You are on page 1of 12

Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan Menurut

Ismail Raji Al Faruqi

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Istiadah, M.A.

Disusun Oleh :
Wahid Budi Setiawan
19720060

Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Arab


Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
2019/1441
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarahnya, umat Islam telah melintasi perjalanan yang cukup
panjang, dan bahkan menghasilkan kekayaan pemikiran yang luar biasa terlebih
pada masa klasik. Namun sebagaimana kita ketahui mulai pada abad ke-13
peradaban Islam mengalami kemandegan. Umat Islam cenderung mengikuti
pemahaman para pandahulunya. Umat Islam mengalami stagnasi, jumud.
Peradaban Islam bangkit ketika memasuki abad ke-19. Ulama-ulama
Islam seakan tersadar betapa mundurnya peradaban Islam, terutama setelah
terjadi ekspansi barat ke dunia Islam. Pada periode kebangkitan islam,
keterbatasan akal dan filasafat materialism yang menghasilkan ilmu yang
gersang, merupakan landasan kuat bagi perlunya filsafat islami tentang
ditumbuhkannya ilmu sebagai alternatif dari filsafat ilmu yang ada yang
umumnya sekuler.1 Usaha ini melahirkan pemikiran tentang Islam dan ilmu
pengetahuan yang amat beragam. Tanggapan ini sebagai usaha mengembalikan
pengembangan sains kepada induknya, yaitu islam dan mengkritik
pengembangan sains dan teknologi modern yang dipisahkan dari ajaran agama,
hal ini merupakan ide islamisasi ilmu yang dicetuskan oleh Ismail Raji Al-
Faruqi.2
Al-Faruqi adalah sosok yang produktif, semua tulisannya mengandung
ide dan teori untuk memperjuangkan proyek integrasi sains, yang dikemas
dalam bingkai besar islamisasi sains. Ide Islamisasi sains pada kenyataannya
muncul sebagai respons terhadap dikotomi antara teologi islam dan sains
dimasukkan ke dalam Barat masyarakat modern dan budaya dunia Islam yang
sekuler. Kemajuan sains modern telah membawa efek yang menakjubkan,
tetapi di sisi lain adalah juga berdampak negatif, karena ilmu modern (Barat)
nilai-nilai dikeringkan atau dipisahkan dari nilai-nilai agama. Untuk islamisasi

1
A. M Syaifuddin, et.all. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, (Bandung: Mizan,
1987), Hal 28.
2
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Hal 110.
pengetahuan adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi oleh Ilmuwan
muslim.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini akan membahasan tentang
- Siapakah Ismail Raji Al Faruqi ?
- Bagaimana Ide Ismail Raji Al Faruqi tentang Islamisasi Ilmu
Pengetahuan?
C. Tujuan Makalah
Tujuan yang jelas memberikan landasan untuk merancang
penelitian, untuk pemilihan metode yang paling tepat, dan untuk
pengelolaan penelitian3. Maka dari itu Makalah ini akan membatasi
tujuan yang dicapai sebagai berikut :
- Untuk mengetahui Biografi Ismal Raji Al Faruqi
- Untuk Mengetahui Bagaimana Pemikiran Ismail Raji Al Faruqi
tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan

3
Syamsudin Ar, Vismaia S Damianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (bandung : Rosda,
2015), hlm 51
PEMBAHASAN

