Sejarah Perkembangan New Publik Management (NPM) adalah paradigma baru dalam manajemen sektor publik. NPM biasanya dikawankan dengan Old Publik Management (OPM). Konsep NPM muncul pada tahun 1980-an dan digunakan untuk mellukiskan sektor publik di Inggrin dan Selandia Baru. NPM menekankan ada control atas output kebijakan pemerintah, desentrallisasi otoritas menajement, pengenalan pada dasar kuasi- mekanisme pasar, serta layanan yang berorientasi customer. Asal NPM berasal dari pendekatan atas menejemen publik dan birokrasi. Selama ini birokrasi erat dikaitakan dengan manajemen sektor publik itu sendiri. Birokrasi dianggap erat berkait dengan keengganan maju, kompeksitas hirarki jabatan dan tugas, serta mekanisme pembuatan keputusan yang top-down. Fokus dari NPM sebagai sebuah gerakan adalah pengadopsian keunggulan teknik manajemen perusahaan sektor publik untuk diimplementasikan dalam sektor publik dan pengadministrasiannya. Prinsip-prinsip NPM merupakan sebagai berikut: a. Penekanan pada keahlian menajemen profesioanal dalam mengendalikan organisasi. b. Standar-standar yang tegas dan terukur atas performa organisasi, termasuk klarifikasi tujuan, target, dan indikator-indikator keberhasilannya. c. Peralihan dan pemanfaatan kendali input menjadi output, dalam prosedur-prosedur birokrasi yang seluruhnya diukur lewat indikator-indikator performa kuantitatif. d. Peralihan dari sistem manajemen tersentral menjadi desentralistik dari unit-unti sektor publik. e. Pengenalan pasa kompetisi yang lebih besar dalam seltor publik, seprti penghematan dana dan pencapaian stanndar tinggi lewat kontrak dan sejenisnya. f. Penekanan pada praktek-praktek manajeman bergaya perusahaan swasta seperti kontrak kerja singkat, pembangunan rencana korporasi, dan pernyataan misi. g. Penekanan pasa pemangkasan, efisiensi, dan melakukan elebih banyak sumber daya yang sedikit. Kritik New Publik Management: New Public Management Hadirnya konsep NPM bukanlah tanpa kritik, terdapat sejumlah hal yang dianggap sebagai kelemahan dari NPM. Hal ini menurut Economic and Social Counsil United Nation 2003:9 diakibatkan oleh adanya perbedaan besar antara kekuatan pasar dengan kepentingan publik, dan kekuatan pasar ini tidak dapat selalu memenuhi apa yang menjadi kepentingan publik. Bahkan dalam banyak hal publik sering kali tidak dilibatkan untuk berpartisipasi dalam menentukan, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi tindakan-tindakan yang diambil pemerintah. New Public Management merupakan konsep yang lahir dari negara maju seperti Inggris sehingga ketika diterapkan pada negara berkembang tentu saja akan menghadapi masalah. Negara berkembang menghadapi masalah karena sistem dan karakteristik ekonomi yang berbeda dengan negara maju. Negara maju memiliki karakteristik pasar yang sudah mampu melepas sektor-sektor tertentu kepada mekanisme pasar karena didukung dari birokrasi dan aturan- aturan hukum yang kuat, sedangkan negara berkembang yang mencoba mengikuti New Public Management tidak atau kurang pengalaman untuk menerapkan karakteristik ekonomi pasar ditambah kurangnya sumber daya manusia dan aturan hukum yang kuat mengakibatkan penerapan New Public Management tidak dapat berlaku universal dan rentan mengalami kegagalan.
