You are on page 1of 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Halusinasi adalah gangguan atau perunahan persepsi klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu penerapan panca

indera, merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap

meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut

(Izzudin, 2005 dikutip dari hamawati 2008). Halusinasi adalah merupakan

gejala yang paling ditemukan pada pasien skizofrenia. Tanda dan gejala pada

klien dengan gangguan persepsi sensorik halusinasi yaitu tersenyum atau

tertawa sendiri, berbicara sendiri, respon yang kurang tepat terhadap realita,

melakukan gerakan mengikuti halusinasi, kurang konsentrasi kurang interaksi

dengan orang lain dan bersikap seperti sedang mendengarkan sesuatu ( Stuart,

keyliat, & pasaribu 2016). Halusinasi memiliki dampak yang membahayakan

bila halusinasi yang didengar mengandung perintah yang dapat

membahayakan diri sendiri ataupun orang lain, seperti perintah bunuh diri,

melarikan diri, memukul seseorang ataupun melakukan tindak kriminal

lainnya (Videbeck, 2011). Perubahan sensori halusinasi adalah keadaan

dimana seorang individu mengalami perubahan terhadap stimulus yang dapat

menimbulkan kesan menurun, melebih-lebihkan bahkan mengartikan sesuatu

hal yang tidak sesuai dengan realitas keadaan yang sebenarnya. Halusinasi

merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan

internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberikan


persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan

yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mengdengar suara padahal tidak

ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2010).

Berdasarkan data WHO ( 2016) tercatat sekitar 35 juta orang terkena

depresi, 60 juta dipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta orang

terkena demensia. Halusinasi paling banyak pasien mencapai kurang lebih

(70%) adalah halusinasi pendengaran. Sedangkan Halusinasi penglihatan

menduduki peringkat kedua dengan rata-rata 20%. Sementara jenis halusinasi

yang lain yaitu halusinasi pengecapan, pengidu, perabaan, kinesthetic dan

cenesthitic hanya 10% ( Mahith, 2015).

Data yang telah di peroleh dari di rs khusus dadi provinsi sulawesi selatan

pasien yang mengalami halusinasi pada tahun 2017 sebanyak 7.625 orang,

pada tahun 2018 sebanyak 7.837 orang, Sedangkan pada tahun 2019 jumlah

penderita halusinasi sebanyak 8.124 orang, (di rs khusus dadi provinsi

sulawesi selatan 2010). Banyaknya penderita gangguan jiwa khususnya

Halusinasi Pendengaran yang di rawat di rs khusus dadi provinsi sulawesi

selatan di sebabkan keluarga tidak sanggup lagi menjaga dan mengontrol

penderita di rumah dikarenakan penderita kerap mengamuk dan melakukan

tindak kekerasan pada keluarganya sendiri ataupun orang lain di sekitarnya

adapula yang suka pergi ke jalan menahan kendaraan yang lewat dan atau

melemparinya dengan batu. Perlakuan penderita yang demikian biasanya tidak

di sadarinya karena merupakan perintah dari bisikan-bisikan atau suara-suara

yang di dengarnya saat halusinasinya muncul (Petugas Ruangan Nyiur,2020).

Dari data yang ditemukan diatas selama tiga tahun terakhir yaitu pada 2017-
2019, bahwa orang dengan gangguan jiwa mengalami peningkatan jumlah

yang begitu banyak, ini membuktikan bahwa penyakit jiwa sudah berkembang

pesat dikalangan masyarakat baik yang masuk rumah sakit atau yang masih

ada di luar rumah sakit. Meningkatnya jumlah orang dengan gangguan jiwa ini

tidak boleh dianggap sepele dan harus mendapat perhatian lebih dari

pemerintah.

