You are on page 1of 8

Global Marketing

Chapter 4 – Social and Cultural Environments

Disusun oleh:

Jessica Luhfiana Dewi 201960004

Angelin Murtianta 201960010

Carolin Susanti 201960011

Elicia Agnes 201960314

TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT

JAKARTA

2022
Society, Culture, and Global Consumer Culture
Budaya adalah perilaku yang dipelajari yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Kebudayaan mencakup nilai, gagasan, sikap, dan simbol baik yang disadari maupun tidak
disadari yang membentuk perilaku manusia dan yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Beberapa antropolog dan sosiolog membagi elemen budaya menjadi dua kategori,
yaitu budaya material (dapat disebut sebagai komponen atau budaya fisik) dan budaya
nonmaterial (budaya subjektif atau abstrak). Budaya material mencakup benda-benda fisik dan
artefak yang dibuat oleh manusia seperti pakaian dan peralatan. Budaya nonmaterial mencakup
hal-hal yang tidak berwujud seperti agama, persepsi, sikap, kepercayaan, dan nilai.
Sikap, Keyakinan, dan Nilai
Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk merespon dengan cara yang konsisten
terhadap objek atau entitas tertentu. Keyakinan adalah pola pengetahuan terorganisir yang
diyakini benar oleh individu tentang dunia. Nilai merupakan keyakinan atau perasaan yang
bertahan lama bahwa cara perilaku tertentu lebih disukai secara pribadi atau sosial daripada cara
perilaku lain.
Agama
Agama adalah sumber penting dari kepercayaan, sikap, dan nilai masyarakat. Agama-
agama besar dunia yaitu Buddha, Hindu, Islam, Yudaisme, dan Kristen. Banyak ajaran agama,
praktik, hari raya, dan sejarah yang secara langsung memengaruhi cara orang-orang dari
keyakinan berbeda bereaksi terhadap aktivitas pemasaran global.
Estetika
Dalam setiap budaya, ada pengertian keseluruhan tentang apa yang indah dan apa yang
tidak indah dan semacamnya, yang disebut estetika. Pemasar global harus memahami pentingnya
estetika visual yang diwujudkan dalam warna atau bentuk suatu produk, label, atau kemasan. Di
pasar yang kompetitif, kemasan produk yang tidak sesuai atau tidak menarik dapat merugikan
perusahaan atau merek.
Musik adalah komponen estetika dari semua budaya dan diterima sebagai bentuk ekspresi
artistik dan sumber hiburan. Musik mewakili "transkultur" yang tidak diidentifikasi dengan
bangsa tertentu. Musik juga dicirikan oleh variasi gaya yang cukup besar dengan asosiasi khusus
regional atau negara, misalnya ritme bossa nova dikaitkan dengan Argentina, samba dengan
Brasil, salsa dengan Kuba, reggae dengan Jamaika, merengue dengan Republik Dominika, dan
sebagainya. Gaya musik yang unik dapat mewakili keunikan entitas budaya dan komunitas.
Dietary Preferences (Preferensi Diet)
Pengaruh budaya dapat terlihat dalam penyiapan makanan dan pola konsumsi serta
kebiasaan. Pemahaman yang kuat tentang preferensi budaya terkait makanan penting bagi
perusahaan mana pun yang berupaya memasarkan produk makanan atau minuman secara global.
Language and Communication
Ahli bahasa membagi studi bahasa lisan atau verbal menjadi empat bidang, yaitu sintaks
(aturan pembentukan kalimat), semantik (sistem makna), fonologi (sistem pola suara), dan
morfologi (pembentukan kata). Selain itu, ada komunikasi tak terucapkan atau nonverbal yang di
mana mencakup gerak tubuh, sentuhan, dan bentuk bahasa tubuh lainnya yang melengkapi
komunikasi lisan. Dalam pemasaran global, bahasa adalah alat penting untuk berkomunikasi
dengan pelanggan, pemasok, perantara saluran, dan lainnya. Pemahaman budaya terhadap bahasa
dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif yang penting bagi perusahaan global.
Marketing’s Impact on Culture
Pemasar global yang cerdik mengetahui bahwa banyak keragaman budaya yang tampak
di dunia ternyata merupakan cara yang berbeda untuk mencapai hal yang sama. Meningkatkan
perjalanan dan meningkatkan komunikasi telah berkontribusi pada konvergensi selera dan
preferensi di sejumlah kategori produk. Dampak pemasaran dan kapitalisme global pada budaya
dapat menjadi kontroversial. Preferensi untuk makanan cepat saji, produk sekali pakai, musik
populer, dan film di Amerika Utara, Eropa, Amerika Latin, dan Asia menunjukkan bahwa
banyak produk konsumen memiliki daya tarik yang luas bahkan universal.

