You are on page 1of 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

PADA PASIEN DENGAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Oleh:

MADE DWITA PERTIWI

2114901105

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2022
A. KONSEP DASAR TEORI
1. Definisi
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam
akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke
orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian (Herdman,2012). (Dengue
Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis
virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty.
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam
atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina).
Demam berdarah adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes albapictus dan Aedes aegypti) (Ngastiah
2007). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa DHF adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
2. Epidemiologi
Wabah Dengue pertama kali ditemukan di dunia tahun 1635 di Kepulauan Karibia
dan selama abad 18, 19 dan awal abad 20, wabah penyakit yang menyerupai Dengue
telah digambarkan secara global di daerah tropis dan beriklim sedang. Vektor penyakit
ini berpindah dan memindahkan penyakit dan virus Dengue melalui transportasi laut.
Selama awal tahun erotype di setiap eroty, penyakit DBD ini kebanyakan
menyerang anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan berumur kurang dari 15 tahun.
Walaupun demikian, berbagai eroty melaporkan bahwa kasus-kasus dewasa meningkat
selama terjadi kejadian luar biasa (Soegijanto S., 2006).Jumlah kasus dan kematian
Demam Berdarah Dengue di Jawa Timur selama 5 tahun terakhir menunjukkan angka
yang fluktuatif, namun secara umum cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun
2015 dan 2016 terjadi lonjakan kasus yang cukup erotyp karena adanya KLB, yaitu tahun
2015 sebanyak 8246 penderita (angka insiden: 23,50 per-100 ribu penduduk), dan tahun
2016 (sampai dengan Mei) sebanyak 7180 penderita (angka insidens: 20,34 per 100 ribu
penduduk). Sasaran penderita DBD juga merata, mengena pada semua kelompok umur
baik anak-anak maupun orang dewasa, baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan,
baik orang kaya maupun orang miskin, baik yang tinggal di perkampungan maupun di
perumahan elite, semuanya bisa terkena Demam Berdarah.
Case Fatality Rate penderita DBD pada tahun 2015 sebesar 0,7 dan erotype rate
sebesar 45. Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai eroty bervariasi
disebabkan beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan eroty, tingkat
penyebaran virus, prevalensi erotype virus Dengue, dan kondisi metereologis. DBD
secara keseluruhan tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan, tetapi kematian
ditemukan lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki.Distribusi umur
pada mulanya memperlihatkan proporsi kasus terbanyak adalah anak berumur <15 tahun
(86-95%), namun pada wabah selanjutnya jumlah kasus dewasa muda meningkat.
3. Etiologi
1) Virus dengue
Deman dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam aribonukleat rantai tunggal dengan
berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue dan demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotip
terbanyak (Mansjoer, Arif. 2011)
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip (DEN 1,
2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus
Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis
protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada pejamu
disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus untuk :
a. Menginfeksi lebih banyak sel
b. Membentuk virus progenik
c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat
d. Menghindari respon imun mekanisme efektor
2) Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat
bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan
daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina
lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu
pagi hari dan senja hari. ( Nursalam, 2015)
3) Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk
kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta. (Maryunani, Anik. 2017)

4. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan
kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam
sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen.
Penyakit DBD ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue.
Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika
mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue. Jika orang digigit nyamuk
Aedes Aegypti maka virus dengue masuk bersama darah yang dihisapnya. Di dalam tubuh
nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan
menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam
kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau
bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk dituarkan/dipindahkan kepada orang lain.
Selanjutnya pada waktu nyamuk itu menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk
nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah itu dihisap, terlebih dahulu
dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar darah yang dihisap tidak membeku.
Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain.
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama
kali menyebabkan demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat
pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat
infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila
seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue
lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang
tinggi.
Virus yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty,
pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-
bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali). Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti
pembuluh darah dibawah kulit.
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-
antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan
C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra
seluler.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan
DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat
ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume plama,
terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan
(syok).Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan
fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan
saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum,
pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami
renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan
hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia
dan gangguan koagulasi.
Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak
segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain
kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system
koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti
terganggu oleh aktifasi system koagulasi.Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS,
terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
5. Klasifikasi
Berdasarkan standar WHO, DHF dibagi menjadi empat derajat sebagai berikut:
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain ditambah
dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari (tanda-tanda dini
renjatan).
d. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan masa
inkubasi antara 13-15 hari menurut WHO sebagai berikut :
a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari kemudian turun menuju suhu
normal atau lebih rendah. 
b. Manifestasi perdarahan, perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam
danumumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet
yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura,
paling tidak terdapat uji tourniquet positif, seperti perdarahan pada kulit (petekie,
ekimosis. Epistaksis, Hematemesis,Hematuri, dan melena)
c. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit),
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah.
d. Syok biasanya terjadi pada hari ke 4 sejak sakitnya penderita, yang ditandai dengan
nadi lemah, cepat disertai tekanan darah menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg
atau kurang dan diastolik 20 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan
lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita gelisah timbul sianosis
disekitar mulut.
Selain timbul demam, perdarahan yang merupakan ciri khas DHF gambaran klinis
lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada penderita DHF adalah:
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi
c. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan
sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada saluran tubuh dll.
d. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah thrombocytopenia (kurang
atau sama dengan 100.000 mm3) dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit lebih
atau sama dengan 20 %)
7. Pemeriksaan Fisik
a. Muka tampak merah, pembengkakan sekitar mata, konjungtiva hiperemis, lakrimasi
dan fotopobia, epitaksis, bibir kering, kemungkinan sianosis, perdarahan pada gusi.
b. Pembesaran kelenjer limfe
c. Nafas cepat, dispnea, takipnea
d. Dapat ditemukan perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis, hematoma) serta
perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena.
e. Frekuensi BAK berkurang, BAB konstipasi atau diare, hematuria
f. Dapat ditemukan nyeri tekan epigastrium, pembesaran hati, perdarahan dan ulserasi
gusi, hematemesis, dan malena
g. Sadar sampai penurunan kesadaran, nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang
dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
Ada beberapa pemeriksaan pada pasien DBD, diantaranya :
a. Tes Tourniquet yang positif
b. Pemeriksaan Hematologi, beberapa diantaranya :
1) Hematokrit
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari
perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan
penyakit DBD.
2) Hemoglobin
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit
menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan
hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang dapat
ditemukan pada DBD.
3) Jumlah leukosit dan hitung jenis
Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai leukositosis
sedang. Leukopenia dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan
hitung jenis yang masih dalam batas normal. Jumlah granulosit menurun pada
hari ketiga sampai kedelapan.
4) Trombosit
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan
oleh WHO sebagai diagnosis klinis peyakit DBD.Jumlah trombosit biasanya
masih normal selama 3 hari pertama. Trombositopenia mulai tampak beberapa
hari setelah panas, dan mencapai titik terendah pada fase syok.
c. Diagnosis Laboratorium Infeksi Virus Dengue, uji laboratorium meliputi:
1) Isolasi Virus Dengue
Isolasi virus merupakan cara yang paling baik dala arti sangat
menentukan, tetapi diperlukan peralatan dan teknik yang canggih, sehingga tidak
dipakai secara rutin.
2) Pemeriksaan Serologi
Uji serologi dengan mendeteksi kenaikan antibodi jauh lebih sederhana
dan lebih cepat, tetapi kros reaksi antibodi antara virus dengue dan virus dari
kelompok flavirus dapat memberikan hasil positif palsu.
Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan tinggi
titernya mencapai empat kali lipat terhadap satu atau lebih antigen dengue dalam
spesimen serta berpandangan. Dibuktikan adanya virus dengue dari jaringan
otopsi dengan cara immunokimiawi atau dengan cara immuno-flouresens,
ataupun di dalam spesimen serum dengan uji ELISA.
d. Pemeriksaan Radiologi dan USG
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa kelainan
yang dapat dideteksi, yaitu : dilatasi pembuluh paru, efusi pleura, kardiomegali, efusi
perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) DHF tanpa Renjatan
a) Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
b) Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
c) Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak <1th>1th
75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan
dosis 3mg / kb BB ( anak <1th>1th diberikan 5 mg/ kg BB.
d) Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2) DHF dengan Renjatan
a) Pasang infus RL
b) Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 - 30
ml/ kg BB )
c) Tranfusi jika Hb dan Ht turun