2. New Publik Service
Sejarah New Public Service Memahami teori administrasi negara secara paradigmatik, tulisan Janet V. Denhardt dan Robert B. Denhardt yang berjudul The New Public Service: Serving, not Steering dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan paradigma administrasi negara klasik sampai administrasi negara kontemporer. Tulisan tersebut diterbitkan pertama kali dalam bentuk buku pada tahun 2003 di New York. Sejak kemunculannya buku ini mendapat respon yang positif dari kalangan cendikiawan administrasi negara karena dianggap mampu memberikan perspektif alternatif dalam memandang administrasi negara. Dari buku inilah konsep New Public Service mulai dikenal. Buku ini diawali dengan kalimat “ Government shouldn’t be run like a business ;it should be run like a democracy”. Pemerintahan (administrasi negara) tidak seharusnya digerakkan seperti bisnis. Menjalankan pemerintahan sama dengan menggerakkan tatanan demokrasi. Perdebatan tentang acuan nilai administrasi Negara atau adminisrasi publik, apakah berorientasi pada nilai-nilai ekonomi (efisiensi dan efektivitas) ataukah nilai-nilai politik (keadilan, demokrasi, penghargaan HAM dan sebagainya) telah menjadi isu klasik dalam studi administrasi publik. Perdebatan ini telah dimulai sejak awal lahirnya ilmu administrasi publik yang dibidani oleh lahirnya tulisan Woodrow Wilson pada tahun 1887 dengan judul “The Study of Administration” . Sebelum terbit berbentuk buku, pada tahun 2000 Denhardt dan Denhardt sudah pernah mempublikasikan tulisan yang sama, namun dengan judul yang berbeda yaitu The New Public Service: Serving Rather than Steering dalam jurnal Public Administration Review. Kemudian disusul dengan tulisan yang lain tetapi kurang lebih dengan ide yang sama dalam International Review of Public Administration pada tahun 2003, dengan judul The New Public Service: An Approach to Reform. Buku yang diterbitkan pada tahun 2003 adalah repetisi dan modifikasi dari dua tulisan yang pernah muncul sebelumnya. Denhardt dan Denhardt mencoba membagi paradigma Administrasi Negara atas tiga kelompok besar, yaitu paradigma The Old Public Administration (OPA), The New Public Management (NPM) dan The New Public Service (NPS) Prinsip-prinsip New Public Service Adapun prinsip-prinsip yang ditawarkan Denhart & Denhart (2003) adalah sebagai berikut: a. Melayani Warga Negara, bukan customer (Serve Citizens, Not Customer). b. Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest). c. Kewarganegaraan lebih berharga daripada Kewirausahaan (Value Citizenship over Entrepreneurship). d. Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act Democratically). e. Tahu kalau Akuntabilitas Bukan Hal Sederhana (Recognize that accountability is not Simple) f. Melayani Ketimbang Mengarahkan (Serve Rather than Steer) g. Menghargai Manusia, Bukan Sekedar Produktivitas (Value People, Not Just Productivity). Kritik New Public Service Di Indonesia sendiri penerapan New Public Service sudah sangat lama dibicarakan dan berusaha untuk direalisasikan, namun dalam kenyataannya masih terkendala banyak hal dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
3. Paradigma Good Governance
Sejarah perkembangan Sejarah Konsep Governance Dalam prespektif historis konsep governance bukanlah istilah baru, istilah ini dipergunakan untuk pertama kali di Perancis pada abad ke semasa ke Raja Henry berkuasa IV pada tahun di 1399. Dalam masa ini governance dipahami sebagai ”pemerintah pusat”. (Loffler 2003, 160; Eliassen dan Sitter 2008,113). Istilah ini governance menjadi lebih populer ketika Bank Dunia kembali memperkenalkan istilah “governance” dalam Laporan Bank Dunia dalam tahun 1989. Penggunaan istilah governance oleh Bank Dunia mengisyaratkan Prinsip-prinsip paradigma Good Governance a. Participation b. Rule of law c. Transparency d. Responsiveness e. Consensus oriented f. Equity and inclusiveness g. Effectiveness