5 (lima) tahun;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa,


status barang bukti, dan pembebanan biaya perkara, menurut hukum;

Demikian Pleidooi ini dibacakan dan diserahkan dalam sidang Pengadilan Negeri
Rokan Hilir yang terbuka untuk umum.

Ujung Tanjung, 06 April 2021

Hormat kami,
Penasihat Hukum

KALNA SURYA SIR, S.H.

MASRIDODI MANGUNCONG, S.H.

ZABRI HASIBUAN, S.H.

“FIAT JUSTITIA RUAT COELUM”


“Tegakkan Keadilan Sekalipun Langit Akan Runtuh”

Pleidooi, Perkara Pidana Register Nomor 27/Pid.Sus/2021/PN.RHL,

You might also like