You are on page 1of 16

MAKALAH

“Aqidah”

Tugas ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Agama Islam

Dosen Pengampu :

Yulizar Bila, S.Pd.I, M.Ed

Disusun Oleh:

Alfi Syahri

(21077004/2021)

Prodi Tata Busana D3

FAKULTAS PARIWISATA DAN PERHOTELAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul AQIDAH tepat
waktu.Makalah disusun guna memenuhi tugas dari Bapak Yulizar Bila, S.Pd.I, M.Ed .
Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang AQIDAH. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Bapak Yulizar Bila, S.Pd.I, M.Ed. selaku dosen. Semoga tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni penulis.Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang, 7 Oktober 2021

Alfi Syahri
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I................................................................................................................................4

PENDAHULUAN............................................................................................................4

1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................4

1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................4

1.3 TUJUAN.......................................................................................................4

BAB II...............................................................................................................................5

A. KONSEP AQIDAH: PENGERTIAN,

RUANG LINGKUP , KEDUDUKAN···············································5

1. PENGERTIAN AQIDAH···························································5

2. RUANG LINGKUP AQIDAH·····················································8

3. KEDUDUKAN AQIDAH···························································9

B. BAHATYA SYIRIK·································································12

C. PEMELIHARAAN AQIDAH·····················································13

BAB III.............................................................................................................................14

PENUTUP........................................................................................................................14

KESIMPULAN................................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Aqidah dalam istilah islam berarti iman. Semuah sistem kepercayaan atau keyakinan bisa
dianggap sebagai salah satu aqidah. Fondasi aqidah islam didasarkan pada hadist Jibril, yang
memuat definisi Islam, rukun islam, rukun iman, iman dan peristiwa hari akhir.

Pengertian Aqidah berakar dari kata Aqada-Ya’qidu-Aqdatan yang berarti tali


pengikat sesuatu yang lain, sehinga menhjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
berarti belum ada pengikat dan sekaligus berarti belum ada aqidahnya. Dalam pembahasan
yang masyhur aqidah diartikan sebagai iman, kepercayaan atau keyakinan.

1,2 RUMUSAN MASALAH

1. APA ITU KONSEP AQIDAH?


2. APA PENGERTIAN DARI AQIDAH?
3. APA RUANG LINGKUP AQIDAH?
4. APA SAJA KEDUDUKAN AQIDAH?
5. APA BAHAYA SYIRIK?
6. BAGAIMANA CARA PEMELIHARAAN AQIDAH??

1.3 TUJUAN

1. UNTUK MENGETAHUI KONSEP AQIDAH


2. UNTUK MENGETAHUI PENGERTIAN DARI AQIDAH
3. UNTUK MENGETAHUI RUANG LINGKUP AQIDAH
4. UNTUK MENGETAHUI KEDUDUKAN AQIDAH.
5. UNTUK MENGETAHUI BAHAYA SYIRIK
6. BAGAIMANA CARA PEMELIHARAAN AQIDAH
BAB II

PEMBAHASAN

MATERI

A. KONSEP AQIDAH: PENGERTIAN, RUANG LINGKUP , KEDUDUKAN

1) Pengertian Secara bahasa Aqi Dalam kajian islam, arti aqidah adlah tali pengikat batin
manusia dengan keyakinan sebagai Tuhan yang Esa yang patut disembah dan pencipta serta
pengatur alam semesta ini.

Aqidah sebagai sebuah keyakinan kepada hakikat yang nyata yang tidak menerima
keraguan dan bantahan. Apabila kepercayaan terhadap terhadap hakikat sesuatu itu masih
ada unsur keraguan dan kebimbangan, maka tidak disebut aqidah. Jadi aqidah itu harus kuat
dan tidak ada kelemahan yang membuka celah untuk dibantah.

M Ssyaltut menyampaikan bahwa Aqidah adalah pondasi yang diatasnya dibangun


hukum syariat. Syariat merupakan pewujudan dari aqidah.

Ibnu haldun mengartikan ilmu aqidah adlah ilmu yang membahas kepaercayaan-
kepercayaan iman dengan dalil-dalil akal dan mengemukakan alasan-alasan untuk menolak
kepercayaan bertentangan dengan kepercayaan golongan salaf dan ahlus sunnah.

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari tuhannya, demikian
pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-nya dan rasul-rasul Nya. (mereka mengatakan): “kamitidak membeda-bedakan
anatara seseorang (dengan yang lain)) dari rasul-rasulnya, dan mereka mengatakan: “kami
dengar dan kami taat. (mereka berdoa): ‘Ampunilah kami Yatuhan Kami dan Kepada
Engkaulah tempat kembali.” (Q.S.Al-Baqarah [2] : 285).