Sedangkan data awal yang telah diperoleh dari upt puskesmas

mappaksunggu kecamatan mappakasunggu kabupaten takalar pada tahun

2020-2021 pasien halusinasi masih tetap sebanyak 28 orang, (di upt

puskesmas mappakasunggu kecamatan mappakasunggu kabupaten takalar,

2021)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang masalah tersebut, Penulis tertarik untuk


melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh terapi individu becakap-cakap
dalam meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusiasi
pendengaran ”

1.1.1 Identifikasi Masalah


“Apakah Ada Pengaruh terapi individu becakap-cakap dalam
meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien
halusiasi pendengaran”
1.1.2 Pertanyaan Masalah
1. Bagaimanakah terapi individu becakap-cakap dalam meningkatkan
kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusiasi
pendengaran ?
2. Apakah terapi individu becakap-cakap berpengaruh dalam
meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien
halusiasi pendengaran ?
1.3 Tujuan Masalah

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui pengaruh terapi individu becakap-cakap dalam
meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusiasi
pendengaran

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Untuk mengetahui pengaruh terapi individu becakap-cakap
Dalam meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada
pasien halusiasi pendengaran
1.3.2.1 Untuk mengetahui Kemampuan pasien menghadapi masalah
Yang akan muncul dengan terapi individu bercakap-cakap
1.2 Manfaat Masalah
1.2.1 Manfaat Teoritis
Dengan pemberian terapi psikoreligius membaca Al-fatihah maka
akan mengurangi terjadinya halusinasi pada pasien halusinasi
pendengaran
1.2.2 Manfaat Praktis
Sebagai Bahan informasi bagi keperawatan, khususnya
keperawatan jiwa, diharapkan penelitian ini memberikan masukan
bagi profesi dalam mengembangkan perencanaan keperawatan jiwa
yang akan dilakukan tentang pengaruh terapi individu becakap-cakap
dalam meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien
halusiasi pendengarn. Dan penelitian ini dapat menambah wawasan
ilmu pengetahuan keperawatan jiwa khususnya bagi pasien halusinasi
pendengaran.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Halusinasi adalah gangguan atau perunahan persepsi klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu penerapan panca

indera, merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap

meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera terseut

( Izzudin, 2005 dikutip dari hamawati 2008). Halusinasi adalah merupakan

gejala yang paling ditemukan pada pasien skizofrenia. Tanda dan gejala pada

klien dengan gangguan persepsi sensorik halusinasi yaitu tersenyum atau

tertawa sendiri,berbicara sendiri, respon yang kurang tepat terhadap realita,

melakukan gerakan mengikuti halusinasi, kurang konsentrasi kurang interaksi

dengan orang lain dan bersikap seperti sedang mendengarkan sesuatu ( Stuart,

keyliat, & pasaribu 2016).

Halusinasi memiliki dampak yang membahayakan bila halusinasi yang

didengar mengandung perintah yang dapat membahayakan diri sendiri

ataupun orang lain, seperti perintah bunuh diri, melarikan diri, memukul

seseorang ataupun melakukan tindak kriminal lainnya (Videbeck, 2011).

Perubahan sensori halusinasi adalah keadaan dimana seorang individu

mengalami perubahan terhadap stimulus yang dapat menimbulkan kesan

menurun, melebih-lebihkan bahkan mengartikan sesuatu hal yang tidak sesuai

dengan realitas keadaan yang sebenarnya.

Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia

luar). Klien memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan

mengdengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati &

Hartono, 2016).

1.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Halusinasi

1. Faktor Predisposisi

Menurut Yosep (2017) faktor predisposisi pada klien yaitu :

a. Faktor Perkembangan

Kurangnya pengawasan dan kehangatan keluarga yang

mengakibatkan pasien tidak ingin mandiri sejak kecil, mudah

putus asa, tidak adanya percaya diri dan lebih rentan terhadap

stress sehingga perkembangan klien terganggu.

b. Faktor Sosiokultural

Sendirian dan hilangnya percaya pada dilingkungannya,

seseorang yang merasa ditolak dilingkungannya sejak lahir akan

merasa disingkirkan

c. Faktor Biologis

Memilih pengaruh terhadap terjdinya gangguan jiwa,

sehingga seseorang mengalami stress yang berlebihan, maka

didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia. Penyebab stres yang berkepanjangan

Mengakibatkan teraktivitasinya neurotransmitter otak.

d. Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab,

mudah terpengaruh pada penyalahgunaan zat adaptif. Sehingga


dapat mempengaruhi pada ketidak mampunya pasien untuk

melakukan keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih

memilih kesenangan sementra dan alam khayal.

e. Faktor genetik dan pola asuh

Hasil penelitian sebelumnya mendapatkan keluarga

berperan terhadap pola asuh seseorang. Sehingga anak yang sehat

jika diasuh oleh orang yang menderita skizofrenia juga dapat

mengalami hal yang sama.