and efficiency h. Accountability i. Participation Kritik Good Governance Ini diskusi terkait bantuan tentang good governance, persoalan antarapemberi dan pencari bantuan, dan cara arogan dan menggurui di mana GG dibangun oleh para pemberi bantuan yang mendiskriminasi sepeneuhnya terhadap kita di Afrika dan bagian lain nergara-nergara di Selatan. Ketika menggunakan cara ini, GG sepertinya hanyalah alat untuk neokolonialisme, Kritik tersebut tentu beralasan sebab lembaga donor mempersyaratkan kepada negara debitor (yang memerlukan utang kapada lembaga donor/kreditor) harus melakukan structural adjustment program, dimana kebijakan tersebut sengaja diterapkan oleh lembaga Donor semisal World Bank untuk mempengaruhi kebijakan politik dan ekonomi suatu negara yang meminjam uang kepadanya. 4. Paradigma Old Public Administration Sejarah Perkembangan Paradigma Old Public Administration (OPA) pertama kali dikenalkan oleh Presiden Amerika Serikat yaitu Woodrow Wilson. Dia berpendapat bahwa bidang administrasi publik sama dengan bidang politik. Tujuan dari paradigma Old Public Administration (OPA) adalah melaksanakan kebijakan dan memberikan pelayanan diamana dalam pelaksanaanya dilakukan dengan netral, profesional, dan lurus mengarah kepada tujuan yang ditetapkan. Konsep Old Public Administration (OPA) menyatakan bahwa peran pemerintah adalah “Rowing”. Denhardt dan Denhardt (2007) menjelaskan bahwa peran pemerintah dalam konteks Rowing adalah “sebagai pusat pertanggungjawaban administrasi”. Konsep Old Public Administration (OPA) merespon masyarakat sebagai “Kliens” sehingga Denhardt dan Denhardt (2007) menyebutnya sebagai “Dependent” atau “Followers”. Akuntabilitas dalam konsep Old Public Administration (OPA) adalah bersifat hirarkis. Konsep Old Public Administration (OPA) ingin membentuk birokrasi yang efisien, disiplin dan objektif, namun menurut Dwiyanto (2008) “konsep ini akan menjadi tidak baik jika dia mencapai pada titik optimalisasi”. Dwiyanto (2008) mengatakan “akan terciptalah sebuah manajemen organisasi publik yang paternalistik, kaku atau rigid, dan tidak responsif”. Prinsip-prinsip paradigma Old Public Administration Menurut Dernhart dan Dernhart (2003) terdapat 6 prinsip dasar yang menjadi acuan utama dalam Old Public Administration, ke 6 prinsip tersebut adalah : a. Fokus pemerintah pada pelayanan publik secara langsung melalui badan- badan pemerintah. b. Kebijakan publik dan administrasi menyangkut perumusan dan implementasi kebijakan dengan penentuan tujuan yang dirumuskan secara politis dan tunggal. c. Administrasi publik mempunyai peranan yang terbatas dalam pembuatan kebijakan dan kepemerintahan, administrasi publik lebih banyak dibebani dengan fungsi implementasi kebijakan public d. Pemberian pelayanan publik harus dilaksanakan oleh administrator yang bertanggungjawab kepada ”elected official” (pejabat/birokrat politik) dan memiliki diskresi yang terbatas dalam menjalankan tugasnya. e. Administrasi negara bertanggungjawab secara demokratis kepada pejabat politik f. Program publik dilaksanakan melalui organisasi hirarkis, dengan manajer yang menjalankan kontrol dari puncak organisasi Kritik Old Public Administration Dalam implementasi nya, Old Public Administration memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya adalah karena adanya pemisahan antara politik dan administrasi (legislator) maka terdapat pembagian tugas diantara keduanya. Tugas legislator sebagai perumus kebijakan dan tugas administrator sebagai pengeksekusi atau pengimplementasi dari kebijakan tersebut. Dengan adanya pembagian ini diharapkan tugas-tugas tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien. Adapun kekurangan dari pendekatan ini adalah ketidakefektifan dalam memecahkan masalah utamanya yang berkaitan dengan pelayanan karena masih cenderung menggunakan pandangan klasik yang dinilai kurang inovatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
