You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (RDS)


RUANG PERINATOLOGI RSD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek


Belajar Lapangan
Stase Keperawatan Gawat Darurat

Oleh :
Iman Nurbani Ansor, S. Kep
NIM : 21149011017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


PROFESI NERS
STIKES YPIB MAJALENGKA
TAHUN 2022
A. Konsep Teori
1. Defenisi
Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama hyaline membran desease (HMD) atau
penyakit membran hialin karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin
yang melapisi alveoli.
2. Etiologi
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur,
asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome
(RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi
prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur.
3. Anatomi Fisiologi
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak sedemikian rupa
sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya, masing-
masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh
besar serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru
berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam
rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks
pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke
atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan
medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh
darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan
sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura
horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan
paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan
inferior.
Paru –paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang
dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses
ini terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai
jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan ketiga.
Ketidak matangan paru –paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi
baru lahir sebelum usia 24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan
alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru –paru dan tidak mencukupinya jumlah
surfaktan. Upaya pernapasan pertama untuk seorang bayi berfungsi untuk :
a. Mengeluarkan cairan dalam paru.
b. Mengembangkan jaringan alveolus paru –paru untuk pertama kali.
Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran
darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan
jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu
kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk
menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa
surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan
penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini
menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada saat
bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar
dari paru –paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan
keuntungan dari kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam
jangka waktu lebih lama. Dengan sisa cairan di dalam paru –paru dikeluarkan dari
paru dan diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru –paru akan
berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu
4. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat
yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel
saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-
24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%)
dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional
pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
a. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam
laktat asam organic>asidosis metabolic.
b. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam
alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan
membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan
aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang
menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang
pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan
adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
5. Tanda dan Gejala
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
a. Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per menit)
b. Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada 48- 96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
c. Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
d. Grunting : suara merintih saat ekspirasi
e. Pernapasan cuping hidung
Satuan Downes

Jenis Pemeriksaan Nilai Hasil


0 1 2
Frekuensi nafas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang Sianosis menetap
sianosis dengan 02 walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih tidakmerintih Dapat didengar dengan Dapat didengar
stetoskop tanpa alat bantu
6. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan
Jenis Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan kesimbangan asam
basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena
hipoglikemia
dapat menyebabkan atau memperberat takipnea

Rontogen thoraks Mengetahui etiologi distress nafas


Darah rutin dan hitung jenis - Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
- Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
- Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis

7. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau
bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul
karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi
bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan
yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang
menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi
dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan
dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi.
8. Pathway

9. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat
Penatalaksanaan secara umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
b. Pantau selalu tanda vital
c. Jaga patensi jalan nafas
g. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) Jika bayi mengalami
apneu
h. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
i. Lakukan penilaian lanjut
j. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
k. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik
atau menajemen lanjut:
a. Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn”
(TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan
membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi
sistemik.
b. Gangguan nafas sedang
1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih
sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
- Suhu aksiler <> 39˚C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban
pecah dini (> 18 jam)
- Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah
suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal
ulangi tahapan tersebut diatas.
- Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
- Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
- Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi O2
secara bertahap. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam.
Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu
cara pemberian minum
- Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari,
minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat
dipulangkan
c. Gangguan nafas ringan
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.
A. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Riwayat maternal
a. Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
b. Kondisi seperti perdarahan placenta
c. Tipe dan lamanya persalinan
d. Stress fetal atau intrapartus Status infant saat lahir
e. Prematur, umur kehamilan
f. Apgar score, apakah terjadi aspiksia
g. Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar Cardiovaskular
h. Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
i. Murmur sistolik
j. Denyut jantung dalam batas normal Integumen
k. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
l. Pitting edema pada tangan dan kaki
m. Mottling Neurologis
n. Immobilitas, kelemahan, flaciditas
o. Penurunan suhu tubuh
p. Pulmonary
Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
q. Nafas grunting
r. Nasal flaring
s. Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
t. Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan
persentase desaturasi hemoglobin
u. Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea Status Behavioral
v. Lethargy Study Diagnostik
w. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
x. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular, defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang
kurang tepat.
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menghisap, penurunan
motilitas usus.
e. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sensible
dan insensible
f. Resiko termoregulasi tidak efektif: hipotermi b.d belum terbentuknya lapisan
lemak pada kulit.
3. Implementasi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Gangguan pertukaran gas Setelah di lakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan selama …x… Observasi
diharapkan pertukaran gas a. Monitor frekuensi irama
meningkat dengan kriteria kedalaman dan upaya
hasil: nafas
- Tingkat kesadaran b. Monitor pola nafas
meningkat c. Monitor kemmapuan
- Dispnea menurun batuk efektif
- Bunyi nafas tambahan d. Monitor adanya sputum’
menurun e. Monitor adanya sumbatan
- Nafas cuping hidung jalan nafas
menurun f. Palpasi kesimetrisan
- PCO2 membaik ekspansi paru
- PO2 membaik g. Auskultasi bunyi nafas
- Takikardia membaik h. Monitor saturasi O2
- Sianosis membaik i. Monitor nilai AGD
- Pola nafas membaik j. Monitor hasil x-ray
- Warna kulit membaik thoraks
Terapeutik
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur tindakan
b. Informasikan hasil
pemantauan
Bersihan jalan nafas tidak Setelah di lakukan tindakan Manajemen jalan nafas
efektif keperawatan selama …x… Observasi
diharapkan bersihan jalan a. Monitor pola nafas
nafas meningkat dengan b. Monitor bunyi nafas
kriteria hasil: c. Monitor sputum
- Batuk efektif meningkat Terapeutik
- Produksi sputum menurun a. Pertahankan kepatenan
- Mengi menurun jalan nafas
- Wheezing menurun b. Posisikan fowler atau
- Meconium (pada neonates) semi fowler
menurun c. Berikan minum hangat
- Dispnea menurun d. Lakukan fisio terapi dada
- Sianosis menurun jika perlu
- Frekuensi nafas membaik e. Lakukan suction jika
- Pola nafas membaik perlu
f. Keluarkan penghispaan
benda padat dengan
konsep McGill
g. Berikan oksigenasi jika
perlu
Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari
b. Ajarkan tekhnik batuk
efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
Pola nafas tidak efektif Setelah di lakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan selama …x… Observasi
diharapkan pola nafas a. Monitor frekuensi irama
membaik dengan kriteria hasil: kedalaman dan upaya
- Ventilasi per menit nafas
meningkat b. Monitor pola nafas
- Kapasitas vital meningkat c. Monitor kemmapuan
- Diameter yhoraks anterior batuk efektif
posterior meningkat d. Monitor adanya sputum’
- Tekanan ekspirasi dan e. Monitor adanya sumbatan
inspirasi meningkat jalan nafas
- Dispnea menurun f. Palpasi kesimetrisan
- Penggunaan otot bantu ekspansi paru
nafas menurun g. Auskultasi bunyi nafas
- Pernafasan cuping hidung h. Monitor saturasi O2
meningkat i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray
thoraks
Terapeutik
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur tindakan
b. Informasikan hasil
pemantauan
Defisit nutrisi Setelah di lakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan selama …x… Observasi
diharapkan status nutrisi a. Identifikasi nutrisi
membaik dengan kriteria hasil: b. Identifikasi alergi dan
- Kekuatan otot pengunyah intoleransi makanan
meningkat c. Monitor asupan makanan
- Kekuatan otot menelan
d. Monitor berat badan
- Nyeri abdomen menurun
e. Monitor hasil
- Berat badan membaik
pemeriksaan lab
- IMT membaik
Terapeutik
- Frekuensi nafas membaik
a. Berikan makanan tinggi
- Bising usus membaik
kalori dan protein
- Membtan mukosa
b. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastric jika asupan
oral dapat di toleransi
Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
b. Anjurkan diet yang
diprogramkan
Resiko ketidakseimbangan Setelah di lakukan tindakan Manajemen cairan
cairan keperawatan selama …x… Observasi
diharapkan keseimbangan a. Monitor status hidrasi
cairan meningkat dengan b. Monitor BB harian
kriteria hasil: c. Monitor BB sebelum dan
- Asupan cairan meningkat sesudah dianalisis
- Keluaran urine meningkat d. Monitor hasil
- Kelembaban membrane pemeriksaan lab
mukosa meningkat e. Monitor status
- Oedema menurun hemodinamik
- Dehidrasi menurun Terapeutik
- Asites menurun a. Catat intake-output dan
- Nadi membaik balance cairan
- Mata cekung membaik b. Berikan asupan cairan,
- Turgor kulit membaik sesuai kebutuhan
- Berat badan membaik c. Berikan cairan intra vena,
jika perlu
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
diuretic, jika perlu
Resiko termoregulasi tidak Setelah di lakukan tindakan Edukasi termoregulasi
efektif keperawatan selama …x… Observasi
diharapkan termoregulasi a. Identifikasi kesiapan dan
membaik dengan kriteria hasil: kemampuan menerima
- Menggigil menurun\ informasi
- Kulit merah menurun Terapeutik
- Kejang menurun a. Sediakan materi dan
- Konsumsi oksigen menurun media kesehatan
- Pucat menurun b. Jadwalkan pendidikan
- Kutis memorata menurun kesehatan sesuai
- Takikardi menurun kesepakatan
- Takipnea menurun Edukasi
- Bradikardia menurun\ a. Ajarkan kompres hangat
- Hipoksia menurun jika demam
- Suhu tubuh membaik b. Ajarkan acara mengukur
- Suhu kulit membaik kadar suhu tubuh
glukosa darah mrembaik c. Anjurkan tetap
- Ventilasi membaik memandikan pasien
d. Anjurkan pemberian anti
piretik
e. Anjurkan banyak minum
f. Anjurkan minum
analgetik jika merasa
pusinganjurkan
melakukan pemeriksaan
darah jika demam >3 hari
DAFTAR PUSTAKA
Evan. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien Respiratory Distress Syndrome (RDS),
diakses pada tanggal 10 September 2011
<http://www.ilmukeperawatanku.com/asuhan-keperawatan-pasien-
respiratory-distress-syndrome-rds.html>
Hermansen C, Lorah K. Respiratory distress in the newborn. Am Fam Physician.
2007;76:987-94.
Indrasanto, Eriyanti., dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obsetri Dan
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).
Kosim. M.S., 2010. Deteksi Dini Dan Manajemen Gangguan Napas Pada
Neonatus Sebagai Aplikasi P O N E K (Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Komprehensif). Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.
Kariadi/ FK UNDIP Semarang
Markum, A.H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303-306.
Nur .A ., dkk. 2010. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan
Respiratory Distress Syndrome. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK.
Unair/RSUD Dr. Soetomo
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Editor :
Rusepno Hassan & Husein Alatas, Bagian IKA FKUI, Jakarta 1985, hal.
Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC
Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta :
CV Sagung Seto
Winarno, dkk, Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus, dalam Simposium Gawat
Darurat Neonatus, Unit Kerja Koordinasi Pediatri Darurat IDAI, Badan
Penerbit UNDIP, Semarang, 1991, hal. 151-153.

You might also like