You are on page 1of 16

BAB 12 SAMPLING AUDIT UNTUK

PENGUJIAN PENGENDALIAN DAN PENGUJIAN SUBSTANTIF TRANSAKSI


Baldric Siregar

PENDAHULUAN

Pada bagian ini dibahas pengertian sampling, sampel yang representatif, risiko sampling dan non-sampling,
metode sampling, dan tahapan sampling.

Pengertian Sampling Audit

Sampling audit adalah penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur pengendalian, kelompok transaksi,
dan suatu saldo akun yang kurang dari 100% dengan tujuan menilai beberapa karakteristik pengendalian,
kelompok transaksi, dan saldo akun tersebut.

Sampling audit dapat diaplikasi pada pengujian pengendalian, pengujian substantif transaksi, dan pengujian
substantif saldo akun. Kadang kala sampling untuk pengujian pengendalian dinamai atribute sampling karena
yang diperiksa adalah atribut-atribut pengendalian. Kadang kala sampling pengujian substantif dinamai
variable sampling karena yang diperiksa adalah nilai-nilai rupiah.

Sampel yang Representatif

Dalam pengujian auditor berusaha memilih sampel yang baik yaitu sampel yang representatif (sampel yang
memiliki karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik populasi).

Sebenarnya auditor tidak pernah tahu apakah suatu sampel representatif atau tidak karena populasi tidak
diperiksa. Namun auditor dapat meningkatkan kemungkinan sampel representatif dengan cara meningkatkan
kecermatan dalam merancang proses sampling yaitu merancang sampel, memilih sampel, dan mengevaluasi
sampel.

Risiko Sampling dan Risiko Non-sampling

Sampel menjadi semakin representatif apabila risiko sampling dan risiko non-sampling mengecil. Sebaliknya
sampel menjadi semakin tidak representatif apabila risiko sampling dan risiko non-sampling meningkat.

Risiko sampling (sampling risk) adalah risiko bahwa auditor membuat kesimpulan yang keliru karena sampel
tidak mencerminkan populasi.

Risiko sampling dalam pengujian pengendalian meliputi:


1. Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian terlalu rendah (risk of assesing control risk too low)  Risiko
menentukan tingkat risiko pengendalian, berdasarkan hasil sampel, terlalu rendah dibandingkan dengan
efektivitas pengendalian yang sesungguhnya.
2. Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian terlalu tinggi (risk of assesing control risk too high)  Risiko
menentukan tingkat risiko pengendalian, berdasarkan hasil sampel, terlalu tinggi dibandingkan dengan
efektivitas pengendalian yang sesungguhnya.

Risiko sampling dalam pengujian substantif:


1. Risiko keliru menerima (risk of incorrect acceptance)  Risiko membuat simpulan, berdasarkan hasil
sampel, bahwa transaksi dan saldo akun tidak salah saji, padahal kenyataannya transaksi dan akun salah
saji.
2. Risiko keliru menolak (risk of incorrect rejection)  Risiko membuat simpulan, berdasarkan hasil sampel,
bahwa transaksi dan saldo salah saji, padahal kenyataannya transaksi dan akun tidak salah saji.

Risiko non-sampling (non-sampling risk) adalah risiko bahwa suatu pengujian audit tidak dapat
mengungkapkan adanya penyimpangan dalam sampel. Risiko non-sampling terjadi karena:

1
1. Auditor gagal mengetahui adanya penyimpangan  Kesalahan manusia (auditor), misalnya auditor bosan,
auditor lelah, auditor gagal mengidentifikasi kesalahan dalam dokumen, salah menginterpretasi hasil
sampel, mempercayai informasi yang keliru yang diterima.
2. Prosedur audit tidak tepat/tidak efektif  Prosedur audit tidak sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Misalnya auditor memeriksa apakah faktur penjualan dilengkapi laporan pengiriman barang. Auditor
mengambil laporan pengiriman barang dan memeriksa apakah terhadap faktur penjualan. Prosedur ini
salah. Seharusnya auditor mengambil faktur penjualan dan memeriksa apakah dilengkapi laporan
pengiriman barang.

Metode Sampling

Ada dua kategori besar metode sampling, yaitu:


1. Sampling statistik  Metode sampling di mana auditor memilih dan mengevaluasi sampel berdasarkan
prosedur statistik/matematik.
2. Sampling non-statistik  Metode sampling di mana auditor memilih dan mengevaluasi sampel
berdasarkan pertimbangan (judgment) auditor. Auditor memilih sampel yang diyakini memberi informasi
paling tepat.

