You are on page 1of 146

BAB 1

1.1 LATAR BELAKANG


Tugas akhir merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa yang
disusun untuk menyelesaikan tahap akhir studinya pada program Strata satu (S-1)
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Semarang. Pengalaman yang
didapat dari penyusunan Laporan Tugas Akhir ini diharapkan dapat menjadi bekal
bagi mahasiswa dalam menyiapkan dokumen tender berupa perencanaan lengkap
suatu konstruksi bangunan sipil dalam dunia kerja, khususnya dalam bidang usaha
jasa konstruksi. Oleh karenanya sebelum pembuatan Laporan Tugas Akhir perlu
diajukan proposal untuk kemudian disetujui dan disahkan sehingga dapat menjadi
arahan dan pedoman bagi pelaksanaan studi (penyusunan Laporan Tugas Akhir).
Dengan adanya Tugas Akhir ini diharapkan mahasiswa dapat merencanakan suatu
konstruksi gedung sesuai dengan keahlian yang telah didapat selama mengikuti
perkuliahan. Tugas Akhir yang telah dipilih oleh penyusun yaitu dengan judul
“PERENCANAAN GEDUNG PERKANTORAN LIMA LANTAI BPR
ARTOMORO SEMARANG”.
Kota Semarang adalah kota yang dimana memiliki kepadatan penduduk
nomor enam terbanyak setelah kota Jakarta, Surabaya, Bandung, Bekasi dan
Medan. Dengan kepadatan 1.756.396 pada data BPS tahun 2010, kota ini memilliki
peningkatan pertumbuhan penduduk yang terus menerus ditiap tahunnya. Banyak
pendatang dari kota lain yang juga menetap dan tinggal disini karena beberapa
alasan tertentu. Sebagai ibu kota Provinsi sudah sepantasnya jika Kota Semarang
mempunyai sarana dan prasarana yang lengkap seperti kantor pemerintahan, rumah
sakit, alat transportasi massal, hotel apartemen, pusat perbelanjaan, serta fasilitas
umum lainnya jika dibanding dengan kota-kota kecil yang ada di Indonesia. Hal ini
dikarenakan Kota Semarang menjadi pusat pemerintahan, perdagangan,
pendidikan, perindustrian serta pariwisata.
Kepadatan penduduk yang terus meningkat menjadikan perkembangan
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) semakin pesat guna menunjang
perekonomian masyarakat yang konsumtif. Keberadaan UMKM yang hampir di
seluruh wilayah dan hampir bergerak di segala bidang usaha serta keunggulannya
dalam bertahan menghadapi gunjangan krisis ekonomi mampu memberikan dukungan

1
yang besar kepada pengusaha menengah dan pengusaha besar. Oleh karenanya,
UMKM memiliki potensi yang lebih besar dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakat.. Keberhasilan suatu usaha salah satunya dipengaruhi oleh masalah
permodalan. Oleh karena itu peran pemerintah dan swasta dalam memenuhi kebutuhan
modal sangat diperlukan. Peran tersebut pada umumnya diberikan dalam bentuk
pemberian kredit yang dilakukan oleh BANK PERKREDITAN RAKYAT.
Menurut Rudjito (2003) Mengemukakan bahwa pengertian Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) adalah usaha yang punya peranan penting dalam
perekonomian Negara Indonesia, baik dari sisi lapangan kerja yang tercipta
maupun dari sisi jumlah usahanya. Berdasarkan definisi Bab I pasal 1 UU No 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) maka dapat
disimpulkan bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah suatu
bentuk usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh orang perseorangan atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1286-1295).
Demi mewujudkan pengembangan UMKM di kota Semarang yang akan
mampu menunjang perekonomian kota Semarang. Penciptaan/pertumbuhan
kesempatan kerja, atau sumber pendapatan bagi masyarakat/RT miskin dengan
semakin banyaknya UMKM. Demikian, perlu adanya sarana fasilitas permodalan
dan sistem pendukung usaha yang memadai mengingat masih kurangnya fasilitas
pemodalan dan sistem pendukung usaha mikro di kota Semarang. Oleh karena itu
diperlukan perencanaan dan pembangunan gedung Perkantoran BPR ARTOMORO
SEMARANG dengan memperhatikan segi kenyamanan, kelengkapan fasilitas, dan
pemenuhan standar sebuah kantor, sehingga kantor tersebut menjadi yang
representative di tengah-tengah kota semarang sehingga meningkatkan minat para
pelaku usaha mikro di Kota Semarang.

Dalam laporan ini penyusun menguraikan tentang sedikit struktur bawah dan
struktur atas. Tetapi penyusun tetap mendapat intisari bangunan, seperti konstruksi
struktur beton dan pondasi.

2
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan yang akan diteliti pada
penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. Bagaimana desain dan kelengkapan fasilitas pembangunan gedung


perkantoran lima lantai yang ideal di BPR Artomoro Semarang?
2. Bagaimana akumulasi dan perhitungan pembangunan gedung perkantoran
lima lantai BPR Artomoro Semarang.

1.3 MAKSUD, TUJUAN, DAN MANFAAT PERENCANAAN


Perencanaan Gedung Perkantoran Lima Lantai BPR Artomoro Semarang ini
dimaksudkan sebagai upaya untuk memenuhi sarana kebutuhan dari segi
kenyamanan, kelengkapan fasilitas dan pemenuhan standar sebuah Kantor.
Menambah lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar serta meningkatkan
kualitas pelayanan publik. Sehingga diharapkan dengan berdirinya gedung khusus
yang berfungsi sebagai kantor BPR ini dapat menunjang kebutuhan serta minat para
pelaku usaha mikro.
Tujuan dari Perencanaan Gedung Perkantoran Lima Lantai BPR Artomoro
Semarang adalah :
1. Menunjang kebutuhan serta kepuasan bagi para pekerja.

2. Pemenuhan fasilitas terutama untuk kegiatan-kegiatan rapat maupun sarana lain


yang berskala besar, dimana membutuhkan ruang yang cukup luas.
3. Penambahan ruang pegawai yang ditujukan untuk kelancaran proses pelayanan
nasabah.
4. Menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar baik pada saat proyek
berlangsung maupun setelah gedung dioperasionalkan.
Dengan demikian perencanaan Struktur pembangunan Gedung Perkantoran
Lima Lantai BPR Artomoro Semarang dapat bermanfaat sebagai penambahan
fasilitas yang diharapkan, dan mampu meningkatkan kinerja pegawai sesuai dengan
sarana dan prasarana yang dimiliki setiap pelayanan.

3
1.4 . LINGKUP PEKERJAAN PERENCANAAN

Lingkup Pekerjaan Perencanaan Gedung Perkantoran Lima Lantai BPR


Artomoro Semarang adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan komponen – komponen structural

 Penentuan pondasi

 Perhitungan balok dan kolom rangka baja

 Perhitungan plat lantai dan plat atap

 Perhitungan konstruksi atap

2. Gambar hasil perhitungan pekerjaan

 Gambar penulangan struktural

 Gambar konstruksi atap

1.5. PEMBATASAN MASALAH

Pembahasan masalah ini dipergunakan untuk membatasi masalah – maslah


yang akan pada struktur utama tanpa mengabaikan pembahasan lain yang
menunjang dengan dibahas secukupnya.

1.6 SISTEMATIKA PENYUSUNAN


Sistematika pembahasan dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini dijelaskan mengenai Judul Tugas Akhir, Bidang Ilmu,
Latar Belakang, Perumusan dan Batasan Masalah, Maksud, Tujuan dan
Manfaat Perencanaan, Lokasi Perencanaan Proyek, serta Sistematika
Penyusunan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini dikemukakan kajian-kajian teori berdasar studi pustaka,


diantaranya mencakup Tinjauan Umum, Aspek-aspek Perencanaan dan

4
Perancangan Analisa Pembebanan Struktur yang merupakan landasan teori
yang digunakan, sehingga dapat dijadikan dasar teoritis untuk analisis
selanjutnya.

BAB III Metodologi

Pada bab ini dijelaskan mengenai pendekatan metode yang


digunakan dalam analisis studi, dan metodologi yang digunakan dalam
mengerjakan tugas akhir. Metodologi yang digunakan meliputi
pengumpulan data, metode analisis dan perumusan masalah.

BAB IV Perhitungan Struktur

Pada bab ini menguraikan tentang perhitungan struktur atas


meliputi: struktur atap, struktur pelat, balok dan kolom dengan perhitungan
gempa serta struktur bawah yaitu pondasi.

BAB V Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Berisikan tentang rencana anggaran biaya yang harus dikeluarkan,


volume pekerjaan dan rencana langkah kerja sesuai jadwal yang telah
ditentukan.

BAB VI Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)

Bab ini menguraikan tentang Syarat-syarat Umum, Syarat-syarat


Administrasi dan Syarat-syarat Teknis.

BAB VII Penutup

Pada bab ini berisi Simpulan dan Saran yang bisa diberikan dari
hasil Perencanaan Gedung Perkantoran Lima Lantai BPR Artomoro
Semarang.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum

Merencanakan sebuah bangunan tinggi dibutuhkan analisa yang cermat dan teliti
supaya didapat output berupa dimensi dan spesifikasi tertentu sesuai kebutuhan bangunan
yang direncanakan sebelum konstruksi dilaksanakan. Analisa perencanaan meliputi:
struktur bagian bawah atau pondasi bangunan dan struktur bagian atas yang bentuk
fisiknya terlihat. Dalam melakukan perencanaan ini, dibutuhkan data-data pendukung yang
lengkap sebagai bahan input pada proses analisa perencanaan.

Didalam proses analisa perencanaan diperlukan pendekatan terhadap beberapa


Tinjauan yaitu : Tinjauan terhadap pelayanan (service ability), Efisiensi , Kontruksi atau
Perakitan, Biaya, dan Estetika. Penjelasan untuk Tinjauan yang harus diperhatikan dalam
perencanaan struktur dijelaskan sebagai berikut :
2.2 Serviceability (kemampuan layanan)

Yang dimaksud dengan Serviceability adalah kemampuan layanan dari


bangunan tersebut sesuai dengan fungsinya. Layanan yang disediakan oleh
bangunan tersebut harus dapat memberikan kenyaman serta kemudahan bagi
pemakainya.
2.3 Efisiensi

Kriteria ini mencakup tujuan desain struktur serta pelaksanaannya. Sebagai


tolak ukur dalam kriteria ini adalah banyaknya material yang digunakan, waktu
pelaksanaan, tenaga kerja dan lain-lain.
2.4 Konstruksi atau perakitan

Tinjauan terhadap konstruksi atau perakitan sangat mempengaruhi pemilihan


struktur. Struktur harus mampu memikul beban secara aman tanpa kelebihan
tegangan dalam batas yang diijinkan. Kriteria ini merupakan kriteria dasar yang
sangat penting.
2.5 Harga/biaya

6
Harga merupakan kriteria yang sangat penting dalam pemilihan struktur.
Struktur harus didesain secara ekonomis dan mudah dalam pelaksanaannya serta
memenuhi kekuatan konstruksi.

2.6 Estetika

Dalam pembuatan suatu bangunan harus memperhatikan segi estetika, yang


dimaksudkan bukan hanya keindahannya tapi juga melihat fungsi dari bangunan
maupun ruangan yang ada sehingga dapat mendesain dengan baik tanpa
meninggalkan segi estetikanya.

2.7 Landasan Dalam Perencanaan

Perencanaan struktur gedung bertingkat harus berpedoman pada syarat-syarat dan


ketentuan yang berlaku di negara tempat proyek tersebut dilaksanakan dalam kasus ini
proyek dilaksanakan di Indonesia maka harus berpedoman pada Standar Nasional
Indonesia mengenai perencanaan gedung dan buku pedoman lain yang dirasa sesuai.
Adapun syarat-syarat dan ketentuan tersebut terdapat pada buku pedoman, antara
lain :

1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 2847-2019.
2. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI 03-1729-
2002.
3. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI 03-
1726-2012. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung
(PPPURG 1987).
4. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987).

2.8 Konsep Pembebanan

Konsep tersebut merupakan dasar teori perencanaan dan perhitungan


struktur, yang meliputi desain terhadap beban lateral (gempa) dan metode
analisis struktur yang digunakan.
a. Desain terhadap Beban

7
Pada perencanaan struktur bangunan, kestabilan lateral adalah hal
terpenting karena gaya lateral yang terjadi mempengaruhi desain struktur
baik Vertikan dan Horizontal. Mekanisme dasar untuk menjamin
kesetabilan lateral diperoleh dengan menggunakan hubungan kaku untuk
memperoleh bidang geser kaku yang dapat memikul beban lateral.
Beban lateral yang dominan berpengaruh terhadap kestabilan struktur
adalah beban gempa dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya
lebik kompleks. Tinjauan ini dilakukan untuk mendesain elemen struktur
agar konstruksi bangunan tersebut kuat menahan gaya gempa.
b. Analisa Struktur terhadap Gempa

Struktur bangunan Gedung terdiri dari struktur atas dan bawah.


Struktur atas adalah bagian struktur Gedung yang berada diatas
permukaan tanah dan struktur bawah adalah bagian struktur bangunan
yang terletak di bawah permukaan tanah yang dapat terdiri dari struktur
basemen, dan atau struktur pondasi lainnya (SNI 03-1726-2012).

(W)
(F1)

Gaya Inersia Akibat Getaran Tanah Pada Benda Kaku


Sumber : Dokumen Pribadi

2.9 Analisis Perencanaan Struktur Bawah

Dalam analisis perencanaan gedung bertingkat harus berpedoman pada


syarat dan ketentuan untuk menentukan perencanaan struktur bawah pada Proyek
Pembangunan Gedung Perkantoran Lima Lantai BPR Artomoro Semarang ini harus
melewati beberapa uji tanah yang meliputi tes booring, sondir, direct shear test.
2.9.1 Daya dukung tanah

8
Daya dukung (Bearing Capacity) adalah kemampuan tanah untuk mendukung
beban gedung dari segi struktur pondasi maupun bangunan di atasnya tanpa terjadi
keruntuhan geser.
Daya dukung batas (Ultimate Bearing Capacity) adalah daya dukung terbesar dari
tanah, biasanya diberi simbol qult. Besarnya daya dukung yang diijinkan sama dengan
daya dukung dibagi dengan angka keamanan (Wesley L.D. 1997. Mekanika Tanah.
Badan Penerbit PU. Jakarta), rumusnya adalah :

qult
q a=
FK

dimana :

qa : daya dukung yang diijinkan


qult : daya dukung terbesar dari tanah
FK : angka keamanan

Dengan menggunakan kelompok tiang pancang (pile group) sehingga digunakan


rumus Tarzaghi untuk menghitung daya dukung tanah :

q ult =1,3 .C . Nc+ Df . γ . Nq+0,4 . γ . B . Nγ

2.9.2 Tegangan kontak

Tegangan kontak yang bekerja di bawah pondasi akibat beban struktur di atasnya
(upper structure) diberi nama tegangan kontak (contact pressure).
Menghitung tegangan kontak memakai persamaan sebagai berikut :

Q Mx . x My . y
σ= ± ± ……………… (1)
A Iy Ix

Dari persamaan (1) apabila yang bekerja adalah beban aksial saja dan tepat pada
titik beratnya maka persamaan (1) menjadi persamaan (2), yaitu:

Q
σ= ……………(2)
A

dimana:

σ : tegangan kontak (kg/cm2)

9
Q : beban aksial total (ton)

A : luas bidang pondasi (m2)

Mx, My : momen total sejajar perspektif terhadap sumbu x dan sumbu y (tm)

x, y : jarak dari titik berat poondasi ke titik di mana tegangan kontak


dihitung sepanjang respektif sumbu x dan sumbu y (m)

Ix, Iy : momen Inersia respektif terhadap sumbu x dan sumbu y (m4)

Ix, Iy Gambar 2.1.Tegangan Kontak Akibat Beban Aksial


Sumber : Dokumentasi Pribadi

Pengertian tegangan kontak ini akan sangat berguna terutama didalam penentuan
faktor keamanan (S.F / Safety Factor).
Secara umum faktor keamanan didefinisikan sebagai berikut :

kapasitas kapasitas daya dukung


S . F= =
beban tegangan kontak

Hubungan antara keduanya dinyatakan dalam bentuk faktor keamanan dimana :


- S.F = 1, artinya tegangan kontak sama dengan kapasitas daya dukung (bearing
capacity).
- S.F > 1, artinya tegangan kontak lebih dari mobilisasi kapasitas daya dukung.
Lapis tanah dapat menerma beban.
- S.F < 1, artinya tegangan kontak lebih besar dari mobilisasi kapasitas daya
dukung.lapis tanah tidak dapat menerima beban.

2.9.3 Pemindahan tiang Pancang

10
Pemindahan tiang pancang didasarkan pada pengangkatan :

a. Pemindahan lurus

Gambar 2.2 Pemindahan Tiang Pancang Lurus


1
M 1= ×q × a
2

q ×(L−2 a)² qa ²
M 2= −
8 2

M 1=M 2

2 2
4 a +4 a . L−L =0 → L=10

−b ± √ b2−4 ac
a 12=
2a

−4 L ± √ 16 L −4 .4 .(−L) ²
2
a 1,2=
2. 4

−4 L ± √ 32 L ²
a 1,2=
8

−4 L ± 4 L √ 2
a 1,2=
8

1
a 1,2= ¿
2

11
a 1=0,207 L

a 1=1,207 L

b. Pengangkatan dan pemasangan tiang pancang

Gambar 2.3. Peencanaan dan Pemasangan Tiang Pancang

(L2−2 al )
a=
2 .( L−a)

L 2−2 aL=2 aL−2 a2

2 aa−4 aL+ L 2=0

−b ± √ b ²−4 a
a 1,2=
2a

−4 L± √−1 L ²−4 .2 L ²
a 1,2=
2.2

−4 L± √−1 L ²−8 L ²
a 1,2=
4

−4 L± 2 L √ 6
a 1,2=
4

1
a 1,2=L(−1± . √6)
2
12
a 1=2,929. L

a 2=17,071. L

c. Jadi yang berpengaruh adalah saat kondisi 2 (pengangkatan dan pemasangan


tiang pancang)

Mu
M n=
8

Mn
K=
b.d .R λ

F=1− √1−2 k

F. R λ
ρ=
2400

A s=ρ . b . d
2.9 Rencana Struktur

2.9.1 Struktur Atas (Super Struktur)

2.9.1.1 Perencanaan Struktur Atap

Konstruksi atap berbentuk limasan digunakan profil ganda dengan alat sambung las
dan baut. Analisis beban atap diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, dan
beban angin. Beban mati meliputi berat sendiri, rangka dan penutup atap, sedangkan
beban hidup terdiri dari orang yang bekerja dan alat kerja. Beban angin ditinjau dari
kanan-kiri, yakni tegak lurus terhadap bidang atap. Analisis pembebanan berdasarkan
Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Gedung. Sedangkan analisis gaya batang
kuda-kuda dengan analisis tak tentu menggunakan program SAP2000.
1. Gording
Gording dianggap sebagai gelagar yang menumpu bebas di atas dua tumpuan.

a. Mendimensi gording

13
Gambar 2.4. Gording

Sumber : dokomunetasi pribadi


Pembebanan:

Beban mati (D)

D = q = berat sendiri profil (qs) + berat atap / genteng (qa)

Beban hidup (L) = p

Tekanan angin (w)

b. Momen yang terjadi akibat pembebanan


akibat muatan mati
1 2
My = ×q sin∝ ×l
8
akibat muatan hidup

1 2
Mx= × p cos ∝×l
4

akibat muatan angin hidup

- angin tekan

1
Mx= ×w × l ×(0,02 ∝−0,04)
8

 angin hisap

1 2
My = ×w × l ×(0,04)
8

c. Kontrol Kuat Tekan Lentur yang terjadi (SNI


2019)

14
Mu ≤  . Mn

Keterangan :

Mu : Kombinasi Beban Momen Terfaktor.

 : Faktor Reduksi kekuatan.

Mn : Kekuatan Momen Nominal.

d. Kontrol lendutan (f) yang terjadi

4 3
5 qx l px l
fx= +
384. E . ly 48. E .ly
4 3
5 qy l py l
fy= +
384. E .lx 48. E .lx

1
f =√ ( f x +f y ) < f ijin=
2 2

500 xl

keterangan notasi rumus kontrol tegangan dan lendutan

Mx : momen terhadap sumbu x-x

My : momen terhadap sumbu yy-y

σx : tegangan arah sumbu x- x

σy : tegangan arah sumbu y-y

fx : lendutan arah sumbu x-x

fy : lendutan arah sumbu y-y

q : beban merata

l : bentang gording

E : modulus elastisitas baja (E = 2,0.106 kg/cm2)

I : momen Inersia profil

wx : momen tahanan arah sumbu x-x

wy : momen tahanan arah sumbu y-y

2. Batang kuda-kuda

15
Desain kuda-kuda didesain dengan memperhatikan batasan-batasan sebagai
berikut dan untuk menghindari tekuk pada tahap pelaksanaan maupun akibat gaya
yang bekerja, kelangsingan maksimum batang harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
- Angka kelangsingan konstruksi utama tidak boleh lebih dari 150.

