You are on page 1of 26

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A220019

**Pembimbing/dr. Sulistyowati, Sp. An

OBAT ANESTESI LOKAL

Ranti Rizki Armelia, S.Ked*

dr. Sulistyowati, Sp. An**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ANESTESI

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Clinical Science Session (CSS)

OBAT ANESTESI LOKAL

Oleh:

Ranti Rizki Armelia, S.Ked

G1A220019

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik senior

Bagian Anestesi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Jambi

RSUD Raden Mattaher Jambi

2021

Jambi, Desember 2021

Pembimbing,

dr. Sulistyowati, Sp. An

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas pada Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Anestesi yang berjudul “Obat Anestesi Lokal”.
Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori
yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Anestesi,.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr.
Sulistyowati, Sp. An sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa pemulisan tugas ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jambi, Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................. i

Lembar Pengesahan ..................................................................................... ii

Kata Pengantar ............................................................................................. iii

Daftar Isi ...................................................................................................... iv

BAB I Pendahuluan ................................................................................... 1

BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................ 2

BAB III Kesimpulan .................................................................................... 21

Daftar Pustaka .............................................................................................. 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Lokal anestesi didefinisikan sebagai hilangnya sensasi pada suatu area di


tubuh yang disebabkan oleh depresi dari eksitasi akhir saraf atau inhibisi dari
proses konduksi pada nervus perifer yang bersifat sementara. Obat anestesi lokal
adalah obat yang dapat menyebabkan blok konduksi dari impuls saraf yang
bersifat reversible sepanjang jalur saraf sentral maupun perifer setelah dilakukan
anestesi regional.1

Kegunaan penting yang dihasilkan oleh lokal anestesi ini berupa hilangnya
sensasi tanpa hilangnya kesadaran, hal ini merupakan perbedaan besar yang
dramatis dari anestesi lokal dibandingkan dengan anestesi umum. Disamping itu,
obat anestesi lokal juga kurang menimbulkan gangguan kognitif. Pemberian
konsentrasi yang tepat dari obat anestesi lokal menyebabkan impuls saraf otonom,
sensorik somatik dan motorik somatik akan terganggu sehingga menyebabkan
blok sistem saraf, dan paralisis dari otot skeletal pada daerah yang dipersarafi
saraf yang terpapar.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Obat anestesi lokal adalah suatu ikatan kimia yang mampu menghambat
konduksi saraf perifer apabila obat ini disuntikkan di daerah perjalanan serabut
saraf dengan dosis tertentu tanpa menimbulkan kerusakan permanen pada serabut
saraf tersebut. Sifat hambatannya pada saraf pada umumnya bersifat total, tetapi
ada juga yang bersifat selektif, misalnya hanya akan menghilangkan rasa nyeri
saja, sedangkan rasa raba dan rasa tekan masih ada. Hal ini tergantung pada dosis
atau konsentrasi obat yang digunakan. Adapun sifat – sifat yang harus dimiliki
oleh anestesi lokal yaitu poten (efektif dalam dosis rendah), daya penetrasinya
baik, mulai kerjanya cepat, masa kerjanya lama, toksisitas sistemiknya rendah,
tidak iritatif terhadap jaringan saraf, efeknya reversible, dan mudah dieliminasi.2

2.2 Klasifikasi

Berdasarkan struktur molekulnya terdapat dua golongan obat anestesi


lokal, yaitu golongan ester dan amida. Semua obat anestesi lokal yang digunakan
terdiri dari cincin aromatik (hidrofobik) yang terhubung dengan kelompok amino
tersier (hidrofilik) oleh suatu alkil pendek, yaitu rantai intermediet yang
mengandung ikatan ester atau amida sesuai dengan pembagiannya. Obat
anesthesia lokal merupakan basa lemah yang umumnya memiliki muatan positif
pada grup amino tersiernya pada keadaan pH fisiologis.1

2
Gambar 1. (A) Typical Local anesthetic, (B) Ester Type, (C) Amide Type3

Gambar 2. Konfigurasi Kimia Anestesi Lokal3

3
Derivate ester terdiri dari derivate asam benzoate, misalnya kokain,
derivate asam para amino benzoat misalnya prokain dan klorprokain. Derivat
amida contohnya lidokain, prilokain, mepivakain, bupivakain, dan etidokain.