A. Biografi Ismail Raji Al Faruqi


Al Faruqi lahir di yaifa Palestina pada tanggal 1 januari 1921 4, ayahnya
bernama Abdul Huda Al Faruqi yang merupakan orang yang taat agama dan
terpandang di palestina. Pendidikan agama yang didapatkan al Faruqi pertama
kali langsung dari ayahnya sendiri dan masjid di lingkungan sekitar rumahnya.
Al Faruqi mengawali perjalanan pendidikannya di College des Freses (St.
Joseph) Libanon sejak 1926 sampai 1936. Lalu melanjutkan pendidikan tinggi di
The American University, Beirut, tempat ia memperoleh gelar BA-nya pada
tahun 1941.5 Al Faruqi mengenyam pendidikan yang menjadikannya menguasai
3 bahasa (Arab, Prancis dan Inggris) dan member sumber ntelektual multibudaya
yang memberikan informasi bagikehidupan dan pemikirannya. Dan pada umur
24 tahun al Faruqi diangkat sebagai gubernur di Galilela, namun tidak lama,
karena pada tahun 1947 propinsi tersebut jatuh ke tangan Israel, lalu berimigrasi
bersama keluarganya ke Lebanon.
Al-Faruqi membangun kembali kehidupan dan karirnya di Amerika
tempat ia menyiapkan diri dengan mencapai gelar master untuk bidang filsafat di
Havard University. Pada tahun 1952 mencapai gelar doctoral di Universitas
Indiana. Meskipun telah menyelesaikan doktoralnya, pada tahun 1954 Al-Faruqi
memutuskan untuk memperdalam keislamannya di Universitas Al-Azhar Kairo
Mesir dan pada tahun 1958 Al-Faruqi telah menjadi profesor dan menjadi
mahasiswa tim doctoral penerima beasiswa pada Fakultas Teologi di Universitas
McGill tahun 1959-1961 dia belajar tentang Kristen dan Yahudi.
Pada tahun 1960, Al-Faruqi menikah dengan Lois Ibsen (Lamya Al-
Faruqi setelah masuk Islam) wanita asli Amerika, dari pernikahannya tersebut di
karuniai 5 orang anak. Pada tahun 1986 Al-Faruqi dan Lamya yang dulunya
merupakan guru besar Islamic studies di Temple University dibunuh oleh tiga
orang tak di kenal yang menyelinap masuk kedalam rumah mereka di daerah
4
Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam, (Jakarta: Grafindo
Persada, 1998), 262.
5
Cheltenham, Philadelphia.
B. Ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Alasan yang melatar-belakangi pemikiran islamisasi ilmu Al-Faruqi
adalah bahwa umat Islam saat itu berada dalam keadaan yang lemah dan telah
menjadikan Islam berada pada zaman kemunduran dan menempatkan umat Islam
berada di anak tangga bangsa-bangsa terbawah. Di kalangan kaum muslimin
berkembang buta huruf, kebodohan, dan tahayul. Akibatnya, umat Islam lari
kepada keyakinan yang buta, jumud, bersandar kepada literalisme dan legalisme,
atau menyerahkan diri kepada pemimpin-pemimpin atau tokoh-tokoh mereka.
Dalam kondisi seperti itu masyarakat muslim melihat kemajuan Barat sebagai
sesuatu yang mengagumkan. Umat islam belajar dari Barat dan terpengaruh
dengan konsep keilmuan sekuler barat yang kemudian disebut westernisasi.
Dalam proses pemindahan ilmu dari konsep barat tersebut yang dilakukan tanpa
menyaring nilai-nilai dari pengembangan ilmu pengetahuan mengakibatkan
rusaknya keyakinan terhadap Alquran dan hadis. Hal ini menurut Al-Faruqi
menjadi penyebab kemunduran umat islam dan krisis pemikiran. Krisis
pemikiran terjadi karena kerancuan sumber-sumber pemikiran, dan metode atau
kedua- duanya.6

Sebagai efek dari “malaisme” timbulnya dualisme dalam sistem


pendidikan Islam dan kehidupan umat. Namun meskipun kaum muslimin sudah
memakai sistem pendidikan sekuler Barat. Baik kaum muslimin di lingkungan
universitas maupun cendekiawan, tidak mampu menghasilkan sesuatu yang
sebanding dengan kreativitas dan kehebatan Barat. Hal ini disebabkan karena
dunia Islam tidak memiliki ruh wawasan vertikal yaitu wawasan Islam. Gejala
tersebut dirasakan Al-Faruqi sebagai apa yang disebut dengan “the lack of
vision”. Kehilangan yang jelas tentang sesuatu yang harus diperjuangkan sampai
berhasil.

Dia berkeyakinan bahwa untuk mencapai masa depan yang lebih baik,
perlu diadakan reformasi di bidang pemikiran Islam. Artinya, kaum muslimin