- Angka kelangsingan konstruksi sekunder tidak lebih dari 200.

- Angka kelangsingan (λ) = Lk / i min dimana :

Lk : panjang tekuk (m)

i min : jari-jari kelembaman minimum batang (m)

2.9.1.2 Perencanaan Pelat Lantai

Pelat lantai merupakan suatu konstruksi yang menumpu langsung pada balok
dan atau dinding geser. Pelat lantai dirancang dapat menahan beban mati dan beban
hidup secara bersamaan sesuai kombinasi pembebanan yang bekerja diatasnya.

Gambar 2.5 Prinsip Desain Pelat

Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus


direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi
lendutkan/deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun
mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja (Pasal 11.5.1 SNI 2847-
2019).
Berdasarkan Pasal 15.3.6, perhitungan rata-rata rasio kekakuan lentur
penampang balok terhadap kekakuan lentur pelat (α) diperhitungkan dengan rumus:
Ec Ib
∝=
Ec I p

16
sehingga harus dicari terlebih dahulu momen inersia balok (Ib ) dan momen

inersia pelat (Ip).

Gambar 2.6. Bagian Pelat yang Diperhitungkan untuk Balok T

Sesuai Pasal 15.2.4 SNI 2847-2019 bahwa suatu balok meliputi juga bagian
dari pelat pada setiap sisi balok sebesar proyeksi balok yang berada di atas atau di
bawah pelat, sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.7.
Merujuk pada Pasal 10.10.2 SNI 2847-2019 bahwa lebar efektif sayap (Be)
dari masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi delapan kali tebal pelat,
maka:
Mencari titik berat balok T terhadap tepi atas:

( Ht × Be × 12 Ht )+( Bw× Hw × ( 12 Hw + Ht ))= ( Ht × Be )+ Bw × Hw . y

Momen inersia balok T (Ib):

I b= ( 13 × Bw × 12 Ht) + ( 121 × Be × H t ) +( Be × Ht × ( y− 12 Ht )² )
3 3

+ ( 1
3 (
1
× Bw × Hw− Ht− y ³
2 ))
Momen inersia pelat (Ip ):

1
Ip = × H t3 × L
12

Pasal 15.3.6:

Ec I
α= b

Ec I p

17
Di mana:

a = rata-rata perbandingan kekakuan lentur penampang balok terhadap


kekakuan lentur pelat dengan lebar yang dibatasi dalam arah lateral oleh
sumbu dari panel yang bersebelahan pada tiap sisi dari balok

Ecb = modulus elastisitas balok beton

Ecp = modulus elastisitas pelat beton

Ib = momen inersia balok

Ip = momen inersia pelat 1.


1. Rasio bentang pelat
ly
Rasio > 2 (desain pelat 1 arah)
lx
ly
Rasio = 1 s/d 2 (desai pelat 2 arah)
lx
2. Menentukan tebal pelat
 Desain 1 arah (one way slab)
- 2 tumpuan sederhana

Ln

L
h m=
20
- Tumpuan jepit dengan satu ujung menerus

L
h m=
24

- Tumpuan jepit 2 ujung menerus

18
L
h m=
28

- Tumpuan kantilever

L
h m=
10

Ln = bentang bersih (tepi balok – tepi balok)

L = bentang bersih (as balok – as balok)

 Desain 2 arah (two way slab)


Berdasarkan ketentuan Pasal 11.5.3.3.c SNI 2847-2019 bahwa untuk:
- ∝m yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus menggunakan pasal11.5(3(2)).
- ∝mlebih besar dari 0,2, tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat minimum
harus memenuhi:

( )
'
f
λ n 0,8+
1
h=
36 +5 β(∝m −0,2)

dan tidak boleh kurang dari 120 mm

- lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari:

( )
'
f
λn 0,8+
1
h=
36+9 β

dan tidak boleh kurang dari 90 mm.

19
3. Menentukan pembebanan pelat

Wu = 1,2 DL + 1,6 LL

LL =beban hidup diambil sesuai fungsi pelat

DL =beban mati

4. Menghitung Momen

Mu = 0,001 .Wu .Lx2. x

Mu = Momen pada pelat

Wu = Beban terbagi rata yang bekerja pada


pelat Lx = Bentang pelat arah x

x = Koefisien momen
5. Menentukan momen nominal (Mn) dan momen batas (Mu)
2
M n=ρ . f y . b . d . ¿

6. Persentase rasio tulangan

( ( ) ( ))
'
0,8 . f c 6
ρb = β . tulangan seimbang (balance)
fy 6+ f y

ρm =0,75 . ρb tulangan maksimal/over

1,4
ρm = tulangan karang
fy
As
ρ=
bd
ρ = 0,3 ρb s/d 0,5 ρb
ρ = tulangan direncanakan atau didesain
Perlu diperhatikan pelat tipis tulangan banyak defleksi atau lentur besar-besar maka
tebal pelat diambil maksimal.

7. Menentukan rasio tulangan

20
'
0,8 f
ρ= ¿
f
ρm < ρ< ρm ρ< ρ b (runtuh tarik/lentur)
ρ m < ρ b< ρ m ρ=ρb (runtuh tarik/lentur)
ρm < ρb< ρm ρ> ρ m (runtuh tekan/geser/mendadak)

8. Menentukan luas tulangan (As)


Untuk pelat satu arah maka selanjutnya
dicari tulangan susut:
Mu
As=
( )
∅ . f y . d−
a
2
maksimum

Asm= ρm .b . d dicari tulangan susut:

Assst =0,002.b . h (fy = 300 MPa)


Assst =0,0018.b . h (fy = 400 MPa)

9. Menentukan jarak tulangan sengkang (s) sperlu = π / 4 * Ø2 * b / As

smax =2h
smax = 250 mm

2.9.1.3 Perencanaan Tangga

Semua tangga direncanakan dengan menggunakan tipe K dengan pelat miring


sebagai ibu tangga. Perhitungan optrede dan antrede tangga menggunakan rumus :

2 x optrede + antrede = 61 cm s/d 65 cm


keterangan :

Optrede :langkah tegak


Antrede : langkah datar
sudut tangga (α) = arc tan (x/y)
jumlah anterde =A
Jumlahoptred =O=A+1

21
Analisa gaya yang bekerja pada tangga dengan menggunakan program SAP2000
sedangkan desain struktur sama dengan desain pelat dan balok sekunder.

2.9.1.4 Perencanaan Balok

Untuk struktur balok direncanakan dengan mengacu pada SNI 03-6814-2019.

1. Perhitungan Balok

Balok berfungsi sebagai penyangga bangunan yang ada di atasnya, adalah


sebagai pelimpah beban kombinasi pada pelat dan atau atap. Beban pelat dalam
pelimpahannya dapat berupa sistem amplop yaitu berbentuk segitiga atau
trapesium.

qx = 1 . qU pelat. l x
2

qx = 1 . qU pelat . l x
2

Gambar 2.7. Beban Pelat dengan Sistem Amplop


Sumber : dokumentasi pribadi

a. Syarat kelangsingan balok


1
h min = ×l terpanjang
16
1
b= ×h
2
(tabel 9.1.a tebal minimum h) SNI 1728-2019 hal.130

b. Penulangan pada balok

22
Gambar 2.8. Penulangan Pada Balok
Sumber : dokumentasi pribadi

As : tulangan tarik (As = ρ . b . d)


As’ : tulangan tekan
d : tinggi efektif penampang
d’ : jarak sengkang
' φp
d =c+ φs+
2

dimana :

c : selimut beton

(c = 20 mm, untuk balok yang tidak langsung berhubungan dengan


cuaca/tanah).
(untuk balok yang berhubungan langsung dengan cuaca dan kondisi tanah
c = 40 mm, untuk tulangan <16, sedangkan c = 50 mm, untuk tulangan
>16).

s : diameter tulangan sengkang

p : diameter tulangan pokok

c. Perhitungan Tinggi Efektif Pada Balok

d = h – ( p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama)


d’ = p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama
dimana:

b = lebar balok (mm)

23
h = tinggi balok (mm)
d = tinggi efektif balok (mm)
p = tebal selimut beton (mm)
Ø = diameter tulangan (mm)
1) Rasio penulangan
Mu
2 tabel rasio penulangan
b.d
(tabel 5.1.h mutu beton f’c30 1) SNI 6814-2019.)

2) Syarat pembatasan penulangan syarat rasio


tulangan : ρmin ≤ ρ ≤ ρmax

Perhitungan ρ max dan ρ min :

1,4
ρ min=
fy

'
0,85 . β 1 . f c 600
ρ b= ×
fy 600+ fy

ρ max=0,75 ρ b

3) Perhitungan momen :

= * fy * (d – d’)
= Mn -

4) Perhitungan ρ1 (rasio pembesian) :

As1 = ρ * b * d

Perhitungan tulangan utama :

As = As1 + As2

Dalam pelaksanaan dipasang tulangan tekan dimana ρ’ tidak boleh

melebihi dari 0,5 ρb (SNI 03-1728-2019). As’max = ρ’ .b .d

24
5) Mencari tulangan tumpuan

- Mencari jumlah tulangan yang dipasang


As
 dipasang "n" tulangan dengan φ sebesar "A".

1 .π .ϕ 2
4

6) Mencari tulangan lapangan

- Mencari jumlah tulangan

Pada balok dipasang tulangan rangkap, dengan perbandingan


luas tulangan tekan (As’) dan luas tulangan tarik (As)

As
δ= =0,5 jumlah tulangan tekan (As' ) = 0,5. As
As '
- Jumlah tulangan yang dipasang

As
1 2  dipasang "n" tulangan dengan φ sebesar "A".
.π .∅
4

Gambar 2.9. Pemasangan Tulangan Pokok Balok


Sumber : dokumentasi pribadi

7) Perhitungan tulangan geser (sengkang)

25
Gambar 2.10. Bidang Momen Dan Bidang Lintang Akibat Gaya Geser
Sumber : dokumentasi pribadi

- Gaya geser

Vu = 1 .qu .l  KN
2
- Tegangan geser

Vu. 1
vu= 2  N/mm  MPa
2

b.d
- Tegangan geser beton yang diijinkan sesuai mutu beton (fc’)

1
 vc=0,6 . . √ f c MPa
'
6

Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih kecil dari tegangan

geser yang diijinkan (vc) vu < vc, maka perlu dipasang tulangan

geser/sengkang pada balok.

Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih besar dari tegangan

geser yang diijinkan ( vc) vu >  vc, maka tidak perlu dipasang tulangan

geser/sengkang pada balok.

- Tegangan geser yang dapat dipikul oleh beton dengan tulangan geser.

2
v smaks =0,6. . √ fc '  MPa
3

- Tegangan geser yang harus dipikul tulangan geser.

26
vs =vu - vc MPa

- Pendimensian balok.

jika vs< vsmaks dimensi balok rencana tidak perlu diperbesar jika
vs> vsmaksdimensi balok rencana perlu diperbesar
- Gaya geser yang dapat dipikul oleh beton.

Vc =vc.b.d  KN

Vu dipi kul oleh beton

Vc (KN) Vu
y Vc (KN)

1/2 L
dipakai tulangan

Gambar 2.11. Diagram Gaya Geser


Sumber : dokumentasi pribadi

Gaya geser pada balok, sebagian dipikul oleh kuat geser beton (Vc) dan sisanya
dipikul dipikul oleh tulangan geser (sengkang).
- Penentuan tulangan geser pada balok

Tulangan geser pada balok perlu dipasang sepanjang “y” dari tumpuan.
1
L− y
2
1
L
Vc 1
( 1
)
=  Vu . L− y = L. Vc
Vu 2 2
2

Resultante gaya yang bekerja di sepanjang “y”

Rx

Vu (KN) y  Vc (KN)

Rv = (Vu – Vc) .yKN

Tulangan geser:
27
Rv
Av=  mm2
φ . fy
dimana :  adalah faktor reduksi kekuatan untuk perhitungan geser ( =

0,6)

tulangan geser dipasang pada 2 sisi penampang balok


tulangan geser minimum :

b. y
Av min=  mm
3 . fy

jika Av > Avminpada balok dipasang tulangan geser (Av).

- Jumlah tulangan geser tulangan geser


Av
tulangan geser per meter pada balok ¿ mm2
y

tulangan geser per meter pada balok ¿ ( )1 Av


2 y
 mm2

jumlah tulangan geser per meter n = 2 Ay )


( 1 Av
.

100
jarak tulangan geser/sengkang = s = cm
n

- Perhitungan Tulangan Torsi

Cek kemampuan beton menahan torsi

ϕ √ f ' c Ac p 2
Tc= ×
12 Pcp

Jika,Tu< Tc, tidak perlu tulangan puntir


Tu ≥ Tc, perlu tulangan punter
- Cek Pengaruh Momen Puntir (Tu)

Kategori komponen struktur non-prategang:

28
(pengaruh puntir dapat diabaikan)

Acp=luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton mm2

Pcp =keliling luar penampang beton mm

- Menghitung Properti Penampang Keterangan:

x1 = jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah sumbu x mm


y1 = jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah sumbu y mm
Aoh = luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang
terluar mm2
Ao = 0,85×Aoh = dalam satuan mm2

d = jarak dari serat tekan terluar beton ke pusat tulangan tarik mm

Ph = keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar mm

- Cek Penampang Balok

Kategori penampang solid:

(Penampang Memenuhi)

29
Dimana :

Menentukan Torsi Transversal

Tu
Tn=
ϕ

Dimana Ø: 0,85

At Tn
=
s 2 . A o . f yv . cotθ

Ө : 45° (Berdasarkan SNI Beton Bertulang mm(13.6.3.6))

(dalam satuan mm2/mm untuk 1 kaki dari sengkang)

- Menghitung Tulangan Torsi Longitudinal

Syarat :

Dengan ketentuan Tulangan Longitudinal tambahan untuk

menahan puntir harus didistribusikan di sekeliling parimeter sengkang tertutup


dengan spasi tidak melebihi 300mm, dengan posisi berada di dalam sengkang (SNI
Beton Bertulang 2019-13.6.6.2)

2.9.1.5 Perencanaan Kolom

Kolom adalah suatu elemen tekan dan merupakan struktur utama dari bangunan
yang berfungsi untuk memikul beban vertikal yang diterimanya. Pada umumnya kolom
tidak mengalami lentur secara langsung.

30
Gambar 2.12. Jenis Kolom Beton Bertulang

Kolom beton bertulang secara garis besar dibagi dalam tiga kategori, yaitu :

1. Blok tekan pendek

2. Kolom pendek

3. Kolom panjang atau langsing

Berdasarkan tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung, kuat
tekan rencana dari komponen struktur tekan tidak boleh diambil lebih besar dari ketentuan
berikut:
Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan spiral atau komponen
struktural tekan komposit.

ФPn (max) = 0,85 Ф [0,85 x f’c (Ag - As) + fy x As]

1. Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan pengikat.

ФPn (max) = 0,80 Ф [0,85 x f’c (Ag - As) + fy x As]

Kolom panjang atau langsing merupakan salah satu elemen yang perlu
diperhatikan. Proses perhitungannya didasari oleh konsep perbesaran momen.
Momen dihitung dengan analisis rangka biasa dan dikalikan oleh faktor perbesaran
momen yang berfungsi sebagai beban tekuk kritis pada kolom. Parameter yang
berpengaruh dalam perencanaan kolom beton bertulang panjang adalah :

31
a. Panjang bebas (Lu) dari sebuah elemen tekan harus diambil sama dengan jarak
bersih antara pelat lantai, balok, atau komponen lain yang mampu memberikan
tahanan lateral dalam arah yang ditinjau. Bila terdapat kepala kolom atau
perbesaran balok, maka panjang bebas harus diukur terhadap posisi terbawah
dari kepala kolom atau perbesaran balok dalam bidang yang ditinjau.
b. Panjang efektif (Le) adalah jarak antara momen-momen nol dalam kolom.
Prosedur perhitungan yang digunakan untuk menentukan panjang efektif dapat
menggunakan kurva alinyemen. Untuk menggunakan kurva alinyemen dalam
kolom, faktor Ψ dihitung pada setiap ujung kolom.

Gambar 2.13. Panjang Efektif Kolom Tumpuan Jepit


dan Sendi

Selain itu, nilai k untuk portal bergoyang juga dapat dihitung melalui
persamaan :

Dengan ѱ m merupakan rata-rata ѱ A dan ѱ B

Untuk pembahasan kolom ini, perlu dibedakan antara portal tidak


bergoyang dan portal bergoyang. Suatu struktur dapat dianggap rangka portal
bergoyang jika nilai indeks stabilitas (Q) > 0,05.

32
dimana :

Pu = Beban Vertikal

Vu = Gaya geser lantai total pada tingkat yang ditinjau

Δo = Simpangan relatif antar tingkat orde pertama

Lc = Panjang efektif elemen kolom yang tertekan

Properti yang digunakan untuk menghitung pembesaran momen yang


nantinya akan dikalikan dengan momen kolom, diantaranya adalah :

a. Modulus elastisitas ditentukan dari rumus berikut:

Ec = ,
0,043 ` (MPa)
`

Untuk wc antara 1500 dan 2500 kg/m3 atau 4700 untuk beban normal.

b. Momen inersia dengan Ig = momen inersia penampang bruto terhadap sumbu


pusat dengan mengabaikan penulangan :

Dalam portal bergoyang untuk setiap kombinasi pembebanan perlu menentukan


beban mana yang menyebabkan goyangan cukup berarti (kemungkinan beban lateral) dan
mana yang tidak. Momen ujung terfaktor yang menyebabkan goyangan dinamakan M1s
dan M2s, dan keduanya harus diperbesar karena pengaruh PΔ. Momen ujung lain yang
tidak menyebabkan goyang cukup berarti adalah M1ns dan M2ns. Momen ini ditentukan
dari analisis orde pertama dan tidak perlu diperbesar. Pembesaran momen δsMs dapat
ditentukan dengan rumus berikut :

33
dimana:

Pu = beban vertikal dalam lantai yang ditinjau

Pc = beban tekuk Euler untuk semua kolom penahan goyangan


dalam lantai tersebut, dicari dengan rumus:
π EI
Pc=
( k lu ) ²
Sehingga momen desain yang digunakan harus dihitung
dengan rumus :
M 1=M 1 ns + M 1 s
M 2=M 2 ns+ M 2 s

Terkadang titik momen maksimum dalam kolom langsing dengan beban aksial tinggi
akan berada di ujung–ujungnya, sehingga momen maksimum akan terjadi pada suatu titik
di antara ujung kolom dan akan melampaui momen ujung maksimum lebih dari 5%. Hal
ini terjadi bila :

Lu 35
>


r Pu
'
f c . Ag

untuk kasus ini, momen desain ditentukan dengan rumus berikut:

Mc = δns ( ns + δs s)

Selain itu, portal bergoyang mungkin saja menjadi tidak stabil akibat adanya beban
gravitasi, sehingga harus dilakukan kontrol terhadap ketidakstabilan beban gravitasi. Portal

menjadi tidak stabil akibat gravitasi apabila δs > 2,5 sehingga portal harus diperkaku.

