You are on page 1of 12

Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II pada Lanjut Usia di Indonesia

(Analisis Riskesdas 2018)


1
Fibra Milita, 2Sarah Handayani, 3Bambang Setiaji
1,2,3
Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr HAMKA
Jl. Warung Jati Barat, Blok Darul Muslimin No.17 RT.2/RW, RT.2/RW.5, Kalibata, Kec. Pancoran, Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12740
Email: fibra.milita@gmail.com, sarah_handayani@uhamka.ac.id, setiajiresty@gmail.com

ABSTRAK
Diabetes Mellitus adalah salah satu gangguan metabolik dengan karakteristik hiperglikemi karena
kelainan kelainan insulin yang disebabkan gangguan kerja dan atau sekresi insulin. DM tipe 2
merupakan 90% dari seluruh kategori diabetes mellitus. Lansia secara alami juga akan menghadapi
masalah yaitu perburukan kondisi kesehatan. Salah satu penyakit yang menyertai lansia adalah
Diabetes Mellitus. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari faktor-faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia. Penelitian ini bersifat analitik
dengan desain potong lintang. Penelitian ini menganalisis data sekunder yaitu data Riskesdas 2018.
Hasil bivariat penelitian ini menggambarkan, terdapat hubungan DM tipe 2 pada lansia dengan
pendidikan (OR=0,403, nilai p=0,000), pekerjaan (OR=3,010, nilai p=0,000), aktivitas fisik (OR =
1,466, nilai p=0,000), kebiasaan merokok (OR = 0,764, nilai p=0,000), konsumsi buah sayur
(OR=0,797, nilai p=0,000), obesitas (OR=1,896, nilai p=0,000) dan riwayat hipertensi (OR=1,960,
nilai p=0,000) serta makanan/minuman yang berisiko kecuali makanan bakar (nilai p=0,577) dan
makanan pengawet (nilai p=0,577). Dapat disimpulkan hampir semua variabel konsumsi
makanan/minuman berisiko berhubungan secara signifikan dengan DM tipe 2, kecuali konsumsi
makanan bakar serta makanan pengawet. Saran dari peneliti, dibutuhkan upaya preventif dan promotif
berupa deteksi dini faktor-faktor risiko DM serta edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat.

Kata kunci: Diabetes Mellitus, Lansia, Makan/minum Berisiko, Perilaku Sehat

ABSTRACT
Diabetes mellitus is one of metabolic disorders with characteristics hyperglycemia due to insulin
disorders caused by work disturbances and or insulin secretion. Type 2 diabetes is 90% of all
categories of diabetes mellitus. Elderly will also naturally face a problem that is a decrease in health.
One of the diseases that accompany the elderly is Diabetes Mellitus. This study aims to determine the
risk factors related with the incidence of type 2 diabetes in elderly in Indonesia. This research is
analytic with a cross-sectional design. This study is a secondary data analysis using the 2018 Basic
Health Research data. The results of statistical tests show variables related to the incidence of type 2
diabetes in the elderly in Indonesia, including the characteristics of respondents consisting of
education (OR=0,403 and p-value=0,000) and employment (OR=3,010 and p-value=0,000) and then
physical activity (OR=1,466 and p-value=0,000), smoking habits (OR=0,764 and p-value=0,000), fruit
and vegetables consumption (OR=0,797 and p-value=0,000), obesity (OR=1,896 and p-value=0,000),
history of hypertension (OR=1,960 and p-value=0,000) and food and beverage intake at risk except
grilled foods (p-value = 0.577) and preservative foods (p-value = 0.577). It can be concluded that
almost all variables are related to the incidence of type 2 diabetes except the consumption of grilled
food and preservative food. Suggestions from researchers, preventive and promotive efforts are
needed.
Keywords:Diabetes mellitus, the elderly,high risk food and drink, healthy lifestyle

9
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 17, No. 1, Januari 2021 ISSN : 0216 – 3942
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK e-ISSN : 2549 – 6883