2.2.1 Faktor presipitasi


1. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapa berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik diri, kuranf
perhatian, tidak ammpu mengambil keputusaan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan
Heacock 1993 halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yitu:
a. Dimensi fisik
Halusiniasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intiksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama

b. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas problem yang tidak


dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketahuan tersebut.
c. Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu


dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan jarang akan mengontrol semua perilaku klien

d. Dimensi sosial

Klien mengambil gangguan interaksi sosial fase awal dan


conforing klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dinia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu
tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya
aatau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan , serta mengusahakan
dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

e. Dimensi spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan


hidup, rutunitas, tidak bermakna, hilangnya aaktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri irama
serkardinya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas
tujaun hidupnya. Ia sering memakai takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan takdirnya memburuk.
2.3 Jenis jenis halusinasi
Menurut (Kusumawati & Hartono, 2010) jenis-jenis halusinasi sebagai
berikut :
1. Halusinasi pendengaran atau audiotory
Mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas ataupun
yang jelas, dimana terkadang suara-suara tersebut seperti mengajak
berbicara klien dan kadang memerintah klien melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan atau visual
Stimulus visul dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambaran atau
bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan itu bisa meyenangkan atau
menakutkan
3. Halusinsi penghidu atau olfaktori
Membau bau-auan tertentu seperti bau darah, urin, feses, parfum
atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang psca serangan stroke,
kejan g atau dimensia.
4. Halusinasi pengecapan atau gustatory
Merasa Pengecap seperti darah, urin, feses atau yang lainnya.
5. Halusinasi perabaan atau taktil
Merasakan mengalami nyeri, rasa tersetrum atau ketidaknyamanan
tanpa stimulus yang jelas.
6. Halusinasi cenesthetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urin.
7. Halusinasi kinestetika
Merasakn pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak

2.4 Jenis jenis halusinasi


Menurut (Kusumawati & Hartono, 2010) jenis-jenis halusinasi sebagai
berikut :
1. Halusinasi pendengaran atau audiotory
Mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas ataupun
yang jelas, dimana terkadang suara-suara tersebut seperti mengajak
berbicara klien dan kadang memerintah klien melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan atau visual
Stimulus visul dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambaran atau
bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan itu bisa meyenangkan atau
menakutkan
3. Halusinsi penghidu atau olfaktori
Membau bau-auan tertentu seperti bau darah, urin, feses, parfum
atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang psca serangan stroke,
kejan g atau dimensia.
4. Halusinasi pengecapan atau gustatory
Merasa Pengecap seperti darah, urin, feses atau yang lainnya.
5. Halusinasi perabaan atau taktil
Merasakan mengalami nyeri, rasa tersetrum atau ketidaknyamanan
tanpa stimulus yang jelas.
6. Halusinasi cenesthetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urin.
7. Halusinasi kinestetika
Merasakn pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak

2.5 Rentang respon halusinasi


Menurut (Suart & Laraia, 2015) halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologis. Ini
merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jjika klien sehat, persepsinya
akurat mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra (pendengaran,
penglihatan, pengidu, perabaan), klien dengan halusinasi nmempersepsikan
sutau stimulus pancaindara walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.
Rentang respon tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini
(Muhith,2016)
Respon adaptif Respon maladaptif

1. Pikiran logis 1. Pikiran terkadang 1. Kelainan


2. Persepsi menyimpan pikiran
akurat 2. Ilusi 2. Halusinasi
3. Emosi 3. Emosional 3. Tidak mampu
konsisten berlebihan/dengan mengontrol
4. Perilaku pengalaman kurang emosi
sosial 4. Perilaku ganjil 4. Ketidak
5. Hubungan 5. Menarik diri teraturan
sosial 5. Isolasi sosial

Gambar 2.1 Rentang Respon Halusinasi


Keterangan :
2.5.1 Respon adaptif
Respin adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah
tersebut:
1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4. Perilaku sosial adlah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan
6. Pikiran terkadang menyimpan adalah proses pikir yang
menimbulkan gangguan
7. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang sebenar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra.
8. Emosi berlebihan atau kurang
9. Perilaku yang biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
10. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
2.5.2 Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpan dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi :
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3. Kerusakan proses emosi perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tiak teratur.
5. Isolasi sosial adalah kondisi yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakan yang negatif mengancam.