Tahapan Umum Sampling

Baik dalam sampling statistik maupun sampling non-statistik dilakukan tiga tahap utama sampling yaitu:
1. Merencanakan sampel  Memastikan bahwa pengujian audit dilakukan agar risiko sampling dan risiko
non-sampling minimum (atau pada tingkat yang dapat diterima). Misal merencanakan mengambil 100
faktur penjualan dari populasi 800 faktur penjualan.
2. Memilih sampel dan melakukan pengujian  Menentukan bagaimana sampel dipilih dari populasi dan
memeriksa sampel yang dipilih tersebut. Misalnya memilih secara acak (metode probabilistik) atau
pemilihan langsung (metode non-probabilistik) sebanyak 100 sampel faktur penjualan dari 800 populasi
faktur penjualan. Dari 100 faktur diketahui bahwa 3 faktur tidak dilengkapi laporan pengiriman barang.
3. Mengevaluasi hasil  Menarik kesimpulan tentang populasi berdasarkan temuan dalam sampel. Misalnya
ditemukan 3 penyimpangan dari 100 sampel yang diperiksa, maka berapa kemungkinan penyimpangan
dalam populasi 800 faktur penjualan?

Metode Pemilihan Sampel

Tahap kedua dalam tahapan umum sampling adalah memilih sampel (perhatikan tahap 2 pada tulisan di atas).
Ada dua kelompok besar metode pemilihan sampel, yaitu:
1. Metode non-probabilistik  Tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan untuk dipilih:
a. Pemilihan sampel terarah (directed sample selection)
b. Pemilihan sampel blok (block sample selection)
c. Pemilihan sampel sembarang (haphazard sample selection)
2. Metode probabilistik  Semua anggota populasi memiliki kesempatan untuk dipilih:
a. Pemilihan sampel acak (random sample selection)
b. Pemilihan sampel sistematis (systematic sample selection)
c. Pemilihan sampel probabilitas proporsional dengan ukuran (probability proportional to size sample
selection)
d. Pemilihan sampel berjenjang (stratified sample selection)

METODE PEMILIHAN SAMPEL NON-PROBABILISTIK

Metode pemilihan sampel non-probabilitik adalah metode di mana tidak semua anggota populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel.

Pemilihan Sampel Terarah

Auditor secara sengaja memilih sampel berdasarkan kriteria menurut pertimbangannya sendiri. Pendekatan
yang dilakukan misalnya:

2
1. Memilih sampel yang paling mungkin berisi salah saji  Misal piutang yang sudah lama tidak tertagih,
penjualan kepada perusahaan afiliasi, penjualan kepada pejabat perusahaan.
2. Memilih sampel dengan karakteristik tertentu  Misalnya auditor memilih sampel pengeluaran kas dari
beberapa bulan (tidak dari satu bulan saja), beberapa rekening kas (tidak dari satu rekening saja), dari
setiap jenis pengeluaran (tidak satu jenis pengeluaran saja).
3. Memilih sampel yang nilai rupiahnya besar  Misalnya memilih faktur penjualan yang nilainya 50
terbesar.

Pemilihan Sampel Blok

Pemilihan sampel secara berurutan di mana unsur pertama dipilih dan kemudian unsur selanjutnya menjadi
sampel. Auditor memilih unsur (sampel) pertama dalam suatu blok dan sisanya dipilih secara berurutan.
Misalnya auditor bermaksud mengambil sampel faktur penjualan sebanyak 50. Auditor mengambil sampel
pertama yaitu faktur bernomor 120. Selanjutnya sampel yang diambil adalah faktor bernomor 121 sampai 169
hingga totalnya sebanyak 50. Blok dapat dibuat lebih dari satu. Misal auditor memilih 20 sampel dari blok di
bulan Maret, 20 sampel dari blok bulan April, 20 sampel dari blok di bulan Mei, dan seterusnya. Metode ini
relatif murah dan sederhana.

Pemilihan Sampel Sembarang

Memilih sampel tanpa pertimbangan tertentu seperti pertimbangan ukuran, sumber, karakteristik, atau aspek
lainnya. Misal auditor bermaksud menguji pengkreditan di master piutang dagang ke jurnal penerimaan kas.
Auditor memilih sebanyak 40 pendebitan secara sembarang. Metode ini relatif murah dan sederhana.

METODE PEMILIHAN SAMPEL PROBABILISTIK

Metode pemilihan sampel probabilitik adalah metode di mana semua anggota populasi memiliki kesempatan
yang sama untuk terpilih menjadi sampel.