Adapun perbedaan ester dan amida adalah sebagai berikut:

1. Senyawa Ester :
- Relatif tidak stabil dalam bentuk larutan
- Dimetabolisme dalam plasma oleh enzyme pseudocholienterase
- Masa kerja pendek
- Relatif tidak toksik
- Dapat bersifat allergen, karena strukturnya mirip PABA (para amino
benzoic acid)
2. Senyawa Amida:
- Lebih stabil dalam bentuk larutan
- Dimetabolisme dalam hati
- Masa kerja lebih panjang
- Tidak berisfat allergen

Tabel 1. Karakteristik Anestesi Lokal3

Local Structure Time to Duration Maximum Maximum


Anesthetic Onset of Dose (mg) Dose
of Action (mg/kg)
Action
Bupivacaine Amida Medium Long 150 – 175 1 - 2,5
Chloroprocaine Ester Short Short 800 – 1000 10
Cocaine Ester Long Long 200 1,5 – 3
Etidocaine Amida Short Long 200 – 300 2–5

4
Levobupivacaine Amida Medium Long 150 2 – 2,5
Lidocaine Amida Short Medium 300 4–5
Mepivacaine Amida Short Medium 300 – 400 4–5
Prilocaine Amida Short Medium 500 5–7
Procaine Ester Long Short n/a 5
Ropivacaine Amida Medium Long 225 2,5 – 3
Tetracaine Ester Long Long 100 1–5

Berdasarkan potensi dan lama kerjanya atau durasinya, anestesi lokal bisa
dibedakan mejadi potensi rendah dan durasi singkat, potensi dan durasi sedang,
potensi kuat dan durasi panjang. Untuk obat dengan potensi rendah dan durasi
singkat sebagai contoh adalah prokain dengan potensi 1 dan durasi 60 – 90 menit,
klorprokain dengan potensi 1 dan durasi 30 – 60 menit. Untuk obat dengan
potensi dan durasi sedang sebagai contoh mepivakain dengan potensi 2 dan durasi
120 – 240 menit, prilokain dengan potensi 2 dan durasi 120 – 240 menit, lidokain
denga potensi 2 dan durasi 90 – 200 menit. Untuk obat dengan potensi kuat dan
durasi panjang sebagai contoh tetrakain dengan potensi 8 dan durasi 180 – 600
menit, bupivakain dengan potensi 8 dan durasi 180 – 600 menit, etidokain dengan
potensi 6 dan durasi 180 – 600 menit.2

Berdasarkan berat jenis (konsentrasi) dan penggunaannya dibedakan menjadi


isobarik, hipobarik, dan hiperbarik. Isobarik digunakan untuk infiltrasi lokal, blok
lapangan (field block), blok saraf, blok fleksus, dan blok epidural. Konsentrasi
obat yang digunakan adalah sebagai berikut : prokain 1 – 2%, klorprokain 1 – 3%,
lidokain 1 – 2%, mepivakain 1 – 2%, prilokain 1 – 3%, tetrakain 0,25% - 0,5%,
bupivakain 0,25 – 0,5%, dan etidokain 1 – 1,5%. Hipobarik digunakan untuk
analgesia regional intravena. Konsentrasi obat dibuat separuh dari konsentrasi
isobaric. Hiperbarik digunakan khusus untuk injeksi intratekal atau blok

5
subarachnoid. Konsentrasi obat dibuat lebih tinggi, misalnya : lidokain 5%
hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik yang telah dikemas khusus untuk blok
subarachnoid oleh pembuatnya.2

2.3 Mekanisme Kerja Anestesi Lokal

Obat anestesi lokal mencegah proses terjadinya depolarisasi membrane saraf


pada tempat suntikan obat, selanjutnya membrane akson tidak akan dapat bereaksi
dengan asetilkolin sehingga membrane akan tetap dalam kadaan semipermeabel
dan tidak terjadi perubahan potensial. Keadaan ini menyebabkan aliran impuls
yang melewati saraf tersebut terhenti, sehingga segala macam rangsang atau
sensasi tidak sampai ke susunan saraf pusat. Keadaan ini menyebabkan timbulnya
parestesia sampai anesthesia, paresis sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh
darah pada daerah yang terblok.1

Hambatan depolarisasi dilakukan melalui mekanisme : penggantian ion


kalsium pada membran dengan bagian/struktur dari obat anestesi lokal,
mengurangi permeabilitas membrane sel terhadap natrium, menurunkan laju
depolarisasi aksi potensial membrane, menurunkan derajat depolarisasi sampai
ambang potensial, menggagalkan perkembangan penyebaran aksi potensial. Ion
natrium merupakan ion ekstraseluler utama sedangkan ion kalium merupakan ion
intraseluler utama. Dinding sel lebih permeabel terhadap ion kalium sehingga
kalium lebih bebas melewati dinding sel, sedangkan ion natrium bersifat semi –
permeabel dan diatur oleh kanal ion natrium.1

