Wirjono Prodjodikoro merumuskan Hukum Acara Perdata itu sebagai rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap hukum dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata. Sudikno Mertokusumo, SH mendifinisikan Hukum Acara Perdata sebagai peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya Hukum Perdata materil dengan perantaraan Hakim. Singkatnya dalam peraturan Hukum Acara Perdata ini diatur bagaimana cara orang mengajukan perkaranya kepada Hakim (pengadilan), bagaimana caranya pihak yang terserang (tergugat) mempertahankan diri, bagaimana hakim bertindak terhadap pihak-pihak yang berperkara, bagaimana hakim memeriksa dan memutus perkara sehingga dapat diselesaikan secara adil, bagaimana cara melaksanakan keputusan hakim dan sebagainya, sehingga hak dan kewajiban orang seperti telah diatur dalam hukum perdata itu berjalan sebagaimana mestinya. Tahapan selanjutnya adalah proses persidangan di pengadilan seperti pembacaan gugatan, replik dan duplik, pembuktian, hingga pengambilan putusan oleh hakim. Tahapan yang terakhir adalah pelaksanaan putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijde) hingga proses eksekusi. Dengan adanya peraturan Hukum Acara Perdata ini orang dapat memulihkan kembali haknya yang telah dirugikan atau terganggu melalui suatu mekanisme resmi (pengadilan) dan menghindarkan tindakan main hakim sendiri. B. Tuntutan Hak Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah. Tuntutan hak harus mempunyai kepentingan yang cukup (point d’interet, pointd’action). konflik dan persoalan yang tidak mengandung konflik. ayat (1) Rbg atau pasal 118 ayat (1) HIR disebut tuntutan atau gugatan perdata (burgerlijkevordering), merupakan tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting”atau main hakim sendiri. Tuntutan hak harus mempunyai kepentingan yang cukup (point d’interet, pointd’action). Dengan demikian maka ada dua macam tuntutan hak yang bertitik tolak pada ada atau tidak adanya sengketayaitu: 1. Perkara contentiosa (gugatan) yaitu tuntutan hak yang mengandung sengketa. Cara mengajukan gugatan harus memenuhi beberapa syarat, terutama yang berkaitan dengan isi surat gugatan. 2. Harus memiliki dasar gugatan atau fundamentum petendi, yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang menguraikan tentang hukum. 3. Unsur yang ketiga dari pada isi gugatan adalah petitum atau tuntutan, ialah apa yang diminta oleh penggugat atau yang diharapkan diputus oleh hakim. Tuntutan yang tidak jelas atau kurang sempurna dapat berakibat tidak diterimanya tuntutan. C. Prinsip dalam Hukum Acara Perdata
Asas-asas (prinsip) hukum acara perdata yang disebutkan Sudikno meliputi
tujuh asas, yaitu : 1. Hakim bersifat menunggu Asas hukum acara pada umumnya termasuk acara perdata adalah pelaksanaannya yaitu secara inisiatif mengajukan gugatan, sepenuhnya ditanggung oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, apakah ada prosedur atau tidak, apakah mengajukan suatu perkara atau tuntutan hak, atau sepenuhnya diserahkan pada pihak yang berkepentingan. 2. Hakim Pasif Hakim bersikap pasif dalam menangani perkara perdata, bersikap pasif yaitu ruang lingkup atau luasnya pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk ditinjau kembali ditentukan oleh para pihak, bukan oleh hakim. 3. Sifat terbukanya persidangan Tujuan dari prinsip ini tidak lain adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia di bidang peradilan, dan untuk lebih menjamin objektivitas peradilan dengan bertanggung jawab atas peninjauan yang adil dan tidak memihak serta putusan yang adil pada masyarakat. 4. Mendengarkan kedua belah pihak Pengadilan akan mengadili orang yang tidak diskriminatif sesuai dengan hukum, seperti yang tertulis pada Pasal 5 ayat 1 UU No 14 Tahun 1970. Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 (audi et alteram partem) tentang kekuasaan kehakiman. 5. Putusan harus disertai alasan-alasan Semua putusan pengadilan harus mencantumkan alasan putusan yang menjadi dasar putusan pengadilan (UU No. 49 Tahun 2009, Pasal 23 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 184 Ayat (1) HIR, Pasal 319 HIR, Pasal 618 Rbg). 6. Beracara dikenakan biaya Untuk mengajukan perkara pada prinsipnya dibebankan biaya (UU 48 Tahun 2009, Pasal 4(2), Pasal 5(2), Pasal 121(4) HIR, Pasal 182 HIR, Pasal HIR 183 Dan Pasal 145(4) Rbg) 7. Tidak ada keharusan mewakili HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakili pihak lain, sehingga peninjauan kembali dalam persidangan ditujukan kepada para pihak yang berkepentingan. Namun, jika para pihak berkehendak, para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya (HIR Pasal 123, 147 Rbg)