b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam
a) Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
b) Observasi intake dan output
c) Pada pasien DHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda-tanda
vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter -
2 liter per hari, beri kompres
d) Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda-tanda vital, pemeriksaan Hb,
Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
e) Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri O2
pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi
productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
2) Resiko Perdarahan
a) Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
b) Catat banyak, warna dari perdarahan
c) Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal
3) Peningkatan suhu tubuh
a) Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
b) Beri minum banyak
c) Berikan kompres
c. Pencegahan
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF :
1) Manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan pada saat sedikit terdapatnya DHF / DSS
2) Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat
sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita veremia.
3) Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran yaitu sekolah
dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4) Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi
Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) ini yang paling
penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularan ditempat
perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu:
a) Menguras tempat – tampet penampungan air secara teratur sekurang –
kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya.
b) Menutup rapat – rapat tempat penampung air .
c) Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat menampung
air hujan.
10. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan yang luas
b. Mengalami shock atau renjatan
c. Mengalami effuse pleura
d. Mengalami penurunan tingkat kesadaran
11. Prognosis
Secara umum demam dengue dan demam berdarah dengue memiliki prognosis
baik bila ditangani dengan baik. Permasalahan terjadi ketika terjadi kelalaian dalam
mengontrol terjadinya syok yang dapat segera menyebabkan kematian.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
2) Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam kesadaran composmetis.Turunnya panas terjadi antara hari ke-3
dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk
pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata
terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kult , gusi (grade III.
IV), melena atau hematemesis.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan
melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
5) Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
6) Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya. Anak
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak
nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya berkurang.
7) Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas,
tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang
dibersihkan.
c. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
DHF disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti. DHF sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng
bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak
mandi jarang dibersihkan.Biasanya pada pasien DHF mengalami perubahan
penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam
kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Biasanya pada pasien DHF mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan selama sakit, nyeri saat menelan sehingga dapat mempengaruhi
status nutrisi.
3) Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien DHF akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
4) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pada pasien DHF kebiasaan tidur akan terganggu dikarenakan
suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu
tidur. Anak dengan DHF sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur
maupun istirahatnya berkurang.
5) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena
panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
kadang-kadang anak dengan DHF mengalami diare atau konstipasi,
sementara DHF pada grade IV sering terjadi hematuria.
6) Pola reproduksi dan sexual
Pola ini menjelaskan tentang bagaimana keadaan system reproduksi dan
seksual klien, mengkaji adanya perdarahan pervagina pada anak perempuan.
7) Pola kognitif dan perseptual
Biasanya pada penderita DHF mengalami perubahan kondisi kesehatan dan
gaya hidup yang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam
merawat diri. Sistem penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan
penghidu tidak mengalami gangguan.Nyeri dapat menjadi keluhan pada
pola sensori.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan DHF biasanya timbul  rasa cemas, gelisah dan rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
9) Pola koping dan toleransi
Biasanya pada pasien DHF stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif
dalam mengatasi masalah penyakitnya.Anak dengan DHF biasanya
merasakan cemas dan takut terhadap penyakitnya, anak cenderung ingin
ditemani orang tua dan orang terdekat.
10) Pola Hubungan dan Peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal
dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama
sakit,karena  klien  harus  menjalani  perawatan  di  rumah  sakit  maka
dapat  mempengaruhi  hubungan  dan  peran  klien  baik  dalam  keluarga,
lingkungan bermain  dan  sekolah.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pasien DHF biasanya didapatkan terjadinya peningkatan suhu tubuh.
Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :

a) Grade I : Kesadaran composmetis, keadaan umum lemah,


tanda-tanda vital dan nadi elmah.
b) Grade II : Kesadaran composmetis, keadaan umum
lemah, ada perdarahan spontan ptechiae, perdarahan gusi
dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur
c) Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan
umum lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta
takanan darah menurun.
d) Grade IV : Kesadaran coma, tanda-tanda vital: nadi
tidak teraba, tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak
teratur, ekstremitas dingin, berkeringat dan kulit tampak
biru meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari
ujung rambut sampai ujung kaki.