Pada waktu istirahat terdapat perbedaan potensial pada membrane sel saraf.
Perbedaan tersebut relatif lebih negative di dalam sel dibandingkan dengan di luar
sel. Saat terjadi konduksi impuls, kanal ion natrium terbuka dan ion natrium
bergerak ke dalam sel sehingga terjadi depolarisasi sel. Obat anestesi lokal akan
memblok konduksi saraf dengan cara menghambat masuknya ion natrium.1

6
Setelah obat anestesi diinjeksikan terjadi peningkatan pH larutan oleh proses
penyangga jaringan yang akan mengubahnya menjadi bentuk non – ion sehingga
lebih mudah larut dalam lemak. Dalam bentuk ini obat anestesi lokal lebih mudah
menembus membrane lipid untuk untuk masuk kedalam sel. Didalam sel sebagian
obat akan mengalami ionisasi kembali. Obat akan masuk kedalam kanal natrium
yang terbuka pada bagian dalam dan akan menghambat aliran masuk natrium
sehingga terjadi blok pada konduksi impuls.1

Beberapa faktor yang mempengaruhi kepekaan serabut saraf terhadap obat


anestesi lokal antara lain ukuran, mielinisasi, dan panjang serabut saraf yang
terpapar obat anestesi lokal. Secara umum sensasi terhadap temperature akan
menghilang terlebih dahulu diikuti dengan sensasi nyeri dan sentuhan ringan. Hal
ini diduga disebabkan oleh serabut yang kecil dan tidak bermielin (serabut C)
yang mengkonduksi sensasi terhadap temperature lebih peka terhadap obat
anestesi lokal dibandingkan dengan serabut saraf yang besar dan bermielin
(serabut A) yang mengkonduksi sentuhan. Perbedaan kecepatan blok pda serabut
saraf kecil dan besar akan dipengaruhi pula oleh jenis obat anestesi lokal.1

Perbedaan blok dipengaruhi pula oleh panjang serabut saraf yang terpapar
obat anestesi lokal, dimana serabut saraf kecil membutuhkan jumlah obat anestesi
lokal yang lebih sedikit. Untuk tercapainya blok konduksi impuls saraf
dibutuhkan panjang serabut saraf minimal yang terpapar obat anestesi lokal
dengan konsentrasi yang cukup. Serabut saraf yang besar akan memiliki retensi
yang lebih tinggi terhadap blok obat anestesi lokal.1

Konsentrasi minimal yang dibutuhkan obat anestesi lokal untuk menghasilkan


blok konduksi impuls saraf disebut pula dengan Cm. Cm serupa dengan Minimum
Alveolar Concentration (MAC) untuk obat anestesi inhalasi. Diameter dari
serabut saraf akan mempengaruhi Cm, dimana serabut saraf yang besar akan

7
membutuhkan konsentrasi yang besar dari obat anestesi lokal untuk terjadinya
blok. Peningkatan dari pH jaringan atau frekuensi stimulasi saraf yang besar akan
menurunkan Cm. Setiap obat anestesi lokal memiliki keunikan tersendiri untuk
Cm. Hal tersebut disebabkan pada blok sensorik tidak selalu diikuti dengan
paralisis otot skeletal. Pada anestesi subarachnoid membutuhkan obat anestesi
lokal yang lebih sedikit dibandingkan dngan epidural. Hal tersebut
menggambarkan akses obat lokal akan lebih mudah mencapai saraf yang tidak
terlindungi pada rongga subaraknoid.1

Secara umum mekanisme anestesi lokal dapat disimpulkan dalam algoritma


berikut ini:4,5

Anestesi Lokal

Berikatan dengan reseptor

Kanal Na+ terblok

Perpindahan Sodium ↓

Kecepatan depolarisasi membrane ↓

Potensial aksi tidak terjadi

Konduksi di blok

8
2.4 Farmakologi Anestesi Lokal

2.4.1 Farmakokinetik

Kliren obat anetesi lokal dari jaringan saraf dan tubuh berpengaruh
terhadap lama kerja dan potensi untuk terjadinya efek toksisitas. Efek secara
klinis obat anestesi lokal tergantung dari beberapa faktor lokal seperti akan
dijelaskan pada efek farmakodinamik obat, sementara efek toksisitas sistemik
terutama tergantung dari kadar obat anestesi lokal dalam darah. Kadar obat
anestesi lokal dalam darah tergantung dari proses absorbsi, distribusi, dan
eliminasi dari obat anestesi lokal tersebut.1