5. Paradigma Sound Governance
Sejarah perkembangan paradigma Sound Governance Sepuluh tahun lalu di depan Konferensi PBB, Presiden Tanzania Julius K. Nyerere, dengan lantang telah mengkritik habis-habisan GG yang dikatakanya sebagai konsep imperialis dan kolonialis. Sebab GG akan mengerdilkan struktur negara- negara berkembang, sementara kekuatan bisnis dunia makin membesar. Terlepas dari benar salahnya kritik Sang Presiden, tapi gugatannya terhadap pengaruh struktur global terhadap reformasi pemerintahan inilah yang mengilhami Farazmand untuk tidak hanya terfokus pada tiga aktor (pemerintah, pasar dan civil society) tetapi juga kekuatan internasional. Hal ini didukung oleh fakta kesenjangan global yang kian melebar. Data dari UNDP tentang perbandingan GDP per kapita konstan negara kaya, menengah dan miskin sejak tahun 1960 sampai 2002 menunjukkan fakta yang sangat menarik. Gap antara negara miskin yang ditinggali sekitar 2,5 milyar jiwa dengan negara menengah (2,7 milyar jiwa) relatif stagnan yaitu berkisar $1.500. Secara mengejutkan, gap antara negara kaya (kurang dari 1 milyar jiwa) dengan negara menengah di era 1960 berkisar $7.000 dan terus naik secara fantastis hingga tahun 2002 menjadi $25.000 lebih. Kita bisa melihat hasil pembangunan internasional mulai dari Growth Theory sampai terakhir GG hanya menghasilkan kerapuhan fundamen ekonomi dunia dan kesenjangan global yang semakin akut. Prinsip-prinsip Sound Governance Sound governance terdiri dari beberapa komponen utama atau prinsip. Sebagai unsur yang dinamis yang berinteraksi satu sama lain, dan membentuk semua kesatuan unik yang beroperasi dengan keanekaragaman internal, kompleksitas, dan intensitas, dan tantangan eksternal, kendala, dan peluang. Kedua fitur dinamis internal dan eksternal berinteraksi terus menerus, menjaga sistem institusi yang dinamis (Ridla, 2016: 219). Menurut Farazmand, sound governance memiliki sepuluh prinsip. “Sebagai elemen dari sebuah sistem dinamis, elemen komponen ini berinteraksi secara dinamis satu sama lain, dan semuanya membentuk satu kesatuan yang mempertimbangkan keragaman, kompleksitas dan intensitas internal dan menindaklanjuti tantangan, batasan dan peluang eksternal. Fitur dinamis internal dan eksternal bisa berinteraksi secara konstan yang membuat sistem governance difokuskan pada arah dan aksi menurut tujuannya” (Domai, 2011:17). Prinsip Sound Governance bekerjasama dengan lainnya seperti orkestra, dengan leadership yang jelas dan partisipasi dinamis elemen atau komponen interaktif, sehingga memberikan kualitas sistem governance di luar harapan (Nilawati, 2016:308). Prinsip-prinsip sound governance menurut Domai (2011: 18- 23) adalah proses, struktur, kognisi dan nilai, konstitusi, organisasi dan institusi, manajemen dan kinerja, kebijakan, sektor, kekuatan internasional (globalisasi) serta etika, akuntabilitas dan transparansi. Kritik Dalam hal ini kritik dari Arif Dirlik (Mongia, 1996) sangatlah tajam, yaitu: “The transnationalization of production is the source at once of unprecedented global unity and unprecedented fragmentation in history of capitalism. The homogenization of the globe economically, socially and culturally is such that Marx’s prediction finally seems to be on the point of vindication”. (transnasionalisasi produksi adalah sumber dari terjadinya penyatuan global dan fragmentasi dari sejarah kapitalisme. Hogomenisasi dunia baik secara ekonomi, sosial maupun budaya yang terjadi melalui hal itu adalah pembenaran dari prediksi Marx). Argumen tersebut didukung oleh kenyataan akan banyaknya intelektual-intelektual di negara berkembang yang ikut-ikutan mendukung asumsi-asumsi global tersebut. Mereka sibuk menyalahkan faktor internal Negara nya sebagai sumber masalah keterpurukan ekonomi mereka. Dan mengagung- agungkan pentingnya intervensi dari luar (lembaga-lembaga donor internasional) sebagai satu-satunya solusi.