Dalam suatu hadist Nabi Saw. Mwenjawab pertanyaan Malaikat Jibril mengenai iman
dengan mengatakan: “Bahwa engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-
kitab Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat. Dan juga engkau beriman kepada qadar, yang
baik dan yang buruk.” (HR.Bukhari)

Berdasarkan hadist tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa rukun iman itu ada enam:

1. Iman kepada Allah

2. Iman kepada Malaikat Allah

3. Iman kepada kitab-kitab Allah

4 Iman kepada Rasul-Rasul Allah


5. Iman kepada hari akhir,

6. Iman kepada qada’ dan qadar.

Dalil dalam Aqidah

Agrumentasi yang kuat dan benar yang menandai disebut Dalil. Dalil dalam aqidah ada dua
yaitu:

a. Dalil ‘Aqli

Dalil yang bedasarkan penalaran akal sehat. Orang tidak mampu mempergunakan akalnya
karena ada gamgguan, maka tidak dibebani untuk memahami Aqidah. Segala yang
menyangkut dengan aqidah, kita tidak boleh meyakini secara ikut-ikutan, melainkan
bedasarkan keyakinan yang dapat kita pelajari sesuai akal yang sehat.

b. Dalil Naqli

Dalil naqli adalah dalil yang didasarkan pada al-quran dan sunnah. Walaupun akal manusia
dapat menghasilkan kemajuan ilmu dan teknologi, namun harus disadari bahwa betapapun
kuatnya daya pikir manusai, ia tidak akan sanggup mengetahui hakikat zat Allah yang
sebenarnya.

Contoh Aqidah dalam kehidupan sehari-hari:

1. Menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.


2. Berpegang teguh kepada Al Quran dan hadist Nabi SAW.
3. Menjauhkan diri dari semuah perbuatan syirik
4. Meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah SWT dengan sholat berjamaah.
5. Berserah diri dan ikhlas dalam eribadah kepada Allah.

Tujuan Aqidah Islam


Aqidah mempunyai banyak tujuan yaitu:
a. Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah hanya kepada Allah. Karena Allah adalah
pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya, maka tujuan dari ibadah haruslah
diperuntukkan hanya kepada-Nya.
b. Membebaskan akal dan pikiran dan kegelisahan yang timbul dari lemahnya Aqidah.
Karena orang yang lemah aqidahnya, adakalanya kosong hatinya dan adakalanya
terjerumus pada berbagai kesesatan dan khurafat.
c. Ketenangan jiwa dan pikiran tidak cemas. Karena aqidah ini akan memperkuat
hubungan antara orang mukmin dengan Allah, sehingga ia menjadi orang yang tegar
menghadapi segala persoalan dan sabar dalam menyikapi berbagai cobaan.
d. Meluruskan tujuan dan perbuatan yang menyimpang dalam beribadah kepada Allah
serta berhubungan denganorang lain berdasarkan ajaran Al-quran dan tuntunan
Rasulullah SAW.
e. Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatui dengan tidak menghilangkan kesempatan
yang baik untuk beramal baik. Sebab setiap amal baik pasti ada balasannya. Begitu
sebaliknya, seetiap ama buruk pasti juga ada balasannya. Diantara dasar aqidah ini
adalah mengimani kebangkitan serta balasan terhadap seluruh perbuatan.

Cara meningkatkan kualitas aqidah

Seseorang yang beriman kepada Allahh SWT maka ia harus melakukan semua yang
diperintahkan oleh Allah Swt. Dan menjauhi semua yang dilarang-Nya. Jika beriman kepada
kitab Allah, maka ia harus melaksanakan ajaran-ajaran yang ada didalamnya.

Jika beriman kepada Rasul dan Allah, maka ia wajib melaksanakan ajaran yang disampaikan
para rasul dengan sebaik-baiknya serta meneladani akhlaknya:

1.) Melalui pembiasaan dan keteladanan

Pembinasaan dan keteladan itu bisa dimulai dari keluarga. Disini peran orang tua sangat
penting agar aqidah itu bisa tertanam didalamm hati sanubari anggota keluarganya sedini
mungkin.