2.6 Tanda dan Gejala


Menurut kusumawti & hartono (2010) tanda dan gejala halusinasi
sebagai berikut :
2.6.1 Menarik diri
2.6.2 Tersenyum sendiri
2.6.3 Duduk terpaku
2.6.4 Bicara sendiri
2.6.5 Memandang satu arah
2.6.6 Menyerang
2.6.7 Tiba-tiba marah
2.6.8 Gelisah
2.6.9 Batasan karakteristik gangguan persepsi sensori : halusinasi
2.7 Strategi pelaksanaan bercakap-cakap

Salah satu cara mengontrol halusinasi adalah bercakap-cakap. Menurut

dermawan & Rusdi (2013), bercakap-cakap merupakan salah satu yang

efektif untuk mengontrol halusinasi , yaitu dengan mengajukan pasien ini

adalah untuk mencegah halusinasi timbul. Ketika pasien bercakap-cakap

dengan orang lain maka terjadi distraksi, fokus perhatikan pasien akan beralih

dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan orang lain disebut ( Yosep,

2016 ).
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka konseptual

Kerangka konseptual penelitian adalah merupakan bagian dari kerangka

teori yang digunakan untuk memberikan arah atau gambaran alur penelitian

yang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Pengaruh

terapi individu bercakap-cakap dalam meningkatkan kemampuan mengontrol

halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran. Pada Kerangka konsep dalam

penelitian ini di gambarkan sebagai berikut:

Variabel indenpenden Variabel dependen

Pengaruh terapi
kemampuan
individu bercakap-
mengontrol halusinasi
cakap
pada pasien halusinasi
pendengaran

Keterangan :

: Variabel independen yang diteliti

: Variabel dependen yang ditelit

: penghubung V.independen dan

V.dependen
3.2 Hipotesisi Penelitian

Apakah ada Pengaruh terapi individu bercakap-cakap dalam meningkatkan

kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain /Rangcangan penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian, yang merupakan pra-

eksperiman dengan rancangan penelitian one pretest and postest design.

Penelitian eksperimental adalah suatu rancangan penelitian yang digunakan

untuk mencari penelitian one group pretest and postest design adalah

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu

kelompok subjek, kelompok subjek diobservasi lagi setelah dilakukan

intervensi (Nursalam, 2017).

4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

4.2.1 Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April mendatang di


tahun 2021

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di upt puskesmas mappakasunggu


kecamatan mappakasunggu kabupaten takalar.
4.3 Kerangka Kerja (Frame work)

Identifikasi Masalah

Populasi
Pasien yang mengalami halusinasi
pendengaran berjumlah

Teknik Sampling

Total Sampling

Sampel

Pasien Di (upt puskesmas mappakasunggu kecamatan


mappaksunggu kabupaten takalar ) halusinasi
pendengaran sebanyak

Pengumpulan Data

Pengolahan Data :

Analisa Data : Uji T-Test

Penyajian Data
4.2 Indentitas Variabel

4.2.1 Variabel Indenpenden (Bebas)

Merupakan variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan

variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel independen pada penelitian ini

adalah Pengaruh terapi individu bercakap-cakap.