2.4.1.1 Absorbsi Sistemik

Secara umum obat anestesi lokal dengan absorbsi sistemik yang rendah
akan memiliki batas aman yang besar dalam penggunaannya secara klinis.
Kemampuan obat anestesi lokal untuk diabsorbsi tergantung dari beberapa faktor,
dimana hal – hal terpenting adalah lokasi injeksi, dosis obat anestesi lokal, sifat
fisikokimia obat tersebut dan penggunaan epinefrin sebagai obat tambahan.1

Pembuluh darah dan jaringan lemak disekitar lokasi injeksi obat anestesi
lokal akan berinteraksi dengan sifat fisikokimia dari obat tersebut untuk
mempengaruhi uptake sistemik. Secara umum area yang memiliki banyak
pembuluh darah akan lebih cepat dan komplit dalam mengabsorbsi obat anestesi
lokal dibandingkan dengan area yang memiliki banyak jaringan lemak tanpa
tergantung dari jenis obat anestesi lokal. Oleh karena itu kecepatan absorbs obat
anestesi lokal akan menurun pada beberapa lokasi injeksi dimulai dari intercostal,
kaudal, epidural, pleksus brachialis, skiatrik, atau femoral. Semakin besar dosis
total obat anestesi lokal yang diinjeksikan maka akan semakin besar absorbsi
sistemik dan kadar puncak dalam darah (Cmax). Hubungan ini berbanding lurus
dan tidak terpengaruh secara relative oleh konsentrasi obat dan kecepatan injeksi.1

9
Sifat fisikokimia dari obat anestesi lokal akan mempengaruhi absorbsi
sistemik. Secara umum semakin poten suatu obat dengan kelarutan lemak dan
ikatan dengan protein akan menyebabkan absorbsi sistemik dan Cmax rendah.
Peningkatan dari ikatan saraf dan jaringan bukan saraf mungkin yang menjelaskan
hal ini. Berikut di jelaskan perbandingan dari masing – masing serabut saraf:1

Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Serabut Saraf1

Tipe Klasifikasi Modalitas Diameter Konduksi Sensitivitas Mielinisasi


serabut sensorik (mm) (m/s) Anestesi
Lokal
Aα Motorik 12 – 20 70 - 120 + Ya
Aα Tipe Ia Propiosepsi 12 – 20 70 - 120 ++ Ya
Aα Tipe Ib Propiosepsi 12 – 30 70 - 120 ++ Ya
Aβ Tipe II Tekanan 5 – 12 30 – 70 ++ Ya
Propiosepsi
Aγ Motorik 3–6 15 – 30 ++ Ya
(muscle
spindle)
Aβ Tipe III Nyeri, 2–5 12 – 30 +++ Ya
temperature,
dingin,
sentuhan
B Serabut <3 3 – 14 +++ Beberapa
otonom
preganglionik
C Dorsal Tipe IV Nyeri, hangat 0,4 – 12 0,5 – 2 ++++ Tidak
root

10
C Serabut 0,3 – 1,3 0,7 – 2,3 ++++ Tidak
Simpatis simpatis post -
ganglionik

2.4.1.2 Distribusi

Setelah diabsorbsi secara sistemik, obat anestesi lokal didistribusikan ke


seluruh tubuh dengan cepat. Distribusi obat anestesi lokal akan tergantung dari
curah pembuluh darah dari suatu organ, koefisien partisi obat anestesi lokal di
antara kompartemen dan ikatan plasma protein. Organ penting yang perlu
diperhatikan sehubungan dengan toksisitas anestesi lokal adalah jantung dan
sistem saraf pusat yang merupakan organ kaya pembuluh darah.1

Distribusi obat anestesi lokal yang sering digambarkan dengan volume


distribusi yaitu jumlah obat keseluruhan yang ada pada kompartemen sentral
dibagi konsentrasinya. Volume distribusi hanya menggambarkan distribusi pada
keseluruhan tubuh sehingga tidak akurat untuk organ spesifik. Ikatan plasma
protein yang kuat akan menahan obat anestesi lokal dalam darah.1

