You are on page 1of 4

Pembelajaran Jarak Jauh, Pendidikan Karakter Siswa Terabaikan

Maulida Zulfa Aini

Seperti yang kita tahu, pandemi covid-19 yang sedang kita alami ini mempengaruhi
segala dimensi kehidupan, termasuk dimensi pendidikan. Pandemi covid-19
mengharuskan terjadinya sebuah perubahan besar dalam dunia pendidikan, yaitu
meniscayakan proses kegiatan belajar-mengajar secara daring atau pembelajaran jarak
jauh (PJJ). Aktivitas pembelajaran dilakukan tanpa proses tatap muka antara guru dan
siswa dengan tujuan untuk mengantisipasi penyebaran virus agar tidak semakin meluas.
Dalam hal akademis, kegiatan belajar mengajar masih dapat diupayakan secara daring
melalui media digital. Namun, bagaimana dengan hal penguatan pendidikan karakter
siswa? Apakah pendidikan karakter dapat diajarkan secara daring?
Pendidikan karakter merupakan salah satu tujuan penting Pendidikan Nasional
Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas
secara intelektual, tapi juga harus mampu mencetak generasi yang cerdas secara spiritual
dan emosional, yaitu bermoral dan berkarakter sesuai dengan nilai, norma, dan ajaran
agama. Sejalan dengan UU tersebut, pada tahun 2017 Kemendikbud mencanangkan
gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang terdiri dari lima nilai karakter utama
yang saling berkaitan, yaitu nilai religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong, dan
integritas.
Selama ini sekolah menjadi salah satu satuan pendidikan yang bertanggung jawab
atas berkembangnya peserta didik, baik secara intelektual, keterampilan, maupun
karakter. Orang tua sebagai wali siswa menaruh kepercayaan dan harapan kepada sekolah
sebagai pusat pendidikan akademik dan karakter anak. Proses penguatan pendidikan
karakter siswa selama ini berjalan dengan cukup bak seiring proses pembelajaran
akademik di sekolah. Namun, dengan diberlakukannya PJJ selama pandemi ini, penguatan
pendidikan karakter siswa menjadi hal yang seidikit terabaikan.

Sejatinya, penguatan pendidikan karakter siswa merupakan tugas bagi semua pihak,
baik pemerintah, masyarakat, sekolah, dan khususnya orang tua. Selama pandemi, peran
orang tua dalam pendidikan karakter siswa sangat penting. Namun kenyataannya, orang
tua di rumah kurang mampu untuk membimbing pendidikan karakter anaknya. Hal
tersebut terjadi karena orang tua kebanyakan hanya berfokus menggantikan peran guru
sebagai pembimbing dalam belajar akademik, yang itupun masih mengalami kesulitan, dan
pada akhirnya pendidikan karakter anak terabaikan.
Sebuah riset oleh Badan Diklat Keagamaan Jakarta dengan 178 orang tua siswa dari
tingkat TK sampai SMA sebagai responden, menunjukkan bahwa sebanyak 164 orang tua
(92,1%) menyatakan bahwa orang tua tidak dapat membangun karakter anak secara
maksimal tanpa bantuan guru. Selain itu, sebanyak 175 orang tua (98,3%) pun
menyatakan bahwa peran serta guru dalam membangun karakter anak masih sangat
dibutuhkan meskipun pembelajaran dilakukan dari rumah.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa orang tua masih kurang mampu dalam
mengontrol perkembangan pendidikan karakter sang anak. Padahal, pendidikan karakter
sangat diperlukan, terutama di masa pandemi dengan digitalisasi yang luar biasa seprti
saat ini. Dengan diberlakukannya pembelajaran melalui media digital, tentu siswa dapat
mengakses pembelajaran kapan dan di mana saja. Namun di sisi lain, tentu kita tahu
bahwa media digital bebas menyajikan beragam informasi, baik positif maupun negatif.
Siswa yang belum siap dan belum mampu menyaring derasnya informasi di media digital
akan berpotensi terpapar konten negatif yang dapat merusak karakter mereka.
Pengaruh lainnya dari digitalisasi ini yaitu adanya sifat kecanduan bagi
pengguananya. Dengan teknologi dan internet, segala hal dapat diakses dengan mudah dan
cepat. Hal tersebut dikhawatirkan akan membentuk karakter siswa menjadi pribadi yang
konsumtif, malas berinovasi, minim kreatifitas, serta ingin mendapatkan sesuatu secara
instan. Pengaruh negatif dari kecanduan internet juga membuat siswa cenderung malas
berpikir karena mengandalkan mesin pencari google, sehingga kurang maksimal dalam
menyelesaikan tugas belajarnya.