Pemilihan Sampel Acak

Sampel dipilih dari populasi secara acak (random). Populasi dinomori, misal populasi faktur penjualan
dinomori sesuai dengan nomor faktur. Nomor faktur diacak secara manual atau diacak dengan komputer, lalu
dipilih sampel sesuai dengan banyak sampel yang dikehendaki. Misalnya ada sebanyak 800 populasi faktur
penjualan. Auditor memilih sebanyak 100 sampel secara acak dari 800 faktur tersebut.

Pemilihan Sampel Sistematis

Memilih sampel dengan cara penentuan interval dan sampel pertama secara acak dan selanjutnya
menentukan sampel berikutnya berdasarkan interval tersebut. Misalnya ada 800 populasi faktur penjualan.
Auditor hendak memilih 100 sampel. Auditor menghitung interval yaitu 800/100 = 8. Misalnya sampel
pertama yang diambil secara acak adalah faktur nomor 24, maka sampel kedua adalah faktur nomor 32
(interval 8), sampel ketiga adalah faktur nomor 40 (interval 8), dan seterusnya sampai 100 faktur.

Pemilihan Sampel Probabilitas Proporsional dengan Ukuran

Metode sampel ini menentukan unsur (item) yang nilai pembukuannya lebih besar kemungkinan terpilih
sebagai sampel.

Pemilihan Sampel Berjenjang

Populasi dikelompokkan (sub-populasi) berdasarkan ukuran dan sampel yang lebih besar diambil dari
kelompok (sub-populasi) yang lebih besar. Misalnya ada 800 populasi faktur penjualan. Populasi tersebut
dikelompokkan menjadi 8 kelompok berdasarkan besar-kecilnya nilai pembukuan item-item tersebut. Auditor
mengambil 100 sampel, yaitu 10 dari setiap kelompok. Pengambilan 10 dari setiap kelompok tersebut
dilakukan secara acak.

3
TAHAPAN DETIL SAMPLING PENGUJIAN PENGENDALIAN

A. Perencanaan sampel
1. Menentukan tujuan audit
2. Menentukan dapat-tidaknya sampling diterapkan
3. Merumuskan atribut dan kondisi penyimpangan
4. Merumuskan populasi
5. Merumuskan unit sampling
6. Menentukan TER (Tolerable Exception Rate)  Tingkat penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam
populasi oleh auditor
7. Menentukan ARACR (Acceptable Risk of Assessing Control Risk Too Low)  Risiko penetapan risiko
pengendalian terlalu rendah
8. Menentukan EPER (Estimated Population Exception Rate)  Tingkat penyimpangan dalam populasi
yang diestimasi
9. Menentukan ukuran sampel
B. Pemilihan sampel dan pelaksanaan prosedur audit
10. Memilih sampel
11. Melaksanakan prosedur audit
C. Mengevaluasi hasil
12. Melakukan generalisasi sampel ke populasi
13. Melakukan analisis penyimpangan
14. Menentukan akseptabilitas populasi

Tahap 1: Menentukan tujuan audit

Tujuan sampling tergantung pada jenis pengujian:


 Tujuan umum sampling dalam pengujian pengendalian adalah menguji efektivitas operasi pengendalian.
 Tujuan umum sampling dalam pengujian substantif transaksi adalah untuk menguji apakah transaksi
mengandung salah saji material.

Tahap 2: Penentuan dapat-tidaknya sampling dilakukan

Tentukan apakah setiap prosedur audit diterapkan dengan sampling atau tidak. Prosedur analitis dan prosedur
observasi tidak membutuhkan sampling. Prosedur inspeksi, pencocokan ke dokumen, pengusutan,
penelusuran, dan konfirmasi adalah contoh prosedur-prosedur audit yang membutuhkan sampling.

Tahap 3: Merumuskan atribut dan penyimpangan

Atribut adalah ciri-ciri kualitatif suatu objek. Berikut ini adalah contoh atribut pengendalian fungsi pembuatan
faktur dan kondisi penyimpangan yang mungkin terjadi:
1. Atribut: Keberadaan nomor faktur. Kemungkinan penyimpangan: Nomor faktur tidak ditulis di jurnal.
2. Atribut: Pemberian kredit telah disetujui. Kemungkinan penyimpangan: Tidak ada paraf persetujuan kredit.
3. Jumlah dalam faktur cocok dengan jumlah dalam jurnal: Kemungkinan penyimpangan: Jumlah dalam
faktur tidak sama dengan jumlah dalam jurnal.
4. Atribut: Kebenaran harga, perkalian, dan penjumlahan. Kemungkinan penyimpangan: Tidak ada paraf yang
menunjukkan verifikasi harga, perkalian, dan penjumlahan
5. Atribut: Pemberian kredit telah disetujui. Kemungkinan penyimpangan: Keberadaan paraf yang
menunjukkan persetujuan kredit.