2.4.1.3 Eliminasi

Metabolisme obat anestesi lokal golongan ester terutama dilakukan oleh


enzim kolinesterase yang terdapat didalam plasma, sedangkan metabolisme
golongan amida sebagian besar dimetabolisme di hati. Oleh karena itu, aliran
darah hati, eksresi hati, dan protein dinding sel menentukan eliminasi obat
anestesi lokal golongan amida. Golongan ester cepat dihidrolisis dan metabolitnya
akan dieksresi lewat ginjal karena larut dalam air. Semakin tinggi kecepatan
eliminasi obat anestesi lokal, maka akan semakin lebar batas keamanannya.1

11
2.4.2 Farmakodinamik

Keuntungan utama dari pengetahuan akan farmakodinamik obat anestesi


lokal adalah kemampuan untuk memperkirakan Cmax dari obat anestesi lokal
sehingga pemberian dosis toksis dapat dihindari. Walaupun demikian
farmakodinamik suatu obat sangat sulit untuk diperkirakan dalam keadaan
tertentu karena setiap individu memiliki karakteristik fisik dan fisiologis yang
berbeda.1

Pada usia tua dan muda, terdapat hubungan antara kadar obat anestesi
lokal dengan memperhitungkan dosis obat anestesi lokal dan berat badan pasien.
Obat anestesi lokal dengan dosis yang besar bila ditempatkan pada posisi yang
tepat akan meminimalkan resiko terjadinya toksisitas sistemik dibandingkan
dengan obat dengan dosis yang lebih kecil jika dengan tidak sengaja diinjeksikan
ke dalam pembuluh darah. Semua faktor tersebut harus dipertimbangkan ketika
akan menggunakan obat anestesi lokal dan menghindari efek toksisitas sistemik
dengan total dosis yang masih dapat diterima.1

2.5 Keuntungan dan Kerugian Obat Anestesi Lokal4

2.5.1 Keuntungan Anestesi Lokal

a. Alat minim dan teknik relatif sederhana sehingga biaya relatif lebih murah
b. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar sehingga resiko aspirasi berkurang
c. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi
d. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi
e. Perawatan post operasi lebih ringan/murah
f. Kehilangan darah sedikit

12
2.5.2 Kerugian Anestesi Lokal

a. Membutuhkan kerjasama penderita


b. Sulit diterapkan pada anak – anak
c. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional
d. Pasien lebih suka dalam keadaan tidak sadar
e. Tidak praktis jika diperlukan beberapa suntikan
f. Menimbulkan ketakutan bahwa efek obat menghilang ketika pembedahan
belum selesai

2.6 Obat Anestesi Lokal

1. Bupivacaine (Marcain)
Bupivakain dikenal dengan markain. Potensi 3-4 kali dari lidokain
dan lama kerjanya 2-5 kali lidokain. Dosis umum 1-2 ml/kg BB. Durasi
panjang 180 – 600 menit. Penggunaan dosisnya untuk infiltrasi lokal dan
blok saraf kecil digunakan larutan 0,25%, blok saraf labih besar digunakan
larutan 0,5%, blok epidural digunakan larutan 0,5%-0,75%, untuk
subaraknoid blok digunakan larutan 0,5 - 0,75%. Penggunaan bupivakain
0,5% cukup untuk prosedur pembedahan hingga 120 menit. Penambahan
efinefrin, opioid, agonis reseptor akan memperpanjang durasi analgesia.6
Keuntungan bupivakain dibandingkan yang lain adalah potensi
bupivakain hampir 3-4 kali lipat dari lidokain dan 8 kali lipat dari prokain.
Masa kerja bupivakain 2 – 3 kali lebih lama dibandingkan mepivakain
atau lidokain. Namun, bupivakain merupakan anestesi lokal yang
toksisitasnya paling tinggi terhadap sistem kardiovaskuler dibandingkan
dengan anestesi lokal lainnya.6