High- and Low-Context Cultures


Edward T. Hall menyarankan konsep konteks tinggi dan rendah sebagai cara untuk
memahami orientasi budaya yang berbeda. Dalam budaya konteks rendah, pesan bersifat
eksplisit dan spesifik. Dalam budaya konteks tinggi, lebih sedikit informasi yang terkandung
dalam bagian verbal dari sebuah pesan.
Dalam budaya konteks rendah seperti negara Amerika Serikat, Swiss, atau Jerman,
kesepakatan dibuat dengan lebih sedikit informasi tentang karakter, latar belakang, dan nilai-nilai
para partisipan dan lebih banyak ketergantungan ditempatkan pada kata-kata dan angka-angka
dalam aplikasi pinjaman. Sebaliknya, perusahaan Jepang seperti Sony secara tradisional
memberikan banyak perhatian pada latar belakang universitas dari karyawan baru dan elemen
khusus pada resume kurang penting. Dalam budaya konteks tinggi, perasaan kewajiban dan
kehormatan menggantikan sanksi hukum impersonal yang menjelaskan pentingnya negosiasi
yang panjang. Bagian dari tujuan negosiasi bagi seseorang dari budaya konteks tinggi adalah
untuk mengenal calon mitra.
Berikut merupakan tabel yang merangkum beberapa cara di mana budaya konteks tinggi
dan rendah berbeda.
Hofstede’s Cultural Typology
Antropolog
organisasi
Geert
Hofstede