2) Pemeriksaan Fisik Head To Toe


a) Integument : Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan
muncul keringat dingin, dan lembab, kuku sianosis atau tidak.
b) Kepala : Bentuk mesochepal, rambut hitam, kulit kepala bersih
c) Mata : Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak
ikterik, reflek pupil isokor.
d) Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran
e) Hidung : Simetris, ada perdarahan hidung / epsitaksis.
f) Mulut : Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada
perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
g) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kekakuan
leher, nyeri telan.
h) Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan.
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Palpasi : Taktil fremitus normal
Auskultasi : Vesikuler
i) Abdomen :
Inspeksi : Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali).
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
j) Ekstremitas : Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi
dan tulang.
k) Genetalia : Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang
kateter
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan tidak efektifnya termolegurasi sekunder
terhadap infeksi virus dengue.
b. Risiko pemenuhan kebutuhan nurisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan nafsu makan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
e. Resiko perdarahan berhubungan dengan  Trombositopenia.

3. Rencana keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Hipertermi berhubungan Setelah diberikan Fever treatment:
dengan tidak efektifnya asuhan keperawatan 1. Monitor suhu sesering
termolegurasi sekunder selama …x24 mungkin
terhadap infeksi, virus diharapkan suhu tubuh 2. Monitor IWL
dengue ditandai dengan dalam batas normal 3. Monitor warna dan suhu
peningkatan suhu tubuh
dengan kriteria hasil : kulit
1) Suhu tubuh pasien 4. Monitor tekanan darah,
dalam batas nadi dan RR
normal (36 – 37 5. Monitor penurunan tingkat

c). kesadaran
2) Nadi dan RR 6. Monitor WBC, Hb, dan
pasien dalam Hct
rentang normal. 7. Monitor intake dan output
3) Tidak ada 8. Berikan antipiretik
perubahan warna 9. Berikan pengobatan untuk
kulit dan tidak ada mengatasi penyebab
pusing. demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Kolaborasi pemberian
cairan intravena
13. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation:
1. Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
2. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD, Nadi dan RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek egatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipertermi dan
penanganan yang
diperlukan
12. Berikan antipiretik jika
perlu
Vital sign monitoring:
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, Nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktifitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.

2 Risiko pemenuhan Setelah diberikan Nutrition management:


kebutuhan nurisi kurang asuhan keperawatan 1. Kaji adanya alergi
dari kebutuhan selama …x24 jam makanan
berhubungan dengan diharapkan asupan 2. Kolaborasi dengan ahli
penurunan nafsu makan. nutrisi adekuat dengan gizi untuk menentukan
kriteria hasil : jumlah kalori dan nutrisi
1) Adanya yang dibutuhkan pasien
peningkatan berat 3. Anjurkan pasien untuk
badan pasien sesuai meningkatkan intak FE
dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk
2) Berat badan pasien meningkatkan protein
ideal sesuai dengan dan vitamin C
tinggi badan 5. Berikan substansi gula
3) Pasien mampu 6. Yakinkan diet yang
mengidentifikasi dimakan mengandung
kebutuhan nutrisi tinggi serat untuk
4) Tidak ada tanda- mencegah konstipasi
tanda malnutrisi 7. Berikan makanan yang
5) Pasien mampu terpilih (sudah
menunjukkan dikonsultasikan dengan
peningkatan fungsi ahli gizi
pengecapan dari 8. Ajarkan pasien
menelan bagaimana membuat
6) Tidak terjadi catatan makanan harian
penurunan berat 9. Monitor jumlah nutrisi
badan yang berarti dan kandungan kalori
10. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition monitoring:
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor type dan jumlah
aktifitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan
rambut kusam dan
mudah patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadan albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
12. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori dan
intake nutrisi
15. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan cavitas
oral
16. Catat jika lidah berwarna
magenta, skarlet