Elemen kolom menerima beban lentur dan beban aksial, menurut SNI 03-1728-2019 untuk
perencanaan kolom yang menerima beban lentur dan beban aksial ditetapkan koefisien
reduksi bahan 0,65 sedangkan pembagian tulangan pada kolom (penampang segiempat)
dapat dilakukan dengan:
a) Tulangan dipasang simetris pada dua sisi kolom (two faces)

b) Tulangan dipasang pada empat sisi kolom (four faces)

34
Pada perencanaan gedung perkantoran ini digunakan perencanaan kolom dengan
menggunakan tulangan pada empat sisi kolom (four faces).
Perhitungan gaya-gaya dalam berupa momen, gaya geser, gaya normal maupun
torsi pada kolom. Dari hasil output gaya-gaya dalam tersebut kemudian digunakan untuk
menghitung kebutuhan tulangan pada kolom.
Penulangan dalam kolom juga merupakan salah satu faktor yang ikut membantu
komponen beton dalam mendukung beban yang diterima. Penulangan pada kolom dibagi
menjadi tiga jenis, diantaranya adalah :
1. Tulangan Utama Kolom

Tulangan utama (longitudinal reinforcing) merupakan tulangan yang ikut


mendukung beban akibat lentur (bending). Pada setiap penampang dari suatu
komponen struktur luas,tulangan utama tidak boleh kurang dari :

As min=
√ fc ' b d < As min= 1,4 b d
2f y fy

dimana:

As = luas tulangan utama


fc’ = tegangan nominal dari beton
fy = tegangan leleh dari baja
b = lebar penampang
d = tinggi efektif penampang
Luas tulangan utama komponen struktur tekan non komposi tidak boleh
kurang dari 0.01 ataupun lebih dari 0.08 kali luas bruto penampang Ag. Jumlah
minimum batang tulangan utama pada komponen struktur tekan dalam sengkang
pengikat segi empat atau lingkaran adalah 4 batang.
2. Tulangan Geser Kolom

Tulangan geser (shear reinforcing) merupakan tulangan yang ikut


mendukung beban akibat geser (shear). Jenis tulangan geser dapat berupa :
a. Sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur

b. Jaring kawat baja las dengan kawat – kawat yang dipasang tegak lurus terhadap
sumbu aksial komponen struktur

35
c. Spiral, sengkang ikat bundar atau persegi

Gambar 2.14. Jenis Sengkang Pengikat

Berdasarkan tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung,


perencanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada :

Ø Vn ≥ Vu

Vn = Vc+ Vs

keterangan :

Vc= Gaya geser nominal yang disumbangkan oleh beton (N)

Vs = Gaya geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser (N)

Vu = Gaya geser ultimate yang terjadi (N)

Vn, dimana Ø = 0,75

Kuat geser maksimum untuk komponen struktur (SNI 03-2847-2019 pasal

36
dimana :

Vn = kuat geser nominal (N)

Ø = faktor reduksi
f’c = kuat tekan beton (MPa)
b = lebar penampang kolom (mm)
d = tinggi efektif penampang kolom (mm)
Nu = gaya aksial yang terjadi (N)
Agr = luas penampang kolom (mm2)
Jika :

(Vn – Vc) <Vs , maka penampang cukup

(Vn – Vc) ≥ Vs , maka penampang harus diperbesar

Vu < Ø Vc , maka tidak perlu tulangan geser

Vu ≥ Ø Vc , maka perlu tulangan geser

Jika tidak dibutuhkan tulangan geser, maka digunakan tulangan geser minimum
(Av) permeter. Luas tulangan geser minimum untuk komponen struktur non pra tegang
dihitung dengan :

7 √ f c . bs
'
1 bs
Av min= < Av=
1 fy 3 fy
dengan demikian diambil Av terbesar, jarak sengkang dibatasi sebesar.

2.9.1.6 Perencanaan Lift

1. Kapasitas dan jumlah lift

Kapasitas dan jumlah lift akan disesuaikan dengan perkiraan jumlah pemakai lift,
mengingat dari segi manfaat dan efisiensi biaya, serta dilihat dari kelayakan dan
besarnya bangunan.
2. Perencanaan konstruksi

a. Mekanikal

37
Secara mekanikal perencanaan konstruksi lift tidak direncanakan di
sini karena sudah direncanakan di pabrik dengan spesifikasi tertentu,
sebagai dasar perencanaan konstruksi dimana lift tersebut akan diletakkan
(seperti gambar 2.16).
b. Konstruksi ruang dan tempat lift

Lift terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:

1) Mesin dengan kabel penarik serta perangkat lainnya.

2) Trace / traksi / kereta penumpang yang digunakan untuk


mengangkut penumpang dengan pengimbangnya.
3) Ruangan dan landasan serta konstruksi penumpang untuk mesin,
kereta, beban dan pengimbangnya.
Ruangan dan landasan lift direncanakan berdasarkan kriteria sebagai
berikut :
1) Ruang dan tempat mesin lift diletakkan pada lantai teratas
bangunan. Oleh karenanya perlu dibuat dinding penutup mesin
yang memenuhi syarat yang dibutuhkan mesin dan kenyamanan
pemakai gedung.
2) Mesin lift dengan beban-beban (q) sama dengan jumlah dari berat
penumpang, berat sendiri, berat traksi, dan berat pengimbangnya
yang ditumpukan pada balok portal.
3) Ruang terbawah diberi kelonggaran untuk menghindari tumbukan
antara lift dan lantai dasar. Ruang terbawah ini juga direncanakan
sebagai tumpuan yang menahan lift pada saat maintenance.
c. Spesifikasi lift yang dipakai

Lift yang digunakan dengan spesifikasi sebagai berikut :

1) Dapat memuat penumpang 10 orang.

2) Dapat menahan beban 1500 kg.

3) Kecepatan = 150 m/menit.

4) Berat lift = 10 KN.

38
Gambar 2.15. Potongan Lift
Sumber : dokumentasi pribadi

2.9.1.7 Perencanaan Penyalur Petir Untuk Bangunan Gedung

Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya instalasi penyalur petir


ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan serta bahaya yang ditimbulkan bila
bangunan tersebut tersambar petir.
Besarnya kebutuhan tersebut dapat ditentukan secara empiris berdasarkan indeks-
indeks yang menyatakan faktor-faktor tertentu, sedangkan pada tabel 7 merupakan
penjumlahan dari indeks-indeks yang dipilih dari tabel sebelumnya, dimana hasil
penjumlahan tersebut (R) merupakan indeks-indeks perkiraan bahaya akibat sambaran
petir

jadi : R = A + B + C + D + E

Jelas bahwa semakin besar R, semakin besar pula bahaya serta kerusakan yang
timbul oleh sambaran petir, berarti semakin besar pula kebutuhan bangunan tersebut akan
adanya sistem penangkal petir.
Pada tabel-tabel tersebut diperoleh:

- Macam penggunaan bangunan diperoleh indeks : 2

- Konstruksi bangunan diperoleh indeks : 2

- Tinggi bangunan diperoleh indeks : 4

- Situasi bangunan diperoleh indeks : 0

- Hari guntur per tahun diperoleh indeks : 5

39
2.9.2 Struktur Bawah (Sub Stucture)

Untuk Perencanaan Struktur Gedung Perkantoran Lima Lantai BPR Artomoro


Semarang, dilakukan penyelidikan tanah meliputi pekerjaan Booring, Conus Penetration
Test, Sievee Analysis dan Direct Shear Test.

2.9.2.1 Daya dukung tanah

Daya dukung (Bearing Capacity) adalah kemampuan tanah untuk mendukung


beban gedung dari segi struktur pondasi maupun bangunan di atasnya tanpa terjadi
keruntuhan geser.
Daya dukung batas (Ultimate Bearing Capacity) adalah daya dukung terbesar dari
tanah, biasanya diberi simbol qult. Besarnya daya dukung yang diijinkan sama dengan
daya dukung dibagi dengan angka keamanan (Wesley L.D. 1997. Mekanika Tanah.
Badan Penerbit PU. Jakarta), rumusnya adalah :

qult
q a=
FK

dimana :

qa : daya dukung yang diijinkan


qult : daya dukung terbesar dari tanah
FK : angka keamanan

Dengan menggunakan kelompok tiang pancang (pile group) sehingga digunakan


rumus Tarzaghi untuk menghitung daya dukung tanah :

q ult =1,3 .C . Nc+ Df . γ . Nq+0,4 . γ . B . Nγ

2.9.2.2 Tegangan kontak

Tegangan kontak yang bekerja di bawah pondasi akibat beban struktur di atasnya
(upper structure) diberi nama tegangan kontak (contact pressure).
Menghitung tegangan kontak memakai persamaan sebagai berikut :

Q Mx . x My . y
σ= ± ± ……………… (1)
A Iy Ix

40
Dari persamaan (1) apabila yang bekerja adalah beban aksial saja dan tepat pada
titik beratnya maka persamaan (1) menjadi persamaan (2), yaitu:

Q
σ= ……………(2)
A

dimana:

σ : tegangan kontak (kg/cm2)

Q : beban aksial total (ton)

A : luas bidang pondasi (m2)

Mx, My : momen total sejajar perspektif terhadap sumbu x dan sumbu y (tm)

x, y : jarak dari titik berat poondasi ke titik di mana tegangan kontak


dihitung sepanjang respektif sumbu x dan sumbu y (m)

Ix, Iy : momen Inersia respektif terhadap sumbu x dan sumbu y (m4)

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Pengertian tegangan kontak ini akan sangat berguna terutama didalam penentuan
faktor keamanan (S.F / Safety Factor).
Secara umum faktor keamanan didefinisikan sebagai berikut :

kapasitas kapasitas daya dukung


S . F= =
beban tegangan kontak

41
Hubungan antara keduanya dinyatakan dalam bentuk faktor keamanan dimana :
- S.F = 1, artinya tegangan kontak sama dengan kapasitas daya dukung (bearing
capacity).
- S.F > 1, artinya tegangan kontak lebih dari mobilisasi kapasitas daya dukung.
Lapis tanah dapat menerma beban.
- S.F < 1, artinya tegangan kontak lebih besar dari mobilisasi kapasitas daya
dukung.lapis tanah tidak dapat menerima beban.

2.9.2.3 Pemindahan tiang Pancang

Pemindahan tiang pancang didasarkan pada pengangkatan :

d. Pemindahan lurus

Gambar 2.16. Pemindahan Tiang Pancang Lurus


1
M 1= ×q × a
2

q ×(L−2 a)² qa ²
M 2= −
8 2

M 1=M 2

2 2
4 a +4 a . L−L =0 → L=10

−b ± √ b2−4 ac
a 12=
2a

−4 L ± √ 16 L −4 .4 .(−L) ²
2
a 1,2=
2. 4

42
−4 L ± √ 32 L ²
a 1,2=
8

−4 L ± 4 L √ 2
a 1,2=
8

1
a 1,2= ¿
2

a 1=0,207 L

a 1=1,207 L

e. Pengangkatan dan pemasangan tiang pancang

Gambar 2.17. Pengangkatan dan Pemasangan Tiang Pancang

2
(L −2 al )
a=
2 .( L−a)

L 2−2 aL=2 aL−2 a2

2 aa−4 aL+ L 2=0

−b ± √ b ²−4 a
a 1,2=
2a

−4 L± √−1 L ²−4 .2 L ²
a 1,2=
2.2
43
−4 L± √−1 L ²−8 L ²
a 1,2=
4

−4 L± 2 L √ 6
a 1,2=
4

1
a 1,2=L(−1± . √6)
2

a 1=2,929. L

a 2=17,071. L

f. Jadi yang berpengaruh adalah saat kondisi 2 (pengangkatan dan pemasangan


tiang pancang)

Mu
M n=
8
Mn
K=
b.d .R λ
F=1− √1−2 k
F. R λ
ρ=
2400

44
BAB 3

METODOLOGI

3.1 Tinjaun Umum

Metode diartikan sebagai studi sistematis kualitatif atau kuantitatif dengan


berbagai metode dengan Teknik Analisis. Beberapa analisis ilmiah diterapkan
melalui analisis kualitatif dan dapat pula menggunakan analisis kuantitatif. Kedua
analisis tersebut digunakan untuk saling melengkapi dan saling mengoreksi sejauh
mana ketepatan analisisnya. Sarana itu meliputi pengamatan dan wawancara,
namun bisa juga mencakup dokumen, buku, dan bahkan data yang telah dihitung
untuk tujuan lain.

3.2 Pengumpulan Data

Data yang dijadikan bahan acuan dalam penyusunan Laporsan Tugas Akhir,
diamana data tersebut diperoleh dari instansi tertentu yang digunakan langsung
sebagai sumber dalam Perencanaan Gedung Perkantoran Lima Lantai BPR
Artomoro Semarang. Klarifikasi data yang menunjang penyusun Laporan Tugas
Akhir adalah literatur-literatur penunjang, grafik, tabel dan peta-peta yang
berkaitan erat dengan proses perencanaan studi. Secara garis besar meliputi :
Deskripsi umum bangunan, Denah dan sistem struktur bangunan, Wilayah gempa
bangunan, dan Data tanah berdasarkan penyelidikan tanah.

45
3.3 Metode Analisis

Pada sub bagian ini diuraikan secra garis besar Langkah – Langkah (metode
yang digunakan) dalam perancanaan bangunan dan perencangan strukturnya.
Diantaranya meliputi :
3.3.1 Langkah perencanaan dan perancangan komponen atap, tangga, lift.

3.3.1.1Tentukan denah dan konfigurasi atap beserta sistem strukturnya.

3.3.1.2Estimasi dimensi elemen strukturnya.

3.3.1.3Tentukan beban yang bekerja pada struktur.

3.3.1.4Analisis struktur bangunan atap.

3.3.1.5 Desain elemen struktur termasuk detail joint dan perletakan serta
alat sambungnya.
3.3.2 Langkah – Langkah perencanaan dan perancangan komponen structural
(Plat, Balok, dan Kolom).
3.3.2.1 Kumpulan data per encanaan.

3.3.2.2 Kumpulan data beban.

3.3.2.3 Lakukan perhitungan struktur sebagai berikut :

3.3.2.3.1 Menentukan denah dan


konfigurasi bangunan berikut
sistem strukturnya.

3.3.2.3.2 Tentukan daktilitas struktur yang akan


dating.

3.3.2.3.3 Tentukan faktor jenis struktur.

3.3.2.3.4 Tentukan batas dimensi dari komponen


struktur (plat, kolom, balok).

3.3.2.3.5 Tentukan penulangan.

3.3.2.3.6 Hitung plat lantai.

3.3.2.3.7 Rencanakan balok portal.

3.3.2.3.8 Rencanakan kolom portal.


46
3.3.3 Langkah – Langkah perencanaan dan perancangan pondasi sub
structure

(struktur bawah).

3.3.3.1 Analisis dan penentuan parameter tanah.

3.3.3.2 Pemilihan jenis pondasi.

3.3.3.3 Analisis beban yang bekerja pada pondasi.

3.3.3.4 Estimasi dimensi pondasi.

3.3.3.5 Perhitungan daya dukung pondasi.

3.3.3.6 Desain pondasi.

Langkah – langkah diatas tersebut merupakan acuan dalam


menyelesaikan analisis perhitungan. Dengan demikian diharapkan langkah –
langkah tersebut dapat terlaksana dengan runtut, sehingga penyusunan Laporan
Tugas Akhir dapat berjalan dengan baik dan lancar.

47
Berikut Diagram Alur Penelitian

Mulai

 Data Tanah dan Data Gambar Perencanaan


Gedung Parkir
 Fungsi Bangunan Gedung Parkir
 Mutu Bahan yang dipakai dalam Perencanaan

Analisa
Perencanaan/
Perancangan “PeraturanPembebanan
Indonesia Untuk Gedung”
(SNI 1727-2019)
Analisa Pembebanan

(Atap, Balok, Plat, Tangga, “TataCaraPerencanaan


Pondasi, Pondasi) Persyaratan Beton Struktural
Bangunan Gedung dan
Penjelasan”
Perhitungan Struktur
(SNI 2847-2019)
Atap, Balok, Pelat, Tangga,
Pondasi, Tahan Gempa “SpesifikasiUntukBangunan Gedung
Baja Struktural”
(SNI 1729-2015)
Kontrol Kekuatan Ya
“Tata Cara Perencanaan
Kontrol
SelesaiDimensi Struktur Tidak Ketahanan Gempa untuk Struktural
Bangunan Gedung danNon
Gedung”
Gambar Kerja dan Detail (SNI 1726-2019)
Gambar kerja

48
3.4 JADWAL KEGIATAN

Bulan ke - 1 Bulan Ke - 2 Bulan Ke -3


No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan Gambar
1 Denah dan Tampak √ √
Gedung

Pembuatan Proposal
2 Tugas Akhir (BAB I, √ √ √
BAB II, BAB III)

3 Gambar Shop Drawing √ √ √ √ √


Perhitungan
4 Perencanaan √ √ √ √ √ √
Struktur (BAB IV)

5 Penutup (BAB V) √ √

6 Penjilidan √ √

49
BAB 4
PERHITUNGAN STRUKTUR

4.1 Rencana Atap

1050

= IKATAN ANGIN
= TRACKSTANG
= KUDA - KUDA
105

105

105

105

105

105

143
105

145

145

= GORDING
KETERANGAN :
320

540

KK
IA

TR
IA
G
TR
220

G
320

KK

KK

640
1820

1820
320

KK

KK
320

KK

KK
640
320

600

450
1050

Gambar 4.1 Pemodelan Rangka Atap tampak atas


Keterangan :
L = List Plang G = Gording
N = Nok KU = Kuda – kuda Utama
IA = Ikatan Angin T = Treckstang

50
4.1.1 Pedoman Perhitungan Atap
Dalam perencanaan atap, adapun pedoman yang dipakai, sebagai berikut:
1. Pedoman Perencanaan Pmbebanan Untuk Rumah dan Gedung (PPPURG
1987)
2. SNI 03 – 1729- 2019. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan
Gedung.

4.1.2 Perencanaan Gording


Pada perencanaan gording, tahapan dalam perencanaan meliputi: data-data
teknis, pembebanan gording, kombinasi dan kontrol kekuatan profil baja pada
gording.Gording yang dihitung adalah gording yang memiliki bentang paling
panjang dan menerima beban paling besar.

3800

10500

Gambar 4.2 Gambar perencanaan jarak antar gording

4.1.2.1 Data-data Perencanaan Gording


Bentang kuda-kuda = 10.50 m
Jarak kuda-kuda = 3,03 m
Jarak antar gording = 1,20 m
Sudut kemiringan atap = 30°
Sambungan = Baut
Profil gording = lip channels in fron to front
arrangement
= ( 2C.125.100.20.3,03 )
Berat gording = 12.30kg/m
Modulus Elastisitas (E) = 200.000 Mpa

51
Modulus geser ( G ) = 80.000 Mpa
Poisson ratio ( m ) = 30 %
Koefisien muai ( at ) = 1,2 * 10-6
(pasal 5.1.3, SNI 03- 1729- 2002, hal 9)
Mutu baja = BJ 37
Tegangan leleh ( fy ) = 240 Mpa
Tegangan Ultimit ( fu ) = 370 Mpa
Tegangan dasar = 160 Mpa
Peregangan minimum = 20 %
(tabel 5.3, SNI 03- 1729- 2002, hal11)
Penutup atap (genting) = 50 kg/m2
Berat per unit volume (baja) = 7.850 kg/m3
Plafond eternit + penggantung = 11+7 = 18 kg/m2
(PPURG 1987, hal 6 )
Beban hidup gording = 100 kg
(PPURG 1987, hal 7 )
Tekanan tiup angin = 25 kg/m2
(PPURG 1987, hal 18 )
4.1.2.2 Pembebanan gording
a. Beban mati
Beban mati adalah beban merata yang diakibatkan oleh berat sendiri dan beban-
beban tetap permanen, adapun gambar pemodelan pembebanan yang diterima oleh gording
sebagai berikut :

52
LUAS LUAS

L
PEMBEBANAN PEMBEBANAN
L 2,31 m

1
2
1,2
L

L
1
2
L
L 2,31 m

1
2
1,2
L

GORDING GORDING

L
1
2
KUDA2 UTAMA KUDA2 UTAMA

LL
3,53,03
m L 3,5 m
L 3,03

Gambar 4.4 Pemodelan luas penerimaan beban terhadap gording akibat


Beban Mati merata

1. Berat gording baja kanal = 12,30 kg/m


2. Berat atap = 50 kg/m2 x 1.2 m = 60 kg/m
3. Berat trekstang (10% x 5,14) = 0,514 kg/m
q total = 72.814 kg/m

qx = q . sin α = 72.814 sin 30˚ = 36.407 kg/m


qy = q . cos α = 72.814 cos 30˚ = 63.10 kg/m

qx =36.407
kg/m

l :3,03m

qy =63.10 kg/m

l :3,03m

53
Gambar 4.5 Pembebanan Beban Mati merata

MDx = 1/8 . qx . L2
= 1/8 . 36.407 kg/m . 3,032 m
= 41.781 kg.m

MDy = 1/8 . qy . L2
= 1/8 . 63.10 kg/m . 3,032 m
= 72.414kg.m

b. Beban Hidup
Menurut PPPURG 1987 Beban hidup adalah beban terpusat dari seseorang pekerja
atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum P = 100 kg yang
diletakkan pada tengah bentang dari panjang gording.
Px = P . sin α = 100 sin 30˚ = 50 kg
Py = P . cos α = 100 cos 30˚ = 86,603 kg

Px = 50 kg

l :3,03m

Py = 86,603 kg

l :3,03m

Gambar 4.7 Pembebanan Beban Hidup terpusat

MLx = 1/4 . Px . L
= 1/4 . 50 kg/m . 3,03 m
= 37.875 kg.m
MLy = 1/4 . Py . L
= 1/4 . 86,603 kg/m . 3,03 m

54
= 65.60 kg.m (Teknik Sipil, hal 68)

c. Beban Angin
Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif (tekan) dan
tekanan negatif (hisap), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau.Dalam
perhitungan ini dipakai tekanan tiup minimum W = 25 kg/m2, dikarenakan tidak termasuk
dalam situasi yang terjadi pada ayat-ayat (2),(3), dan (4) yang tertulis pada PPPURG 1987.