menunjukkan bahwa budaya dari berbagai negara dapat dikelompokkan ke dalam lima dimensi
(sesuai gambar di atas). Tiga dimensi mengacu pada perilaku sosial yang diharapkan, dimensi
keempat berkaitan dengan "pencarian manusia akan kebenaran", dan dimensi kelima
mencerminkan pentingnya waktu.
 Dimensi pertama adalah cerminan sejauh mana individu-individu dalam suatu
masyarakat diintegrasikan ke dalam kelompok-kelompok. Dalam budaya individualistis,
setiap anggota masyarakat terutama memperhatikan kepentingannya sendiri dan
kepentingan keluarga dekatnya. Dalam budaya kolektif, semua anggota masyarakat
diintegrasikan ke dalam kelompok-kelompok yang kohesif. Individualisme yang tinggi
adalah aspek umum dari budaya di Amerika Serikat dan Eropa; individualisme rendah
adalah ciri khas pola budaya Jepang dan Asia lainnya.
 Dimensi kedua, jarak kekuasaan, adalah sejauh mana anggota masyarakat yang kurang
kuat menerima kekuasaan didistribusikan secara tidak merata. Negara dengan budaya
jarak kekuasaan tinggi yaitu Hong Kong dan Prancis dan negara jarak daya rendah seperti
Jerman, Austria, Belanda, dan Skandinavia.
 Dimensi ketiga, penghindaran ketidakpastian, adalah sejauh mana anggota masyarakat
tidak nyaman dengan situasi yang tidak jelas, ambigu, atau tidak terstruktur. Anggota
budaya menghindari ketidakpastian mungkin menggunakan perilaku agresif, emosional,
tidak toleran. Anggota budaya yang menerima ketidakpastian (seperti Denmark, Swedia,
Irlandia, dan Amerika Serikat) lebih toleran terhadap orang yang pendapatnya berbeda
dari pendapat mereka sendiri.
 Dimensi keempat, prestasi, menggambarkan masyarakat di mana laki-laki diharapkan
tegas, kompetitif, dan peduli dengan kesuksesan materi dan perempuan memenuhi peran
pengasuh. Sebaliknya, pengasuhan menggambarkan masyarakat di mana peran sosial
laki-laki dan perempuan tumpang tindih tanpa gender yang menunjukkan perilaku yang
terlalu ambisius atau kompetitif. Jepang dan Austria menempati peringkat tertinggi dalam
maskulinitas dan Spanyol, Taiwan, Belanda, serta negara-negara Skandinavia termasuk
yang terendah.
 Dimensi kelima mengenai orientasi jangka panjang meliputi orang yang melihat ke masa
depan dan menghargai penghematan serta ketekunan seperti negara Cina, Taiwan,
Jepang. Sebaliknya, orientasi jangka pendek meliputi orang yang menghargai tradisi dan
masa lalu seperti Jerman, Australia, Kanada.
The Self-Reference Criterion and Perception
Persepsi seseorang tentang kebutuhan pasar bersangkutan dengan pengalaman budayanya
sendiri. James Lee menyebut referensi bawah sadar untuk nilai-nilai budaya seseorang sebagai
self-reference criterion (SRC). Ia mengusulkan kerangka kerja dengan empat langkah:
1. Tentukan masalah atau tujuan dalam kaitannya dengan ciri budaya, kebiasaan, dan norma
negara asal.
2. Tentukan masalah atau tujuan dalam kaitannya dengan ciri budaya, kebiasaan, dan norma
negara tuan rumah. Jangan membuat penilaian nilai.
3. Pisahkan pengaruh SRC dan periksa dengan cermat untuk melihat bagaimana hal itu
memperumit masalah.
4. Mendefinisikan kembali masalah tanpa pengaruh SRC dan memecahkan situasi pasar
negara tuan rumah.
Pelajaran yang diajarkan SRC adalah bahwa keterampilan penting dan vital dari pemasar
global adalah persepsi yang tidak bias; yaitu, kemampuan untuk melihat apa yang ada dalam
suatu budaya. Keterampilan ini sangat penting bagi pemasar global karena kecenderungan yang
meluas ke arah etnosentrisme dan penggunaan SRC.
Diffusion Theory
Banyak penelitian telah menggambarkan proses di mana seorang individu mengadopsi
ide baru. Rogers menyaring dari banyak penelitian menjadi tiga konsep yang sangat berguna bagi
pemasar global, yaitu proses adopsi, karakteristik inovasi, dan kategori pengadopsi. Konsep-
konsep ini merupakan kerangka kerja inovasi difusi Rogers.
The Adoption Process
Konsep proses adopsi merupakan tahapan mental yang dilalui seseorang dari saat
pengetahuan pertamanya tentang suatu inovasi hingga saat adopsi atau pembelian produk.
Rogers menyarankan bahwa seorang individu melewati lima tahap berbeda dalam melanjutkan
dari pengetahuan awal tentang suatu produk hingga adopsi akhir atau pembelian produk, yaitu:
1. Kesadaran. Pada tahap pertama ini, pelanggan sadar untuk pertama kalinya terhadap
produk atau inovasi. Tujuan komunikasi awal yang penting dalam pemasaran global
adalah untuk menciptakan kesadaran akan produk baru melalui paparan umum terhadap
pesan iklan.
2. Minat. Selama tahap ini, pelanggan cukup tertarik untuk mempelajari lebih lanjut
mengenai produk. Pelanggan telah memusatkan perhatiannya pada komunikasi yang
berkaitan dengan produk dan akan terlibat dalam kegiatan penelitian dan mencari
informasi tambahan.
3. Evaluasi. Pada tahap ini, individu menilai secara mental manfaat produk dalam kaitannya
dengan kebutuhan masa kini dan yang diantisipasi di masa depan. Berdasarkan penilaian
tersebut, individu memutuskan apakah akan mencobanya atau tidak.
4. Percobaan. Sebagian besar pelanggan tidak akan membeli produk mahal tanpa
pengalaman langsung (disebut pemasar sebagai percobaan). Contoh dari uji coba produk
yang tidak melibatkan pembelian adalah uji coba mobil atau pemberian sampel gratis.
5. Adopsi. Pada tahap ini, individu melakukan pembelian awal atau terus membeli produk
yang lebih murah.
Characteristics of Innovations
Rogers juga mengidentifikasi lima karakteristik utama inovasi yang di mana merupakan
faktor-faktor yang memengaruhi tingkat adopsi inovasi, yaitu:
1. Keunggulan relatif: bagaimana produk baru dibandingkan dengan produk lain yang ada
di mata pelanggan. Keuntungan relatif yang dirasakan dari produk baru versus produk
yang sudah ada adalah pengaruh besar pada tingkat adopsi. Jika suatu produk memiliki
keunggulan relatif yang substansial dibandingkan dengan persaingan, kemungkinan besar
produk tersebut akan diterima dengan cepat.
2. Kompatibilitas: sejauh mana suatu produk konsisten dengan nilai-nilai yang ada dan
pengalaman masa lalu para pengadopsi. Pemasaran internasional penuh dengan
kegagalan yang disebabkan oleh kurangnya kompatibilitas produk baru di pasar sasaran.
3. Kompleksitas: sejauh mana suatu inovasi atau produk baru sulit untuk dipahami dan
digunakan. Kompleksitas produk merupakan faktor yang dapat memperlambat tingkat
adopsi terutama di pasar negara berkembang dengan tingkat melek huruf yang rendah.
4. Divisibility: kemampuan suatu produk untuk dicoba dan digunakan secara terbatas tanpa
biaya yang besar. Perbedaan besar dalam tingkat pendapatan di seluruh dunia
menghasilkan perbedaan besar dalam jumlah pembelian yang disukai, ukuran porsi, dan
porsi produk.
5. Kemampuan berkomunikasi: sejauh mana manfaat dari suatu inovasi atau nilai suatu
produk dapat dikomunikasikan ke pasar potensial.
Adopter Categories
Kategori pengadopsi adalah klasifikasi individu dalam pasar berdasarkan inovasi. Studi
menunjukkan bahwa adopsi adalah fenomena sosial yang dicirikan oleh kurva distribusi normal.
Terdapat lima kategori pada segmen dari distribusi normal, yaitu 2,5 persen orang pertama yang
membeli produk didefinisikan sebagai inovator, 13,5 persen berikutnya adalah pengadopsi awal,
34 persen berikutnya adalah mayoritas awal, 34 persen berikutnya adalah mayoritas terlambat,
dan 16 persen terakhir adalah orang yang lamban (laggards).