2.) Melalui pendidikan dan pengajaran

Pendidikan dan pengajaran dapat dilaksanakan baik dalam keluarga, masyarakat atau
lembaga pendidikan formal. Pendidikan keimanan ini memerlukan keterlibatan orang lain
untuk maenanamkan aqidah didalam hatinya.

dah berasal dari bahasa Arab Yang berarti buhul, ikatan, janji atau kepercayaan. Aqidah
dalam arti ikatan karena aqidah merupakan tali yang menghubungkan hati antara manusia
dan Tuhannya. Tali itu berupa kepercayaan/keyakinan dan oleh karenanya aqidah disebut
juga dengan keimanan. Aqidah dalam arti janji ialah karena setiap manusia pada dasarnya
sudah mengikat janji dengan Sang Maha Pencipta (al-khaliq) bahwa ia telah mengakui Allah
sebagai satu-satunya Tuhan yang wajib disembah.

Seperti diisyaratkan dalam surat al-A'raf ayat 172: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?"

mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Berdasarkan ayat ini para ulama berpendapat bahwa setiap manusia punya naluri ketuhanan
yang di dalam Islam disebut dengan fitrah (Q.S.30:30).

Kepercayaan terhadap yang Mahakuasa (Tuhan) terdapat di mana-mana di semua bangsa.


Naluri ketuhanan tumbuh dan berkembang seiring pula dengan perkembangan akal manusia.
Demikian pula persepsi dan penyebutan tentang yang Mahakuasa itu berbeda-beda sesuai
taraf pemikiran serta bahasa yang lazim digunakan dalam masyarakat yang bersangkutan.

Ada yang mempersepsikan Tuhan sebagai kekuatan yang maha dahsyat sehinga lahir
penggambaran tentang Tuhan sebagai sesuatu yang menakutkan serta menyeramkan.
Sebaliknya ada pula yang mepersepsikan Tuhan sebagai yang maha pengasih sehinga
lahirlah penggambaran mengenai Tuhan sesuatu yang indah-indah, penuh kasih sayang
sehingga melahirkan rasa cinta dan kerinduan kepada-Nya.

Ada pula mempersonifikasikan Tuhan dengan alam atau benda-benda tertentu sehingga
muncullah patung-patung (tamatsil) sebagi representasi dari yang Mahakuasa itu dalam
penyembahan kepada-Nya yang biasa disebut dengan berhala. Dari situlah munculnya
paham keberhalaan dalam masyarakat yang meyakininya. Di kalangan bangsa-bangsa kuno
ribuan tahun sebelum kedatangan agama Islam sudah ada kepercayaan/keyakinan tentang
banyak tuhan/dewa (polytheisme). Misalnya di kalangan bangsa Yunani Kuno muncul
keyakinan bahwa Venus adalah dewa kecantikan, Mars adalah dewa peperangan, Minerva
adalah dewa kekayaan dan Apollo adalah dewa Matahari yang dianggap sebagai Tuhan
tertinggi. Di kalangan orang-orang Hindu masa dulu ada kepercayaan kepada banyak dewa
yang diyakini sebagai Tuhan-tuhan. Demikian pula di kalangan umat Majusi berkembang
keyakinan tentang adanya dua kekuatan Mahadahsyat yang mengendalikan alam semesta ini
yaitu Dewa Cahaya (Ahura Mazda) dan Dewa Kegelapan (Ahrimam). Yang pertama itu
diyakini sebagai sumber dari segala kebaikan, sedangkan yang kedua diyakini sebagai
sumber dari segala kejahatan.

Nenek moyang bangsa Indonesia yang mendiami kepulauan Nusantara jauh sebelum
kedatangan agama-agama besar seperti Hindu, Islam dan Kristen, sudah punya
kepercayaan/keyakinan kepada roh-roh dan kekuatan-kekuatan benda tertentu yang disebut
animisme dan dinamisme. Roh-roh dan kekuatan tersebut diyakini dapat memberi efek
tertentu terhadap kehidupan manusia sehingga ia dipuja dan disembah. Semua itu menjadi
bukti bahwa manusia memilki fitrah ketuhanan, dengan kata lain memiliki
akidah/kepercayaan. Aqidah Islam (al-„aqidah al-islamiyyah) berpangkal dari pengakuan
bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Dengan kata lain, hanya Allah yang boleh dipertuhan
dan tidak menyembah kepada selainnya. Itulah yang disebut dengan tauhid (peng-Esaan)
tuhan. Sebagian ulama menggunakan istilah aqidah Islam ada pula yang menyebutnya
akidah tauhid dan ada pula yang cenderung menggunakan istilah akidah Muslim („aqidah al-
Muslim). Terlepas dari perbedaan istilah tersebut, inti dari pada aqidah Islam itu ialah
meyakini keesaan Allah diikuti dengan pokok-pokok keimanan lainnya yang disebut dengan
rukun iman. Penjelasan selanjutnya tentang Tauhid akan kemukakan pada tema
Pemeliharaan dan Pemurnian Akidah/iman. Sebagaiman disebutkan sebuah hadis: Artinya:
….Maka ceritakanlah kepadaku tentang iman. (Rasulullah, Saw) berkata: Hendaklah kamu
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, hari yang akhir dan engkau
hendaklah beriman kepada kadar baik dan kadar buruk-Nya”(H.R. Mjuslim).

