You are on page 1of 3

C.

MEKANISME OPERASIONAL PEGADAIAN ISLAM

Dari landasan Islam tersebut, maka mekanisme operasional pega daian Islam dapat digambarkan
sebagai berikut: Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian
me nyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pega daian. Akibat yang timbul dari
proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan,
biaya pe rawatan, dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenar kan bagi pegadaian
mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Pegadaian Islam akan memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan
tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga di sini
dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai "lipstick" yang akan menarik minat
konsumen untuk menyimpan barangnya di pegadaian.

Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebu meliputi:

1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat
dimanfaatkan tanpa batas.

2. Marhun Bih (pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa
dilunasi dengan barang yang di-rahn-kan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.

3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman,
memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bi sa
diserahkan baik materi maupun manfaatnya.

4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di rahn-kan serta jangka waktu rahn
ditetapkan dalam prosedur.

5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi, penyimpanan, keamanan, dan
pengelolaan serta administrasi.
Untuk dapat memperoleh layanan dari pegadaian Islam, masyara kat hanya cukup menyerahkan harta
geraknya (emas, berlian, kendara un, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda penge al.
Kemudian staf penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan
sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang
dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah
ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90%
dari nilai taksiran barang.

Setelah melalui tahapan ini, pegadaian Islam dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan:

1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan

selama maksimum empat bulan. 2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- (sembilan
puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi
pinjaman.

3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh pega daian pada saat pencairan uang
pinjaman.

Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk:

a. Melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun se belum jangka waktu empat bulan.

b. Mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dulu jasa simpan yang sudah berjalan
ditambah ben administrasi.

c. Atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum
mampu melunasi pinjaman uangnya.

Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi utang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian
Syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan de ngan
pokok pinjaman, jasa simpan, dan pajak merupakan uang kele bihan yang menjadi hak nasabah.
Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil uang kelebihan, dan jika dalam satu ta
hun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, pegadaian Islam akan menyerahkan uang
kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS

Aspek Islam tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan
bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini,
seluruh kegiatan pegadaian Islam termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni
berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai funder-nya, ke depan pegadaian
juga akan melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan Islam lain untuk mem-back up modal kerja.

Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi pegadaian Islam
dibandingkan dengan pegadaian konvensional, yaitu:

1 Di pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa
modal, dihitung dari nilai pinjaman.

Bab 5 Pegadaian Iskam

2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian: utang piutang dengan jaminan barang
bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan da lam gadai
bersifat acessoir, sehingga pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan
atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan pegadaian Islam yang mensyaratkan
secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.

You might also like