Gambar 4.8 Pemodelan Beban Angin

Atap segi-tiga dengan sudut kemiringan α < 650


Koefisien angin tekan = ((0,02 . α 0) – 0,4) = 0,2
= ((0,02 . 30 0) – 0,4) = 0,2
Koefisien angin hisap = - 0,4
(PPPURG, hal 21 )
Beban angin tekan (Wt) = 0,2 . 25 . 1.20 =6 kg/m
Beban angin hisap (Wh) = -0,4 . 25 . 1.20 = -12 kg/m

Karena beban angin bekerja tegak lurus sumbu y, sehingga hanya ada My
Angin tekan: My = 1/8 . Wt . L2
= 1/8 . 6. 3,032
= 6.88 kg.m
Angin hisap: My = 1/8 . Wh . L2
= 1/8 . -12 . 3,032
= -13.77 kg.

55
d. Kombinasi pembebanan Gording

1. U = 1,4 D
Ux = 1,4 (41.781 ) MDx = 63.450 kg.m
Uy = 1,4 (72.414 ) MDy = 109.896 kg.m
2. U = 1,2 D + 0,5 La
Ux = 1,2 (41.781 ) + 0,5 (37.875) = 84.385 kg.m
Uy =1,2 (72.414 ) + 0,5 (65.60 ) = 128.840 kg.m
3. U = 1,2 D + 1,6 La
Ux = 1,2 (41.781 ) + 1,6 (37.875) = 150.385 kg.m
Uy =1,2 (72.414 ) + 1,6 (65.60 ) = 205.048 kg.m
4. U = 1,2 D + 1,6 La + 0,8 W
Ux = 1,2 (41.781 ) + 1,6 (37.875) + 0,8 (6.88 ) = 150.385 kg.m
Uy = 1,2 (72.414 ) + 1,6 (65.60 ) + 0,8 (-13.77) = 219.196 kg.m
5. U = 1,2 D + 1,3 W + 0,5 La
Ux = 1,2 (41.781 )+ 1,3 (6.88 ) + 0,5 (37.875) = 84.385 kg.m
Uy = 1,2 (72.414 ) + 1,3 (-13.77) + 0,5 (65.60 ) = 151.830 kg.m
6. U = 0,9 D ± 1,3 W
Arah x,
Ux = 0,9 (41.781 ) + 1,3 (6.88 ) = 40.79 kg.m
Ux = 0,9 (41.781 ) - 1,3 (6.88 ) = 40.79 kg.m
Arah y,
Uy = 0,9 (72.414 ) + 1,3 (-13.77) = 79.932 kg.m
Uy = 0,9 (72.414 ) - 1,3 (-13.77) = 51.345 kg.m

(pasal 6.2.2, SNI 03- 1729- 2002, hal 13)

56
Tabel 4.1 rekap kombinasi pembebanan

No Kombinasi Beban Arah x (kg.m) Arah y (kg.m)


.

1 U = 1,4 D 63.450 109.896

2 U = 1,2 D + 0,5 La 84.385 128.840

3 U = 1,2 D + 1,6 La 150.385 205.048

4 U = 1,2 D + 1,6 L + 0,8 W 150.385 219.196

5 U = 1,2 D + 1,3 W + 0,5 La 84.385 151.830

6 U = 0,9 D ± 1,3 W 40.79 79.932

40.79 51.345

Jadi momen maksimum yang diperhitungkan :


Mux = 150,385 kg.m = 150,385.104 N.mm
Muy = 219,196 kg.m = 219,196.104 N.mm

4.1.2.3 Kontrol Terhadap Tegangan


Digunakan profil baja lip channels in front to front arrangement C.125.100.20.3,03
dengan data-data sebagai berikut:
Ix = 362 cm4 = 362.104 mm4
Iy = 225 cm4 = 225.104 mm4
Zx = 58 cm4 = 58.103 mm4
Zy = 45 cm4 = 45.103 mm4
Menurut : Ir Rudi Gunawan
y
1. Cek kelangsingan elemen
t

Perbandingan lebar terhadap tebal ()


C

(Tabel 7.5-1 SNI 03- 1729- 2002, hal 31)


b 100
f = = = 15,625 X
a

2tf 2. 3,03
500 500
p= = = 32,275
√ fy √ 240
b
57
625 625
r= = = 40,344
√ fy √240
Karena :  < p < r………Termasuk Penampang kompak

(pasal 8.2.3, SNI 03- 1729- 2002, hal 36)

2. Kontrol momen terhadap Tahanan Momen nominal

Kapasitas Tahanan Moman Sayap

Mnx = Mp = Zx . fy

Mnx = Mp = 58 .103 x 240

Mnx = Mp = 13920 (103) N.mm

Mnx = Mp = 1392 (104) . 0,9 > Muy = 219,196.104 N.mm

Mnx = Mp = 1392 (104) N.mm > Muy = 219,196.104 N.mm …… OK

Kapasitas Tahanan Moman Badan

Mny = Mp = Zy x fy

Mny = Mp = 45.103 x 240

Mny = Mp = 10800 .103 N.mm . 0,90 > Mux = 150,385.104 N.mm

Mny = Mp = 1080 (104) N.mm > Mux = 150,385.104 N.mm ……OK

Untuk mengatasi masalah puntir maka sumbu lemah pada gording (Mny) dapat
dibagi 2 sehingga :

Muy Mux
+ ≤ 1,0
∅ b . Mnx ∅ b . Mny /2
4 4
219,196 . 10 150,385. 10
+ ≤ 1,0
0,9.1392 . 10 0,9. 1080 .10 4 /2
4

0.174 + 0,310 = 0,484 ≤ 1,0 …….OK

58
4.1.2.4 Kontrol lendutan
Digunakan profil baja lip channels in front to front arrangement
2C.125.100.20.3,03 dengan data-data sebagai berikut: y

t
C
Ix= 362 cm4 = 362.104 mm4
Iy= 225 cm4 = 225.104 mm4
X

a
E = 2 x 106 kg/cm2
1 Mpa = 10 kg/cm2

1. Akibat beban mati b

5. MDx .l 2 5. 45.21.10² . 3202


fx= = =0,107 cm
48. E . Iy 48 . 2 .10 6 .225
5. MDy . l2 5 .78,497 . 10².3202
fy= = =0,116 cm
48. E . Ix 48 . 2 .10 6 .362

2. Akibat beban hidup


3 3
Px .l 86,603 . 320
fx= = =0,131cm
48. E . Iy 48 .2 . 106 .225
Py .l 3 50 .320 3
fy= = =0,07 cm
48. E . Ix 48 .2 . 106 .362

3. Akibat beban angin


2 2
5. Mx . l 5 .0 .10² . 320
fx= = =0 cm
48. E . Iy 48 .2 . 106 .225
5. My . l 2 5. 7,142. 10².3202
fy= = =0,0010 cm
48. E . Ix 48 .2 . 106 .362

4. Lendutan kombinasi
fx total = 0,107 + 0,131 + 0,000 = 0,238 cm
fy total = 0,116+ 0,070+ 0,0010 = 0,1870 cm

Syarat lendutan

( f ijin= 360l = 320


360
=0,888 cm ) > ( f yang timbul=√ 0,238 + 0,187 =0,302cm )
2 2

59
Profil Aman Terhadap Lendutan…….OK
(SNI 03- 1729- 2002, hal 15)
4.1.3 Perhitungan Trekstang Gording
Batang tarik ( Trekstang ) berfungsi untuk mengurangi lendutan gording
sekaligus untuk mengurangi tegangan lendutan yang timbul.Beban beban yang
dipikul oleh trackstang yaitu beban-beban yang sejajar bidang atap, maka gaya
yang bekerja adalah gaya tarik. Treckstang yang akan dipakai sebanyak 1 (satu)
buah tepat pada tengah bentang gording. Dimana, diketahui data treckstang adalah
sebagai berikut :
Beban merata terfaktor pada gording (qx) = 35,407kg/m

Beban terpusat teraktor pada gording (Px) = 50 kg

Lx = ( 3,03 m / 2 ) = 1,6 m

Tegangan leleh baja (Fy) = 240 Mpa

Tegangan ultimit / tarik putus baja (Fu) = 370 Mpa

Treckstang

Ikatan angin

Kuda-kuda

Gording

3,5 m
3,03 3,5 m
3,03
1,75
m 1,75 1,75m 1,75
Gambar 4.9 Peletakkan treckstang

1. Pembebanan Treckstang
P total = ( qx . Lx ) + Px
= ( 35,407 kg/m . 1,6 m ) + 50 kg

60
= 106.651 kg
2. Dimensi Treckstang

P total 106.651kg
Fn =
σ
= 1600
= 0,07 cm2

Fbr = 125 % . Fn = 1,25 . 0,07= 0,083 cm2


Fbr = ¼ . π .d2 , dimana :

d =
√ 4 . Fbr
π
=
√ 4 .0,083
3,14
= 0,325 cm

Maka batang tarik yang dipakai adalah  8 mm

4.1.4 Perhitungan Ikatan Angin


Ikatan angin hanya bekerja menahan gaya normal ( axial ) tarik
saja.Adapun cara kerjanya adalah apabila salah satu ikatan angin bekerja sebagai batang
tarik, maka yang lainnya tidak menahan gaya apa-apa.Sebaliknya apabila arah angin
berubah, maka secara bergantian batang tersebut bekerja sebagai batang tarik.
ß = arc tan (1.16 . 3 ) / 3,03 W Nx
=47,400 ~ 48o o

Nx = w
w 25 .(1,20.3) N Ng
N = = = 119,36 kg
cos ß cos 48
N 119,35
Fn = = = 0,0745 cm2
σ 1600
Fbr = 125 % . Fn = 1,25 . 0,0745 = 0,093 cm2
Fbr = ¼ .π.d2

d =
√ 4 . Fbr
π
=
√ 4 .0,093
3,14
= 0,344 cm

Maka ikatan angin yang dipakai adalah  10 mm

4.1.5 Perencaan kuda-kuda


Pada perencanaan kuda-kuda, tahapan dalam perencanaan meliputi : data-data
teknis, pembebanan kuda-kuda, dan kontrol kekuatan profil pada kuda-kuda.

61
4.1.6 Data-data Kuda-kuda
Bentang kuda-kuda = 10,50 m
Jarak kuda-kuda = 3,,03 m
Jarak gording = 1,20 m
Sudut kemiringan atap = 30°
Sambungan = Baut
Berat gording = 2C.125. 100 . 20 . 3,03
= 12,30 kg/m
Modulus Elastisitas (E) = 200.000 Mpa
Modulus geser ( G ) = 80.000 Mpa
Poisson ratio ( m ) = 30 %
Koefisien muai ( at ) = 1,2 * 10-6
(SNI 03- 1729- 2002, hal 9)
Mutu baja = BJ 37
Tegangan leleh ( fy ) = 240 Mpa
Tegangan Ultimit ( fu ) = 370 Mpa
Tegangan dasar = 160 Mpa
Peregangan minimum = 20 %
(SNI 03- 1729- 2002, hal 11)
Penutup atap genting = 50 kg/m2
Berat per unit volume (Baja) = 7.850 kg/m3
Plafond eternit + penggantung = 11+7 = 18 kg/m2
(PPURG 1987, hal 6 )
Beban hidup gording = 100 kg
Tekanan tiup angin = 25 kg/m2
(PPURG 1987, hal 7&13)
4.1.7 Pembebanan kuda-kuda
Pembebanan kuda – kuda meliputi beban mati berupa beban penutup atap,
gording dan beban plafond dengan penggantungnya.Beban hidup berupa beban
pekerja yang bekerja pada buhul kuda-kuda , kemudian beban angin yang
diklasifikasikan dengan daerah jauh dari laut atau pantai, dan daerah yang dekat
dengan laut, pantai atau perbukitan.
4.1.7.1 Akibat beban mati

62
a. Akibat berat penutup atap dan Berat gording
Beban permanen yang bekerja pada kuda-kuda akibat dari benda yang berada
diatasnya berupa atap yang diasumsikan dengan menggunakan penutup genting dan
rangkanya seperti usuk dan reng disimbulkan dengan ( B A ). Sedangkan beban
gording adalah Beban permanen yang timbul dari berat profil baja yang
difungsikan sebagai gording.dimana dalam perhitungan digunakan gording baja
profil lip channels in front to front arrangement 2C.125.100.20.3,03 dengan Berat
jenis 12,30 kg/m disimbulkan dengan ( BG ).
 Pembebanan pada bentang sisi kiri 3,03 m dan sisi kanan 3,03 m

Gambar 4.10 Pemodelan Beban Titik Pada Titik Buhul

LUAS
L
L 2,31 m

PEMBEBANAN
1
2
L 1,2
m

L
2
1

63
L
L 2,31 m

1
2

1 1 1 1
L L L L
L

2 2 2 2
2
1
GORDING

L 3,5 m L 3,5 m

1,12m
L

L 3,03 m L 3,03 m

Gambar 4.11 Pemodelan luasan Beban pada titik buhul akibat berat atap dan
gording Pada P1
BA = Bj penutup atap x ( ½ .1,20 + ½ .1,20 ) x ( ½ . 3,03 + ½ . 3,03 )
= 50 kg/m2 x 1,20 m x 3,030 m
= 185,6kg/join
BG = berat jenis gording x ( ½ . 3,03 + ½ . 3,03 )
= 12,30 kg/m x 3,030 m
= 39,36 kg/join
P1 = BA + BG
= 185,6 + 39,36 kg/join = 224,94 kg/join

KUDA2 UTAMA
L 1,02
m

GORDING
L 2,31
m

LUAS
L
L 1,02

PEMBEBANAN
2
1
L 2,31 m
m

L 0,1 m
1
2

1m

1 1 1 1
2L 2 L 2L 2L

L 3,5 m L 3,5 m

L 3,03 L 3,03 m
m

Gambar 4.12 Pemodelan luasan Beban pada titik buhul akibat berat atap dan
gording Pada P2

BA = Bj penutup atap x ( ½ .1,20+0.1 ) x ( ½ . 3,03 + ½ . 3,03 )

64
= 50 kg/m2 x 0,7 m x 3,030 m
= 108,8kg/join
BG = berat jenis gording x ( ½ . 3,03 + ½ . 3,03 )
= 12,30 kg/m x 3,03 m
= 39,36 kg/join
P2 = BA + BG
= 108,8 + 39.36 kg/join = 148.16 kg/join

Gambar 4.13 Beban yang diterima tiap titik buhul akibat beban penutup atap
dan gording.

b. Akibat berat plafond


Beban yang timbul akibat adanya berat dari plafon yang digantungkan pada
dasar kuda-kuda.Beban tersebut dapat dijadikan beban merata pada batang bagian
bawah kuda-kuda atau dijadikan beban titik pada setiap join bagian bawah kuda-
kuda.
 Pembebanan pada bentang sisi kiri 3,03 m dan sisi kanan 3,03 m

Bp = Berat jenis plafon x ( ½ . 1 + ½ . 1 ) x ( ½ . 3,03 + ½ . 3,03 )


= 18 kg/m2 x 2.5 m x 3,03 m
= 158 kg / join

½ Bp = ½ . 158 kg / join
= 79 kg / join

65
Gambar 4.28 Beban yang diterima tiap titik buhul akibat
Berat plafon dan penggantungnya.
5 Akibat berat sendiri kuda-kuda
Beban permanen yang timbul dari berat profil baja yang difungsikan sebagai kuda-
kuda. Beban terhitung secara manual dalam Program SAP, dalam perencanaan ini
menggunakan profil baja double Angel.Pada pembebanan akibat berat sendiri
disimbulkan dengan huruf (BK).
6 Beban Hidup
Beban hidup adalah beban terpusat yang terjadi karena beban manusia yang bekerja
pada saat pemasangan rangka atap dan pemasangan penutup atap dengan berat
minmum per titik buhul diambil P = 100 kg , namun beban ini dalam analisa
perhitungan tidak dibebankan pada semua titik buhul yang ada, namun hanya
beberapa titik buhul, sesuai dengan jumlah pekerja dan tukang yang dibutuhkan
saat pekerjaan pemasangan rangka atap dan penutup atap.
7 Beban Angin

Beban angin adalah beban yang timbul dari hembusan angin yang diasumsikan
pada daerah perbukitan atau jauh dari kawasan pantai dengan besaran minimum W
= 25 kg/m2 pada keadaan normal,berikut gambar pemodelan dari beban angin

Gambar 4.36 Pemodelan pembebanan akibat beban angin.

66
Dalam analisa perhitungan, beban angin disederhanakan menjadi dua arah
pembebanan, yaitu pembebanan arah vertikal dan horisontal.Berikut gambar
penyederhanaan beban angin untuk analisa perhitungan.

Gambar 4.37 Penyederhanaan pembebanan beban angin.

a. Pembebanan pada bentang sisi kiri 3,03 m dan sisi kanan 3,03 m

LUAS
L
L L2,31 m

PEMBEBANAN
1
2
1,120

L
1
2
L
L m

2
1
1,20
L 2,31

1 1 1 1
L L L L
L

2 2 2 2
1
2

KUDA2 UTAMA

GORDING

LL3,5
3,03mm L 3,5
L 3,03mm

Gambar 4.38 Luasan penerimaan beban angin pada buhul yang menerima
beban PtV1,PtH1 dan PhV1,PhH1

67
 Akibat angin tekan
Coefisien angin tekan ( Cw+) = 0,02 ά – 0,4
= 0,02 (30) – 0,4 = 0,2
(PPPURG, hal 21 )
W tekan = Cw+ x W x ( ½ . 1,20 + ½ . 1,20 ) x ( ½ . 3,03 + ½ . 3,03 )
= 0,2 x 25 kg/m2 x 1,13 m x 3,030 m
= 18,08 kg/join
P tekan = 18,08 kg/join
PtV1 = 18,08 x cos 30 = 16,11 kg/join
PtH1 = 18,08 x sin 30 = 8,21 kg/join
 Akibat angin Hisap
Coefisien angin hisap ( W-) untuk semua sudut adalah -0,40
(PPPURG, hal 21 )
W hisap = Cq x W x ( ½ . 1,20 + ½ . 1,20 ) x ( ½ . 3,03 + ½ . 3,03 )
= -0,4 x 25 kg/m2 x 1,20 m x 3,030 m
= - 37,12 kg/join
P hisap = - 37,12 kg/join
PhV1 = - 37,12 x cos 30 = - 33,10 kg/join
PhH1 = - 37,12 x sin 30 = - 16,85 kg/join
 Beban pada PhV3 dan PhH3
PhV3 = PtV1 + PhV1
= 16,11 kg + (- 33,10 ) kg
= -17 kg
PhH3 = PtH1 + PhH1
= 8,21 kg + 16,85 kg
= 25,1 kg

68
L 2,31 m
LUAS

L
L 1,20
PEMBEBANAN

1
2
m

L
1
2
m m

L
L 1,20

2
1
L 2,31
1 1 1 1
L L L L

L
2 2 2 2

2
1
KUDA2 UTAMA

GORDING

LL 3,03
3,5 mm L 3,5
L 3,03mm

Gambar 4.39 Luasan penerimaan beban angin pada buhul yang menerima
beban PtV2,PtH2 dan PhV2,PhH2.

 Akibat Angin Tekan


W tekan = Cw+ x W x ( ½ . 1,20 + 1 ) x ( ½ . 3,03 + ½ . 3,03 )
= 0,2 x 25 kg/m2 x 1,58 m x 3,030 m
= 25,28 kg/join
P tekan = 25,28 kg/join
PtV2 = 25,28 x cos 30 = 22,524 kg/join
PtH2 = 25,28 x sin 30 = 11,477 kg/join
 Akibat Angin Hisap
W hisap = Cq x W x ( ½ . 1,20 + 1 ) x ( ½ . 3,03 + ½ . 3,03 )
= -0,4 x 25 kg/m2 x 1,58 m x 3,030 m
= - 50,56 kg/join
P hisap = - 50,56 kg/join
PhV2 = - 50,56 x cos 30 = - 45,05 kg/join
PhH2 = - 50,56 x sin 30 = - 22,953 kg/join

69
Gambar 4.40 Beban yang diterima tiap titik buhul akibat beban angin.

7.1.1 Kontrol Desain Kuda-Kuda Utama


1. Perhitungan Lendutan Ijin Kuda-Kuda Utama

Gambar 4.50. Model kerangka atap dalam model 3D.

Gambar 4.51 Kerangka kuda-kuda utama dan profil yang digunakan

70
Dari perhitungan yang menggunakan Aplikasi SAP 2000.v.14, maka didapatkan gaya batang
maksimal, reaksi tumpuan, dan lendutan yang terjadi pada rangka kuda-kuda tersebut yang
disebabkan oleh berbagai kombinasi pembebanan.