13
2. Chloroprocaine (Nesakain)
Chloroprocaine memiliki onset yang cepat, durasi kerja pendek
dan efek toksik sistemik rendah. Obat ini dihidrolisis oleh esterase plasma
empat kali lebih cepat daripada procaine. Chlorprocaine biasa digunakan
untuk analgesia dan anesthesia epidural pada kasus – kasus obstetric
karena onsetnya yang cepat dan toksisitas sistemiknya rendah pada ibu
dan janin. Untuk mendapat efek analgesia yang cukup, diperlukan injeksi
berulang saat operasi berlangsung. Terkadang, analgesia epidural
chlorprocaine dikombinasikan dengan obat anestesi lokal lain yang
memiliki durasi kerja lebih lama seperti bupivacaine. Chlorprocaine juga
sering digunakan untuk pasien emergensi dimana waktu operasi kurang
dari 30 – 60 menit. Walaupun begitu, potensi myotoksik dan neurotoksik
dari chlorprocaine tetap perlu diperhatikan.5
3. Cocaine
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa
jalan napas atas. Lama kerja 2 – 30 menit.7
4. Etidocaine (Duranest)
Duranest (Etidocaine HCI) indikasi pemberian suntikan untuk
anestesi infiltrasi, peripheral nerve blok (Pada Brachial Plexus, Intercostal,
Retrobulbar, Ulnar dan Inferior Alveolar) dan pusat neural blok (Lumbal
atau caudal epidural blok).8
5. Levobupivacaine
Karakteristik klinisnya sama dengan bupivacaine. Hanya saja
durasinya lebih panjang dan toksisitasnya lebih rendah.5
6. Lidocaine
Lidocaine adalah obat anestesi golongan amida pertama yang
dipergunakan untuk kepentingan klinis. Lidocaine memiliki onset cepat,
durasi aksi sedang dan dapat digunakan untuk anestesi topical. Lidocaine

14
tersedia dalam bentuk solusio yang bisa dipergunakan untuk infiltrasi,
blok saraf perifer dan anestesi epidural. Hiperbarik lidocaine biasa
dipergunakan untuk anestesi spinal dengan durasi 30 – 60 menit.
Lidocaine juga tersedia dalam bentuk salep, jelly, viscous, dan aerosol
untuk berbagai prosedur anestesi topikal.5
Apabila larutan ini ditambah adrenalin, maka waktu yang
diperlukan untuk hilang sama sekali dari tempat suntikan 4 jam.
Mempunyai afinitas tinggi pada jaringan lemak. Detoksikasi terjadi oleh
hati secara deetilasi dan pemecahan ikatan amida. Daya penetrasinya
sangat baik, mulai kerjanya dua kali lebih cepat dari prokain dan lama
kerjanya 2 kali dari prokain.2
Dalam penggunaan klinik :2
- Untuk infiltrasi lokal diberikan larutan 0,5%
- Blok saraf yang kecil diberikan larutan 1%
- Blok saraf yang lebih besar diberikan larutan 1,5%
- Blok epidural diberikan larutan 1,5 – 2%
- Untuk blok subarachnoid diberikan larutan hiperbarik 5%.
- Dosis untuk orang dewasa : 50 mg – 750 mg (7 – 10 mg/kgBB)

Lidocaine juga terkadang diberikan secara intravena sebagai


antiepileptic, analgesic untuk nyeri kronis dan suplemen bagi anestesi
general. Pemberian intravena juga digunakan untuk menyembuhkan
disritmik ventrikel. Dengan dosis besar, terutama pada pasien yang
sebelumnya menderita gagal jantung, lidokain dapat menyebabkan
hipotensi, sebagian besar karena penekanan kontraktilitas otot jantung.
Efek samping lidokain paling sering seperti pada anestesi lokal lainnya
terhadap saraf: parestesia, tremor, mual karena pengaruh sentral, kepala
terasa ringan, kelainan pendengaran, berbicara seperti menelan, dan

15
konvulsi. Konvulsi terjadi terutama pada orang tua atau pada pasien yang
peka dan berhubungan dengan dosis, biasanya berlangsung singkat, serta
respon terhadap pemberian intravena.5

7. Mepivacaine
Derivate – piperidin ini termasuk kelompok – amida yang mulai
kerja dan kekuatannya mirip lidokain tetapi bertahan sedikit lama. Obat ini
terutama digunakan sebagai anestesi infiltrasi dan jenis anestesi parenteral
lainnya sebagai larutan 1 – 2% pada pembedahan dental, mata dan THT.7
8. Prilocaine
Nama dagang dari prilokain adalah propitokain, xylonest, citanest,
dan distanest. Efek iritasi lokal pada tempat penyuntikan jauh lebih kecil
daripada prokain. Toksisitasnya kira-kira 60% dari toksisitas lidokain
potensinya sama dengan lidokain. Daripada lidokain, prilokain lebih kuat,
daya penetrasinya lebih baik, mulai kerjanya dan lama kerjanya lebih lama
dan efektif pada konsentrasi 0,5%-5,0%.
Penggunaan dosis untuk infiltrasi lokal digunakan larutan 0,5%,
blok pleksus digunakan larutan 2%-3%, bloko epidural digunakan larutan
2%-4% untuk blok subaraknoid digunakan larutan 5%. Dosis maksimal
tanpa adrenalin 400 mg sedangkan dengan adrenalin bisa diberikan sampai
dosis 600 mg. Prilokain memiliki durasi sedang 120-240 menit.7
9. Procaine (Novokain)7
- Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi, blok, spinal,
epidural.
- Merupakan obat standard untuk perbandingan potensi dan toksisitas
terhadap jenis obat – obatan anestetik lokal yang lain.
- Diberikan intravena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum,
bedah jantung atau “induced hypothermia”.