Pendahuluan Riskesdas 2013 yaitu 1,5%. Berdasarkan


Diabetes Mellitus termasuk kelompok pengelompokan usia, penderita DM terbanyak
gangguan metabolik dengan karakteristik ada pada kelompok usia 55-64 tahun dan 65-74
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan tahun.
insulin yang disebabkan gangguan kerja dan Seseorang yang berumur lebih dari 60
(1)
atau sekresi insulin. Diabetes mellitus tahun disebut lanjut usia (lansia).(7) Populasi
merupakan permasalahan kesehatan yang lansia diperkirakan terus bertambah.(8) Seorang
dianggap penting karena termasuk penyakit lansia yang berada dalam keadaan sehat,
tidak menular yang menjadi target tata laksana produktif dan mandiri memiliki dampak positif. (9)
oleh para pemipin dunia.(2) Jumlah kasus DM Sebaliknya jika peningkatan jumlah lansia tidak
semakin bertambah sampai beberapa tahun yang dalam keadaan sehat akan meningkatan beban
akan datang.(3) pada penduduk usia produktif.(10) Masalah yang
Jumlah penderita Diabetes Mellitus secara paling sering dihadapi oleh lansia adalah masalah
global terjadi peningkatan tiap tahunnya, kesehatan, salah satunya diabetes mellitus.
penyebabnya antara lain peningkatan jumlah Diabetes mellitus termasuk silent killer
populasi, usia, obesitas dan kurangnya aktivitas disease, disebabkan banyaknya penderita yang
fisik.(4) Diperkirakan 578,4 juta penduduk dengan tidak menyadari sebelum terjadinya
(11)
diabetes pada tahun 2030 dibandingkan 463 juta komplikasi. Terdapat dua kategori DM yaitu
di tahun 2019 dan tahun 2045 jumlahnya akan DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada penelitian ini
meningkat menjadi 700,2 juta.(5) Kasus diabetes kategori yang akan dibahas adalah diabetes tipe 2.
secara global meningkat hampir dua kali lipat. DM tipe 2 disebut juga non-insulin dependent
Hal ini menandakan adanya kenaikan faktor dimana insulin bekerja kurang efektif.(11) DM tipe
risiko berat badan yang berlebih atau obesitas. 2 merupakan 90% dari seluruh kategori diabetes
Dalam 10 tahun terakhir, prevalensi DM mellitus. Komplikasi yang dapat terjadi antara
mengalami kenaikan secara drastis terutama pada lain gangguan sistem kardiovaskular seperti
negara dengan tingkat penghasilan rendah dan atherosklerosis, retinopati, gangguan fungsi ginjal
menengah, dibandingkan negara dengan tingkat dan kerusakan saraf.(1) Kondisi diabetes dengan
penghasilan tinggi.(6) komplikasi adalah penyebab kematian ketiga
Menurut International Diabetes Federation tertinggi di Indonesia sebesar 6,7%.(6)
(2019) diprediksi adanya peningkatan kasus DM Kenaikan prevalensi diabetes mellitus tipe
di Indonesia dari 10,7 juta pada tahun 2019 2 di Indonesia harus dicegah. Langkah awal
menjadi 13,7 juta pada tahun 2030.(5) Laporan pencegahan diabetes adalah mendeteksi faktor-
Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa faktor risiko DM yang mungkin terjadi. Dilihat
prevalensi DM yang terdiagnosis oleh dokter dari penelitian sebelumnya bahwa faktor perilaku,
pada penduduk umur ≥ 15 tahun adalah 2%. Hal sosiodemografi dan life style serta kondisi klinis
ini menunjukkan bahwa ada peningkatan atau mental dapat memengaruhi kejadian diabetes
prevalensi DM di Indonesia dibandingkan hasil mellitus.(12) Faktor sosio demografi antara lain,

10
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 17, No. 1, Januari 2021 ISSN : 0216 – 3942
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK e-ISSN : 2549 – 6883

umur, jenis kelamin, status pernikahan, pekerjaan Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2018.
(12)
dan tingkat pendidikan. Faktor-faktor perilaku Sampel pada penelitian ini adalah lanjut
antara lain konsumsi buah dan sayur, perilaku usia (≥ 60 tahun) yang tercatat pada data
merokok, konsumsi alkohol dan aktifitas fisik.(12) Riskesdas 2018. Sampel yang dianalisis
Berdasarkan hasil penelitian Isnaini dan Ratnasari merupakan seluruh sampel lansia pada data
(2018), faktor risiko yang memiliki hubungan riskesdas 2018 dan memenuhi kriteria inklusi dan
terhadap kejadian DM tipe 2 adalah usia ≥ 45 eksklusi. Kriteria inklusi yaitu mereka yang
tahun (OR=0,312), tingkat pendidikan rendah berada pada usia > 60 tahun dan dilibatkan dalam
(OR=0,272), obesitas (OR=0,297), riwayat wawancara langsung. Sedangkan kriteria eksklusi
keluarga DM (OR=10,938) dan pola makan yaitu mereka yang memiliki data hasil kuesioner
(OR=0.424).(13) dan wawancara yang tidak lengkap pada semua
Lansia dengan DM yang cukup lama pada variabel.
umumnya memiliki kualitas hidup yang kurang Variabel independen penelitian ini antara
baik karena memiliki pengaruh negatif terhadap lain jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis
fisik dan psikologis para penderita.(14) Penderita pekerjaan, riwayat hipertensi, makanan/minuman
DM ini biasanya sudah tidak dapat melakukan berisiko, konsumsi buah sayur, kebiasaan
aktivitas sehari-hari dan tidak dapat beraktifitas merokok, aktifitas fisik, kebiasaan minum alkohol
(15)
sosial. dan status gizi. Variabel dependen penelitian ini
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti adalah kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2.
bermaksud meneliti Kejadian Diabetes Mellitus Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi
Tipe II Pada Lanjut Usia di Indonesia. pendidikan rendah dan tinggi. Kategori
pendidikan rendah yaitu responden yang tidak
Metode Penelitian
sekolah, tidak lulus SD, lulus SD dan lulus SMP.
Penelitian ini termasuk dalam studi
Sedangkan kategori pendidikan tinggi yaitu
kuantitatif dengan desain potong lintang (cross
responden yang lulus SMA, Diploma atau Sarjana
sectional). Uji statistik yang digunakan antara lain
(perguruan tinggi).
analisis univariat, bivariat (chi-square) dan
Jenis pekerjaan dikelompokkan menjadi
multivariat (regresi logistik). Penelitian ini
tiga berdasarkan aktivitasnya yaitu pekerjaan
merupakan analisis data sekunder dengan
ringan (tidak kerja, IRT, PNS, pegawai BUMN,
menggunakan data Riset Kesehatan Dasar 2018
pegawai swasta), pekerjaan sedang (TNI, Polri,
(Riskesdas). Riskesdas 2018 adalah sebuah survei
pedagang, pelayanan jasa dan wiraswasta) dan
yang dilakukan setiap 5 tahun sekali oleh Badan
berat (petani, nelayan, buruh dan sekolah).(16)
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Konsumsi sayur buah didefinisikan sebagai
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
banyaknya asupan sayuran buah yang dinilai
Survei Riskesdas dilakukan dengan desain cross
dengan menghitung jumlah hari konsumsi dalam
sectional. Populasi pada penelitian ini adalah
1 minggu dan porsi rata-rata dalam 1 hari.
seluruh penduduk lanjut usia (≥60 tahun) di
Konsumsi sayur buah cukup bila konsumsi