Tahap 4: Perumusan populasi

Populasi yang ditentukan harus sesuai dengan tujuan audit. Populasi pengujian tergantung pada prosedur
pengujian. Populasi dapat berbeda untuk prosedur audit yang berbeda. Sebagai contoh:
1. Apabila prosedur audit adalah menelusur apakah faktur penjualan didukung oleh dokumen pengiriman
barang, maka populasi adalah semua faktur penjualan.

4
2. Apabila prosedur audit adalah mengusut pendebitan piutang datang ke faktur penjualan, maka populasi
adalah semua pendebitan piutang dagang.
3. Apabila prosedur audit adalah menelusur dokumen pengiriman barang ke faktur penjualan, maka populasi
adalah semua dokumen pengiriman barang.

Tahap 5: Merumuskan unit sampling

Populasi adalah semua anggota kelompok. Sampel adalah sebagian dari populasi. Unit sampling didefinisikan
oleh auditor berdasarkan definisi populasi dan tujuan pengujian audit. Unit sampling adalah unit fisik yang
sesuai dengan nomor acak yang dihasilkan auditor (the unit sampling is the physical unit that corresponds to
the random numbers the auditor generates). Auditor menggunakan unit sampling sebagai dasar permulaan
untuk melakukan pengujian audit.

Unit sampling ditentukan sesuai dengan tujuan:


1. Untuk siklus penjualan dan pengumpulan piutang, unit sampling adalah nomor faktur penjualan atau
nomor dokumen pengiriman.
2. Apabila auditor hendak menguji keberadaan (occurrence) penjualan, maka unit sampling yang tepat
adalah faktur penjualan yang dicatat dalam jurnal penjualan.
3. Apabila tujuan audit adalah untuk menentukan apakah jumlah barang yang yang diuraikan dalam order
penjualan dikirim dan ditagih secara akurat, maka unit sampling adalah order penjualan, dokumen
pengiriman, atau duplikat faktur penjualan.
4. Unit sampling untuk menguji keberadaan penjualan yang dicatat adalah duplikat faktur penjualan.

Tahap 6: Menetapkan TER (Tolerable Exception Rate)

TER (Tolerable Exception Rate) adalah tingkat penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam populasi oleh
auditor. TER mencerminkan penyimpangan tertinggi yang dapat diterima auditor yang mencerminkan
pengendalian masih dianggap efektif atau kesalahan penyajian rupiah dlam transaksi masih dapat diterima.
Dalam pengujian pengendalian, TER ditentukan oleh auditor untuk setiap atribut.

Misalnya auditor menguji efektivitas pegendalian penjualan untuk atribut persetujuan kredit.
Apabila auditor menentukan TER sebesar 9%, misalnya sampel yang diperiksa adalah 50. Sedangkan apabila
auditor menentukan TER sebesar 5%, sampel yang diperiksa adalah 100.

Hubungan TER dan ukuran sampel adalah terbalik. TER yang rendah menyebabkan ukuran sampel tinggi.
Sebaliknya TER yang tinggi menyebabkan ukuran sampel rendah.

Terkait dengan sifnifikansi transaksi dan saldo akun terkait yang dipengaruhi pengendalian intern dapat
dikatakan bahwa:
- Apabila signifikansi saldo lebih tinggi, maka TER lebih rendah, misalnya 4%
- Apabila signifikansi sedang, maka TER sedang, misalnya 5%
- Apabila signifikansi lebih rendah, maka TER lebih tinggi, misalnya 6%

Tahap 7: Menentukan ARACR (Acceptable Risk of Assessing Control Risk Too Low)

Menguji pengendalian atau substantif traksaksi dengan sampel dapat menyebabkan risiko yaitu auditor keliru
menyimpulkan populasi karena tidak semua anggota populasi diuji. Risiko ini dinamai ARACR.

ARACR (Acceptable Risk of Assessing Control Risk Too Low) adalah risiko penetapan risiko pengendalian
terlalu rendah. Istilah lain dari ARACR adalah ARO. ARO (Acceptable Risk of Overreliance), yaitu risiko bahwa
auditor menilai pengendalian lebih efektif daripada kondisi yang sesungguhnya.