2.) RUANG LINGKUP


Untuk meluruskan kepercayaan/keyakinan manusia kepada Tuhan Allah Swt
mengutus para Rasul dari masa ke masa kepada bangsa tertentu. Pada dasarnya pokok ajaran
yang dibawa para Rasul itu sama yakni meyakini keesaan Allah (tauhid), agar manusia
menyembah hanya kepada-Nya dengan menaati aturan-aturan yang akan membawanya
kepada kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di alam dunia sampai akhirat. Secara garis
besar ruang lingkup Aqidah Islam meliputi empat hal pokok yakni; uluhiyat (ketuhanan),
nubuwat (kenabian), ruhaniyat (keyakinan kepada makhluk-makhluk tanpa jisim seperti
malaikat, jin, iblis/syetan dan roh), dan sam‟iyat (berita-berat tentang alam barzakh dan
akhirat). Kemudian dikembangkan menjadi keyakinan kepada Enam Pokok-pokok
Keimanan yakni iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, hari kiamat dan takdir (qadha
& qadar). Inilah yang lazim disebut Rukun Iman (arkan al-iman). Keenam macam obyek
pokok keimanan ini wajib diyakini oleh setiap Muslim. Beriman kepada Allah berarti juga
mengimani/meyakini bahwa dia mengutus seorang Rasul-rasul-Nya dengan menurunkan
kitab suci sebagai sumber ajaran melalui malaikat-Nya. Ajaran tersebut jika ditaati akan
membawa kepada kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, bagi yang
mengingkari bakal menerima pembalasan siksaan di akhirat. Juga mengajarkan kepada
manusia bahwa alam semesta bergerak/berjalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah
yang bersifat baku dan disebut dengan sunnatullah.

Rukun iman merupakan pokok-pokok keyakinan dan sebagai fondasi yang di atasnya
tegak syariat Islam untuk mengatur semua aspek kehidupan manusia. Hubungan antara
aqidah dan syari‟ah itu ibarat hubungan antara fondasi dan bangunan. Bangunan akan dapat
beridiri dengan kokoh apabila fondasi kokoh dan begitulah sebaliknya. Bila diibaratkan
dengan sebatang pohon, aqidah merupakan urat tunggang yang menopang tegaknya pohon
itu. Syari‟ah ibarat batang, cabang dan ranting serta daunnya, sedangkan akhlak merupakan
buahnya. Istilah lain tentang aqidah disebut juga dengan iman dan syari‟ah disebut dengan
islam sedangkan yang berkaitan dengan akhlak atau perilaku lazim disebut dengan
ihsan.Tentang syariah dan akhlak akan dibahas masing-masingnya pada pokok bahasan
tersendiri.

3) KEDUDUKAN AQIDAH

merupakan akar bagi setiap perbuatan manusia. Manusia hendaknya hatinya, fikirannya,
lisannya serta perbuatannya harus tunduk dan patuh secara sukarela pada kehendak Allah
swt tanpa adanya paksaan. Aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ajaran
Islam. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain,
seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun
tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh.

Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau menanggung
beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan. Maka, aqidah yang
benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal. Allah
swt berfirman, . Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya
(di akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam
beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110) .
Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu,
bahwa jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur,
dan kamu benar-benar akan termasuk orangorang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)

Berdasarkan penjabaran di atas maka kedudukan aqidah sangatlah penting dalam


ajaran Islam, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari
aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan
Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan,
dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih 13 tahun.

Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di Makkah
mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti
menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh
bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-
hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang
lebih selama sepuluh tahun.

Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah
atau keimanan dalam ajaran Islam

b. Argumen tentang Wujud Tuhan

(Dalil Aqli dan Dalil Naqli) Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa rasa
bertuhan itu adalah fitrah setiap manusia, akal fikiran manusia dapat mengenal dan
mempercayai adanya tuhan berdasarkan bukti bukti-bukti melalui dua bentuk argumen yaitu
„aqli (dalil akal) dan naqli (Al-Qu‟an dan Hadis). Dengan memberdayakan potensi akal
manusia dapat membangun argument tentang adanya Tuhan dan diperkokoh dengan
informasi wahyu dari Tuhan. Adapun argumen aqli tersebut dapat dijelaskan sebagai beikut:

a. Argumen ontologi

Ontologi terdiri dari susunan dua kata: ontos = sesuatu yang berwujud, dan logos = logika
atau pemikiran maka ontologi dalam pengertian ini adalah teori tentang wujud, tentang
hakikat yang ada.

Ringkasanya argument ini adalah bahwa semua yang berwujud (ada) dapat dikelompokkan
dalam dua kategori. Pertama, wujud yang bersifat mutlak (wajibul wujud), kedua wujud
yang bersifat relatif (mumkinul wujud). Wujud yang mutlak hanya satu, keberadaanya tidak
tergantung pada yang lainnya dan tidak diikat oleh ruang dan waktu. Karena itu dia ada di
mana-mana dan kapan saja. Keberadaanya menjadi penyebab bagi adanya yang lain, namun
ia tidak disebabkan oleh yang lain. Sedangkan wujud yang besifat relatif itu keberadaannya
tergantung kepada yang lain. Keberadaannya diikat oleh ruang dan waktu, karena itu ia tidak
bersifat kekal. Wujud kategori yang pertama itu tidak disebabkan oleh wujud yang selainnya
tetapi berdiri dengan sendirinya. Wujudnya bersifat kekal dan maha segala-galanya yang
tidak ada tandingannya. Akal kita mengharuskan demikian adanya. Itulah yang didalam
ajaran agama disebut dengan Tuhan (Ind), God (Ingr), Theo (Yunani), Ilah (Arab) dsb.
Sedangkan wujud kategori kedua adalah wujud yang bersifat relatif dan tidak kekal. Itulah
wujud alam semesta. Selain Tuhan disebut alam atau makhluq (yang diciptakan) sedangkan
Tuhan adalah Sang Pencipta (khaliq). Argumen ini dimunculkan pertama kali oleh Plato,
seorang filosuf Yunani yang hidup pada masa 428-348 SM.

b. Argumen Cosmologi Kata cosmos menurut makna asalnya adalah teratur, harmoni dan
tersusun rapi. Kemudian maknanya berkembang menjadi "alam raya" karena alam raya bila
diamati bergerak dengan serba teratur dan harmoni.

Argumen cosmologi ini disebut juga dengan argumen sebab akibat (sabab wal musabbab).
Ringkasnya argumen ini bahwa segala sesuatu di alam ini terjadi melalui proses sebab dan
akibat. Misalnya, adanya banjir disebabkan adanya hujan, hujan turun disebabkan adanya
awan tebal yang mengandung air, awan disebabkan adanya penguapan air laut. Terjadinya
penguapan disebabkan adanya panas atau cahaya dan terjadinya panas karna adanya
matahari. Begitulah seterusnya sampai kepada penyebab pertama yang tidak disebabkan
oleh yang lainnya sehingga akal manusia tidak mampu menjelaskannya lagi. Aristoteles
menyebutnya dengan istilah penyebab pertama (prima causa). Pemikiran tersebut juga
diadobsi oleh Al-Farabi, seorang filosuf Muslim yang menyebutnya dengan istilah al-
muharrik alawwal (penggerak pertama). Penggerak pertama tersebut mestilah maha
sempurna dan tidak berhajat kepada yang lain. Dia merupakan akal yang suci (divine,
muqaddas). Itulah asal dari segala-galanya, yang didalam bahasa agama-agama dikenal
sebagai tuhan.

c. Argumen Moral

Argumen Moral ini dikemukakan pertama kali oleh Immanuel Kant (1724- 1804 M). Inti
dalam argumen ini adalah : "wujud tuhan hannya dapat ditetapkan dengan tanda-tanda
dalam jiwa manusia. Tanda-tanda tersebut berbentuk "laranggan moral" (al-wasi'ul akhlaqi)
atau tanda wajib (AlAkkad, Ketuhanan …,1981:191). Didalam diri setiap manusia ada satu
timbangan yang disebut “kata hati " (dhamir), ia tidak pernah berbohong dan selalu
mengingatkan kepada kebenaran, kebaikan dan keadilan. Di dalam alam semesta tidak
ditemukan timbangan kebenaran moral untuk menanamkan kewajiban tersebut. Lalu dari
manakah timbulnya kebenaran moral yang ada dalam diri manusia itu kalau bukan dari
sesuatu yang diluar dirinya? Kalau pada alam semesta tidak ditemukan bisikan moral itu lalu
dari mana lagi datangnya? Pastilah bisikan moral itu berasal dari Yang Maha Baik, dan
itulah yang diyakininya sebagai Tuhan. "kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita
sendiri ketika kita berhadapan dengan keadaan baik atau buruk”.