11
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 17, No. 1, Januari 2021 ISSN : 0216 – 3942
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK e-ISSN : 2549 – 6883

minimal 5 porsi/hari dan kurang jika konsumsi PNS, pegawai BUMN dan swasta. Jenis
sayur buah kurang dari 5 porsi perhari. Konsumsi pekerjaan dengan derajat sedang antara lain
makanan/minuman yang berisiko adalah TNI, Polri, wiraswasta, pedagang dan pelayanan
mengonsumsi makanan/minuman manis, jasa.
makanan asin, makanan berlemak, makanan yang
Gambaran Riwayat Hipertensi
dibakar, makanan olahan dengan pengawet
Gambar 1. Menunjukkan bahwa mayoritas
(daging/ayam/ikan), bumbu penyedap, minuman
responden sebesar 68,4% tidak mempunyai
berkarbonasi, minuman berenergi, mie instan/
riwayat hipertensi.
makanan instan lainnya.(17)

Hasil

Tabel 1 memperlihatkan bahwa


mayoritas responden berusia di atas 65 tahun
(lansia berisiko tinggi) yaitu sebanyak 67,0%.
Adapun untuk jenis kelamin mayoritas responden
adalah perempuan (55,4%).

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik


responden.

Karakteristik Frekuensi Persentase Gambar 1. Gambaran riwayat hipertensi


Responden (n) (%)
Tabel 2 menunjukkan mayoritas
Umur
a. Usia Lanjut Berisiko 38.695 67,0 responden mengonsumsi makanan/minuman
Tinggi (≥ 65 tahun)
b. Usia Lanjut Dini 19.098 33,0 berisiko dengan frekuensi ≥ 1 kali/hari atau 1-6
(60-64 tahun) kali/minggu (makanan manis, minuman manis,
Jenis Kelamin
a. Laki-Laki 25.795 44,6 makanan asin, makanan lemak dan bumbu
b. Perempuan 31.998 55,4
Pendidikan Tertinggi penyedap). Sedangkan untuk jenis makanan
a. Rendah 48.824 84,5 bakar, makanan pengawet, soft drink, minuman
b. Tinggi 8.969 15,5
Jenis Pekerjaan berenergi dan mie instan responden
a. Ringan - Sedang 37.554 65,0
mengonsumsi dengan frekuensi ≤ 3 kali/bulan.
b. Berat 20.239 35,0

Tabel 2. Gambaran pola makan berisiko


Berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi,
Konsumsi Frekuensi Persentase
sebagian besar responden merupakan lulusan SD Makanan/Minuman (n) (%)
Berisiko
hingga SMP (pendidikan rendah) yaitu sebanyak Makanan Manis
a. ≥ 1 kali/hari atau 1- 45.758 79,2
84,5%. Sedangkan jika dilihat dari jenis
6 kali seminggu
pekerjaan, mayoritas responden yaitu sebanyak b. ≤ 3 kali sebulan 12.035 20,8
atau tidak pernah
65,0% memiliki pekerjaan dengan derajat Minuman Manis
ringan-sedang. Jenis-jenis pekerjaan dengan a. ≥ 1 kali/hari atau 1- 49.433 85,5
6 kali seminggu
derajat ringan antara lain tidak bekerja, IRT, b. ≤ 3 kali sebulan 8.360 14,5

12
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 17, No. 1, Januari 2021 ISSN : 0216 – 3942
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK e-ISSN : 2549 – 6883