Diffusion of Innovations in Pacific Rim Countries


Berdasarkan perbandingan lintas negara Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan
Taiwan, Takada dan Jain menunjukkan bukti bahwa karakteristik negara yang berbeda,
khususnya pada budaya dan pola komunikasi. Berdasarkan pengamatan, Jepang, Korea Selatan,
dan Taiwan adalah budaya konteks tinggi dengan populasi yang relatif homogen dan Amerika
Serikat adalah budaya konteks rendah, heterogen, Takada dan Jain menduga bahwa Asia akan
menunjukkan tingkat difusi yang lebih cepat daripada Amerika Serikat.
Hipotesis kedua yang didukung oleh penelitian ini adalah bahwa adopsi akan berlangsung
lebih cepat di pasar di mana inovasi diperkenalkan relatif terlambat. Jeda waktu akan memberi
konsumen potensial lebih banyak kesempatan untuk menilai keunggulan relatif, kompatibilitas,
dan atribut produk lainnya.
Marketing Implicaions of Social and Cultural Envoronments
Banyak faktor budaya yang dapat memberikan pengaruh penting pada konsumen dan
pemasaran produk industri di seluruh dunia. Faktor-faktor ini harus dikenali dalam merumuskan
rencana pemasaran global. Sensitivitas lingkungan mencerminkan sejauh mana produk harus
disesuaikan dengan kebutuhan spesifik budaya dari pasar nasional yang berbeda.
Pendekatan yang berguna adalah dengan melihat produk pada kontinum kepekaan
lingkungan. Di salah satu ujung kontinum adalah produk yang tidak peka terhadap lingkungan
yang tidak memerlukan adaptasi yang signifikan terhadap lingkungan berbagai pasar dunia. Di
ujung lain kontinum adalah produk yang sangat sensitif terhadap faktor lingkungan yang
berbeda. Perusahaan dengan produk yang tidak peka terhadap lingkungan akan menghabiskan
waktu yang relatif lebih sedikit untuk menentukan kondisi pasar lokal yang spesifik dan unik
karena produk tersebut pada dasarnya bersifat universal. Semakin besar sensitivitas lingkungan
suatu produk, semakin besar kebutuhan manajer untuk menangani kondisi lingkungan ekonomi,
peraturan, teknologi, sosial, dan budaya negara tertentu.
Studi penelitian menunjukkan bahwa terlepas dari kelas sosial dan pendapatan, budaya
berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi dan kepemilikan barang tahan lama. Produk
konsumen dapat lebih sensitif terhadap perbedaan budaya daripada produk industri.

You might also like