ARACR (ARO) mempengaruhi efektivitas audit. ARACR (ARO) menunjukkan risiko yang dapat diterima oleh
auditor tentang efektivitas pengendalian (salah saji) apabila penyimpangan yang sesungguhnya dalam
populasi lebih tinggi dari TER.

5
Sebenarnya adalah juga Risk of Underreliance, yaitu risiko bahwa auditor menilai efektivitas pengendalian
lebih rendah dari kondisi yang sesungguhnya. Risk of Underreliance mempengaruhi efisiensi audit karena
auditor meningkatkan pengujian pengendalian dan substantif transaksi (pengujian lebih luas) yang sebenarnya
tidak diperlukan. Akan tetapi auditor lebih perhatian terhadap Risko of Overreliance (ARACR/ARO) daripada
Risk of Underreliance.
Auditor harus menentukan judgment terbaik mereka dalam menentukan ARACR (ARO) yang terbaik.
Prinsipnya adalah pengendalian intern sebagai faktor penentu ARACR (ARO). Faktor yang mempengaruhi
ARACR (ARO) adalah risiko pengendalian (CR) yang dinilai oleh auditor.

Apabila auditor terlalu mengandalkan pengendalian intern, risiko pengendalian akan rendah, dan karena itu
ARACR (ARO) juga akan rendah. Sebaliknya apabila auditor tidak terlalu mengandalkan pengendalian intern,
maka auditor menentukan CR tinggi dan ARACR (ARO) juga tinggi.

Pertimbangan Auditor Penilaian Pengendalian Intern Penentuan ARACR (ARO)


Auditor mengandalkan pengendalian
CR Rendah ARACR Rendah
intern
Auditor agak mengandalkan
CR Moderat ARACR Medium
pengendalian intern
Auditor tidak mengandalkan
CR Tinggi ARACR Tinggi
pengendalian intern

ARACR (ARO) menunjukkan risiko sampling. Misalnya auditor menentukan TER 6%, ARO tinggi, dan
penyimpangan sesungguhnya dalam populasi adalah 8%. Pengendalian yang seperti ini tidak dapat diterima
oleh auditor karena penyimpangan sesungguhnya dalam populasi (8%) lebih tinggi dari TER (6%). Tentu saja
auditor tidak pernah mengetahui penyimpangan sesungguhnya dalam populasi.

Auditor biasanya menggunakan ARACR (ARO) yang rendah apabila auditor mengaudit perusahaan terbuka
daripada perusahaan tertutup karena auditor membutuhkan jaminan yang lebih besar bahwa pengendalian
internal adalah efektif untuk mendukung opini atas laporan keuangan. ARACR/ARO yang tinggi berarti bahwa
auditor bersedia menerima risiko yang tinggi dalam menyimpulkan bahwa pengendalian efektif setelah semua
pengujian dilakukan.

Untuk sampling non-statistik, auditor umumnya menggunakan ARACR (ARO) secara kualitatif seperti: tinggi,
medium, rendah. Tetapi untuk sampling statitik, auditor lazim menggunakan ARACR (ARO) 5% atau 10% (pakai
tabel).

Hubungan ARACR (ARO) dengan ukuran sampel adalah terbalik. Apabila ARACR (ARO) rendah maka jumlah
sampel banyak. Sebaliknya apabila ARACR (ARO) tinggi maka jumlah sampel sedikit.

Tahap 8: Menaksir EPER (Estimated Population Exception Rate)

Auditor harus mengestimasi di depan penyimpangan dalam populasi untuk menentukan ukuran sampel.
Penyimpangan dalam populasi yang diestimasi ini dinamai EPER. EPER (Estimated Population Exception Rate)
adalah tingkat penyimpangan dalam populasi yang diestimasi.

EPER dapat ditaksir berdasarkan hasil audit tahun lalu (EPER tahun lalu). Kalau belum ada audit tahun lalu,
EPER dapat ditaksir dari sampal audit pendahuluan. EPER berhubungan searah (positif) dengan ukuran sampel.
Semakin besar EPER maka akan semakin besar ukuran sampel. Sebaliknya semakin kecil EPER maka semakin
kecil ukuran sampel.

Tahap 9: Menentukan ukuran sampel

Ada 4 faktor yang menentukan ukuran sampel awal, yaitu:


1. TER
2. ARACR (ARO)
3. EPER

6
4. Ukuran populasi
Catatan: untuk ukuran populasi yang besar kadang kala faktor ukuran populasi diabaikan oleh auditor.