Konsumsi Frekuensi Persentase sebanyak 65,8% memiliki kebiasaan merokok


Makanan/Minuman (n) (%)
Berisiko atau riwayat merokok.
atau tidak pernah
Makanan Asin Tabel 3. Distribusi perilaku hidup sehat
a. ≥ 1 kali/hari atau 1- 34.172 59,1
6 kali seminggu Frekuensi Persentase
Variabel
b. ≤ 3 kali sebulan 23.621 40,9 (n) (%)
atau tidak pernah Konsumsi Buah dan
Makanan Lemak sayur
a. ≥ 1 kali/hari atau 1- 44.584 77,1 a. Kurang (< 5 porsi 50.185 86,8
6 kali seminggu perhari)
b. ≤ 3 kali sebulan 13.209 22,9 b. Cukup (≥ 5 porsi 7.608 13,2
atau tidak pernah perhari)
Makanan Bakar Kebiasaan Merokok
a. ≥ 1 kali/hari atau 1- 19.534 33,8 a. Tidak Merokok 19.756 34,2
6 kali seminggu b. Pernah Merokok 38.037 65,8
b. ≤ 3 kali sebulan 38.259 66,2 Alkohol
atau tidak pernah a. Ya 1.154 2
Makanan Pengawet b. Tidak 56.639 98
a. ≥ 1 kali/hari atau 1- 7.085 12,3 Status Gizi
6 kali seminggu a. Kelebihan BB 16.039 27,8
b. ≤ 3 kali sebulan 50.708 87,7 b. Tidak Kelebihan 41.754 72,2
atau tidak pernah BB
Bumbu Penyedap Aktivitas Fisik
a. ≥ 1 kali/hari atau 1- 46.276 80,1 a. Aktifitas fisik 43.535 75,3
6 kali seminggu kurang (< 150
b. ≤ 3 kali sebulan 11.517 19,9 menit/minggu) 14.258 24,7
atau tidak pernah b. Aktiftas fisik cukup
Soft Drink (≥ 150
a. ≥ 1 kali/hari atau 1- 2.244 3,9 menit/minggu)
6 kali seminggu Total 57793 100
b. ≤ 3 kali sebulan 55.549 96,1
atau tidak pernah Aktifitas fisik dikategorikan menjadi 2
Minuman Berenergi
a. ≥ 1 kali/hari atau 1- 1.178 3,1 kelompok yaitu aktifitas fisik cukup jika ≥ 150
6 kali seminggu
menit/minggu, dan aktivitas fisik kurang jika <
b. ≤ 3 kali sebulan 56.015 96,9
atau tidak pernah 150 menit/minggu.
Mie Instant
a. ≥ 1 kali/hari atau 1- 22.011 38,1 Responden lansia dengan kebiasaan
6 kali seminggu
minum alkohol hanya sebesar 2,0%. Berdasarkan
b. ≤ 3 kali sebulan 35.782 61,9
atau tidak pernah status gizi, hanya 27,8% responden yang
Total 57.793 100
mengalami kelebihan berat badan, sedangkan

Tabel 3 menunjukkan tentang perilaku 72,2% responden tidak mengalami kelebihan

responden terhadap konsumsi makan buah dan berat badan. Status gizi diukur dari indeks

sayur, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, massa tubuh, dikatakan berat badan berlebih jika

status gizi dan aktivitas fisiknya. Mayoritas IMT ≥23 dan tidak jika IMT < 23.

responden sebanyak 86,8% kurang mengonsumsi Hasil bivariat pada Tabel 4

buah dan sayur setiap harinya, yaitu hanya memperlihatkan bahwa dari responden berumur

mampu mengonsumsi buah dan sayur < 5 porsi 60-64 tahun, 8,0% diantaranya mengalami DM

per hari. Sebagian besar responden yaitu tipe 2. Sedangkan dari responden berumur ≥ 65
tahun, 6,2% diantaranya mengalami DM tipe 2.

13
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 17, No. 1, Januari 2021 ISSN : 0216 – 3942
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK e-ISSN : 2549 – 6883

P-value menunjukkan 0,000 yang berarti umur


Tabel 4. Hubungan karakteristik responden dan
memiliki hubungan signifikan dengan terjadinya riwayat hipertensi dengan kejadian DM tipe 2
DM tipe 2 pada lanjut usia di Indonesia.
Kejadian DMT2
Tabel 4 memperlihatkan dari 25.795 Nilai p
Variabel Ya Tidak OR
responden laki-laki, 6,2% diantaranya n (%) n (%)

terdiagnosis DM tipe 2. Dari 31.998 responden Umur


a. ≥ 65 tahun
perempuan, 7,4% diantaranya menderita DM (usia lanjut 2.420 36.275
berisiko (6,3) (93,7)
tipe 2. Nilai p 0,000 menunjukkan bahwa jenis tinggi) <0.001 0,764
kelamin memiliki hubungan signifikan dengan b. 60-64 tahun
(usia lanjut 1.533 17565
DM tipe 2 pada lansia di Indonesia. Dari 48.824 dini) (8,0) (92,0)
Jenis Kelamin
responden dengan pendidikan rendah, 5,7%
a.Laki-Laki 1.598 24.197
diantaranya mengalami DM tipe 2. Dari 8.969 (6,2) (93,8) <0.001 0,831

responden yang tergolong pendidikan tinggi, b. Perempuan 2.355 29.643


(7,4) (92,6)
13,0% diantaranya mengalami DM tipe 2. Nilai
Pendidikan
p 0,000 menunjukkan bahwa pendidikan a. Rendah (tidak
sekolah, lulus 2.783 46.041
memiliki hubungan signifikan dengan DM tipe 2 SD, lulus (5,7) (94,3)
pada lanjut usia di Indonesia. SMP) <0.001 0,403
b. Tinggi (lulus
Total responden dengan jenis pekerjaan SMA, lulus 1.170 7.799
Perguruan (13) (87)
ringan-sedang, 8,8% diantaranya mengalami DM tinggi)
tipe 2. Sedangkan dari responden dengan jenis Jenis
Pekerjaan
pekerjaan berat hanya 3,1% yang mengalami a. Ringan- 3.321 34.233
Sedang (8,8) (91,2)
DM tipe 2. Nilai p 0,000 menyatakan bahwa <0.001 3,010
jenis pekerjaan memiliki hubungan signifikan b. Berat 632 19.607
(3,1) (96,9)
dengan terjadinya DM tipe 2 pada lanjut usia di Riw.Hipertensi
a.Ya 1.829 16.433
Indonesia. Responden dengan pekerjaan ringan- (10) (90) <0.001 1,960
sedang memiliki peluang tiga kali lebih besar b. Tidak 2.124 37.407
(5,4) (94,6)
untuk terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan
responden dengan derajat pekerjaan berat Responden dengan riwayat hipertensi

