You are on page 1of 2

Tinggalkan Perdebatan Rawat Kedamaian

Agung Pangeran Bungsu S.Sos

Lisan merupakan organ tubuh yang berbahaya, sehingga dapat dilihat betapa banyak
kehancuran dan kenistaan yang terjadi karena sebab lisan seseorang. Begitu pula sebaliknya
ada betapa banyak pula hati orang-orang yang condong pada perkara keburukan kini tergerak
menuju jalan kebaikan karena lisan seseorang. Sehingga lisan dapat diibaratkan laksana pisau
bermata dua yang apabila digunakan untuk perkara yang haqq akan membawa dan menuntun
seseorang pada jalan kebaikan, ketika digunakan untuk menghujat, memperdebatkan sesuatu
bahkan membicarakan perkara kebathilan maka akan menghantarkan seseorang pada jalan
keburukan.

Peristiwa demi peristiwa datang silih berganti mewarnai negeri ini, baik bencana
alam, wabah penyakit, pertarungan ideologi kekuasaan sampai pada fanatisme pada
kelompok tertentu seakan tak kunjung usai. Orang- orang yang tidak memiliki kemampuan
dan kapasitas keilmuan kini berada di barisan terdepan menjadi bintang untuk mewarnai layar
kaca maupun jagat digital. Persoalan negara, vaksinasi, investasi, tenaga kerja asing serta
masih banyak lagi isu yang dibahas dan dikaji oleh oknum ataupun kelompok yang tidak
mampu mempertanggung jawabkan apa yang telah terlontar dari lisannya. Padahal Allah
telah menghimbau perkara ini dalam Al-Quran

‫وحي ِإلَ ْي ِه ْم فَا ْسَألُوا َأ ْه َل ال ِّذ ْك ِر ِإ ْن ُك ْنتُ ْم اَل‬ َ ِ‫َو َما َأرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبل‬
ِ ُ‫ك ِإال ِر َجاال ن‬
َ ‫تَ ْعلَ ُم‬
‫ون‬
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri
wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui (An-Nahl 43)
Ayat diatas merupakan konsekuensi yang kuat dengan keimanan seseorang, apabila
ia diminta untuk mengomentari perkara yang sejatinya tidak dia pahami, maka tidaklah
mengapa dan bukan menjadi sebuah aib ketika ia harus mengatakan “saya tidak mengetahui
perkara itu atau ini” karena sejatinya ini merupakan akhlak dan perilaku terpuji yang
semestinya membudaya dalam kehidupan kita. Lantas tidak jarang pula orang-orang yang
mendahulukan hawa nafsu serta akalnya diatas kebenaran, berbicara bahkan memperdebatkan
yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan. Melalui sebuah hadits rasulullah telah menentang
perihal ini,

ُ‫اط ٌل بُنِ َي لَه‬ َ ‫ك ْال َك ِذ‬


ِ َ‫ب َوهُ َو ب‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن تَ َر‬
َ ِ ‫قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫ق بُنِ َي لَهُ فِي َو َس ِطهَا َو َم ْن َحس ََّن‬ٌّ ‫ك ْال ِم َرا َء َوهُ َو ُم ِح‬ َ ‫ض ْال َجنَّ ِة َو َم ْن تَ َر‬
ِ َ‫قَصْ ٌر فِي َرب‬
‫ُخلُقَةُ بُنِ َي لَهُ فِي َأعْاَل هَا‬
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Barangsiapa meninggalkan
dusta, sementara dia bathil, maka akan dibangunkan baginya istana di tepian surga.
Barangsiapa meninggalkan debat meskipun ia benar, maka akan dibangunkan
baginya istana di tengah surga. Barangsiapa memperbaiki akhlaknya maka baginya
akan dibangunkan istana di surga yang paling tinggi." (Hr. Ibnu Majah No.50. Kitab
Mukadimah. Bab Menjauhi Bid’ah dan Perdebatan)

Betapa mulianya kedudukan serta janji bagi orang-orang yang meninggalkan


perdebatan, selalu berbicara benar dan senantiasa memperbaiki akhlak. Dengan demikian
akan hadir suasana umat yang damai, mendahulukan kepentingan agama diatas kepentingan
pribadi dan kelompok. Karena perkara popularitas merupakan sebuah tradisi buruk yang
semestinya ditinggalkan dari kehidupan umat. Bukanlah sebab penghormatan dan kedudukan
yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia akan terbebas dari siksa, melainkan setiap kata yang
terucap dari lisan akan dipersaksikan di pengadilan Allah. Sudah semestinya lisan yang Allah
karuniai dipergunakan untuk berbicara tentang kebenaran dan kemampuan yang dimiliki
tidak digunakan untuk menutupi kebenaran. Wallahu a’lam bish shawab. (*) (Mahasiswa
Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

You might also like