Untuk sampling non-statistik, auditor menggunakan judgment untuk menentukan ukuran sampel awal
berdasarkan faktor-faktor di atas. Istilah “awal” berarti bahwa ada kemungkinan evaluasi terhadap sampel
yang dapat mempengaruhi ukuran sampel. Secara prinsip adalah sebagai berikut:

TER meningkat Ukuran sampel menurun


ARACR (ARO) meningkat Ukuran sampel menurun
EPER meningkat Ukuran sampel meningkat
Populasi meningkat Ukuran sampel meningkat

Akan tetapi dua faktor, yaitu kombinasi TER – EPER, lebih besar berdampak terhadap ukuran sampel. Apabila
selisih TER terhadap EPER kecil maka akan terdapat persisi yang kecil dan karenanya membutuhkan sampel
yang besar. Demikian sebaliknya, apabila selisih TER terhadap EPER besar maka persisi besar dan karenanya
sampel boleh lebih kecil. Berikut ini ilustrasinya.

Asumsi ARACR (ARO) sama, yaitu sama-sama rendah:


TER = 5, EFER = 1, maka presisi adalah 4  Ukuran sampelnya adalah 100
TER = 7, EPER = 1, maka presisi adalah 6  Ukuran sampel adalah 65

Perhatikan lebih lanjut pada figure 15-2.

7
Perhatikan figure 15-3. Pada peraga tersebut disajikan berbagai ukuran sampel yang dipilih untuk menguji
atribut 1 sampai 11. Untuk menguji atribut 2,3, 4, dan 5 dibutuhkan sampel sebanyak 100. Ini adalah ukuran
sampel paling besar. Ukuran sampel yang besar ini diperlukan karena selisih antara TER dan EPER kecil
(perhatikan figure 15-2 untuk atribut-atribut tersebut).

Perhatikan bahwa sebenarnya selisih antara TER dan EPER sama untuk atribut 1 dan 2 (figure 15-2), yaitu
sama-sama 4. Akan tetapi karena pada atribut 1 memiliki penyimpangannya 0 (lihat figure 15-3), maka sampel
untuk atribut 1 lebih kecil.

8
Tahap 10: Memilih sampel

Setelah ditentukan ukuran sampel, maka langkah selanjutnya adalah memilih sampel. Sampel dapat dipilih
dengan metode probabilitastik atau metode non-probabilistik. Perhatikan sub judul “Metode Pemilihan
Sampel” di bagian atas untuk mengetahui berbagai teknik memilih sampel.

Tahap 11: Melaksanakan prosedur audit

Setelah ditentukan sampelnya, tahap selanjutnya auditor menerapkan prosedur audit untuk sampel tersebut.
Setelah dilakukan prosedur audit maka dibuat daftar hasil audit. Perhatikan figure 15-3 dan figure 15-4 untuk
hasil pelaksanaan prosedur audit.

9
Tahap 12: Melakukan generalisasi hasil pengujian sampel ke populasi

Pelaksanaan prosedur audit menghasilkan penyimpangan yang ditemukan dalam sampel yang disebut SER
(Sample Exception Rate). Formula SER adalah:

SER = Penyimpangan Sesungguhnya / Ukuran Sampel Sesungguhnya

Misalnya:
 Untuk atribut 1  Penyimpangan sesungguhnya adalah sampel adalah 0 dan sampel sesungguhnya adalah
75. Karena itu SER = 0 (0%), 0/75. Pada perencanaan sampling ditentukan TER sebesar 4. Karena itu TER-
SER adalah 4.
 Untuk atribut 2  Penyimpangan sesungguhnya adalah sampel adalah 2 dan sampel sesungguhnya adalah
100. Karena itu SER = 2 (2%), 2/100. Pada perencanaan sampling ditentukan TER sebesar 5. Karena itu TER-
SER adalah 3.
 Untuk atribut 4  Penyimpangan sesungguhnya adalah sampel adalah 10 dan sampel sesungguhnya
adalah 100. Karena itu SER = 10 (10%), 10/100. Pada perencanaan sampling ditentukan TER sebesar 5.
Karena itu TER-SER adalah -5 (SER lebih besar dari TER).
 Untuk atribut 8  Penyimpangan sesungguhnya adalah sampel adalah 10 dan sampel sesungguhnya
adalah 50. Karena itu SER = 20 (20%), 10/50. Pada perencanaan sampling ditentukan TER sebesar 9. Karena
itu TER-SER adalah -11 (SER lebih besar dari TER).

Apabila SER lebih besar dari TER maka auditor berkesimpulan bahwa hasil sampel tidak mendukung
penetepan CR. Dalam kondisi ini auditor berkesimpulan bahwa penyimpangan sesungguhnya dalam populasi
lebih besar dari toleransi atau TER).