Cek lendutan rangka kuda-kuda utama


Dari perhitungan analisis yang munggunakan Aplikasi SAP 2000 V.14 didapat lendutan
terbesar yang terjadi pada joint object / element 34, dengan besarnya lendutan tiap kombinasi
adalah sebagai berikut :
 Kombinasi 1,4D

Gambar 4.52Hasil lendutan dari SAP 2000.v.14 kombinasi 1,4D

δ (join object 34) = √ U 12+U 22 +U 32


= √ 0,9562 +0,02 +14,25222
= 14,284 mm

71
 Kombinasi 1,2D+0,5L

Gambar 4.54Hasil lendutan dari SAP 2000.v.14 kombinasi 1,2D+0,5L

δ (join object 34) = √ U 12+U 22 +U 32


= √ 0,85972 +0,00022 +12,97872
= 13 mm
 Kombinasi 1,2D+1,6L+0,8W

Gambar 4.56 Hasil lendutan dari SAP 2000.v.14 kombinasi 1,2D+1,6L+0,8W

δ (join object 34) = √ U 12+U 22 +U 32


= √ 1,0672 +0,02 +14,4042
= 14,439 mm

72
perhitungan lendutan diatas, lendutan terbesar terjadi pada kombinasi
1,2D+1,6L+0,8W dimana sebesar 14,439 mm, maka :

δ ( lendutan ijin) = L / 360 = 24000 / 360 = 66,667 mm


δ ( lendutan ijin) > δ (lendutan yang terjadi)
66,667 mm > 14,439 mm ………………..OK

2. Perhitungan perencanaan sambungan baut pada plat buhul


Dari hasil Analisis menggunakan SAP2000v.14 dipilih gaya batang ( P aksial )
terbesar yang bekerja pada rangka batang kuda-kuda utama.
Perhitungan jumlah baut yang dibutuhkan dihitung pertitik buhul pada rangka batang
kuda-kuda utama.Perhitungan ini berpedoman pada buku dari “Agus Setiawan,
Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (berdasarkan SNI 03-
1729-2002).

Gambar 4.60 Rangka kuda-kuda dan titik buhulnya yang memiliki gaya dalam
paling besar.

73
Tabel 4.2 Rekap Besarnya gaya batang Hasil Analisis SAP2000v.14

Profil Baja P aksial (+) P aksial (-)


No.Batang Tarik / Tekan
mm Kg kg

4 2L.65.65.9 - -5417,280 Tekan

5 2L.65.65.9 - -5344,614 Tekan

6 2L.65.65.9 - -4824,325 Tekan

7 2L.65.65.9 - -4173,765 Tekan

8 2L.65.65.9 - -3504,45 Tekan

9 2L.65.65.9 - -5417,280 Tekan

10 2L.65.65.9 - -5344,614 Tekan

11 2L.65.65.9 - -4824,325 Tekan

12 2L.65.65.9 - -4173,765 Tekan

13 2L.65.65.9 - -3504,45 Tekan

14 2L.65.65.9 790,22 - Tarik

15 2L.65.65.9 418,708 - Tarik

16 2L.65.65.9 - -74,443 Tekan

17 2L.65.65.9 - -581,679 Tekan

18 2L.65.65.9 - -1107,017 Tekan

19 2L.65.65.9 - -581,679 Tekan

20 2L.65.65.9 - -74,443 Tekan

21 2L.65.65.9 418,708 - Tarik

22 2L.65.65.9 790,922 - Tarik

74
Dimanan diketahui :

Tu = beban tarik terfaktor (kg).

Ag = Luas penampang kotor (mm2).

An = Luas penampang netto (mm2).

Ae = Luas penampang efektif (mm2).

Rn = Tahanan baut (kg).

Ø = factor tahanan 0,90 (kondisi leleh) ; 0,75 (kondisi fraktur).

db = diameter baut pada daerah tak berulir (mm).

tp = Tebal plat (mm).

fu = kuat tarik putus terendah dari baut atau plat.

fub = kuat tarik baut pada tahanan geser (Mpa).

fup = kuat tarik baut pada tahanan tumpu (Mpa).

m = jumlah bidang geser.

r1 = 0,50 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser.

r2 = 0,40 untuk baut dengan ulir pada bidang geser.

lp = lebar pelat (mm)

 Perhitungan perencanaan sambungan


Gaya aksial terbesar yang bekerja (Tu) = 5.417,28 kg
Digunakan :
Plat profil baja 2L.65.65.9 dengan pelat buhul penyambung ukuran 10 x 65 mm,
dengan mutu baja masing-masing BJ 37,dimana :
- Fy = 240 Mpa
- Fu = 370 Mpa
Ø12.7 mm
Baut penyambung dengan mutu baut A325, dimana 2L.65.65.9

- db = 25,4 mm
- fub = 825 Mpa plat buhul
16 x 65

75
Sambungan pelat dengan profil baja termasuk jenis sambungan 2 bidang geser.
9 x5x65
65
16 x10x65
65
Tu/2
Tu
Tu/2

9 x5x65
65

Gambar 4.61 sambungan 2 bidang geseran

Pelat tengah (16 x 65 mm ) menentukan dalam perhitungan kekuatan :

Ag = tp x lp = 10 mm x 65 mm = 650 mm2

An = [ Ag – 2 . (db + 2).tp]

= [650 – 2.(12,7 + 2).10] = 356 mm2

Max An = 0,85 .Ag = 0,85 x 650 = 552,5 mm2

Ae = An = 356 mm2

Tahanan Nominal Pelat ( Ø.Tn) :

Leleh : Ø.Tn = Ø.fy.Ag = 0,90.(240).(650) = 14.040 kg

Fraktur : Ø.Tn = Ø.fu.Ae = 0,75.(370).(356) = 9.879 kg

CEK kekuatan tahanan pelat (Ø.Tn) terhadap beban aksial terfaktor (Tu) yang
terjadi :

Dari perhitungan tahanan nominal pelat diatas, digunakan yang terkecil yaitu keadaan
fraktur = 9.879 kg yang menentukan.

Ø.Tn > Tu

(9.879 kg) > (5.417,28 kg) ……………OK

76
Maka digunakan pelat 10 x 65 mm dengan mutu baja BJ37 untuk pelat penyambung atau
pelat buhul

 Perhitungan perencanaan baut

Digunakan baut dengan mutu A325, dimana :

- db = 12,7 mm
- fub = 825 Mpa
- fup = 370 Mpa
- m =2
- tp = 10 mm

Tahanan Nominal baut (Ø.Rn) :

Geser : Ø.Rn = Ø.0,5.fub.m.Ab = 0,75.(0,5).(825).(2).(1/4.π.12,72)

= 78341.58 N/baut

= 7834,158 kg/baut

Tumpu : Ø.Rn = Ø.2,4.db.tp.fup = 0,75.(2,4).(12`,7).(10).(370)

= 84582 N/baut

= 8458,2 kg/baut

Maka untuk perhitungan jumlah baut yang dibutuhkan digunakan Tahanan


Nominal geser = 7834,158 kg/baut.

 Perhitungan perencanaan jumlah baut yang dibutuhkan

Pada Batang 14 dan 22

Dimana :

- Digunakan Profil 2L.65.65.9


- Plat buhul penyambung 10 x 65 mm
- db = 12,7 mm

77
- gaya batang yang diperhitungkan, Tu : 5.417,28 kg
- Tahanan nominal baut (Ø.Rn) : 7834,158 kg/baut
Tu
Σ baut diperlukan =
Ø . Rn
5.417,28 kg
=
7834,158 kg/baut

= 0,69 baut ~ 2 baut

Pemasangan penempatan jarak baut :

Dimana diketahui :

- S = Jarak antara titik pusat baut dengan baut


- S1 = Jarak antara titk pusat baut dengan ujung terluar pelat

3db < S < 15tp atau 200 mm

3.12,7 mm < S < 15.10 mm atau 200 mm

38,10 mm < S < 150 mm atau 200 mm

S = 50 mm

1,5db < S1 < (4tp + 100 mm) atau 200 mm

1,5.12,7 mm < S1 < (4.10 mm + 100 mm) atau 200 mm

19,05 mm < 32,50 < 140 mm atau 200 mm

S1 = 32,50 mm
32,5

S1
32,5

S1

S1 S S1
32,5 50 32,5

Gambar 4.62 penempatan jarak baut satuan dalam mm

78
Cek Keruntuhan Geser Blok :

32,5
S1

32,5
S1

S1 S S1
32,5 50 32,5

Gambar 4.63 kemungkinan keruntuhan geser blok

Anv = [82,5-1,5.(12,7+2)].(10) = 604,5 mm2

0,6.fu.Anv = 0,6.(370).(604.5) = 13.4199 kg

Ant = [30-0,5.(12,7+2)].(10) = 226,5 mm2

Fu.Ant = 370.(226,5) =8380,5 kg

Karena 0,6.fu.Anv > Fu.Ant , maka kondisi geser fraktur tarik menentukan :

Ø.Rbs = 0,6.fu.Anv + fy.Agr

Rbs = Ø.( 0,6.fu.Anv + fy.Agr )

= 0,75.( 0,6.(370).(604.5) + (240).(60).(10))

= 10.861,87 kg

Cek terhadap gaya yang diterima :

Ø.Rbs > Tu

10.861,87 kg> 5.417,28 Kg OK

Maka digunakan jarak antara baut ke baut (S) = 50 mm, dan jarak antara titik pusat
baut dengan tepi baja (S1) = 32,5 mm
Maka digunakan jarak antara baut ke baut (S) = 50 mm, dan jarak antara titik pusat
baut dengan tepi baja (S1) = 32,5 mm Karena batang kuda-kuda menggunakan satu
jenis saja, kemudian baut penyambung dan pelat buhul/plat penyambung yang
digunakan sama dan gaya terbesar adalah 5.417,28 kg hanya menggunakan 2 baut
dalam perhitungan analisa, maka semua batang disamakan menggunakan 2 baut dan

79
dengan jarak yang sama dalam perhitungan analisa, berikut table baut yang dibutuhkan
untuk setiap batang :
3. Perhitungan Perencanaan Plat Kopel pada Batang Tekan
Diketahui tegangan tekan terbesar ( Nu ) adalah 5.417,28 kg terjadi bada batang
dengan panjang 1,20 m, digunakan profil 2L.65.65.9 dengan mutu baja BJ 37 dan plat
kopel menggunakan baja dengan mutu BJ37.Tumpuan dianalisiskan dengan sendi –
sendi.
Perhitungan ini dianalisiskan sebagai komponen struktur tekan tersusun, diamana
komponen struktur tekan tersusun itu sendiri adalah komponen tekan yang tersusun
dari dua atau lebih profil, yang disatukan dengan menggunakan pelat kopel.Analisis
kekuatannya harus dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan. Sumbu
bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen komponen struktur tersebut,
sedangkan sumbu bebas bahan adalah sumbu yang sama sekali tidak, atau hanya
memotong sebagian dari elemen komponen struktur tersebut. Berikut analisis
perhitungannya.
Data profil L.65.65.9 :
tp
Ag = 1100 mm2
ex = 19,3 mm 9

ey = 19,3 mm
65

Ix = 41,3 x 104 mm4


ex

Iy = 41,3 x 104 mm4


rx = 19,4 mm
ey ey
ry = 19,4 mm 65
rmin = 12,5 mm
tp = 10 mm

Gambar 4.66 pemasangan pelat kopel

Penyelesaian :
L k = 2.31 m

Periksa kelangsingan penampang :

b 65
Flens = = = 7,222
t 9
200 200
= = = 12,91
√ fy √240
80
= 7,222 < 12,91 ( penampang tidak kompak )
Web = Tidak ada syarat
Kondisi tumpuan sendi – sendi, k = 1,0
Dicoba menggunakan 5 buah pelat kopel :
Lk 1160
L1 = = = 290
n−1 5−1
L1 290
λ1 = = = 22,83 < 50 . . . OK
rmin 12,7
Arah sumbu bahan ( Sumbu x ) :
k . Lx 1 x 1160
λx = = = 59,80
rx 19,4
λx = ( 59,80 ) > 1,2 x λ1 = (1,2 x 22,83 = 27,39) . . . . OK
Arah sumbu bebas bahan ( sumbu y ) :
Iy = 2 (λy1 + Ag ( ey + tp/2 )2)
Iy = 2 (22,83 x 104 + 1100 ( 19,3 + 10/2 )2) = 1.755.678 mm4
Aprofil = 2 x 1100 = 2200 mm2

ry =
√ Iy
Aprofil
=

1755678
2200
= 28,5 mm

k x Ly 1 x 1160
λy = = = 40,70
ry 28,5
Kelangsingan ideal :

λiy

= λ y2+
m
2
x λ1
2

λiy
√ 2
= 40,702 + x 22,83 2 = 46.665
2
λiy = ( 46.665 ) > 1,2 x λ1 ( 1,2 x 22,83 = 27,39 ) . . . . . OK
Karena λy < λx > λiy maka tekuk terjadi pada sumbu bahan ( x ) :

λcx =
λx
π
x
E √
fy 59,80
=
3,14
x
240
200.000 √
= 0,66

0,25 < λcx > 1,2 → Wx = 1,25 x λcx2


= 1,25 x 0,662
= 0,544
Nn = Ag x Fcr
fy 240
= Ag x = 1100 x = 48529,117 N = 48,529 ton
Wx 0,544

81
Nu
<1
∅ c x Nn
5.417
= 0,131 < 1 . . . OK
0,85 x 24,6154
Periksa terhadap tekuk lentur torsi :
Nnlt = Ag x Fclt

Fclt = ( Fcry+2 HFcrz ) x [ 1−√ 1− 4 x( Fcry


Fcry + Fcrz) ]
x Fcrz x H
2

GxJ
Fcrz =
A x ro2
E 200.000
G = = = 76,923 Mpa
2(1+v ) 2(1+0,30)

J
1 3
3
1
3 [ 3 1

3
3
= 2 Σ b t = 2 x x 65 x 9 + x( 65−9)9 = 58.806 mm4 ]
t 9
y0 = ex - = 19,3 - = 14,8 mm
2 2
x0 =0
Ix + Iy 41,3+ 41,3 2
r 02 = + Xo2+Yo 2 = + 0 + 14,82 = 594,494 mm2
A 2200
76923+58806
Fcrz = = 3458,6586 Mpa
2200 x 594,494
2 2
Xo +Yo 0+14,82
H =1- = 1 – = 0,6315
ro 2 594,494
Fy 240
Fcry = = = 111,8881 Mpa
ωiy 2,145

Fclt = ( 111,8881+ 3458,6586


2 x 0,6315 ) [ √ (111,8881+3458,6586) ]
x 1− 1−
4 x 111,8881 x 3458,6586 x 0,6315
2

= 2827,0362 x 0,0391
= 110,5371 Mpa
Nclt = Ag x Fclt
= 2200 x 110,5371 = 24,3182 ton
Nclt < Nn
24,3182 ton < 24,6154 ton ( jadi tekuk torsi menentukan )
ϕc x Nnlt = 0,85 x 24,3182 = 20,6705 ton

82
Nu
<1
ϕc x Nnlt
11,304
= 0,547 < 1 . . . OK
20,6705
Perhitungan dimensi plat kopel :
Syarat kekakuan plat kopel adalah harus dipenuhinya :
Ip I1
≥ 10 x
a L1
I1 = Imin = 41,3 x 104 mm4
L1 = 577,5 mm
a = 2e + tp = ( 2 x 19,3 ) + 10 = 48,6 mm
I1
Ip ≥ 10 x xa
L1
4
41,30 x 10
Ip ≥ 10 x x 48,6 mm
577,5
Ip ≥ 347.563,6364 mm4
1
Bila Ip = 2 x x t x h3 , dengan tebal pelat ( t = 10 mm ), diperoleh :
12
Ip = 347.563,6364 mm4
1
2x x t x h3 = 347.563,6364 mm4
12

h =

3 347.563,6364 x 12
2 x 10
h = 59,3009 mm ≈ 60 mm
Maka digunakan plat kopel 10 x 60 mm dengan panjang ( (2x 65) +16 = 146
mm)

16

9
65

PELAT KOPEL 10 x 60 mm

65
146 83
Gambar 4.67 pemasangan pelat kopel

4.2 Perencanaan Plat

perencanaan pelat direncanakan sama dari lantai 1 – 5 dengan penulangan sama


pada tiap-tiap lantai.

4.2.1 Pedoman Perhitungan Pelat


Dalam perencanaan pelat lantai, pedoman yang dipakai:
1. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung (PPPURG
1987)
2. SNI 03-2847-2019. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung.

4.2.2 Perhitungan Pelat


Gambar 4.68 Denah Plat

84
1. Data teknis pelat rencana:
Material beton
f.c = 30 Mpa
Berat per unit volume = 2.400 Kg/m3
Modulus elastisitas = 25.742 Mpa
Ec=4.700 √ fc → 4.700 √ 30=25.742 Mpa

2. Material tulangan
Fy = 240 Mpa
Berat per unit volume = 7.850 kg/m3
Modulus elastisitas = 200.000 Mpa
4.2.3. Menentukan syarat-syarat batas dan bentang pelat lantai

Gambar 4.70 Tampak Atas Plat Lantai

Sumber : pribadi
Plat Lx = 300 cm dan Ly = 320cm
Ly 320
β= = =1,1 < 2 menggunakan plat lantai dua arah (two way slab)
Lx 300

85
4.2.3.1 Menentukan tebal plat
Perencanaan pelat dalam menentukan tebal diambil dari bentang pelat yang
lebih pendek (ly) dari luasan pelat terbesar. Pada lantai 2 sampe 5 memiliki 1 type
pelat. Dengan menggunakan asumsi pelat 2 arah, dan menggunakan standar pelat
dengan ketebalan 12 cm. Asumsi menggunakan beton konvensional dengan
perhitungan bahwa setiap plat dibatasi oleh balok.

h❑ =
(
ln 0,8+
fy
1500 )
ly
36+ 9
lx

h1 =
(
600 0,8+
240
1500 )
320
36+9
300
h1 =12 cm
( Maka tebal plat lantai yang digunakan yaitu 12 cm )
4.2.4 Data beban yang bekerja pada pelat lantai
4.2.4.1 Beban mati
Berat jenis beton bertulang = 2400 Kg/m3
Berat jenis Baja = 7850 Kg/m3
Penutup lantai = 24 Kg/m2
Dinding pas. Setengah bata = 250 Kg/m2 (tanpa lubang)
Berat plafond 11+7 = 18 Kg/cm

4.2.4.2 Beban hidup


Bangunan = 250 Kg/m2

4.2.5 Pembebanan Pada Pelat


1. Beban mati (WD)
Berat plat lantai = 2400 x 0,12 = 288 Kg/m2
Penutup lantai = 24 Kg/m2
Berat plafond = 18 Kg/m2
Total pembebanan (WD) = 330 Kg/m2
2. Beban hidup (WL)

86
Beban hidup perkantoran = 250 Kg/m2
3. Kombinasi pembebanan
WU = 1,2 WD + 1,6 WL
= 1,2 (330) + 1,6 (250)
= 796 Kg/m2  7,96 KN/m2

4.2.6 Perhitungan Momen pada Tumpuan dan Lapangan

Gambar 4.71 Skema Penulangan Pelat


Sumber : buku struktur beton bertulang (Gideon Kusuma)

Tabel 4.4. Skema Penulangan Pelat

87
Sumber : buku struktur beton bertulang (Gideon Kusuma)

4.2.6.1 Momen yang dihasilkan


Perhitungan pada pelat dengan dimensi 320 x 300 cm, lantai utama.
Untuk mempermudah dan memepercepat perhitungan maka diambil nilai koefisien
dari Tabel 4.2.1. yang paling besar.
Untuk daerah tumpuan menggunakan koefisien (-)
Untuk daerah lapangan menggunakan koefisien (+)

1. Momen Tumpuan Tx 2. Momen Lapangan Lx


Ly 3,2 Ly 3,2
= =1,1 1,2 = =1,1 1,2
Lx 3 Lx 3
Ly Ly
=1,2 … x=−56 =1,2 … x=+24
Lx Lx
2 2
M tx =0,001. Wu. Lx . x M lx =0,001. Wu . Lx . x
2 2
Mtx=0,001 .7,96 . 3,0 .−56 M lx =0,001. 7,96 . 3,0 .+37
M tx =−4,011 KN . m Ml x =2,650 KN . m

3. Momen Tumpuan Ty Ly
=1,2 … x=−47
Ly 3,2 Lx
= =1,1 1,2
Lx 3 2
M ty =0,001. Wu . L x . x

88
2
M ty =0,001. 7,96 . 3 .−47
M ty =−3,367 KN . m

4. Momen Lapangan Ly
Ly 3,2
= =1,1 1,2
Lx 3
Ly
=1,2 … x=+17
Lx
2
M ly =0,001. Wu. L x . x
M ly =0,001. 7,96 . 32 .+17

89
M ly =1,217 KN .

4.2.7 Perhitungan Penulangan Pelat Lantai


Tebal pelat (h) = 12 cm  120 mm
Fc = 30 Mpa  300 kg/cm2
Fy = 240 Mpa  2400 Kg/cm2
1,4 1,4
min = = =0,0058
fy 240
Tebal Selimut Beton = p = 20 mm
Diameter tulangan arah x = 12  12 mm

Tinggi evektif arah x


dx = h – p – ½ Dx
= 120 – 20 – ½ 12
= 94 mm
Diameter tulangan arah y = D 13  13 mm
Tinggi evektif arah y
dy = h – p – Dy – ½ Dy
= 120 – 20 – 12 – ½ 12
= 82 mm
4.2.7.1 Tulangan yang dihasilkan
Perhitungan tulangan pada interpolasi untuk menentukan ( ρ). Adapun rumus
dalam interpolasi:

Mu
=A  ρ=a
b ×d 2
Mu
2 =X  Interpolasi
b ×d
Mu
=B  ρ=b
b ×d 2
X− A
ρ =a+ × (b – a)
100

89
Tabel 4.5 Penentuan ρ pada Mutu beton Fc’ 30

Sumber : buku struktur beton bertulang (Gideon Kusuma)

Tulangan pada pelat lantai menggunakan tabel di bawah.