(OR=3,010, 95% CI:2,759-3,283) memiliki peluang hampir dua kali lebih berisiko

Pada tabel 4 menggambarkan 18.262 terkena DM tipe 2 dibandingkan responden yang

responden dengan riwayat hipertensi, 10% tidak mempunyai riwayat hipertensi (OR=1,960,

diantaranya menderita DM tipe 2. Selanjutnya 95% CI:1,837-2,092).

hanya 5,4% responden dengan DM tipe 2 yang Pada tabel 5 menggambarkan jenis

tidak memiliki riwayat HT. Nilai p 0,000 makanan/minuman yang berisiko yang

menunjukkan bahwa riwayat hipertensi memiliki berhubungan secara signifikan terhadap kejadian

hubungan signifikan dengan DM tipe 2 pada DM tipe 2 antara lain makanan manis, minuman

lanjut usia di Indonesia. manis, makanan asin, makanan lemak, minuman

14
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 17, No. 1, Januari 2021 ISSN : 0216 – 3942
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK e-ISSN : 2549 – 6883

berenergi, soft drink, mie instan dan bumbu Kejadian


DMT2 OR
penyedap. Sedangkan makanan bakar dan Makanan/Minuman
Ya Nilai p (95%
Berisiko Tidak
n CI)
makanan pengawet tidak berhubungan secara n (%)
(%)
seminggu
signifikan terhadap terjadinya DM tipe 2. b. ≤ 3 kali sebulan 3.862 52.153
atau tidak (6,9) (93,1)
Tabel 5. Hubungan makanan berisiko dengan pernah
kejadian DM tipe 2 Mie Instan
a. ≥ 1 kali/hari atau .1193 20818 <0.001 0,686
Kejadian 1-6 kali (5,4) (94,6)
DMT2 OR seminggu
Makanan/Minuman
Nilai p (95% b. ≤ 3 kali sebulan 2760 33.022
Ya
Berisiko Tidak atau tidak (7,7) (92,3)
n CI)
n (%) pernah
(%)
Makanan Manis
a. ≥ 1 kali/hari atau 2.402 43.356 <0.001 0,374 Tabel 6 menggambarkan dari 50.185
1-6 kali (5,2) (94,8)
seminggu responden yang kurang mengonsumsi buah dan
b. ≤ 3 kali sebulan 1.551 10.484
atau tidak pernah (12,9) (87,1)
sayur 6,6% diantaranya mengalami DM tipe 2.
Minuman Manis Dari 7.608 responden yang cukup mengonsumsi
a. ≥ 1 kali/hari atau 2.377 47.056 <0.001 0,217
1-6 kali (4,8) (95,2) buah dan sayur, 8,2% diantaranya mengalami
seminggu
b. ≤ 3 kali sebulan 1.576 6.784 DM tipe 2. Nilai p sebesar <0.001 menunjukkan
atau tidak pernah (18,9) (81,1)
Makanan Asin bahwa konsumsi buah dan sayur memiliki
a. ≥ 1 kali/hari atau 2.069 32.103 <0.001 0,744
1-6 kali (6,1) (93,9) hubungan signifikan dengan terjadinya DM tipe
seminggu
b. ≤ 3 kali sebulan 1.884 21.737
2 pada lansia di Indonesia.
atau tidak pernah (8,0) (92,0) Total responden yang tidak merokok, 5,7%
Makanan Lemak
a. ≥ 1 kali/hari atau 2.986 41.598 0,013 0,909 diantaranya mengalami DM tipe 2. Dari 38.037
1-6 kali (6,7) (93,3)
seminggu responden yang memiliki kebiasaan merokok,
b. ≤ 3 kali sebulan 967 12.242
atau tidak pernah (7,3) (92,7) 7,4% diantaranya mengalami DM tipe 2. Nilai p
Makanan Bakar
a. ≥ 1 kali/hari atau 1.355 18.179 0,522 1,023 sebesar 0.001 menunjukkan kebiasaan merokok
1-6 kali (6,9) (93,1)
seminggu
memiliki hubungan signifikan dengan DM tipe 2
b. ≤ 3 kali sebulan 2.598 35.661 pada lansia di Indonesia.
atau tidak pernah (6,8) (93,2)
Makanan Pengawet Tabel 6 memperlihatkan dari 43.535
a. ≥ 1 kali/hari atau 473 6.612 0,577 0,971
1-6 kali (6,7) (93,3) responden dengan aktivitas fisik kurang yaitu
seminggu
b. ≤ 3 kali sebulan 3.480 47.228 <150 menit per minggu, 7,4% diantaranya
atau tidak pernah (6,9) (93,1)
Bumbu Penyedap mengalami DM tipe 2. Dari 14.258 responden
a. ≥ 1 kali/hari atau 2.978 43.298 <0.001 0,744
1-6 kali (6,4) (93,6)
yang memiliki aktivitas fisik cukup yaitu ≥ 150
seminggu menit per minggu, 5,2% di antaranya mengalami
b. ≤ 3 kali sebulan 975 10.542
atau tidak pernah (8,5) (91,5) DM tipe 2. Nilai p 0.001 menunjukkan bahwa
Drink
a. ≥ 1 kali/hari atau 126 2.118 0,021 0,804 aktifitas fisik memiliki hubungan signifikan
1-6 kali (5,6) (94,4)
seminggu dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di
b. ≤ 3 kali sebulan 3.827 51.722
atau tidak pernah (6,9) (93,1) Indonesia. Responden dengan aktifitas fisik
Min.Berenergi
a. ≥ 1 kali/hari atau 91 1.687 0,004 0,728
kurang memiliki peluang hampir 1,4 kali
1-6 kali (5,1) (94,9)