Tahap 13: Melakukan analisis penyimpangan

Selisih yang relatif tinggi antara TER dengan SER yang tinggi menunjukkan pengendalian yang efektif.
Perhatikan untuk atribut 1, 3, 6, 7, dan 9. Sebaliknya selisih antara TER dengan SER yang rendah atau bahkan
negatif menunjukkan pengendalian yang tidak efektif. Perhatikan atribut 2, 4, 5, dan 8. Auditor perlu
mengidentifikasi titik lemah pengendalian dengan adanya temuan ini. Misalnya kecerobohan pegawai, salah
mengartikan instruksi, kelelahan, kelafaan, kesengajaan (lihat figure 15-5).

10
11
Tahap 14: Memutuskan akseptabilitas populasi

Apabila auditor menemukan bahwa selisih antara TER dan SER relatif tinggi (perhatikan atribut 1,3, 6, 7, dan
9), maka pengendalian yang diuji dapat digunakan untuk mengurangi penetapan CR. Namun untuk selisih yang
kecil atau bahkan negatif antara TER dan SER (perhatikan atribut 2, 4, 5, dan 8), menunjukkan cadangan
penyimpangan terlalu kecil dan karena auditor tidak dapat menerima hasil pengujian ini. Alternatif yang dapat
dilakukan auditor apabila hal ini terjadi adalah:
1. Merevisi TER atau ARACR
Misalnya melonggarkan TER apabila dianggap terlalu konservatif
2. Memperbesar ukuran sampel
Dengan harapannya temuan penyimpangan tidak bertambah besar dengan bertambah besarnya sampel
3. Merevisi CR
Apabila hasil pengujian tidak mendukung CR pendahuluan yang ditetapkan, maka CR perlu ditingkatkan.
4. Berkomunikasi dengan komite audit atau manajemen
Auditor perlu memberitahu secepatnya permasalahan pengendalian yang ditemukan untuk tindakan-
tindakan yang diperlukan

12
ATRIBUTES SAMPLING

Metode sampling yang dibahas di atas adalah metode non-statistik. Metode sampling statistik yang digunakan
auditor untuk menguji pengendalian dan substantif transaksi atributes sampling.

Dalam sampling non-statistik yang sudah dibahas di atas terdapat istilah atribut. Arti atribut dalam hal ini
adalah karakteristik populasi.

Sedangkan maksud atribut dalam atributes sampling adalah nama, yaitu nama sampling statistik dalam
pengujian pengendalian dan substantif transaksi.

Atributes sampling mendasarkan diri pada distribusi sampling (distribusi binomial), yaitu frekuensi distribusi
hasil dari sampel. Dengan adanya distribusi sampling auditor dapat menentukan probabilitas tentang
keterwakilan sampel.

Misalnya dalam populasi dinyatakan bahwa 5% faktur penjualan tidak dilampiri bukti pengiriman barang.
Apabila auditor mengambil 50 sampel faktur penjualan, berapakah yang tidak dilampiri dokumen pengiriman
barang?
Jawabannya adalah 2,5%, yaitu dari 5% x 50. Jadi terdapat penyimpangan sebesar 2,5%.

Perhatikan tabel 15-7 di atas. Tabel tersebut adalah tabel statistik dengan tingkat penyimpangan 5% untuk
ukuran sampel 50. Cara membacanya adalah sebagai berikut:
 Apabila auditor menemukan 1 penyimpangan dari 50 sampel yang diperiksa, maka artinya adalah:
o Sebesar 20,25% kemungkinan bahwa sampel berasal dari populasi yang memiliki penyimpangan 5%
dan sebesar 79,75% (1 – 20,25%) kemungkinan masih ada penyimpangan dalam populasi.
o Sebesar 27,94% kemungkinan sampel berasal dari populasi yang memiliki penyimpangan lebih dari 5%
dan dan 72,06% (1 – 27,94%) kemungkinan sampel berasal dari populasi yang memiliki penyimpangan
5% atau kurang.
 Apabila auditor menemukan 5 penyimpangan dari 50 sampel yang diperiksa, maka artinya adalah:
o Sebesar 6,56% kemungkinan bahwa sampel berasal dari populasi yang memiliki penyimpangan 5% dan
sebesar 93,44% (1 – 6,56%) kemungkinan masih ada penyimpangan dalam populasi.
o Sebesar 96,20% kemungkinan sampel berasal dari populasi yang memiliki penyimpangan lebih dari 5%
dan dan 3,80% (1 – 96,20%) kemungkinan sampel berasal dari populasi yang memiliki penyimpangan
5% atau kurang.