6
Abd. Al-Hamid Abu Sulaiman, Permasalahan Metodologis dalam Pemikiran Islam, (Jakarta:
Media Dakwah, 1994), 168.
tidak saja harus menguasai ilmu-ilmu warisan Islam, namun juga harus
menguasai disiplin ilmu modern. Salah satunya adalah dengan cara islamisasi
ilmu atau integrasi pengetahuan-pengetahuan baru dengan warisan Islam, dengan
penghilangan, perubahan, penafsiran kembali dan adaptasi komponen-
komponennya sesuai dengan pandangan dan nilai-nilai Islam.7
Al-Faruqi mengemukakan ide Islamisasi ilmunya berlandaskan pada
tauhid yang memiliki makna bahwa ilmu pengetahuan harus mempunyai
kebenarannya.8 Al-Faruqi juga menggariskan beberapa prinsip dalam pandangan
Islam sebagai kerangka pemikiran metodologi dan cara hidup Islam. Prinsip-
prinsip tersebut ialah:
1. Keesaan Allah.
Keesaan Allah merupakan prinsip yang pertama dalam Islam dan merupakan
pokok ajaran Islam. Ia merupakan landasan dalam segala tingkah laku
manusia.9
2. Kesatuan Alam Semesta
Alam semesta ini memiliki hukum yang pasti atau lebih dikenal dengan
hukum alam. Di mana semua berjalan sesuai dengan jalur. Material, ruang,
sosial, alam kosmos, semua berjalan rapi, hal itu dikarenakan adanya sang
pencipta yang maha kuasa yaitu Allah.10
3. Kesatuan Kebenaran dan Kesatuan Pengetahuan.
Menurut Al-Faruqi, kebenaran wahyu dan kebenaran akal itu tidak
bertentangan tetapi saling berhubungan dan keduanya saling melengkapi.
Karena bagaimanapun, kepercayaan terhadap agama yang di topang oleh
wahyu merupakan pemberian dari Allah dan akal juga merupakan pemberian
dari Allah yang diciptakan untuk mencari kebenaran. Syarat-syarat kesatuan
kebenaran menurut Al-Faruqi yaitu:
a) Kesatuan kebenaran tidak boleh bertentangan dengan realitas sebab
7
Ismail Raji Al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi, (Terjemah Ilyas Hasan), Atlas Budaya:
menjelajah Hazanah Peradaban Gemilang, 6.
8
Rosnani Hasim, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer: Sejarah,Perkembangan dan
Arah Tujuan”, Islamia, THN II NO.6 (Juli-September, 2005), 36.
9
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamization of Knowledge, (Virginia: International Institute of Islamic
Thought, 1989), 34.
10
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamization of Knowledge, 36.
wahyu merupakan firman dari Allah yang pasti cocok dengan realitas.
b) Kesatuan kebenaran yang dirumuskan, antara wahyu dan kebenaran tidak
boleh ada pertentangan, prinsip ini bersifat mutlak.
c) Kesatuan kebenaran sifatnya tidak terbatas dan tidak ada akhir. Karena
pola dari Allah tidak terhingga.oleh karena itu di perlukan sifat yang
terbuka terhadap segala sesuatu yang baru.11
4. Kesatuan Hidup
Untuk memenuhi perintah Allah, dalam Islam terdapat syari’ah yang
memperkenalkan hukum hukum berupa wajib, sunnah, mubah, makruh,
haram. Apabila seseorang mematuhi ini pasti akan terwujud keamanan alam
semesta ini.12
5. Kesatuan Umat Manusia
Islam menganjurkan kebebasan dalam hubungannya dengan kemanusiaan
tanpa batas-batas yang senantiasa menghampiri mereka. Dalam konteks
ilmu pengetahuan Nampak bahwa keinginan Al-Faruqi, ilmuwan beserta
penemuannya, hendaknya memberi kesejahteraan kepada umat manusia
tanpa memandang etnis. Ketaqwaan yang dipergunakan oleh Islam yang
membebaskan dari belenggu himpitan dunia hendaknya menjadi landasan
bagi para ilmuan.13

Beliau menjelaskan lima tujuan dalam rangka untuk islamisasi ilmu


yaitu untuk:

a) Menguasai disiplin modern

b) Menguasai warisan Islam

c) Menentukan relevansi Islam yang tertentu bagi setiap bidang ilmu


modern

d) Mencari cara-cara sintesis yang kreatif antara ilmu modern dan ilmu
warisan Islam
11
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamization of Knowledge, 40-41.
12
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamization of Knowledge, 45.
13
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamization of Knowledge, 48.
e) Membangun pemikiran Islam ke arah yang memenuhi tuntunan Allah.14
Di samping itu, Al-Faruqi menggariskan 12 langkah yang perlu dilalui untuk
mencapai tujuan tersebut diatas. Langkah-langkah tersebut ialah15.