16
- Absorbsi berlangsung cepat pada tempat suntikan, hidrolisis juga cepat
oleh enzim plasma (prokain esterase).
- Pemberian intravena merupakan kontraindikasi untuk penderita
miastenia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok
neuromuscular. Prokain tidak boleh diberikan bersama – sama
sulfonamide.
- Larutan 1 – 2% kadang – kadang kekuning – kuningan (amines), tidak
berbahaya.
- Tidak mempenetrasi kulit dan selaput lender/mukosa. Jadi tidak efektif
untuk surface analgesi.
- Dosis 15 mg/kgbb.

Untuk infiltrasi : larutan 0,25 – 0,5% dosis maksimum 1000 mg. Onset : 2
– 5 menit, durasi 30 – 60 menit. Bisa ditambah adrenalin (1 : 100.000 atau
1 : 200.000). Dosis untuk blok epidural (maksimum) 25 ml larutan 1,5%.
Untuk kaudal 25 ml larutan 1,5%. Spinal analgesia 50 – 200 mg,
tergantung efek yang dikehendaki, lamanya (durasi) 1 jam.

10. Ropivacaine (Naropin)7


Penggunaannya seperti bupivakain, karena kedua obat tersebut
merupakan isomer bagian kiri dari bupivakain yang efek sampingnya lebih
ringan dibandingkan bupivakain. Bagian isomer kanan dari bupivakain
efek sampingnya lebih besar. Konsentrasi efektif minimal 0,25%.
11. Tetracaine (Ametokain)
Adalah derivate benzoate dengan gugus – metil pada atom.
Khasiatnya lebih kurang 10 kali lebih kuat dari pada prokain, tetapi juga
beberapa kali lebih toksik. Mulai kerjanya cepat dan berlangsung lama,
sedangkan reabsorbsinya dari mukosa jauh lebih baik daripada prokain.7

17
2.7 Efek Pada Sistem Organ

Karena blockade saluran tegangan – gated sodium mempengaruhi perambatan


potensial aksi seluruh tubuh, tidak mengherankan bahwa anestesi lokal memiliki
kemampuan untuk toksisitas sistemik.9

1) Sistem saraf pusat


Sistem saraf pusat sangat rentan terhadap toksisitas anestesi lokal dan
merupakan tanda – tanda dari overdosis pada pasien. Gejala awal adalah mati
rasa circumoral, paresthesia lidah, dan pusing. Keluhan sensory mungkin
termasuk tinnitus dan penglihatan kabur, tanda – tanda rangsangan (misalnya,
kegelisahan, agitasi, kegelisahan, paranoia) sering mendahului depresi sistem
saraf pusat (misalnya, berbica cadel, mengantuk, pingsan). Dengan penurunan
aliran darah otak dan paparan obat, benzodiazepine dan hiperventilasi
meningkatan ambang kejang yang disebabkan anestesi lokal. Ventilasi dan
oksigenasi yang memadai harus dijaga.9

2) Sistem pernafasan
Pada dosis kecil akan merangsang pusat napas, sehingga frekuensi napas
meningkat. Selanjutnya pada dosis lebih besar, akan menimbulkan depresi
pusat napas, sehingga terjadi penurunan frekuensi napas dan volume tidal,
sampai henti napas. Obat anestesi lokal juga mempunyai efek seperti atropine,
yaitu efek spasmolitik yang menyebabkan dilatasi bronkus. Selain itu obat ini
juga mempunyai efek antihistamin ringan pada saluran napas. Anestesi lokal
juga akan menyebabkan relaksasi otot polos bronkus. Henti napas bisa terjadi
akibat paralise saraf frenikus, paralise intercostal atau depresi langsung pusat
pengaturan napas.7