13
Tahapan Atributes Sampling

Tahapan atributes sampling adalah:


A. Perencanaan sampel
1. Menentukan tujuan audit
2. Menentukan dapat-tidaknya sampling diterapkan
3. Merumuskan atribut dan kondisi penyimpangan
4. Merumuskan populasi
5. Merumuskan unit sampling
6. Menentukan TER (Tolerable Exception Rate)  Tingkat penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam
populasi oleh auditor
7. Menentukan ARACR (Acceptable Risk of Assessing Control Risk Too Low)  Risiko penetapan risiko
pengendalian terlalu rendah
8. Menentukan EPER (Estimated Population Exception Rate)  Tingkat penyimpangan dalam populasi
yang diestimasi
9. Menentukan ukuran sampel
B. Pemilihan sampel dan pelaksanaan prosedur audit
10. Memilih sampel
11. Melaksanakan prosedur audit
C. Mengevaluasi hasil
12. Melakukan generalisasi sampel ke populasi
13. Melakukan analisis penyimpangan
14. Menentukan akseptabilitas populasi

Penerapan tahap 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 13, dan 14 sama antara sampling non-statistik dengan sampling statistik.

Penerapan tahap 7 berbeda antara sampling non-statistik dengan sampling statistik karena dalam atributes
sampling ini digunakan tabel statistik yaitu tabel ARACR (ARO) 5% atau tabel ARACR (ARO) 10%.

Penerapan tahap 9 berbeda antara sampling non-statistik dengan sampling statistik karena dalam atributes
sampling ini digunakan tabel statistik untuk menentukan ukuran sampel yaitu tabel ARACR (ARO) 5% atau
tabel ARACR (ARO) 10%.

Penerapan tahap 10 berbeda antara sampling non-statistik dengan sampling statistik karena dalam atributes
sampling ini digunakan metode probabilitstik (misalnya metode acak sederhana atau metode sistematis).

Penerapan tahap 12 berbeda antara sampling non-statistik dengan sampling statistik karena dalam atributes
sampling ini digunakan tabel untuk menghitung CURE (Computed Upper Exception Rate) pada tabel ARACR
(ARO) tertentu.

Tabel 15-8 adalah tabel ARACR (ARO) 5% dan 10%. Tabel ini adalah tabel dengan asumsi populasi besar. Tabel
tersebut juga tidak mengakomodir estimasi tingkat penyimpangan dalam populasi yang tinggi (karena hanya
sampai 7 dan 8) dan sampel yang lebih dari 500.

Asumsi auditor menggunakan tabel ARACR 5%:


 Apabila TER sebesar 6%, EPER sebesar 3%, maka sampel audit adalah 195.
 Apabila TER sebear7%, EPER sebesar 2%, maka sampel audit adalah 88.

Asumsi auditor menggunakan tabel ARACR 10%:


 Apabila TER sebesar 6%, EPER sebesar 3%, maka sampel audit adalah 132.
 Apabila TER sebear7%, EPER sebesar 2%, maka sampel audit adalah 75.

14
Ukuran populasi tidak terlalu menjadi perhatian dalam sampling atribut karena yang diperiksa adalah atribut.
Karena itu auditor seringkali mengabaikan ukuran populasi dalam penentuan jumlah sampel.

Tabel 15-9 adalah tabel ARACR (ARO) 5% dan 10% yang digunakan untuk menentukan CURE.
Cara membaca tabel tersebut adalah:
 Apabila ukuran sampel 70 dan ditemukan penyimpangan 1, maka CURE adalah 6,6% pada ARACR 5%.
Terdapat kemungkinan 95% pernyataan auditor benar bahwa penyimpangan sesungguhnya dalam
populasi tidak lebih dari 6,6%; dan terdapat kemungkinan 5% penyataan auditor salah bahwa
penyimpangan sesungguhnya dalam populasi tidak lebih dari 6,6%.
 Ukuran sampel 70, ditemukan penyimpangan 1, maka CURE adalah 5,5% pada ARACR 10%. Terdapat
kemungkinan 90% pernyataan auditor benar bahwa penyimpangan sesungguhnya dalam populasi tidak

15
lebih dari 5,5%; dan terdapat kemungkinan 10% penyataan auditor salah bahwa penyimpangan
sesungguhnya dalam populasi tidak lebih dari 5,5%.

Sekian dan terima kasih


Baldric Siregar

16

You might also like