a) Penguasaan disiplin modern - prinsip, metodologi, masalah, tema dan


perkembangannya
b) Peninjauan disiplin
c) Penguasaan ilmu warisan Islam: antologi
d) Penguasaan ilmu warisan Islam: analisis
e) Penentuan relevansi Islam yang tertentu kepada suatu disiplin
f) Penilaian secara kritis disiplin modern, memperjelas kedudukan
disiplin dari sudut Islam dan memberi panduan terhadap langkah yang
harus diambil un- tuk menjadikannya islami
g) Penilaian secara kritis ilmu warisan Islam, perlu dilakukan pembetulan
terhadap kesalahpahaman.
h) Kajian masalah utama umat Islam
i) Kajian masalah manusia sejagat
j) Analisis dan sintesis kreatif
k) Pengacuan kembali disiplin dalam kerangka Islam: buku teks
universitas
l) Penyebarluasan ilmu yang sudah diislamkan

Dua langkah pertama untuk memastikan pemahaman dan penguasaan umat Islam
terhadap disiplin ilmu tersebut sebagaimana yang berkembang di Barat. Dua langkah
seterusnya adalah untuk memastikan sarjana muslim yang tidak mengenali warisan
ilmu Islam karena masalah akses kepada ilmu tersebut mungkin disebabkan masalah
bahasa akan berpeluang untuk mengenalinya dan antologi yang disediakan oleh
sarjana Islam tradisional.

Analisis warisan ilmu Islam adalah untuk memahami wawasan Islam


dengan lebih baik dari sudut latar belakang sejarah, masalah dan isu yang

14
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, (Bandung: Penerbit Perpustakaan Salman ITB,
1982), 55-96.
15
Ismail Raji Al-Faruqi, Islamization of Knowledge, 57-78.
terlibat.

Empat langkah pertama itu seharusnya dapat menjelaskan kepada


cendekiawan tersebut tentang sumbangan warisan ilmu islam dan
relevansinya kepada bidang yang dikaji oleh disiplin ilmu itu dan tujuan
kasarnya. Langkah keenam adalah langkah paling utama dalam proses
islamisasi ini dimana kepatuhan kepada prinsip pertama dan lima kesatuan
akan diperiksa sebelum sintesis kreatif dicapai dalam langkah ke-l0.

C. Analisis Atas Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi

Analisis atas kerangka falsafah Al-Faruqi menunjukkan bahwa dari


sudut epistemologi, dia percaya ilmu terikat nilai dan tujuan ilmu adalah
satu dan sama serta konsepsi ilmu mereka bersandar kepada prinsip
metafisik, ontologi, epistemologi dan aksiologi, dengan konsep tauhid
sebagai kuncinya. Dia yakin bahwa Tuhan adalah sumber asal segala ilmu;
bahwa ilmu adalah asas bagi kepercayaan dan amal salih. Dia juga
menyatakan akar masalah umat Islam terletak pada sistem pendidikan
mereka, khususnya masalah dengan ilmu kontemporer, dimana
penyelesaiannya terletak dalam islamisasi ilmu pengetahuan kini.

Menurutnya, Konsep Islamisasi ilmu kontemporer merupakan suatu


pembedahan atas ilmu modern yg perlu dilakukan supaya unsur-unsur
buruk dan tercemar dihapuskan, dianalisa, ditafsir ulang atau disesuaikan
dengan pandangan dan nilai Islam.

Al-Faruqi menyakini bahwa ilmu itu bukanlah bebas nilai. Konsep


Islamisasi ilmu yang dia bawa adalah bertunjangkan kepada prinsip
metafisik, ontologi, epistemologi dan aksiologi Islam yang berpaksikan
konsep tauhid. Begitu juga, langkah yang dianjurkan oleh Al-Faruqi
mungkin menghadapi sedikit masalah khususnya ketika beliau
merencanakan agar relevansi Islam terhadap suatu disiplin ilmu dikenal
pasti dan dilakukan sintesis. Apabila ini dilakukan mungkin akan terjadi
penempelan atau pemindahan saja, dan hal ini dikhawatirkan oleh pemikir
islamisasi lainnya.

Bagaimanapun bagi Al-Faruqi faktor utama yang mendorong


Islamisasi ilmu pengetahuan adalah kekalutan dan kemunduran umat,
sistem pendidikan dualistik dan kegagalan metodologi tradisional untuk
berhadapan dengan realitas modern.

Dari segi ruang lingkup yang akan diislamisasikan, Al-Faruqi


memandang proses Islamisasi patut juga dilakukan terhadap ilmu turats
islamiy seperti yang termaktub dalam kerangka kerjanya.