18
3) Sistem kardiovaskuler
Secara umum, semua bius lokal menekan otomatisitas miokard (fase
depolarisasi IV spontan) dan mengurangi durasi periode refraktori.
Kontraktilitas miokard dan kecepatan konduksi juga tertekan pada konsentrasi
yang lebih tinggi. Hasil ini efek dari perubahan langsung membrane otot
jantung (misalnya, natrium blockade saluran jantung) dan penghambatan
sistem saraf otonom. Semua anestesi lokal kecuali kokain menghasilkan
relaksasi otot polos, yang menyebabkan beberapa derajat vasodilatasi arteriol.
Kombinasi berikutnya dari bradikardia, blok jantung, dan hipotensi dapat
berujung pada serangan jantung.9

4) Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan
derivate para amino benzoic acids (PABA) yang dikenal sebagai allergen.
PABA ini dapat meniadakan efek anti bakteri dari sulfonamide yang
berdasarkan antagonism persaingan dengan PABA, oleh karena itu terapi
dengan sulfa tidak boleh di kombinasikan dengan penggunaan ester – ester
tersebut.9
Toksisitas sangat bergantung pada :
- Jumlah larutan yang disuntikkan
- Konsentrasi obat
- Ada tidaknya adrenalin
- Vaskularisasi tempat suntikan
- Absorbsi obat
- Laju destruksi obat
- Hipersensitivitas
- Usia
- Keadaan umum

19
- Berat badan

5) Sistem musculoskeletal
Ketika langsung disuntikkan ke dalam otot rangka, anestesi lokal
myotoxic (Bupivakain> Lidokain > Prokain). Histologi, hypercontraction
myofibril berkembang menjadi degenerasi litik, edema, dan nekrosis.
Regenerasi biasanya terjadi setelah 3 – 4 minggu, bersamaan injeksi steroid
atau epinefrin memperburuk myonecrosis tersebut. Pada hewan menunjukkan
Ropivacaine yang menghasilkan cedera otot lebih ringan daripada
Bupivakain.9

20
BAB III

KESIMPULAN

Obat anestesi lokal adalah suatu ikatan kimia yang mampu menghambat
konduksi saraf perifer apabila obat ini disuntikkan di daerah perjalanan serabut
saraf dengan dosis tertentu tanpa menimbulkan kerusakan permanen pada serabut
saraf tersebut. Berdasarkan struktur molekulnya terdapat dua golongan obat
anestesi lokal, yaitu golongan ester dan amida.

Derivate ester terdiri dari derivate asam benzoate, misalnya kokain,


derivate asam para amino benzoat misalnya prokain dan klorprokain. Derivat
amida contohnya lidokain, prilokain, mepivakain, bupivakain, dan etidokain.
Kadar obat anestesi lokal dalam darah tergantung dari proses absorbsi, distribusi,
dan eliminasi dari obat anestesi lokal tersebut.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Budi Pratama. Manfaat penambahan midazolam pada bupivakain untuk blok


infraklavikular. Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Program Pasca Sarjana, Program studi Magister Kedokteran Keluarga
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2015
2. Gede Mangku, dr. Sp. An. KIC, Tjokorda Gde Agung Senapathi, dr. Sp. An.
Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Indeks : Jakarta. 2010
3. Malamed, Stanley F. Handbook of Local Anesthesia. 6th Edition. Elsevier :
2013.
4. Guido Di Grgorio, MD. Joseph M. Neal, MD. Richard W. Rosenquist, MD.
Guy L. Weinberg, MD. Clinical Presentation of Local Anesthetic Systemic
Toxicity, A Review of Published Cases, 1979 – 2009. 2010. American Society
of Regional Anesthesia and Pain Medicine.
5. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC, 1997
6. Agus, H. Perbandingan Keefektifan Antara Teknik Anestesia Spinal Yang
Menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik 5 dan 7,5 Mg Ditambah Fentanil
25 Mcg Pada Bedah Caesar. Thesis. Universitas Indonesia. 2013
7. Latief A Said, dkk. Anestesi Lokal. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2,
Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : 2007.
8. Hruza GJ. Anesthesia. Dalam : Bolognia J, Jorizzo JL, Rapini RP.
Dermatology. Toronto : Mosby; 2003
9. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail, Michael J. Murray, Clinical
Anesthesiology, 4th Edition, Prentice – Hall Int. Inc., London: 2006

22

You might also like