Tabel 4.6 Diameter Batang dalam mm2 per meter lebar Pelat

Sumber : buku struktur beton bertulang (Gideon Kusuma)

90
Dalam menentukan diameter dan jumlah tulangan disesuaikan dengan perencanaan
yang dibuat. Adapun hasil dari perhitungan tulangan, sebagai berikut:
Perhitungan pada pelat lantai dengan dimensi 300 x 320 cm.
1. Penulangan Arah X
Momen Lapangan (Mtx) =−4,011 KN.m
Mu 4,011
2
= 2 = -453,938 KN/m2
b ×d 1,0× 0,094
Mu
= 400  ρ = 0,0021
b ×d 2
Mu
2 = 453,9  Interpolasi
b ×d
Mu
= 500  ρ = 0,0026
b ×d 2
53,9
ρ = 0,0021 + × (0,0026 – 0,0021)
100
= 0,0023  ρmin > ρ
As = ρmin × b × dx
= 0,0058 × 1000 × 94
= 545,2 mm2
Didapat tulangan yang dipakai  12 – 200 (As = 565 mm2)

2. Penulangan Arah X
Momen Tumpuan (Mlx) = 2,650 KN.m
Mu 2,650
2
= 2 = 299,9 ~ 300 KN/m2
b ×d 1,0× 0,094
= 0,0016  ρmin > ρ
As = ρmin × b × dx
= 0,0058 × 1000 × 94
= 545,2 mm2
Didapat dari tabel 13a Tulangan yang dipakai  12 – 200 (As = 565 mm2)

3. Penulangan Arah Y
Momen Lapangan (Mly) = 1,22 KN.m

91
Mu 1,22
2
= = 181,43 KN/m2
b ×d 1,0× 0,0822
Mu
2 = 100  ρ = 0,0005
b ×d
Mu
= 181,43  Interpolasi
b ×d 2
Mu
2 = 200  ρ = 0,0010
b ×d
81,43
ρ = 0,0010 + × (0,0010 – 0,0005)
100
= 0,0014...  ρmin > ρ
As = ρmin × b × dy
= 0,0058 × 1000 × 82
= 475,6 mm2
Didapat dari tabel 13a Tulangan yang dipakai  12 – 200 (As = 565 mm2)

4. Penulangan Arah Y
Momen Tumpuan (Mty) = −3,367 KN.m
Mu −3367
2
= = - 500 KN/m2
b ×d 1,0× 0,0822
= 0,0026  ρmin > ρ
As = ρmin × b × dy
= 0,0058 × 1000 × 82
= 475,6 mm2
Didapat dari tabel 13a Tulangan yang dipakai  12 – 200 (As = 565 mm2)

92
Gambar 4.72 Denah Penulangan Pelat A (Tebal 12 cm)
Sumber : pribadi

4.3 Struktur Portal

Gambar 4.73 Prefektif Rangka Portal Struktur Beton


Sumber : dokumentasi pribadi (program SAP)

4.3.1 Pedoman Perhitungan Balok dan Kolom


Dalam perencanaan Balok dan Kolom, pedoman yang dipakai:
1. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung
(PPPURG 1987)
2. SNI 1726-2019. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
3. SNI 2847-2019. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung.

4.3.2 Perhitungan Balok dan Kolom


1. Material beton

93
Berat per unit volume = 2400 Kg/m3
f.c ( kolom ) = 30 Mpa
Modulus elastisitas = 25742,960 Mpa
Ec=4700 √ fc → 4700 √ 30=25742,960 Mpa
F’c ( balok ) = 30 Mpa
Modulus elastisitas = 25742,960 Mpa
Ec=4700 √ fc → 4700 √ 30=25742,960 Mpa

(1 MPa = 101971,62 kgf/m2)


fc' 30 = 30 MPa = 3059148,6 kgf/m2
fy 400 = 400 MPa = 40788648 kgf/m2
fy 240 = 240 MPa = 24473188 kgf/m2
(SNI 2847 -2019, pasal 19.2.2.1, hal 434 )
2. Material tulangan
Besi ulir , Fy = 400 Mpa
Fu = 570 Mpa
Besi polos , Fy = 240 Mpa
Fu = 390 Mpa
Berat per unit volume = 7850 kg/m3
Modulus elastisitas = 200000 Mpa

4.3.3 Menentukan Syarat-syarat Batas dan Panjang Bentang


Balok dianggap ditumpu jepit pada kedua tepinya, dengan panjang bentang 240 cm
dan 480 cm.

4.3.4 Menentukan Dimensi


1. Pada perencanaan dimensi balok menggunakan acuan dengan asumsi awal, 1/12
bentang dan ½ tinggi dari jarak antar kolom (T x L )
B.I 1 = 55 x 30 cm ( Balok Induk )
B.A = 40 x 20 cm ( Balok anak bentang 600 dan 450 )
2. Pada perencanaan dimensi kolom dengan dimensi, K1 = 50 x 50 cm

4.3.5 Pembebanan Portal

94
Sesuai dengan Peraturan Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung
(PPPURG 1987), ada empat pembebanan yang ditinjau dalam portal, yaitu beban mati,
beban hidup, beban angin dan beban gempa. Sesuai dengan kegunaannya, diperoleh beban
sebagai berikut:

4.3.5.1 Beban pada pelat lantai


1. Beban mati (WD)
Berat spaci lantai = 0,03 x 1800 = 54 Kg/m2
Penutup lantai = 24 Kg/m2
Berat plafond = 18 Kg/m2
Total pembebanan (WD) = 96 Kg/m2
2. Beban hidup (WL)
Beban perkantoran = 250 Kg/m2

4.3.5.2 Beban pada balok


Berat dinding ( bata ringan) = 3,6 m x 6 m x 100 kg
= 2160 kg.m
Berat kuda-kuda = 285 kg.m

4.3.5.3 Beban Pada Portal


Karena data kecepatan angin tidak diketahui, maka diambil tekanan
minimal sebesar p = 25 kg/m2 . sesuai dengan data pembebanan pada buku
PPPURG 1987. Angin sebagai beban merata pada bangunan, pada pemodelan
rangka angin dikenakan pada setiap joint sebagai beban terpusat.
Dalam mengubah beban angin menjadi beban terpusat:
- Panjang dinding =6m
- Tinggi dinding = 3,8 m
- Tekanan angin minimun = 25 kg/m2
Beban angin arah X
P = 6 x 3,8 x 25 = 570 kg
Beban angin arah Y
P = 5,5 x 4 x 25 = 550 kg

95
1. Angin tekan
Angin tekan arah X
Koefisien tekan 0,9 maka: 570 x 0,9 = 513 kg
Angin tekan arah Y
Koefisien tekan 0,9 maka: 550 x 0,9 = 495 kg
1. Perhitungan gempa

 Waktu Getar Alami

Berdasar UBC (Uniform Building Code) 1997 section 1630.2.2, estimasi


perkiraan waktu getar alami gedung struktur beton dapat dihitung dengan rumus :
T= 0,0731 x H 3 /4
T= 0,0731 x 203 / 4 = 0,69

Gambar 4.74 Daerah gempa

Tabel 4.4 Kaategori Resiko Struktur Bangunan (I-IV) dan Fakto Keutamaan (Ie)

Kategor
Jenis Pemanfaatan
i Resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah I
terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:

96
a. Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan
perikanan
b. Fasilitas sementara
c. Gudang penyimpanan
d. Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk
dalam kategori resiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk:
a. Perumahan
b. Rumah toko dan rumah kantor
c. Pasar
II
d. Gedung perkantoran
e. Gedung apartemen/ rumah susun
f. Pusat pembelanjaan/ mall
g. Bangunan industri
h. Fasilitas manufaktur
i. Pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi III
terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
a. Bioskop
b. gedung pertemuan
c. stadion
d. fasilitas kesehatan yang baik memiliki unit bedah dan
unit gawat darurat
e. fasilitas penitipan anak
f. penjara
g. bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori
risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan
dampak ekonomi yang besar dan/ atau gangguan massal
terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

97
a. pusat pembangkit listrik biasa
b. fasilitas penanganan air
c. fasilitas penanganan limbah
d. pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam
kategori resiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk
fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan,
penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar
berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau
bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan
beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya
melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang
berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.

(Sumber: SNI 1726:2019 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung)

Kategori Resiko Faktor keutamaan gempa,


Ie
I atau II 1,0
III 1,25
1V 1,50

Sumber : SNI 1726-2019 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk


Struktur Banguan Gedung dan Non Gedung

Lokasi gedung berada pada zona 2, maka ξ = 0,19


Maka T < ξ x n
0,69 < 0,19 x 2
0,69 < 0,38 “ok”, waktu getar gedung memenuhi memenuhi
persyaratan. Gedung mempunyai kekakuan yang cukup.

98
 Menentukan Parameter percepatan gempa (S1) Parameter percepatan terpetakan
Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1(percepatan
batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons
spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik dengan
kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen dalam 50
tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.

Gambar 4.75 Peta parameter periode pendek kota semarang

Gambar 4.76 Peta parameter periode 1 detik kota semarang

 Menentukan Kelas Situs (SA – SF)

99
Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan
tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan
dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus
diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan sesuai
dengan Tabel 3, berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Penetapan
kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium,
yang dilakukan oleh otoritas yang berwewenang atau ahli desain geoteknik
bersertifikat, dengan minimal mengukur secara independen dua dari tiga
parameter tanah yang tercantum dalam Tabel 3. Dalam hal ini, kelas situs dengan
kondisi yang lebih buruk harus diberlakukan. Apabila tidak tersedia data tanah
yang spesifik pada situs sampai kedalaman 30 m, maka sifat-sifat tanah harus
diestimasi oleh seorang ahli geoteknik yang memiliki sertifikat/ijin keahlian yang
menyiapkan laporan penyelidikantanah berdasarkan kondisi getekniknya.
Penetapan kelas situs SA dan kelas situs SB tidak Aplikasi SNI Gempa 1726:2012
for Dummies diperkenankan jika terdapat lebih dari 3 m lapisan tanah antara dasar
telapak atau rakitfondasi dan permukaan batuan dasar.

Tabel 4.6 Jenis Tanah


Jenas Tanah Kecepatan rambat Nilai hasil Kuat
gelombang geser rata-rata tesrtpenetrasi geser
Vu(m/detik) standart rata- rata-rata
rata Su (kPa)

Nu

SA(batuan keras) >1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras, 350 sampai 750 >50 ≥100


sangat

padat dan batuan

lunak)

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50


50 sampai
100
100

SE (tanah lunak) < 175 <15 < 50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m


tanah dengan

karateristik sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas, PI >20,

2. Kadar air, w ≥ 40%,

3. Kuat geser niralir __< < 25 kPa

SF (tanah Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau
khusus,yang lebih dari

membutuhkan karakteristik berikut:

investigasi geoteknik - Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban
gempa seperti
spesifik dan analisis
mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah
respons spesifik-situs
tersementasi lemah
yang mengikuti
- Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H
(pasal 6.10.1)
> 3 m)

- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H >7,5


m dengan Indeks

Plasitisitas PI>75)

- Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan


ketebalan H>35m

dengan Su_< 50 kPa

CATATAN: N/A = tidak dapat dipakai

Sumber : SNI 1726-2019 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk


Struktur Banguan Gedung dan Non Gedung

101
Hasil data tanah berdasarkan nilai SPT (Soil Penetrasion Test) dihitung dengan rumus :
m

∑ ti
i=1
N '= m

∑ ti /¿
i=1

Dimana :
N’ = Nilai test penetrasi standart rata-rata
ti = tebal lapis ke-i
Ni = Hasil test penetrasi standart lapis tanah ke-i

Tabel 4.7 Nilai Kekuatan Geser Untuk Setiap Lapisan Tanah


Lapis Ti ( cm ) Ni ( kg/ cm² ) ti/ni

1 0-200 0 0

2 200-500 3 100

3 500-950 3-6 150

4 950-1300 1 350

5 1300-1900 2 300

6 1900-2500 4-9 120

7 2500-2900 12 33,30

8 2900-3350 22-26 112,50

9 3350-3700 24 14,60

10 3700-4500 29-30 400

∑❑ 4500 1580,40

4500 kg
N= =2,85 /10 lapis
1580,40 cm
2

102
N = 3,61 kg/cm²

Dari tabel perhitungan didapat nilai Test Penetrasi Standart rata-rata, N’ = 2,85 maka
berdasarkan tabel jenis tanah termasuk kategori Tanah Lunak

Gambar 4.77 Respon spektrum


wilayah

Tabel 4.8 Respon


Spektrum Gempa
utuk wilayah Kota
Semarang dengan
kondisi tanah lunak,
berdasarkan gempa SNI 1726 : 2019, adalah sebagai berikut :

Periode Getar T (detik) Percepatan Respon Spektra Sa (g)

0,0 0,20

0,2 0,6

0,5 0,6

1,0 0,6

1,5 0,4

2,0 0,3

2,5 0,24

3,0 0,2

Sumber :(http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/ )

103
 Pemilihan sistem struktur dan parameter sistem (R, F G, H I)
Sistem penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar harus memenuhi
salah satu tipe yang ditunjukkan dalam Tabel. Pembagian setiap tipe berdasarkan
pada elemen vertikal yang digunakan untuk menahan gaya gempa lateral. Sistem
struktur yang digunakan harus sesuai dengan batasan sistem struktur dan batasan
ketinggian struktur yang ditunjukkan dalam Tabel. Koefisien modifikasi respons
yang sesuai, R, faktor kuat lebih sistem, Ω ; ,dan koefisien amplifikasi defleksi,
Cd sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel harus digunakan dalam penentuan
geser dasar, gaya desain elemen, dan simpangan antarlantai tingkat desain. Setiap
sistem penahan gaya gempa yang dipilih harus dirancang dan didetailkan sesuai
dengan persyaratan khusus bagi sistem tersebut yang ditetapkan dalam dokumen
acuan yang berlaku seperti terdaftar dalam Tabel dan persyaratan tambahan yang
ditetapkan dalam pasal 7.14 (Persyaratan perancangan dan pendetailan bahan)

Tabel 4.9 Faktor R , Cd, dan Ω ; untuk sistem penahan gaya gempa
(Contoh untuk Rangka Beton Bertulang Pemikul Momen )

Sumber : SNI 1726-2019 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk


Struktur Banguan Gedung dan Non Gedung

o Faktor pembesaran defleksi, Cd , untuk penggunaan dalam pasal 7.8.6, 7.8.7 dan
7.9.2
o TB = Tidak Dibatasi dan TI = Tidak Diijinkan.

104
o Lihat pasal 7.2.5.4 untuk penjelasan sistem penahan gaya gempa yang dibatasi
sampai bangunan
o Dengan ketinggian 72 m atau kurang.
o Lihat pasal 7.2.5.4 untuk sistem penahan gaya gempa yang dibatas sampai
bangunan dengan ketinggian 48 m atau kurang.

Karena waktu getar struktur arah X dan arah Y diasumsikan sama, maka nilai faktor
reson gempa sama. Nilai spektrum gempa rencana dihitung sebagai berikut:
0,33
 Gempa statik arah X, T1 = 0,69 dt → C1 = =0,48
0,69
0,33
 Gempa statik arah Y, T2 = 0,69 dt → C2 = =0,48
0,69

 Hitungan Gempa
Tabel 4.10 Parameter Daktilitas Struktur Gedung
Taraf Kinerja Struktur Μ R
Gedung

Elastis Penuh 1,0 1.6

1,5 2.4

2,0 3.2

2,5 4.0

3 4.8
Daktail Pearsial
3,5 5.6

4 6.4

4,5 7.2

5 8.0

Daktai Penuh 5,3 8.5

Karena struktur gedung didesain dengan daktilitas parsial, diambil faktor daktilitas μ =
5.0 dan ditetapkan kuat lebih beban yang terkandung didalam struktur gedung f1=1.6

105
sesuai SNI Gempa 1726-2019 pasal 4.3.3. maka R = μ . f1= 5.0 . 1.6 = 8. Besarnya nilai
faktor dektalitas (μ) dan Reduksi Gempa (R) ditunjukan pada tabel diatas.

4.3.6 Menentukan Momen pada Portal


Untuk menentukan momen, perhitungan dilakukan menggunakan bantuan program
aplikasi komputer ( SAP 2000 ). Hasil momen yang didapat sesuai dengan data masukan.
Dengan kombinasi pembebanan sebagai berikut:
- 1,2 D + 1, 6 L
- 1,4 D
- 1,2 D + 1 L + 0,275 Qx + 0,275 x 0,3 Qy
- 1,2 D + 1 L + 0,275 Qy + 0,275 x 0,3 Qx
- 0,9 D + 0,1125Wx + 0,0338 Wy
- 0,9 D + 0,1125Wx + 0,0338 Wy
4.4 Perhitungan struktur balok

Tulangan pokok (D) = 16 mm

Tulangan sengkang (Ø) = 10 mm

Selimut (p) = 40 mm

ß1 = 0,85

ϕ = 0,8

Mutu beton (fc’) = 30 Mpa

Mutu baja (fy) = 400 Mpa

1
d = h – p – Øs - D
2
1
= 550 – 40 – 10 – 16 = 492 mm
2
1
ds =h–p- Øs
2
1
= 550 – 40 - 10 = 505 mm
2

106
Tabel 4.7 Momen pada balok

Tipe b h Mt Ml D

balok mm mm N N Mm

BI 30/55 300 550 14378 19315 492

BI 20/40 200 400 1350 3709 342

 Tulangan Tumpuan
Mu 14378
- K = = =0,00024
∅ . b d ² 0,8 .300 .492²
382,5. ß 1 . fc ' .(600+ fy−225 . ß 1)
- Kmaks =
(600+ fy)²

- ( √
a = 1− 1−
2.K
0,85 . f c ' )
.d

'
0,85 . f c . a . b
- As perlu =
fy
- As min = ρ min . b . d

Tabel 4.8 Perhitungan tulangan balok

Tipe K Kmaks A As perlu As min


balok
Mpa Mpa Mm mm² mm²

BI 30/55 0,00024 7,87 0,0049 0,09 516,6

Ba 20/40 0,000072 7,87 0,001 0,013 239,4

Keterangan :
Dipilih As yang besar yaitu As min
As ,u
- Tulangan tumpuan (n) =
0,25.3,14 . D ²
n
- Tulangan lapangan (n’)=
2

107
Tabel 4.9 Jumlah tulangan

Tipe Tulangan N tulangan Tulangan N tulangan


balok Tarik Tekan
Tumpuan Lapangan
N n’

BI 30/55 516,6 3D16 258,3 2 D16

Ba 20/40 239,4 2D16 119,7 2 D16

 Tulangan Lapangan
Tabel 4.10 Momen pada balok

B h Mt Ml D
Tipe balok
Mm mm N N Mm

BI 30/55 300 550 14378 19315 492

BA 20/40 200 400 1350 3709 342

Mu 503521170
- K = = =0,0001
∅ . b d ² 0,8 .400 .759²
- Kmaks = 382,5 . ß 1 . fc' . ¿ ¿

- ( √
a = 1− 1−
2.K
0,85 . f c ' )
.d

0,85 . f c ' . a . b
- As perlu =
fy
- As min = ρ min . b . d

Tabel 4.11 Perhitungan tulangan balok

Tipe K Kmaks a As perlu As min


balok
Mpa Mpa Mm mm² mm²

BI 30/55 0,0001 7,87 0,002 0,038 516,6

108
BA 20/40 0,00002 7,87 0,0003 0,004 239,4

Keterangan :

Dipilih As yang besar yaitu As perlu

As ,u
- Tulangan tumpuan (n) =
0,25.3,14 . D ²
n
- Tulangan lapangan (n’)=
2

Tabel 4.12 Jumlah tulangan

Tipe Tulangan N tulangan Tulangan N tulangan


balok Tarik Tekan
Tumpuan Lapangan
N n.