15
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 17, No. 1, Januari 2021 ISSN : 0216 – 3942
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK e-ISSN : 2549 – 6883

berisiko terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan terjadinya DM tipe 2 pada lansia di Indonesia.
responden dengan aktifitas fisik cukup Tabel 6 memperlihatkan dari 16.309
(OR=1,466, 95% CI:1,350-1,592). responden IMT <23, 10,1% diantaranya
mengalami DM tipe 2. Dari 41.754 responden
Tabel 6 Hubungan perilaku dengan kejadian DM
tipe 2 yang mengalami kelebihan berat badan, 5,6%

Kejadian DMT2 diantaranya mengalami DM tipe 2. Nilai p sebesar


Variabel Ya Tidak OR Sig. <0.001 menunjukkan bahwa kelebihan berat
n (%) n (%)
Konsumsi badan memiliki hubungan signifikan dengan
buah dan
terjadinya DM tipe 2 pada lansia di Indonesia.
sayur 3.330 46.855 0,797 0,000
a.Kurang (< 5 (6,6) (93,4)
porsi per Pembahasan
hari)
b. Cukup (≥ 5 623 6.985 Perubahan secara fisiologis pada manusia
porsi per (8,2) (91,8) mengalami penurunan drastis pada usia diatas 40
hari)
Riw. Merokok tahun.(18) Diabetes mellitus sering muncul setelah
a. Merokok / 1.137 18.619 0,764 0,000
pernah (5,8) (94,2) seseorang memasuki rentang usia rawan yaitu
merokok setelah usia 45 tahun. Hasil penelitian menyatakan
b. Tidak 2816 35221
pernah (7,4) (92,6) dari 3.953 responden yang menderita DM tipe 2
merokok
Aktifitas Fisik
didapatkan rentang usia 60-64 tahun sebesar 1.533
a. Kurang 3.217 40.318 1,466 0,000 responden (8%) sedangkan rentang usia ≥ 65
(7,4) (92,6)
b. Cukup 736 13.522 tahun sebesar 2.420 responden (6,3%). Berkaitan
(5,2) (94,8)
dengan penelitian Amalia (2014), lansia awal
Konsumsi
Alkohol berisiko 2,28 kali lebih besar dibandingkan umur
a. Ya 41 1.113 0,497 0,000
(3,6) (96,4) manula terhadap kejadian DM tipe 2 (p value =
b. Tidak 3.912 52.727
0,000).(19)
(6,9) (93,1)
Status Gizi Penderita DM tipe 2 pada lansia laki-laki
a. Kelebihan
BB 1.619 14.420 sebesar 1.598 responden dan lansia perempuan
(10,1) (89,9) 1,896 0,000 sebesar 2.355 responden. Didapatkan p value
b. Tidak
kelebihan 2.334 39.420 sebesar 0,000 artinya ada hubungan signifikan
BB (5,6) (94,4)
antara jenis kelamin dengan terjadinya DM tipe 2.
Berdasarkan Tabel 6 diperlihatkan bahwa Hal tersebut didukung oleh penelitian Allolerung
dari 1.154 responden dengan kebiasaan minum dkk. (2018) yang menunjukkan bahwa jenis
alkohol, 3,6% diantaranya mengalami DM tipe 2. kelamin merupakan variabel yang berhubungan
Dari 56.639 responden yang tidak memiliki secara signifikan dengan kejadian DM tipe 2 (nilai
kebiasaan minum alkohol, 6,9% diantaranya p=0,044, OR=2,777). Hal tersebut menunjukkan
mengalami DM tipe 2. Nilai p sebesar <0.001 bahwa responden perempuan memiliki risiko
menunjukkan bahwa kebiasaan minum alkohol untuk terkena DM tipe 2 sebesar 2,777 kali lebih
memiliki hubungan yang signifikan dengan besar dibandingkan dengan responden laki-laki.(20)

16
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 17, No. 1, Januari 2021 ISSN : 0216 – 3942
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK e-ISSN : 2549 – 6883