4.2.1 Variabel Dependen (Terikat)

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau nilainya menentukan

variabel lain (Nursalam, 2017). Variabel dependen pada penelitian ini

adalah meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien

halusinasi pendengaran.
4.5 Defenisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Skor Kreteria


. Operasional
1. Independen
Pengaruh Suatu Lembar Ordinal
terapi individu tindakan Kuisioner
bercakap- yang
cakap dilakukan
pada pasien
untuk
mengurangi
halusinasi
pendengaran
2. Dependen Baik =jika
meningkatkan Adanya Lembar Ordinal 4 Jawaban
kemampuan kemampuan Kuisioner Dikuisioner
dalam 3 Benar ≥50
mengontrol
mengontrol %
halusinasi pada 2
pasien halusinasi
Kurang
halusinasi pada saat 1 =Jika
pendengaran mengalami Jawaban
halusinasi dikuisioner
pendengaran
Benar ≤50%

4.6 Populasi Dan Sampel

4.6.1 Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah di


tetapkan oleh peneliti (Nursalam, 2017 : 89). Populasi dalam penelitian
ini adalah pasien yang mengalami halusinasi pendengaran di

4.6.1 Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diteliti atau


sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat,
2012:36). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini pasien yang
mengalami halusinasi pendengaran di upt puskesmas mappakasunggu
kecamatan mappakasunggu kabupaten takalar.

4.6.3 Sampling

Sampling merupakan suatu proses dalam menyeleksi sampel yang


dapat mewakili populasi yang ada dengan ketentuan kriteria yang sudah
di tentukan (Nuralam, 2017:29). Teknik sampling dalam penelitian ini
menggunakan total sampling yaitu teknik pengambilan sampling
dengan jumlah populasi.

4.6.4 Kriteria Sampel

1. Kreteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari


suatau populasi target yang dijangkau dan akan diteliti (Nursalam,
2008). Dalam penelitian ini peneliti menentukan kriteria inklusi
untuk menentukan sampel sebagai berikut :

a. Pasien yang berada di upt puskesmas mappakasunggu


kecamatan mappakasunggu kabupaten takalar.
b. Bersedia menjadi responden
2. Kriteria Ekslutif
Kriteria ekslutif adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi (Nursalam, 2008). Dalam penelitian
ini, kriteria ekslutif yang ditentukan peneliti adalah responden yang
tidak bersedia menadi responden.
4.7 Pengumpulan Data
4.7.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek
dan proses pngumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam
suatu penelitian.
1. Data Primer
Data Primer yaitu yang diambil secara langsung dari objek yang
akan diteliti.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil dari tempat penelitian
tentang pasien yang mengalami halusinasi
4.7.2 Pengolahan Data
1. Editing
Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang di peroleh dan di kumpulkan, editing hanya dapat
dilakukan pada tahap pengolahan data atau setelah data terkunpul.
(Nuotoatmojo, 2010:176)
2. Coding
Coding merupakan pemberian tanda atau kode berbentuk angka
pada masing-masing jawaban dari responden ke dalam kategori
tertentu.
3. Tabulasi
Untuk memudakan analisa data maka data dikelompokkan ke
dalam tabel kerja. Kemudian data dianalisa secara statistik analitik
melalui perhitungan persentasi dan hasil perhitungan jumlah.
4.7.3 Analisa Data
1. Analisa univariat
Data univariat yang di analisis dalam penelitian ini adalah
menggambarkan ada peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi
pendengaran pada responden sebelum dan sesudah melakukan terapi
individu bercakap-cakap
2. Analisa Bivariat.
Untuk mengetahui interaksi 2 variabel yaitu hubungan tiap
variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan uji
T – test dengan tingkat signifikan 95% (a = 0.05) uji bermakna jika p
> 0.05 maka Ha diterima sehingga ada pengaruh terapi individu
bercakap-cakap dalam meningkatkan kemampuan mengontrol
halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran
4.8 Etika penelitian
1. Lembar persetujuan (informed Consent)
Lembar persetujuan akan diberikan kepada responden atau subjek
sebelum penelitian. Jika subjek bersedia untuk di teliti, maka peneliti
tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Nama subjek penelitian tidak dicantumkan pada lembar pengumpulan
data, cukup dengan memberikan kode pada masing-masing lembar
pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasian informasi subjek penelitian di jamin kerahasiaannya oleh
peneliti karena hanya kelompok data tertrntu yang akan disajikan atau di
laporkan sebagai hasil penelitian (Nursalam, 20017).

You might also like