Pada saat yang sama manusia dapat membedakan antara yang halal (benar) dan yang
haram (tidak benar), yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan meskipun ia dapat
melakukanya. Dalam hal ini kita dapat melihat sesuatu yang sepesifik atau khusus
manusiawi. Contoh kongritnya ialah adanya ucapan-ucapan: "perbuatan si A itu tidak pantas
sebagai manusia". Inilah bukti adanya kesadaran moral itu di dalam diri manusia”
(Dirjakara, Percikan Filsafat, 1962:13). Perintah itu sifatnya absolut dan universal
(categorical inperative). Suatu perbuatan diketahui baik karena “perintah” (kata hati) itu
mengatakan demikian. Demikian pula suatu perbuatan jahat ditinggalkan karena “perintah”
itu mengatakan demikian dan tidak layak dikerjakan. Semuanya dilandasi oleh rasa “wajib”
secara moral (Harun Nasution,Falsafat Agama, 1991:64-65).

Bila kita perhatikan Al-Qur'an menggunakan beberapa macam kata yang menunjuk kepada
pengertian Tuhan, dan belum termasuk lagi nama-nama yang baik (al-asma‟ul-husna) serta
sifat-sifatnya. Di antara kata yang sering digunakan oleh Al-Qur'an adalah Rabb (‫( ب ر‬dan
llah )‫ اله‬. ) Pertama, kata Rabb mengandung makna mengatur, mendidik dan memelihara.
Maka Allah sebagai Tuhan tidak hanya mencipta tapi juga mendidik dan memelihara
ciptaan-Nya.

Sebagai contoh firman-Nya: "Dan kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka
berdiri, lalu mereka berkata, Rabb (Tuhan) kami adalah Rabb (pencipta) langit dan bumi;
kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia" (Q.S Al- Kahfi / 18:14).

Contoh lainya dapat dilihat dalam S.al-Baqarah/2:21-22;. S.alIsra'/17:66; S.Fusshilat/41:30,


dan S.al-An'am /675-79. Kedua, kata llah dalam bahasa Arab menunjuk kepada sesuatu yang
disembah atau dipuja oleh manusia dalam hidupnya. Misalnya firman-Nya: "Dan kami tidak
mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya
bahwasanya tidak ada Ilah melainkan Aku, maka sembahlah oleh kamu sekalian akan Aku"
(Q.S. Al-Anbiya/21:25). Contoh lain dapat dilihat dalam Q.S.Al-A'raf/7:59;
S.al-Baqarah/2:163 dan S.al-Furqan/25:69. Secara umum keterangan Al-Qur'an tentang
bukti-bukti keesaan Tuhan dapat dibagi dalam 3 bagian pokok, yaitu:

(1) Menjelaskan kenyataan wujud yang tampak (fenomena alam semesta)

(2) Menjelaskan rasa yang terdapat dalam jiwa manusia, dan

(3) Menjelaskan dengan dalil-dalil yang menyentuh dan merangsang logika manusia atau
dalil-dalil naqli yang merangsang akal pikiran. Untuk yang pertama itu Al-Qur'an
menggunakan seluruh wujud sebagai bukti.

Semua fenomena yang terjadi di alam semesta merupakan saksi-saksi tentang keberadaan-
Nya. Melalui cara ini Al-Qur'an merangsang nalar manusia untuk memikirkanya hingga
sampai kepada satu kesimpulan dan keyakinan akan kemahakuasaan-Nya.

Sebagai contoh firman-Nya dalam surat Al- Ghasyiyah/88:17-20: “maka apakah mereka
tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan; dan langgit bagaimana ia di tinggikan,
dan gunung-gunung bagaimana ia di tegakkan; dan bumi bagaimana ia di hamparkan” ?
Contoh lain dapat dilihat dalam S.Qaf/50:6-7; S.al-Ra'du/13:4; S. al-Mulk/67:3-4.