Selain itu, penelitian1 membuktikan bahwa lima karakter utama yang dicanangkan
Kemendikbud juga mengalami distorsi. Pertama, pada karakter religius mengalam
pendistorsian pada aspek kepedulian terhadap sesama sehingga menimbulkan intoleransi
dan individualistik. Kedua, pembelajaran jarak jauh menjadikan siswa hampir tidak
pernah menghadiri kegiatan yang bersifat kenegaraan seperti upacara hari senin, dan lain-
lain. Hal tersebut menimbulkan adanya distorsi pada karakter nasionalisme
Ketiga, sikap siswa yang cenderung bergantung pada orang tua atau selama di
pembelajaran daring memunculkan distorsi pada karakter kemandirian. Selain itu, siswa
juga cenderung menjadi kurang percaya diri karena ketergantungan pada bantuan orang
lain dalam mengerjakan tugasnya selama di rumah. Keempat, kurangnya interaksi
langsung antar siswa menyebabkan sifat individualistik pada siswa dan kurangnya sikap
tolong-menolong serta rendahnya solidaritas dan empati antar siswa. Hal tersebut memicu
adanya distorsi pada karakter gotong royong. Kelima, pada karakter integritas, distorsi
1
Mithhar, Agustang, 2021, Distorsi Pendidikan Karakter Siswa... , Penguatan Riset, Inovasi, dan Kreativitas Peneliti
di Era Pandemi Covid-19, Makassar, hlm. 335.
muncul diakibatkan perilaku siswa yang cenderung tidak jujur dalam ujian/tes. Untuk
menemukan jawaban, siswa kerap kali melakukan kecurangan dengan cara menggunakan
google untuk mencari jawaban.
Selain itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan
juga melakukan survei karakter siswa di tahun 2021. Hasilnya adalah secara rata-rata
angka indeks menurun jika dibandingkan hasil indeks tahun lalu. Dari lima karakter
utama, hanya karakter nasionalisme yang memliki nilai lebih tinggi (74,26) dibandingkan
survei tahun lalu (74,13), sedangkan empat karakter lainnya mengalami penurunan.
Menurutnya, penyebab utama turunnya indeks karakter siswa adalah sistem PJJ yang saat
ini diterapkan sebagai solusi pendidikan di tengah pandemi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa agenda penguatan pendidikan karakter siswa di masa
PJJ belum tercapai dengan baik. Setidaknya saat ini terdapat tiga tantangan pelaksanaan
penguatan pendidikan karakter; pertama, pembelajaran daring membuat siswa kehilangan
peran guru sebagai sosok yang menjadi panutan dalam berkarakter. Kedua, penggunaan
teknologi digital akan berpotensi terpapar konten negatif yang dapat merusak karakter
mereka. Ketiga, suatu saat pembelajaran kembali normal, sekolah dituntut agar dapat
memperbaiki karakter siswa yang telah terdistorsi, di mana hal tersebut tentunya tidaklah
mudah.
Oleh karena itu, sebagai jawaban atas tantangan-tantangan tersebut, sudah menjadi
tanggung jawab kita bersama terutama para stakeholder dunia pendidikan, untuk
merumuskan kebijakan terbaiknya. Ironi jika generasi muda kehilangan karakter positif
akibat sistem pendidikan dan pembelajaran yang tidak mempriotiaskan penanaman nilai
moral dan karakter. Utamanya, kita mengharapkan tercapainya tujuan pendidikan
nasional, yaitu menjadikan peserta didik sebagai generasi muda yang cerdas, berkarakter,
dan berkepribadian baik. Pandemi tidak menjadi halangan untuk kita mencapai tujuan
tersebut.
Biodata Penulis
Nama : Maulid Zulfa Aini
Alamat : Bantarkawung 01/04, Kecamatan Bantarkawung, Brebes
TTL : Brebes, 29 Juni 2000
Phone : 082322016087
Facebook : Maulida Zulfa
Instagram : @maulidazulf
Kesan : KKN memang ajang persaudaraan yang indah.
Pesan : Yuk, baca buku!

You might also like