BI 40/80 516,6 3D16 258,3 2 D16

BA 20/40 239,4 2D16 119,7 2 D16

 Tulangan geser
- Gaya geser yang ditahan beton (Vc)
1
Vc = √ fc' .b . d
6
- Gaya geser yang ditahan oleh begel (Vs)
Vu−ϕ .Vc
Vs =
ϕ
- Gaya geser maksimum yang ditahan begel
1
Vs maks = . √ fc . b . d
3
Tabel 4.13 Gaya geser yang bekerja

Tipe balok Vu Vc Vs Vs maks

N N N N

BI 30/55 23390 134739 107221 269479

109
BA 20/40 2939 62440 58982 124880

Keterangan :
d
Karena Vs < Vs maks , maka syarat spasi begel = s ≤ dan s ≤ 600 mm
2
- Luas tulangan geser permeter
b.S
Av,u 3 =
3 . fy

Tabel 4.14 Luas tulangan geser permeter

d
Tipe balok Av,u 3 Jarak spasi
2

mm² Mm

BI 40/80 333,3 240 Ø10-240

BA 20/40 222,2 170 Ø10-170

Keterangan :
d
 Syarat spasi s ≤ dan s ≤ 600 mm
2

 Tulangan torsi
- Pengaruh puntir
ϕ . √ f c ' Ac p
2
Tu ≤ ( ¿
12 pcp
Tabel 4.15 Pengaruh torsi

Tipe Balok Tu Acp Pcp T

Nmm mm² mm Nmm

BI 30/55 453,4 165000 1650 6401507

BA 20/40 94,5 80000 1200 2069175

Keterangan:
Karena Tu > T , maka perlu tulangan torsi

110
 Perbandingan Gaya Geser Dasar Statis dan Geser Dasar Dinamis

Geser dasar statis arah x diperoleh dari baris SX, Kolom GlobalFx

Vsx = 1 235 161,97 kg

Geser dasar dinamis arah x diperoleh dari baris DX, Kolom GlobalFx

VDx = 2 127 161,97 kg

Rumus = VDx > 85% Vsx

Check

85% x 1235161,97 = 1 049 887,68 kg

2 127 161,97 > 1 049 887,68....(OK)

Geser dasar statis arah y diperoleh dari baris SY, Kolom GlobalFy

111
Vsy = 1 235 161,97 kg

Geser dasar dinamis arah y diperoleh dari baris DY, Kolom GlobalFy

VDy = 3 230 413,45 kg

Rumus = VDy > 85% Vsy

Check

85% x 1 235 161,97 = 1 049 887,68 kg

3 230 413,4 > 1 049 887,68....(OK)

 Pemeriksaan Simpangan AntarLantai

Simpangan antarlantai yang diizinkan jenis gedung adalah Universitas (kategori IV),
jenis struktur bukan struktur yang menggunakan dinding geser.

∆a = 0,015hx

= 0,015 x 3000

= 45 mm

Menghitung simpangan yang terjadi. Di ambil contoh lantai 3 pada joint 101 dan lantai 2
joint no 70 di tinjau dalam arah-X. Titik 101 dan 70 adalah titik yang sama pada lantai
yang berbeda.

112
Joint no 101 ⸹2 = 110,272642 mm

Joint no 70 ⸹1 = 104,646819 mm

( ⸹ 2−⸹ 1 ) x Cd
∆x = < ∆a
I

( 110,272642−104,646819 ) x 5,5
= < 45 mm
1

= 30,94 mm < 45 mm......(OK)

Tabel Simpangan Antar Lantai

Elevasi Lantai ∆x ∆a (Syarat) Keterangan

Elv. + 20,00 Lantai 5 35,526 mm 45 mm Ok

Elv. + 16,00 Lantai 4 33,525 mm 45 mm Ok

Elv. + 12,00 Lantai 3 30,940 mm 45 mm Ok

Elv. + 8,00 Lantai 2 29,145 mm 45 mm Ok

Elv. + 4,00 Lantai 1 28,831 mm 45 mm Ok

113
4.5 Perhitungan struktur kolom

Tulangan pokok (D) = 19 mm

Tulangan sengkang (Ø) = 10 mm

Selimut beton (p) = 40 mm

Mutu beton (fc’) = 30 Mpa

Mutu baja (fy) = 400 Mpa

1
d= h-p-Øs- D
2

= 500 – 40 – 10 – 9.5 = 440.5 mm

- Luas penampang
Ag = b . h
Tabel 4.23 Gaya pada kolom

Tipe kolom B h Ag P Mu2 Mu3

M m m² Kg kg kg

K1 50x50 500 500 250000 360204 9990 24200

- Eksentrisitas minimal kolom


e min= (15+0,03 h)
- Eksentrisitas Beban
Mu 3
et=
Pu
- Koefisien untuk sumbu vertikal
p
Kv=
0.8 . Ag .0,85. fc'
- Koefisien untuk sumbu horizontal
p et
Kh= .
ɵ . Ag .0,85 . fc ' h

114
Tabel 4.24 Beban pada kolom

Tipe e min Et Kv Kh d’/h ß


kolom

Mm Mm

K1 50x50 30 0,07 0,07 0,0001 0,15 1,2


1

- Rasio tulangan pada penampang kolom


ρ=r . ß
- Rasio min
1,4
Ρ min =
fy
- Luas tulangan yang diperlukan
Ast = ρ . Ag
- Jumlah tulngan
Ast
N=
0,25.3,14 . D ²

Tabel 4.25 Tulangan pada kolom

Tipe kolom R ρ ρ min Ast N

mm mm mm²

K1 50x50 0,0025 0,003 0,0036 900 4D19

Keterangan :

Dipilih ρ yang besar.

 Tulangan geser
- Gaya geser yang ditahan beton (Vc)
1
Vc = √ fc' .b . d
6
- Gaya geser yang ditahan oleh begel (Vs)

115
Vu−ϕ .Vc
Vs =
ϕ
- Gaya geser maksimum yang ditahan begel
1
Vs maks = . √ fc ' . b . d
3

Tabel 4.26 Gaya geser yang bekerja

Tipe kolom Vu Vc Vs Vs maks

Kg Kg Kg Kg

K3 50x50 3681 201059 196457 402119,6

Keterangan :
d
Karena Vs < Vs maks , maka syarat spasi begel = s ≤ dan s ≤ 600 mm
2

- Luas tulangan geser permeter


Vs . S
Av,u = dengan S=1000 mm
fy . d
Tabel 4.27 Luas tulangan geser permeter

Tipe d
Av,u 2 Jarak spasi
kolom

mm² mm

BA 20/40 1858 220 Ø10-220

Keterangan :
d
 Syarat spasi s ≤ dan s ≤ 600 mm
2
 Desain Joint/ Hubungan Balok Kolom (HBK)
a. Cek syarat Panjang joint
Dimensi kolom yang sejajar dengan tulangan balok tidak boleh kurang
dari 20 kali diameter tulangan longitudinal terbesar balok (SNI 2847:2013
Pasal 21.7.2.3)
B = h = 500 mm
20 db = 20 (19) = 440 mm
116
Jadi panjang joint b = 500 mm > 20 db = 380 mm (memenuhi)

b. Tentukan luas efektif joint Aj


Aj merupakan perkalian tinggi joint dengan lebar joint efektif (SNI 2847:2013
Pasal 21.7.4.1)
b = 200 mm
h = 500 mm
x = (500 – 200 ) /2 = 150 mm
Tinggi joint = tinggi keseluruhan kolom , h = 500 mm
Lebar joint efektif merupakan nilai terkecil dari :
B+h = 200 + 500 = 700 mm
B+2x = 200 + 2(150) = 500 mm
Aj = tinggi joint x lebar efektif joint = 500 x 500 = 250 000 mm2
c. Tulangan transversal untuk confinement
Untuk joint interior, jumlah tulangan confinement setidaknya setengah dari
tulangan confinement yang dibutuhkan di ujung – ujung kolom. Spasi vertikal
tulangan confinement ini diizinkan untuk diperbesar hingga 150 mm (SNI 2847
: 2013 Pasal 21.7.3.2).
d. Hitung gaya gaya pada tulangan balok longitudinal
Dalam perhitungan diasumsikan bahwa tegangan pada tulangan Tarik lentur
adalah 1,25 fy (SNI 2847 : 2012 pasal 21.7.2.1)
 Gaya Tarik pada tulangan balok di bagian kanan
As balok kanan 3D16 = 602,88 mm2
T1 = 1,25. As. fy = 1,25 x 602,88 x 400 = 301 x 103 N = 301 kN
Gaya tekan yang bekerja pada balok ke arah kanan
C1 = T1 = 301 kN
 Gaya Tarik pada tulangan balok di bagian kiri
As balok kiri 2D16 = 401,92 mm2
T2 = 1,25. As. fy = 1,25 x 401,92 x 400 = 201 x 103 N = 201 kN
Gaya tekan yang bekerja pada balok ke arah kiri
C2 = T2 = 201 kN
e. Hitung gaya geser pada joint

117
Vj = T1 + T2 – Vh = 301 + 201 – 107,221= 394,779 kN
f. Check kuat geser joint
Vn = 1,7 x √ f ' c x Aj = 1,7 x √ 30 x 250 000 = 2327,821 kN
Φ Vn = 0,75 x 2327,821 = 1745,866 kN > Vj = 394,779 kN (memenuhi)

4.6 Perhitungan struktur tie beam

Tulangan pokok (D) = 19 mm

Tulangan sengkang (Ø) = 10 mm

Selimut (p) = 40 mm

ß1 = 0,85

ϕ = 0,8

Mutu beton (fc’) = 30 Mpa

Mutu baja (fy) = 400 Mpa

1
d = h – p – Øs - D
2
1
= 550 – 40 – 10 – 19 = 490,5 mm
2
1
ds =h–p- Øs
2
1
= 550 – 40 - 10 = 505 mm
2
Tabel 4.28 Momen pada balok

B h Ml Mt D
Tipe
M m
balok N N Mm
m m

TB 30/55 300 550 17508,2 7317,5 490,5

 Tulangan Tumpuan

118
Mu 7317,5
- K = = =0,00012
∅ . b d ² 0,8 .300 .490 ,5²
- Kmaks = 382,5 . ß 1 . fc ' . ¿ ¿

- ( √
a = 1− 1−
2.K
0,85 . f c
' )
.d

0,85 . f c ' . a . b
- As perlu =
fy
- As min = ρ min . b . d

Tabel 4.29 Perhitungan tulangan balok

Tipe K Kmaks a As perlu As min


balok
Mpa Mpa Mm mm² mm²

BI 30/55 0,00012 7,88 0,0023 0,04 686,7

Keterangan :
Dipilih As yang besar yaitu As min

As ,u
- Tulangan tumpuan (n) =
0,25.3,14 . D ²
n
- Tulangan lapangan (n’)=
2

Tabel 4.30 Jumlah tulangan

Tipe balok Tulangan Tekan N tulangan Tulangan N tulangan


Tarik
Tumpuan Lapangan
N n’

TB 30/55 686,7 3 D19 343 2 D19

 Tulangan Lapangan
Tabel 4.31 Momen pada balok

119
B H Ml Mt D
Tipe
M
balok mm N N Mm
m

TB
300 550 17508,2 7317,5 490,5
30/55

Mu 17508,2
- K = = =0,0003
∅ . b d ² 0,8.300 .490 ,5²
- Kmaks = 382,5 . ß 1 . fc' . ¿ ¿

- ( √
a = 1− 1−
2.K
0,85 . f c '
.d)
'
0,85 . f c . a . b
- As perlu =
fy
- As min = ρ min . b . d

Tabel 4.32 Perhitungan tulangan balok

Tipe K Kmaks a As perlu As min


balok
Mpa Mpa Mm mm² mm²

BI 30/55 0,0003 7,88 0,005 0,095 686,7

Keterangan :

Dipilih As yang besar yaitu As min

As ,u
- Tulangan tumpuan (n) =
0,25.3,14 . D ²
n
- Tulangan lapangan (n’)=
2

Tabel 4.33 Jumlah tulangan

Tipe Tulangan N tulangan Tulangan N tulangan


balok Tarik Tekan
Tumpuan Lapangan
N n.

120
TB 30/55 686,7 3 D19 343 2 D19

 Tulangan geser
- Gaya geser yang ditahan beton (Vc)
1
Vc = √ fc' .b . d
6
- Gaya geser yang ditahan oleh begel (Vs)
Vu−ϕ .Vc
Vs =
ϕ
- Gaya geser maksimum yang ditahan begel
1
Vs maks = . √ fc . b . d
3

Tabel 4.34 Gaya geser yang bekerja

Tipe balok Vu Vc Vs Vs maks

N N N N

TB 30/55 14410,0 134328 117375 268657,9

Keterangan :
d
Karena Vs < Vs maks , maka syarat spasi begel = s ≤ dan s ≤ 600 mm
2
- Luas tulangan geser permeter
b.S
Av,u 3 = dengan S=1000 mm
3 . fy

Tabel 4.35 Luas tulangan geser permeter

d
Tipe balok Av,u 3 Jarak spasi
2

mm² Mm

TB 30/55 250 245,25 Ø10-245

121
Keterangan :
d
 Syarat spasi s ≤ dan s ≤ 600 mm
2

4.7. Perhitungan Tangga


Tangga adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menghubungkan
struktur bawah dengan struktur atas sehingga mempermudah orang untuk dapat
mengakses atau mobilisasi orang keatas dan kebawah struktur lantai
4.7.1. Perencanaan Dimensi Tangga

122
Gambar 4.78 Permodelan Tangga
Syarat kenyamanan :
Syarat kenyamanan yang digunakan menggunakan aturan acuan dimensi dan
sudut anak tangga. Untuk menghasilkan struktur tangga yang nyaman dilalui, maka
dimensi tangga yang digunakan pada konstruksi memakai perkiraan acuan angka
dibawah ini :
O = Optrede ( langkah tegak ) = 15 cm – 20 cm
A = Antrede ( langkah datar ) = 20 cm – 35 cm
Digunakan : o = 18 cm
a = 30 cm
2 x o + a = 61-67 ( ideal)
2 x 18 + 30 = 66...... “OK”
Pengecekan kemiringan :

16,67
Tg α = 18 / 30 = 0,6
30
α = 30º
Syarat kemiringan 25º < 30º < 45º.....“OK”

30

1
8
1

Gambar 4.79 Dimensi Tangga


Sumber : Dokumentasi Pribadi (program Autocad)
' o 18
h =h+ . cos ∝=15+ .cos 30°=¿ 22,79 cm=0,228 m¿
2 2
Maka ekivalen tebal anak tangga = 0,228-0,15 = 0,078 m
Ditetapkan :
Tinggi antar lantai = 400 cm

123
Lebar tangga (l) = 500 cm
Lebar bordes = 230 cm
Panjang bordes = 500 cm
Tebal pelat tangga (ht) = 15 cm
Tebal pelat bordes = 17 cm
Mutu beton (fc) = 30 Mpa
Mutu baja (fy) = 400 Mpa
Optrade (o) = 18 cm
Antrede (a) = 30 cm
Kemiringan (α) = 30º
Berat jenis beton = 2400 kg/m3
Tebal spesi = 3 cm

4.7.2. Perhitungan Pembebanan Tangga


1. Pelat tangga ( h = 0,15 m )
a. Beban Mati ( WD )
Berat anak tangga = 0,078 x 2400 = 187,2 kg/m2
Penutup lantai = 1 x 24 = 24 kg/m2
Spesi (t = 3 cm) = 3 x 21 = 63 kg/m2
Handrill = taksiran = 15 kg/m2
= 289,2 kg/m2
b. Beban Hidup ( WL )
WL = 300 kg/m2
c. Kombinasi Pembebanan
Wu = 1,2WD + 1,6WL
= 1,2 x 289,2 + 1,6 x 300
= 827,04 kg/m2
2. Pelat Bordes ( h = 0,17 m)
a. Beban Mati ( WD )
Penutup Lantai = 1 x 24 = 24 kg/m2
Spesi (t = 3 cm) = 3 x 21 = 63 kg/m2
= 87 kg/m2
b. Beban Hidup ( WL )

124
WL = 300 kg/m2
c. Kombinasi Pembebanan
Wu = 1,2WD + 1,6WL
= 1,2 x 87 + 1,6 x 300
= 584,4 kg/m2
4.7.3. Analisa Perhitungan Struktur Tangga
Perhitungan analisa struktur dilakukan menggunakan bantuan program SAP
2000. Beban yang dimasukkan sebagai beban merata (Uniform Shell) dalam
progam SAP2000, sedangkan tebal pelat akan dihitung otomatis oleh progam
dengan memasuk kan angka 1 untuk self weightmultipler pada saat pembebanan
(load case). Kombinasi pembebanan yang digunakan adalah :

1,2 DL +1,6 LL

Keterangan :
DL : dead load (beban mati)
LL : live load (beban hidup)

125
Gambar 4.80 Pemodelan Analisa
Struktur Tangga

126
Gambar 4.81 Pemodelan Analisa Struktur Tangga (M11)

Gambar 4.82 Pemodelan Analisa Struktur Tangga (M22)

Berdasarkan hasil dari analisa progam SAP2000 didapat :


Tabel 4.36 Momen Pelat Tangga Dan Bordes
Jenis Plat M max M 11(arah y) M max M 22(arah x)

M tump . M lap. M tump. M lap.

KN.m KN.m KN.m KN.m

127
Tangga -19,386 5.5465 - 32.7743 15.3543

Bordes -9.4655 1.5305 - 7.2655 1.8487

4.7.4. Perhitungan Tulangan Struktur Tangga

Gambar 4.83 Tinggi Efektif Pada Pelat


Tebal pelat (h) = 150 mm
Tebal penutup beton ( p ¿ = 20 mm
Diameter tulangan utama (Ø) = 10 mm

Tinggi efektif sumbu x (dx) = h – p – ½.


= 150 – 20 - ½ . 10
= 125 mm = 0,125 m

Tinggi efektif sumbu y (dy) = h – p – ∅−¿½.