Sedangkan untuk yang kedua, Al-Qur'an sering berbicara tentang situasi dan kondisi jiwa
manusia, sebagai contoh firman-Nya berikut: Katakanlah, terangkanlah kepadaku jika
datang siksaan Allah kepadamu, atau datang kepadamu hari kiamat apakah kamu menyeru
(tuhan) Selain Allah jika kamu orang-orang yang benar!" (Q.S. al-An'am/6:40-41).
Kemudian dalam S. Yunus/46:4 dan S.al-A'raf/7:97-99.
Karena itu tidak mengherankan bila ada satu teori di dalam antropologi agama menyebutkan
bahwa awal rasa beragama di kalangan suku-suku primitif adalah adanya rasa kagum dan
takut terhadap gejala alam yang dahsyat. Ketakutan itu mendorong mereka untuk mencari
perlindungan sehingga muncullah pikiran pikiran mereka tentang Yang Maha Kuasa. Ketiga,
dialog Al-Qur'an yang banyak mengarah serta menyapa akal manusia sehingga manusia
dapat berfikir secara kritis, logis dan sistematis untuk meyakini adanya Sang Maha Pencipta.

Misalnya firman Allah: "Apakah mereka menggambil tuhan-tuhan dari bumi yang dapat
menghidupkan (orang-orang mati)? Sekiranya di langit dan di bumi ada tuhan-tuhan selain
Allah, tentulah keduanya telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'arasy
dari pada yang mereka sifatkan" (Q.S.al-Anbya'/21:21-22).

Juga dapat dilihat dalam S. Al-Ahqaf/46:4; S. Al-Anbiya/21:62-66; S. AlAn'am/6;101 dan S.


Yusuf/12:39 c. Aqidah yang benar dan aqidah yang salah Dalam menjalankan ajaran Islam
yang benar maka sebagai seorang muslim harus memiliki aqidah yang benar. Kepercayaan
manusia kepada Tuhan itu hanya didasarkan kepada akal semata, maka muncullah berbagai
macam persepsi, penanaman serta cara-cara penyembahan kepada Tuhan. Untuk itu Allah
mengirim para utusan (rasul) Nya untuk membimbing umat manusia kepada akidah yang
benar yakni tauhid. Tauhid berasal dari kata wahhada artinya Meng esakan Tuhan. Tauhid
menuntun agar tercapai persamaan persepsi dan sebutan tentang Yang Mahaesa itu yakni
Allah. Tauhid berpangkal dari sebuah pengakuan bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah
yang dirumuskan dalam kalimat singkat dan jitu "la ilaha illahllah".

B. BAHAYA SYIRIK

Syirik selain merusak iman dan amalan juga membahayakan kepada diri dan
masyarakat. Orang yang berbuat syirik hatinya akan diselimuti oleh kegelapan, jauh dari
cahaya iman yang pada akhirnya ia mudah bertindak zalim. Karena itu syirk dipandang
sebagai kezaliman yang paling dahsyat (Q.S.Luqman/31:12). Siyrik juga akan menjatuhkan
martabat manusia sebagai makhluk yang paling mulia di sisi Allah. Sikap dan perilaku syirik
akan menggiring seseorang tunduk kepada alam, sedangkan tauhid mengajarkan manusia
agar tunduk dan takut hanya kepada Allah. Dengan sendirinya perbutan syirik akan
membelenggu jiwa dan membungkam fikiran si pelakunya. Keterikatannya kepada benda
akan mengakibatkan ketergantungan kepadanya sehingga dapat mengenyampingkan akal
sehat (rasional). Misalnya orang-orang yang suka mencari perlindungan/pertolongan –
dalam perkara yang ghaib- kepada selain Allah. AlQur`an mengibaratkannya dengan sarang
laba-laba. Firman-Nya (Q.S.AlAnkabut/28:41): “Perumpamaan orang-orang yang
mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah.
Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka
mengetahui”. Yang dimaksud dengan rumah laba-laba di sini adalah perumpamaan
kerapuhan atau ketidakstabilan jiwa orang-orang yang mencari dan mengharapkan
perlindungan itu. Perhatikan misalnya oang-orang yang percaya kepada ramalanramalan
nasib, tenung (nujum) dsb, jiwanya mudah terombang-ambing oleh keyakinannya sendiri.
Akhirnya tanpa disadari dirinya sudah terperangkap ke dalam sindikat kejahatan orang-
orang yang mengambil keuntungan dalam situasi itu. Menurut Muhammad Ali (1980:100),
perbuatan syirik yang dianggap sebagai perbuatan dosa yang paling berat bukanlah
disebabkan karena Allah itu irihati, dan itu bukanlah sifat Allah. Dosa berat itu disebabkan
karena adanya kenyataan bahwa syirik itu merusak akhlak manusia, sedangkan tauhid
mengangkat manusia ke tingkat akhlak yang tinggi. Allah tidak akan memberi keampunan
kepada seseorang selagi ia bersikap dan berperilaku syirik (Q.S.4:58).