3 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan Pain Management:


dengan agens cedera asuhan keperawatan
1. Lakukan pengkajian nyeri
biologis. selama …x24 jam
secara komprehensif
diharapkan nyeri
termasuk lokasi,
pasien terkontrol
karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil:
frekuensi, kualitas dan
1) Klien mampu
faktor presipitasi
mengontrol nyeri
2. Observasi reaksi non
(tahu penyebab
verbal dari
nyeri, mampu
ketidaknyamanan
menggunakan
3. Gunakan teknik
teknik non
komunikasi terapeutik
farmakologi untuk
untuk mengetahui
mengurangi nyeri,
pengalaman nyeri pasien
mencari bantuan).
4. Kaji kultur yang
2) Pasien mampu
mempengaruhi respon
melaporkan bahwa
nyeri
nyeri berkurang
5. Evaluasi pengalaman
dengan
nyeri masa lampau
menggunakan
6. Evaluasi bersama pasien
menegement nyeri
dan tim kesehatan lain
3) Pasien mampu
tentang ketidakefektifan
mengenali nyeri
kontrol nyeri masa lampau
(skala, intensitas,
7. Bantu pasien dan keluarga
frekuensi dan tanda
untuk mencari dan
nyeri).
menemukan dukungan
4) Pasien mampu
8. Kontrol lingkungan yang
menyatakan rasa
nyaman setelah dapat mempengaruhi nyeri
nyeri berkurang seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakilogi, non
farmakologi dan
interpersonal)
11. Kaji type dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang
menagement nyeri

Analgesic Administration:

1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesic yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan
analgesic tergantung type
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesic
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama kali
9. Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala

4 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan 1. Kaji hal-hal yang


tindakan keperawatan mampu dilakukan
selama ... x 24 jam, klien.
pasien akan : 2. Bantu klien memenuhi
kebutuhan
- Dapat
aktivitasnya sesuai
berpartisipasi
dengan tingkat
dalam aktivitas
keterbatasan klien
fisik
3. Beri penjelasan
- Dapat
tentang hal-hal yang
melakukan
dapat membantu dan
aktivitas sehari-
meningkatkan
hari
kekuatan fisik klien.
- TTV normal
4. Libatkan keluarga
dalam pemenuhan
ADL klien
5. Jelaskan pada keluarga
dan klien tentang
pentingnya bedrest
ditempat tidur.
5 Resiko Perdarahan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda – tanda
tindakan keperawatan pendarahan
selama ... x 24 jam, 2. Monitor hasil
pasien akan : laboraturium ( DL )
3. Anjurkan klien untuk
- Hemoglobin
meningkatkan
dan hematokrit
makanan yang
dalam batas
mengandung vitamin
normal.
K
- Kehilangan
darah yang 4. Kolaborasi dalam
berlebihan pemberian asam
- TD dalam batas tranexamat IV perset
normal
- Trombosit
dalam batas
normal

4. Implementasi
Pada implementasi, perawat melakukan tindakan berdasarkan, perencanaan
mengenai diagnosa yang telah di buat sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya berhasil dicapai. Evaluasi bisa bersifat formatif yaitu dilakukan
terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah dicapai. Dan bersifat sumatif
yaitu dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan keparawatan yang telah
dilakukan. Melalui SOAP kita dapat mengevaluasi kembali.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a. Suhu tubuh dalam batas normal.
1) Suhu tubuh dalam batas normal (36 – 37 ◦C).
2) Mukosa bibir lembab
3) Klien merasa nyaman tanpa rasa panas.
b. Asupan nutrisi adekuat.
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
3) Tidak ada tanda tanda malnutrisi.
4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
c. Nyeri pasien terkontrol.
1) Klien melaporkan nyeri berkurang.
2) Ekspresi wajah rileks.
3) Berpartisipasi dalam aktivitas dengan tepat.
d. Tidak terjadi kekurangan volume cairan.
1) Pasien mampu mempertahankan keseimbangan cairan.
2) Membran mukosa lembab.
3) Turgor kulit elastis.
e. Tidak terjadi perdarahan.
1) Trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
2) Membrane mukosa lembab.
3) Turgor kulit elastis.
DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Nurlinda. 2018. Karya Tulis Ilmiah DHF. Samarinda


Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : EGC.
Maryunani, Anik. 2017. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : TIM.
M. Nurs, Nursalam. 2015. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta:
MediAction Jogja.

You might also like