Al-Faruqi pula merumuskan satu kaidah untuk Islamisasi ilmu


pengetahuan berdasarkan prinsip-prinsip pertamanya yang melibatkan 12
langkah. Kaedah Al•Faruqi merangkum sintesis dengan memadukan
konsep ilmu Barat dan Islam

yang dirancang dapat menyerap ilmu Islam ke dalam ilmu sekuler dan
sebaliknya ilmu modern ke dalam ilmu Islam. Tetapi ini mungkin terjadi
hanya setelah menyaringkan unsur dan konsep Barat sekuler.

Al-Faruqi dalam islamisasi ilmu mengecilkan peranan tasawwuf


berbeda dengan Al-attas, Al-Faruqi berpendapat bahwa “kerohanian yang
terpancar melalui tasawwuf cuma membawa kepada kelesuan dan karena
itu wajar ia dianggap sebagai hal yang tak perlu bahkan merusak.” Dia
memberi penekanan kepada transformasi sosial dibanding idealisme Sufi
yang memberi perhatian kepada perubahan individu. Dia mengutamakan
masyarakat dan negara dibanding individu. Terlihat Al-Faruqi
menekankan perhatiannya kepada kemajuan umat islam.

Dia menentang keras metodologi tradisional khususnya yang


dipengaruhi oleh tasawwuf yang mendukung metodologi intuitif dan
esoterik. Pada pandangannya metode ini menghasilkan pemisahan wahyu
dan akal.

Seperti yang dijelaskan sebelum ini konsep Islamisasi Al-Faruqi


lebih menekankan masyarakat, umat atau perubahan sosio-ekonomi dan
politik. Malahan ia lebih gencar menyebarkan ide Islamisasi ilmu kepada
massa melalui aktivitas tetap yang berbentuk seminar dan juga mendirikan
organisasi seperti International Institute of Islamic Thought pada tahun
1980 dan The association of Muslim Social Scientist – AMSS (Himpunan
Ilmu Sosial Muslim) pada tahun 1972.

Adapun usulan kerangka kerja Al-Faruqi yang harus diperbaiki agar pada
tahap pertama memberi perhatian kepada individu mendalami terlebih dahulu
pandangan islam, warisan kelimuan islam sehingga individu tersebut mampu
membedah konsep ilmu sekuler barat seperti yang dititikberatkan oleh Pemikir al-
Attas, dan tahap kedua kepada umat.
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Al-Faruqi adalah salah seorang tokoh yang memiliki gagasan brilian dalam
memecahkan persoalan yang dihadapi umat Islam. Idenya tidak lepas dari konsep
tauhid, karena tauhid adalah esensi Islam yang mencakup seluruh aktifitas manusia.
Begitu juga gagasannya mengenai islamisasi ilmu, Bagi Al-Faruqi, islamisasi ilmu
pengetahuan berarti mengislamkan ilmu pengetahuan modern dengan cara
melakukan eliminasi, perubahan, penafsiran kembali dan penyesuaian terhadap
komponen-komponennya. Untuk mendukung idenya, Al-Faruqi telah menyusun
rangkaian kerja yang harus dilalui. Meski terdapat pro-kontra namun tak dipungkiri
gagasannya tersebut menjadi bahan kajian dan perjuangan umat Islam hingga kini.

B. Daftar Pustaka

Abu Sulaiman, Abd. Al-Hamid, Permasalahan Metodologis dalam


Pemikiran Islam, Jakarta: Media Dakwah, 1994.
Al-Faruqi, Ismail Raji dan Lois Lamya al-Faruqi, (Terjemah Ilyas Hasan),
Atlas Budaya: menjelajah Hazanah Peradaban Gemilang, Bandung:
Mizan, 1998.
Al-Faruqi, Ismail Raji, Islamisasi Pengetahuan, Bandung: Penerbit
Perpustakaan Salman ITB, 1982.
Al-Faruqi, Ismail Raji, Islamization of Knowledge, Virginia: International
Institute of Islamic Thought, 1989.
Hasim, Rosnani, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer:
Sejarah, Perkembangan, dan Arah Tujuan, Islamia, THN II NO.6
Juli-September, 2005.
Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010.
Sani, Abdul, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam
Islam, Jakarta: Grafindo Persada, 1998.
Syaifuddin, A. M, et.all. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi,
Bandung: Mizan, 1987.

You might also like