C. PEMELIHARAAN AQIDAH

Pemeliharaan Aqidah disebut juga dengan pemeliharaan Iman. Iman itu mengalami pasang-
surut, adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang. Ia ibarat grafik yang dapat naik dan
turun sesuai dengan situasi dan kondsisi yang mempengaruhinya. Jadi, iman itu ibarat
tanaman yang harus dijaga dan dipelihara agar ia tetap subur. Tanaman yang subur tentu
akan menghasilkan buah yang bagus dan berkualitas, sebaliknya tanaman/pohon yang
gersang akan menghasilkan buah yang gersang (kerdil) dan tidak berkualitas. Iman yang
subur akan melahirkan amal-amal kebajikan (amal shalih), sebaliknya iman yang gersang,
bukan saja tidak membuahkan amal shalih bahkan akan menggiring kepada perbuatan-
perbuatan maksiat. Kegersangan iman akan membuat orang mudah tergoda oleh berbagai
macam godaan dan rayuan sehingga mendorong lahirnya perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar.

Di dalam Al-Qur`an Allah menggambarkan sebagai berikut: “Tidakkah kamu perhatikan


bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik,
akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada
setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu
untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti
pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak
dapat tetap (tegak) sedikitpun”. (Q.S.Ibrahim/14:24-26).

Adapun yang dimaksud pemeliharaan iman itu dapat dilihat dari dua sisi. Pertama,
memelihara dalam arti memupuk. Ibarat petani yang memupuk tanamannya agar ia bisa
tumbuh dan berkembang dengan subur sehingga menghasilkan buah. Kedua, memelihara
dalam arti memberantas atau memerangi hama-hama yang akan menggerogoti dan merusak
tanaman itu sehingga buahnya bisa dipanen sesuai yang diharapkan.

Di antara kiat-kiat pemeliharaan iman itu seperti dikemukakan oleh Zakiah Daradjat
(1986:157-162) adalah:

1) Menambah atau memperdalam ilmu Firman Allah: “…..sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang berilmu). Sesungguhnya
Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun” (Q.S.Fathir/35:28).

2) Membiasakan amal shalih Firman Allah: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang
yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-
sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orangorang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar
(keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka
tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik”. (Q.S.An-Nur/24:55)

3) Membiasakan jihad Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku
tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu)
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya” (Q.S.
AshShafat/61:10-11)

4) Berserah diri kepada Allah (tawakal) Firman Allah: “(Tidak demikian), bahkan
barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka
baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati” (Q.S.Al-Baqarah/2:112)

5) Selalu mencari keridhaan Allah Firman Allah: “Allah menunjuki orang-orang yang
mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang
dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus” (Q.S.Al-Maidah/5:16)

6) Memakmurkan masjid Firman Allah: “Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid


Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk (Q.S.At-Taubah/9:18).

7) Membiasakan zikir dan membaca serta mendengarkan Al-Qur`an Firman Allah:


“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.”
(Q.S.Al-Anfal/8:2).
KESIMPULAN

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah hendak senantiasa menjalankan AQidah


Islam dengan benar. Aqidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat
membina setiap individu muslim menjadi muslim yang baik sehingga tidak melakukan
penyimpangan-penyimpangan dalam mentauhidkan Allah swt. Serta kita harus mengimani
bahwa Allah itu ada, meng Esakan Allah dalam segala hal. Dan kita meyakini hanya Allah
yang mempunyai nama-nama terindah dan Allah yang hanya memiliki sifat-sifat yang ter
mulia, tidak ada satu zat pun yang menyamai nama-nama-Nya dan sifat-sifatnya.

Jadi pembagian tauhid menjadi 3 adalah untuk menyatukan/mengkoreksi karena


adanya kesalahan. Karena ada orang yang salah bertauhid. Segala perkara yang menafikkan
ketauhidan Allah dalam penciptaan atau dalam kepemilikan dan kepengaturan maka
seseorang itu terjerumus kedalam kesyirikkan dalam tauhid Rububiyah, seperti mengingkari
adanya tuhan, penyimpangan oleh orang fallasifah, meyakini tuhan selain Allah SWT.

You might also like