Tingginya angka kejadian DM pada yang respondennya di kategorikan menjadi 2


perempuan disebabkan perbedaan komposisi yaitu, ringan – sedang sebesar 3.321 responden
tubuh dan kadar hormon seksual antara laki-laki dan 632 responden dengan status pekerjaan berat.
dan perempuan dewasa.(21) Jaringan adiposa lebih Didapatkan nilai p sebesar 0,000 yang artinya ada
banyak pada perempuan dibandingkan laki- hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan
(22)
laki. Perbedaan kadar lemak laki-laki dan dan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia
perempuan dewasa yaitu pada laki-laki 15-20% dengan nilai OR 3,010, artinya bahwa lansia yang
sedangkan perempuan memiliki kadar lemak 20– memiliki jenis pekerjaan ringan hingga sedang
25% dari berat badan.(22) Konsentrasi hormon memiliki risiko 3,010 kali lipat mengalami DM
estrogen yang berkurang pada perempuan tipe 2 dibandingkan responden yang memiliki
menopause menyebabkan cadangan lemak pekerjaan berat. Hal tersebut bertentangan dengan
terutama di daerah perut mengalami kenaikan penelitian yang dilakukan oleh Isnaini (2018)
yang mengakibatkan pengeluaran asam lemak yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara
bebas meningkat, kondisi tersebut berkaitan jenis pekerjaan dengan kejadian DM.(13)
dengan resistensi insulin.(13) Hasil analisa aktifitas fisik dengan
Berdasarkan hasil penelitian, lansia yang terjadinya DM tipe 2 pada lansia didapatkan
berpendidikan rendah sebesar 2.783 responden bahwa responden dengan aktifitas fisik kurang
dan yang berpendidikan tinggi sebesar 1.170 yang mengalami DM tipe 2 sebesar 7,4%.
responden. Dari hasil uji statistik didapatkan p Berbeda dengan responden dengan aktifitas fisik
value 0,000 artinya ada hubungan signifikan cukup yang mengalami DM tipe 2 sebesar 5,2%.
antara tingkat pendidikan dengan terjadinya DM Hasil uji bivariat menunjukkan ada hubungan
tipe 2 pada lansia di Indonesia dan didapatkan signifikan antara aktifitas fisik dengan DM tipe 2
nilai OR sebesar 0,403. Artinya bahwa responden pada lansia dimana nilai p=0,000 dengan nilai
dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki risiko OR= 1,466 (95% CI : 1,350-1.592) yang berarti
40,3% mengalami DM tipe 2 lebih besar lansia dengan aktifitas fisik kurang berisiko 1,466
dibandingkan dengan responden dengan kali mengalami DM tipe 2 dibandingkan dengan
pendidikan rendah. Hal tersebut sejalan dengan lansia dengan aktifitas fisik cukup. Hal tersebut
penelitian Ramadhan (2017) yang menyatakan sejalan dengan penelitian Sembiring (2018) yaitu
ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan terdapat hubungan bermakna antara aktifitas fisik
terhadap terjadinya DM tipe 2 pada lansia di dengan DM tipe 2. (25)
Indonesia dengan nilai p value 0,003.(23) Saat tubuh melakukan aktifitas fisik,
Pendidikan berkaitan dengan kesadaran penggunaan glukosa di otot akan lebih banyak
khususnya dalam masalah kesehatan. Semakin dibandingkan pada saat tubuh dalam kondisi
rendahnya tingkat pendidikan maka cenderung istirahat.(26) Aktifitas fisik termasuk pilar
tidak mengetahui gejala-gejala terkait diabetes pengelolaan DM dengan tujuan memperbaiki
mellitus tipe 2.(24) sensitivitas insulin dan membantu glukosa masuk
Berdasarkan hasil penelitian, DM tipe 2 ke dalam sel.(27)

17
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 17, No. 1, Januari 2021 ISSN : 0216 – 3942
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK e-ISSN : 2549 – 6883

Hubungan obesitas dengan DM tipe 2 lansia dan kadar lemak dalam darah.
di Indonesia memiliki hubungan yang signifikan
Daftar Pustaka
(p=0,000). Hal ini tidak bertentangan dengan
1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dan
penelitian Maharani dkk (2018) yaitu ada
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
hubungan yang signifikan antara obesitas dengan
Indonesia 2015. 2015.
terjadinya DM tipe 2 (nilai p= 0,001).(28)
2. WHO Global Report. Global Report on
Banyaknya jaringan lemak, tubuh dan otot akan
Diabetes. Isbn [Internet]. 2016;978:6–86.
menjadikan insulin semakin resisten (insulin
Available from:
resistance), terutama lemak tubuh tertimbun di
http://www.who.int/about/licensing/
perut (central obesity).(29) Glukosa tidak dapat
3. World Health Organization. Global Report
masuk ke dalam sel karena kerja insulin dihalangi
on Diabetes. Isbn [Internet]. 2016;978:88.
oleh lemak dan terakumulasi dalam sistem
Available from:
sirkulasi darah..(29)
http://www.who.int/about/licensing/%5Cnhtt
Kesimpulan dan Saran p://apps.who.int/iris/bitstream/10665/204871
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil /1/9789241565257_eng.pdf
penelitian ini adalah faktor risiko yang 4. Artanti P, Masdar H, Rosdiana D. Microsoft
berhubungan dengan DM tipe 2 pada lanjut usia Word - Angka Kejadian Diabetes Mellitus
di Indonesia antara lain jenis pekerjaan, jenjang Tidak Terdiagnosis pada Masyarakat Kota
pendidikan, aktifitas fisik, kebiasaan merokok, Pekanbaru.doc. Jom FK Vol 2 No 2 Oktober
berat badan berlebih, konsumsi alkohol, konsumsi 2015. 2015;
buah dan sayur dan riwayat tekanan darah tinggi 5. Diabetes Federation International. IDF
(hipertensi), sedangkan faktor konsumsi Diabetes Atlas Ninth Edition 2019 [Internet].
makanan/minuman berisiko seperti makanan International Diabetes Federation. 2019. 1 p.
bakar dan makanan pengawet bukan menjadi Available from: http://www.idf.org/about-
faktor risiko kejadian DM tipe 2 pada lansia di diabetes/facts-figures
Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya 6. Kementerian Kesehatan RI. Hari Diabetes
preventif dan promotif berupa deteksi dini faktor- Sedunia Tahun 2018. Pus Data dan Inf
faktor risiko DM serta pemberian edukasi dan Kementrian Kesehat RI. 2018;1–8.
pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang 7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
hal yang berkaitan dengan DM. Bagi fasilitas 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan
kesehatan, baiknya memeriksa kadar glukosa Lanjut Usia. 2013;
darah secara berkala bagi pasien lanjut usia 8. Nations U. World Population Prospects 2019
maupun pasien dengan tanda dan gejala DM. [Internet]. Department of Economic and
Bagi peneliti setelah ini, diharapkan agar Social Affairs. World Population Prospects
melakukan penelitian dengan meneliti variabel 2019. 2019. Available from:
yang belum diteliti seperti riwayat keluarga DM http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12283