= 150 – 20 – 10 - ½ . 10
= 115 mm = 0,115 m
Rasio tulangan maksimal
ρ min = 0,0021 (Tabel 6, Gideon kusuma series 1, hal 50)
Rasio tulangan maksimal
ρ min = 0,0244 (Tabel 8, Gideon kusuma series 1, hal 52)

128
4.7.4.1. Perhitungan Pelat Tangga M22 (arah x)
1) Perhitungan Tulangan Tumpuan Tangga arah x
Mtx = - 32.7743
Mtx −32.7743
2 = 2 = 2097,555 kN/m
2
by . dx 1 . 0,125
(Menurut tabel 5.1.i Buku Gideon Jilid 4)

Mu
= 2000 → ρ=0,0052
bd 2

Mu
= 2100 → ρ=0,0058
bd 2

2097,555−2000
ρint=0,0052+ × ( 0,0058−0,0052 )
100

= 0,00578

ρ∫ ¿ > ρ min

0,00578 > 0,0021 → maka dipakai rasio tulangan perlu ρ = 0,00506

Asperlu = ρ .b.dx

= 0,00578.1000.125 = 722,5 mm2

( Dipilih tulangan tumpuan∅ 10 – 100 = 785 mm2 > 722,5 mm2 )

2) Perhitungan Tulangan Lapangan Tangga arah x:


Mlx = 15.3543 kN.m
Mlx 15,3543
2 = 2 = 982,675 kN/m
2
by . dx 1. 0,125
(Menurut tabel 5.1.i Buku Gideon Jilid 4)

Mu
2 = 900 → ρ=0,0023
bd

Mu
= 1000 → ρ=0,0026
bd 2

982,675−900
ρint=0,0023+ × ( 0,0026−0,0023 )
100

= 0,00255
129
ρ∫ ¿ < ρ min

0,00255 < 0,0021 → maka dipakai rasio tulangan perlu ρ = 0,00255

Asperlu = ρ .b.dx

= 0,00255.1000.125 = 318,7 mm2

Dipilih tulangan tumpuan∅ 10 – 200 = 393 mm2 > 318,7 mm2

4.7.4.2.Perhitungan Tulangan Pelat Tangga M11 (arah y)


1) Perhitungan Tulangan Tumpuan Tangga arah y :
Mty = -19,386 kN.m
Mty −19,386
2 = 2 = 1465,86 kN/m
2
by . dy 1. 0,115
(Menurut tabel 5.1.i Buku Gideon Jilid 4)

Mu
= 1400→ ρ=0,0036
bd 2

Mu
2 = 1500 → ρ=0,0039
bd

1465,86−1400
ρint=0,0036+ × ( 0,0039−0,0036 )
100

= 0,00379

ρ∫ ¿ > ρ min

0,00379 > 0,0021 → maka dipakai rasio tulangan perlu ρ = 0,00379

Asperlu = ρ .b.dy

= 0,00379.1000.115 = 435,8 mm2

Dipilih tulangan tumpuan∅ 10 – 175 = 449 mm2 > 435,8 mm2

2) Perhitungan Tulangan Lapangan Tangga arah y :


Mly = 5.5465 kN.m
Mly 5,5465
2 = = 419,395 m2
by . dy 1. 0,1152
(Menurut tabel 5.1.i Buku Gideon Jilid 4)

130
Mu
= 400 → ρ=0,0010
bd 2

Mu
2 = 500 → ρ=0,0013
bd

419,395−400
ρint=0,0010+ × ( 0,0013−0,0010 )
100

= 0,000105

ρ∫ ¿ < ρ min

0,000105 < 0,0021 → maka dipakai rasio tulangan perlu ρmin = 0,0021

Asperlu = ρ .b.dy
= 0,0021.1000.115 = 241,5 mm2

Dipilih tulangan tumpuan∅ 10 – 200 = 393 mm2 > 241,5 mm2

4.7.4.3.Perhitungan Tulangan Pelat Bordes M22 (arah x)


1) Perhitungan Tulangan Tumpuan Bordes arah x :
Mtx = - 7.2655 kN.m
Mtx −7.2655
2 = = 464,992 kN/m2
by . dx 1. 0,1252
(Menurut tabel 5.1.i Buku Gideon Jilid 4)
Mu
2 = 400 → ρ=0,0010
bd
Mu
= 500→ ρ=0,0013
bd 2
464,992−400
ρint=0,0010+ × ( 0,0013−0,0010 )
100
= 0,00119

ρ∫ ¿ > ρ min

0,00119 > 0,0021 → maka dipakai rasio tulangan perlu ρmin = 0,0021

Asperlu = ρ .b.dx

= 0,0021.1000.125 = 262.5 mm2

Dipilih tulangan tumpuan∅ 10 – 200 = 393 mm2 > 262.5 mm2


131
2) Perhitungan Tulangan Lapangan Bordes arah x :
Mlx = 1.8487 kN.m
Mlx 1.8487
2 = = 118,316 kN/m2
by . dx 1. 0,1252
(Menurut tabel 5.1.i Buku Gideon Jilid 4)
Mu
2 = 100→ ρ=0,0003
bd
Mu
= 200 → ρ=0,0005
bd 2
118,316−100
ρint=0,0003+ × ( 0,0005−0,0003 )
100

= 0,000336

ρ∫ ¿ < ρ min
0,000336 < 0,0021 → maka dipakai rasio tulangan perlu ρ = 0,0021
Asperlu = ρ .b.dx
= 0,0021.1000.125 = 262,5 mm2
Dipilih tulangan tumpuan∅ 10 – 200 = 393 mm2 > 262,5 mm2

4.7.4.4.Perhitungan Tulangan Pelat Bordes M11 (arah y)


1) Perhitungan Tulangan Tumpuan Bordes arah y :
Mtx = -9.4655 kN.m
Mtx −9.4655
2 = = 715,727 kN/m2
by . dx 1. 0,1152
(Menurut tabel 5.1.i Buku Gideon Jilid 4)
Mu
2 = 700 → ρ=0,0018
bd
Mu
= 800 → ρ=0,0020
bd 2
715,727−700
ρint=0,0018+ × ( 0,0020−0,0018 )
100
= 0,00183

ρ∫ ¿ > ρ min

0,00183 > 0,0021 → maka dipakai rasio tulangan perlu ρ = 0,0021


132
Asperlu = ρ .b.dx
= 0,0021.1000.115 = 241.5 mm2
Dipilih tulangan tumpuan∅ 10 – 200 = 393 mm2 > 241.5 mm2
2) Perhitungan Tulangan Lapangan Bordes arah y :
Mlx = 1.5305 kN.m

Mlx 1.5305
2 = 2 = 115,727 kN/m
2
by . dx 1. 0,115
(Menurut tabel 5.1.i Buku Gideon Jilid 4)
Mu
= 100→ ρ=0,0003
bd 2
Mu
2 = 200 → ρ=0,0005
bd
115,727−100
ρint=0,0003+ × ( 0,0005−0,0003 )
100
= 0,000331
ρ∫ ¿ < ρ min
0,000331 < 0,0021 → maka dipakai rasio tulangan perlu ρmin = 0,0021
Asperlu = ρ .b.dx

= 0,0021.1000.115 = 241.5mm2

Dipilih tulangan tumpuan∅ 10 – 200 = 393 mm2 > 241.5 mm2

4.7.4.5.Rekap Perhitungan Tulangan Pelat Tangga dan Bordes


Selanjutnya rekap tulangan dari hasil perhitungan pelat tangga dan pelat
bordes disajikan dalam bentuk tabel 4.37 di bawah ini :

Tabel 4.37 Daftar Tulangan Pelat Tangga dan Bordes

Jenis Pelat Posisi As As


Tulangan
Tangga Tulangan Perhitungan Tulangan

tx 722,5 Ø 10 – 100 785

lx 318,7 Ø 10 – 200 393

133
ty 435,8 Ø 10 – 175 449

Pelat Tangga ly 241,5 Ø 10 – 200 393

tx 262.5 Ø 10 – 200 393

lx 262,5 Ø 10 – 200 393

ty 241.5 Ø 10 – 200 393

ly 241,5 Ø 10 – 200 393

4.8. Perencanaan Pondasi


Pondasi pada suatu struktur bangunan diperhitungkan terhadap gaya aksial,
gaya geser, dan terhadap momen lentur. Pada perencanaan akan digunakan pondasi
tiang pancang, dengan kapasitas daya dukung diperhitungkan berdasarkan tahanan
ujung (end Bearing), dan gesekan tiang dengan tanah (friction). Pemilihan jenis
pondasi dapat dilihat berdasarkan:
1. Kondisi dan karakteristik tanah

2. Beban yang diterima pondasi

3. Biaya pelaksanaan

134
Gambar 4.84 Pemodelan Pondasi

4.8.1. Pedoman Perhitungan Pondasi

1. SNI 2847:2013. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk


Bangunan Gedung.

4.8.2. Perencanaan Pondasi Tipe P-4 D80


Perhitungan pondasi direncanakan berdasarkan gaya maksimum
pada kombinasi pembebanan yang ada. Dalam perencanaan ini, pondasi
yang digunakan adalah jenis tiang spun pile dan untuk semua tiang harus
bertumpu pada tanah keras. Penggunaan pondasi tiang kelompok
direncanakan dengan jarak antar tiang tidak lebih kecil dari 3 kali diameter
tiang dengan perencanaan pile cap dikelompokkan berdasarkan jumlah
tiang pancang dan dimensi kolom.
4.8.2.1.Data Tanah dan Daya Dukung Tanah
Berdasarkan penyelidikan tanah didapat data Standart Penetrasion
Test sebagai berikut :
Tabel 4.38 Nilai Sondir Titik S1 pada Lokasi Pembangunan Gedung
Depth Qc TF Depth Qc TF
0 0 0 20,2 2 249,33
0,2 0 0 20,4 2 252
0,4 0 0 20,6 2 254,67
0,6 4 2,67 20,8 4 257,33
0,8 4 5,33 21 4 260
1 4 8 21,2 4 262,67
1,2 2 10,67 21,4 4 265,33
1,4 2 13,33 21,6 6 268
1,6 2 16 21,8 6 270,67
1,8 2 18,67 22 6 273,33
2 1 20 22,2 10 278,67
2,2 1 21,33 22,4 10 284
2,4 1 22,67 22,6 10 289,33

135
2,6 1 24 22,8 10 294,67
2,8 1 25,33 23 10 300
3 1 26,67 23,2 12 305,33
3,2 1 28 23,4 12 310,67
3,4 1 29,33 23,6 16 318,67
3,6 1 30,67 23,8 16 326,67
3,8 1 32 24 20 337,33
4 1 33,33 24,2 20 350,67
4,2 1 34,67 24,4 20 364
4,4 2 37,33 24,6 20 377,33
4,6 18 40 24,8 24 390,67
4,8 16 42,67 25 24 404
5 34 50,67 25,2 24 417,33
5,2 42 56 25,4 24 430,67
5,4 52 61,33 25,6 24 444
5,6 50 66,67 25,8 24 457,33
5,8 56 72 26 24 470,67
6 54 77,33 26,2 24 484
6,2 44 82,67 26,4 24 497,33
6,4 20 88 26,6 24 510,67
6,6 24 93,33 26,8 24 524
6,8 30 98,67 27 24 537,33
7 14 104 27,2 24 550,67
7,2 8 106,67 27,4 20 564
7,4 20 102 27,6 20 577,33
7,6 20 117,33 27,8 20 590,67
7,8 20 122,67 28 24 604
8 12 125,33 28,2 26 617,33
8,2 8 128 28,4 26 630,67
8,4 6 130,67 28,6 26 644
8,6 6 133,33 28,8 26 657,33
8,8 4 136 29 26 670,67
9 4 138,67 29,2 30 684
136
9,2 4 141,33 29,4 30 697,33
9,4 2 144 29,6 30 710,67
9,6 2 146,67 29,8 30 724
9,8 2 149,33 30 30 737,33

Pondasi spun pile direncanakan mengunakan diameter 25 cm dengan


kedalaman 25 m. Daya dukung tiang pancang berdasarkan data sondir CPT (Cone
Penetration Test) sebagai berikut :

qc . Ap TF . Ka
Q u= +
3 5
Keterangan :
Qu = Daya dukung tiang pancang ijin (kg)
qc = Nilai conus (kg/cm2)
TF = Total Friction (kg/cm)
Ap = Luas penampang tiang pancang (cm2) (490,625 cm2)
Ka = Keliling penampang tiang pancang (cm) (78,5 cm)
SF = Safety Factor, 3 dan 5

Tabel 4.39 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Bulat (Beton Precast)
qc TF D Daya
Kedalaman (kg/cm2) (kg/cm) pancang dukung
No Titik (m) (cm) (ton)
1 SM1 25 24 404 25 10,267

4.8.2.2. Perencanaan Jumlah Spun Pile dan Pile cap


Berdasarkan perhitungan, dipilih daya dukung tiang tunggal terkecil yaitu:
Qu=10,267 ton direncanakan jumlah tiang pancang dengan perhitungan awal. Gaya
aksial pada joint yang mewakili untuk perhitungan, didapat data sebagai berikut:
Tabel 4.40 Jumlah Tiang Pancang Perlu
P
No Joint N
(ton)
8 71 4,236 6
Sumber : Perhitungan dan Output SAP2000

137
Berdasarkan jumlah tiang pancang direncanakan pile cap dengan tipe
sebagai berikut:

Gambar 4.85 Tampak Atas Pile Cap Tipe P-1

Dengan S = 2,5D ≤ 3D
Keterangan :
S = jarak as-as tiang
D = diameter tiang pancang
S = 2,5 D
= 2,5 . 25 = 62,5 cm  diambil 50 cm

Menghitung efisiensi kelompok tiang pancang adalah dengan rumus :


ϴ ( m−1 ) n+ ( n−1 ) m
E PG=1− .
90 mn
d
ϴ= Arc tan
s

Keterangan :
m = jumlah baris x (2) d = diameter tiang
n = jumlah baris y (1) s = jarak antar tiang
Tabel 4.41 Efisiensi Pile Cap Group Tipe P-4 D80
Tipe D S Arc tan Tebal Panjang Lebar
No Pile Cap (mm) (mm) d/s (cm) (cm) (cm) E PG
1 P-1 25 50 26,57 115 195 205 0,85

138
Pemeriksaan daya dukung kelompok pancang terhadap beban yang bekerja :
 Check beban pada Joint 71
P total=Pu+ P pile cap + P sendiri pancang
1 2
P total=4 ,236 +1,95.2,05. 1,05 . 2,4+ . 3,14.0 , 25 . 25.6=21,669 ton
4
Qijin maks=Qu x n x E PG=10,267 .6 . 0,85=52,362 ton
Tabel 4.42 Pemeriksaan Daya Dukung Spun Pile Group Tipe P-4 D80
P Daya
N P
Pu Pile Dukung P total
No Joint Tipe tian Pancan Check
(ton) Cap Group (ton)
g g (ton)
(ton) (ton)
21,66
1 71 10,1 6
P-1 4,24 7,359 52,362 > 9 Aman

Gambar 4.86 Kelompok Baris Spun Pile Tipe P-1

Tabel 4.43 Gaya Aksial dan Momen pada Joint

Pu
No Joint Tipe Mx My
(ton)

1 71 P-1 4,236 -1,77 3,85


Sumber : Perhitungan dan Output SAP2000

Pemeriksaan daya dukung per pancang :


 Untuk tipe P-1 Check pada joint 145

Pu = 4,236 ton
Mu x = -1,77 ton.m Mu y = 3,85 ton.m

139
Pu Mx . y My . x
P total= + +
n ∑ y2 ∑ x2
Keterangan :
My = momen pada sumbu y
Mx = momen pada sumbu x
xi = jarak pusat tiang ke i sejajar sumbu x
xi = jarak pusat tiang ke i sejajar sumbu y
n = jumlah tiang pancang

Tabel 4.44 Pemeriksaan Daya Dukung per Spun Pile Tipe P-4 D80
P Qu Chec
No x Y x² y²
(ton) (ton) k
1 -0,40 0,80 0,16 0,64 2,810 < 10 , 267 Aman
2 0,40 0,80 0,16 0,64 4,555 < 10 , 267 Aman
0,562
3 -0,75 0 0 2,600 < 10 , 267 Aman
5
0,562
4 0,75 0 0 5,872 < 10 , 267 Aman
5
5 -0,40 -0,80 0,16 0,64 3,917 < 10 , 267 Aman
6 0,40 -0,80 0,16 0,64 5,662 < 10 , 267 Aman
∑ 1,765 2,56

Pemeriksaan Terhadap Geser Pons dan Geser Lentur Pons


 Check geser pons untuk tipe P-1 pada joint 71
Vu = ∑Pu = P1+ P2 = 2,810 + 4,555 = 7,365 ton
∑Pu = P1+ P4 = 2,810 + 5,872 = 8,682 ton
∑Pu = P1+ P6 = 2,810 + 5,662 = 8,472 ton
∑Pu = P2+ P4 = 4,555 + 5,872 = 10,427 ton
∑Pu = P2+ P5 = 4,555 + 3,917 = 8,472 ton
∑Pu = P2+ P6 = 4,555 + 5,662 = 10,217 ton
∑Pu = P4+ P6 = 5,872 + 5,662 = 11,534 ton
Vu maks tipe P-1 = 11,534 ton

140
Gambar 4.87 Denah Penampang Kritis Tipe P-1

Gambar 4.88 Potongan X-X Kritis Tipe P-1

Menghitung keliling kritis geser pons (bo) :


bo=2. ( lebar kolom+d ) =2. ( 500+250 )=1500 mm

Menghitung kuat geser kritis pons :


1 '
ф Vc=0,75.
3
√ f c . bo . d=0,75. 13 √30 . 1500.250=51,35 ton
(persamaan 80 , SNI 2847:2013, hal 110)
ф Vc pons>Vu pons → Aman

141
51,350 ton>11,534 ton → Aman

maka tidak perlu dilakukan pengecekan geser lentur karena tiang tidak
berada dalam bidang geser yang terbentuk.
4.8.2.3.Penulangan Pile Cap
4.8.2.3.1. Perhitungan Momen pada Pile Cap
 Momen tipe P-1 arah x = Mux maks P-1 = 1,77 ton.m
 Momen tipe P-1 arah y = Muy maks P-1 = 3,85 ton.m
4.8.2.3.2. Perhitungan Tulangan Pile Cap
Pile Cap Tipe P-4
Perhitungan tulangan direncanakan :
Mutu beton (Fc) = 30 Mpa 300 kg/cm2
Mutu tulangan (Fy) = 400 Mpa 4000 kg/cm2
Diameter tulangan pokok = D 19 19 mm
Tebal pile cap (h) = 115 cm  1150 mm
Dimensi Kolom = 40 x 50 cm
Selimut Beton = 75 cm
Tinggi efektif arah x
d = h – p – ½ D tul. pokok
= 1150 – 75 – ½ x 19
= 1065,5 mm
Tinggi efektif arah y
d = h – p – D tul. pokok + ½ D tul. pokok
= 1150 – 75 - 19 + ½ x 19
= 1065,5 mm
Rasio tulangan minimal
ρ min=0,0038 (Tabel.6, Gideon Kusuma series 1, hal 52)
Rasio tulangan kondisi balance

ρb=β
fy (
0,85 f ' c 600
600+ fy)=0,85
0,85. 30
400 (600
600+ 400 )
¿ 0,032
(pasal 10.4.3, SNI 2847:2013, hal 54 )
Rasio tulangan maksimal

142
ρ max=0,75∗ρb
ρ max=0,75∗0,032
= 0,024
(pasal 12.3.3, SNI 2847:2013, hal 70)

Tulangan Arah X
Momen = 1,77 ton.m
Faktor tahanan momen maksimal

( 2 0.85 . fc ))
Rn max=ρ max . fy 1−( ρ max
.
fy

( 0,024
Rn max=0,024 . 400 1−(
2
.
0.85 . 30 ) )
400
=7,89

Faktor reduksi kekuatan lentur ϕ = 0,80


(pasal 11.3.2.1, SNI 2847:2013, hal 61)

Momen nominal rencana


Mn=Mu/ ϕ
1,77
Mn= =2,212ton .m
0,80

Faktor tahanan momen


Mn 2,212 x 107
Rn= = =0,02 → Rn< Rn max(OK )
b . d 2 1150. 1065 ,52

Rasio tulangan perlu

( √ )
'
0,85 . f c 2 Rn
ρ perlu= 1− 1−
fy '
0,85. f c

ρ perlu=
400 ( √
0,85.30
1− 1−
2. 0,02
0,85.30 )
=0,00005

Rasio tulangan yang digunakan


ρ perlu< ρ min→ maka dipaka irasio tulangan minimal
ρ min = 0,0038
Luas tulangan yang diperlukan per meter

143
2
As perlu=ρ .b . d=0,0038.1150. 1065 ,5=4656,235 mm
Jarak tulangan yang diperlukan per meter
1 2 b 1 2 1150
s perlu= π . D . = .3,14. 19 . =69,99 mm
4 As 4 4656,235
Jarak tulangan maksimal
Jarak tulangan dipakai s=50 mm
Digunakan D 19−200
Luas tulangan dipakai
1 2 b 1 2 1150
As= π . D . = 3,14 .19 . =6517,855mm
4 s 4 50
As> As perlu → ( OK )

Tulangan Arah Y
Momen = 3,85 ton.m
Faktor tahanan momen maksimal

Rn max=ρ max . fy 1−
( ( ρ max
2
.
fy
0.85 . fc ))
Rn max=0,024 . 400 1− ( ( 0,024
2
.
400
0.85 . 30
=7,89))
Faktor reduksi kekuatan lentur ϕ = 0,80
(pasal 11.3.2.1, SNI 2847:2013, hal 61)

Momen nominal rencana


Mn=Mu/ ϕ
3,88
Mn= =4,85 ton . m
0,80

Faktor tahanan momen


Mn 4,85 x 107
Rn= = =0,04 → Rn< Rnmax (OK )
b . d 2 1150. 1065 ,52

Rasio tulangan perlu

ρ perlu=
fy ( √
0,85 . f ' c
1− 1−
2 Rn
0,85 . f ' c )
144
ρ perlu=
0,85.30
400 ( √
1− 1−
2 . 0,04
0,85.30 )
=0,0001

Rasio tulangan yang digunakan


ρ perlu< ρ min→ maka dipaka irasio tulangan minimal
ρ min = 0,0038
Luas tulangan yang diperlukan per meter
As perlu=ρ .b . d=0,0038.1150. 1065 ,52 =4656,235 mm2
Jarak tulangan yang diperlukan per meter
1 2 b 1 2 1150
s perlu= π . D . = .3,14. 19 . =69,99 mm
4 As 4 4656,235
Jarak tulangan maksimal
Jarak tulangan dipakai s=50 mm
Digunakan D 19−200
Luas tulangan dipakai
1 2 b 1 2 1150
As= π . D . = 3,14 .19 . =6517,855mm
4 s 4 50
As> As perlu → ( OK )

145

You might also like