18
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 17, No. 1, Januari 2021 ISSN : 0216 – 3942
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK e-ISSN : 2549 – 6883

219 Terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada


9. Kementerian Kesehatan RI. Analisis Lansia Wanita Usia Produktif Dipuskesmas
Di Indonesia Tahun 2017. Pus Data dan Inf. Wawonasa. J e-Biomedik. 2014;2(2).
2017;1--9. 19. Amalia RF. Faktor Risiko Kejadian Diabetes
10. Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Mellitus Pada Lansia di Puskesmas
Lanjut Usia 2018. 2018;286. Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta
11. Kemenkes R. Situasi dan Analisis Diabetes. Selatan Tahun 2014. Naskah Publ Univ
Pusat Data Dan Informasi Kementerian Indones [Internet]. 2014;2:1–9. Available
Kesehatan RI. Jakarta. Kemenkes RI. 2014. from: lib.ui.ac.id
12. Irawan D. Prevalensi dan Faktor Risiko 20. Desy L. Allorerung, Sekplin A. S. Sekeon
Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Daerah WBSJ. HUBUNGAN ANTARA UMUR ,
Urban Indonesia [Internet]. Universitas JENIS KELAMIN DAN TINGKAT
Indonesia. 2010. Available from: PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20267101- DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI
T 28492-Prevalensi dan faktor-full text.pdf PUSKESMAS RANOTANA WERU KOTA
13. Isnaini N, Ratnasari R. Faktor risiko MANADO TAHUN 2016 Diabetes mellitus
mempengaruhi kejadian Diabetes mellitus umum ( DM ) yang oleh dengan masyarakat
tipe dua. J Kebidanan dan Keperawatan disebut tentang hubungan antara umur , jenis
Aisyiyah. 2018;14(1):59–68. kel. 2016;1–8.
14. Tengah KT, Tomohon K, Kesehatan F, 21. Dewi Prasetyani DM. Analisis Faktor Yang
Universitas M, Ratulangi S. HUBUNGAN Mempengaruhi Kejadian Neuropati Diabetik
ANTARA DIABETES MELLITUS ( Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Viva
HIPERGLIKEMIA ) DENGAN KUALITAS Med J Kesehatan, Kebidanan, dan
HIDUP PADA LANSIA DI KELURAHAN Keperawatan. 2019;VOLUME 12/:1–12.
KOLONGAN. (June 2017):1–8. 22. Pibriyanti K, Hidayati KN. Anak perempuan
15. Anis C, Sekeon SA., D.Kandou G. dan obesitas sebagai faktor risiko kejadian
Hubungan Antara Diabetes Mellitus kadar gula darah tinggi pada anak sekolah
(Hiperglikemia) Dengan Kualitas Hidup dasar. J Gizi Indones (The Indones J Nutr.
Pada Lansia Di Kelurahan Kolongan. 2018;6(2):90–3.
2017;(June 2017):1–8. 23. Ramadhan M. Faktor Yang Berhubungan
16. Sukardji K. Pentalaksanaan Gizi pada Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Di
Diabetes Mellitus. In: Penatalaksanaan RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS
Diabetes Mellitus Terpadu. 2013. Universitas Hasanuddin Makasar Tahun
17. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Nasional 2017. 2017;1–113.
Riskesdas 2018. Badan Penelitian dan 24. Brown, K.W. & Ryan RM. Mindful
Pengembangan Kesehatan Riset. 2018. Attention Awereness Scale. J Pers Soc
18. Betteng R. Analisis Faktor Resiko Penyebab Psychol. 2003;

19
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 17, No. 1, Januari 2021 ISSN : 0216 – 3942
Website : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK e-ISSN : 2549 – 6883

25. Nindya AS. Hubungan Faktor yang Dapat


Dimodifikasi dan Tidak Dapat Dimodifikasi
dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II
pada Wanita Lanjut Usia di Puskesmas
Sering Kecamatan Tembung Medan Tahun
2017. Univ Sumatera Utara. 2018;(X):1–5.
26. Nurmalina RB. Pencegahan & Manajemen
Obesitas. Pencegahan & Manajemen
Obesitas. 2011.
27. Riyanto BS, Wulan HR, Hisyam B. Buku
Ajar Penyakit Dalam. In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. 2014.
28. Ardiyanto NEMSBF. Hubungan obesitas dan
aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes
Mellitus tipe 2 di Puskesmas Wonogiri 1. J
Manaj Inf dan Adm Kesehat. 2018;1(1):40–
8.
29. Tandra H. Segala Sesuatu Yang Harus Anda
Ketahui Tentang DIABETES. Kedua.
Umum PGP, editor. Jakarta; 2017.

20

You might also like