Professional Documents
Culture Documents
BAB I-V Eklamsia
BAB I-V Eklamsia
LAPORAN KASUS
KEHAMILAN DENGAN EKLAMPSIA
DISUSUN OLEH:
Irmaningsih
DOKTER PEMBIMBING:
dr. Khaidir Anwar, Sp.OG(K)OBSOS
LEMBAR PERSETUJUAN
Pembimbing Penyusun
BAB I
PENYAJIAN KASUS
1.1 ANAMNESIS
A. Identitas
Nama : Ny. Z
No MR :1525xx
Umur : 21 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Desa Batu lepuk Kepulauan Riau
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Tanggal Masuk RS : 16 November 2021
Jam masuk RS : 15.20 WIB
Anamnesis dilakukan pada tanggal 16 November 2021 pukul 15.20
WIB. Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
Identitas Suami
Nama : Tn. AS
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Suku : Madura
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Dusun Mulyo Rejo, RT 03/ RW 01
B. Keluhan Utama
Pasien datang dalam keadaan hamil disertai lemas dan kejang.
4
G. Riwayat Obstetri
Pasien hamil anak pertama. Selama hamil pasien telah memeriksakan
kehamilannya 1-2x/bulan di puskesmas. Selama kunjungannya ke
puskesmas, tidak ditemukan kelainan dalam pemeriksaannya. Tekanan
darah selama pasien memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas berkisar
antara 130/80 mmHg – 150/80 mmHg. Selama kehamilan pasien mengaku
sering mengalami keluhan mual pada awal kehamilan, pusing (-), muntah
(-). Pasien tidak mengingat hari pertama haid terakhir dengan jelas. Pasien
mengingat bahwa terakhir kali haid tanggal 15 April 2021.
Hamil pertama kali usia 21 tahun (usia saat ini). Melahirkan pertama kali
usia 21 tahun (usia saat ini). Riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan
(-). Riwayat preeklampsia (-). Berat badan saat hamil adalah 47-50 kg. Berat
badan sebelum hamil adalah 40 kg.
H. Riwayat Ginekologi
Pasien telah menikah selama 1 tahun sebelum hamil anak pertama.
Berhubungan seks pertama kali usia 20 tahun
I. Riwayat menstruasi
Pasien pertama kali menstruasi pada usia 12 tahun. Siklus haid
berlangsung tiap 28 hari dan menstruasi berlangsung selama 7-10 hari.
J. Riwayat perkawinan
Perkawinan pertama, umur pasien saat menikah 20 tahun, telah menikah
selama 1 tahun.
L. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol, jarang berolahraga.
Suami pasien merokok.
Tanda vital
- TD : 170/120 mmHg
- Nadi : 120 x/menit, isi cukup, reguler
- Napas : 22 x/menit, reguler, abdomino-torakal
- Suhu : 36,8oC
Antropometri
Berat Badan : 68 kg
Tinggi Badan : 158 cm
Status Generalis
Kulit : turgor baik, anemis (-), ikterik (-)
Kepala : normosefali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : sekret(-/-), deviasi septum (-)
Mulut : mukosa bibir basah, oral thrush (-) hiperemi faring (-)
Leher : pembesaran limfonodi servikal (-), kaku kuduk (-)
Dada
Paru
Inspeksi : statis: simetris ; dinamis: tak tertinggal
Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri
7
Pemeriksaan Obstetri
Inspeksi : membesar arah memanjang, linea nigra (+)
Palpasi : tinggi fundus uteri 28 cm
.1 Leopold I : teraba bokong
.2 Leopold II : teraba punggung disebelah kanan ibu
.3 Leopold III : teraba kepala
8
.4 Leopold IV : divergen
DJJ : 132x/ menit, reguler
His : 1 x 30”
Taksir berat janin : (TFU – 11) x 155 = 2635 gram
Inspekulo : tidak dilakukan
Pemeriksaan dalam :
Tidak dilakukan
2. Urinalisis
Protein Urin : +2
9
Laporan Operasi
Tanggal operasi : 17 November 2021
Waktu Operasi : pk 21.00 – 21.30 WIB
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PREEKLAMPSIA
2.1. Definisi
Preeklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
gejala hipertensi, edema dan/atau proteinuria.4Preeklamsia adalah keadaan
dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau keduanya, yang
terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke-20 atau kadang-kadang timbul
lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili
khorialis. Preeklamsia merupakan suatu sindrom spesifik kehamilan dengan
terjadinya penurunan perfusi oksigen pada organ-organ akibat vasospasme
dan aktivasi endotel yang mana keadaan ini sangat membahayakan janin
dalam kandungan.5
Sedangkan menurut Hacker, Moore (2001) preeklamsia dapat disebut
sebagai hipertensi yang diinduksi-kehamilan atau penyakit hipertensi akut
pada kehamilan. Preeklamsia tidak semata-mata terjadi pada wanita muda
pada kehamilan pertamanya. Preeklamsia paling sering terjadi selama
trimester terakhir kehamilan.6
Hipertensi yang dimaksudkan ialah keadaan dimana tekanan darah
sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-
kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik
≥30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik ≥15 mmHg sebagai
parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi. Adapun proteinuria ialah
adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥ 1+
dipstick.7
Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda
preeklamsia, tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali
edema generalisata (anasarka). Perlu dipertimbangkan faktor risiko
timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan edem generalisata,
atau kenaikan berat badan >0,57 kg/minggu. Primigravida yang mempunyai
14
2.2. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi dan pengertian yang berkaitan dengan
preeklampsia menurut POGI8:
a. Hipertensi kronik
Hipertensi yang didapatkan sebelum kehamilan, ditemukannya
desakan darah ≥140/90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelum
kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu
pasca persalinan.
b. Preeklamsia – eklamsia
Hipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah umur kehamilan
20 minggu. Kriteria minimum untuk preeklamsi yaitu desakan
darah ≥140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertei
dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+. Sedangkan
eklamsi adalah kejang-kejang pada preeklamsi disertai koma
c. Hipertensi kronik (superimposed preeklamsi)
Hipertensi kronik yang disertai proteinuria, timbulnya proteinuria ≥
300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami
hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan
20 minggu.
d. Hipertensi gestational
Didapatkan desakan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kalinya
pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan
darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.Timbulnya
hipertensi pada kehamilan yang tidak disertai proteinuria hingga 12
minggu pascapersalinan. Bila hipertensi menghilang setelah 12
minggu persalinan, maka dapat disebut juga “Hipertensi Transien”.
15
2.3. Epidemiologi
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena
banyak faktor yang mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan sosial
ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain.
Dalam kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%. Insiden
preeklampsia sering disebut sekitar 5%, walaupun laporan yang ada sangat
bervariasi. Insiden sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan
etnis dan karenanya juga predisposisi genetik, sementara faktor lingkungan
juga berperan, sebagai contoh, Palmer dkk (1999) melaporkan bahwa
tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden preeklampsia.
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa wanita yang sosio
ekonominya lebih maju, lebih jarang terjangkit preeklampsia,bahkan setelah
faktor ras dikontrol. Faktor risiko lain yang berkaitan dengan preeklampsia
adalah kehamilan multipel, riwayat hipertensi kronik, usia ibu lebihdari 35
tahun, obesitas dan ibu etnis Amerika-Afrika. Hubungan antara berat badan
ibu dengan preeklampsia bersifat progresif, meningkat dari 4,3 % untuk
wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8 kg/m2 menjadi 13,3
%.7Di Indonesia frekuensi keadian preeklampsia sekitar 3-10%.9
waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai
100 mmHg ataulebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.5
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan
dalamjaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat
badan sertapenbengkakan pada kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau
pembengkan padaektrimitas dan muka. Edema pretibial yang ringan sering
ditemukan padakehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk
penentuan diagnosapre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap
minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali atau3 kg dalam sebulan pre-eklampsia harus
dicurigai. Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap
minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda preeklampsia.
Tambah berat yang sekonyong-konyong ini desebabkan retensi air dalam
jaringan dan kemudian oedemanampak dan edema tidak hilang dengan
istirahat. Hal ini perlumenimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-
eklampsia. Edema dapatterjadi pada semua derajat PIH (hipertensi dalam
kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika
edemanya general.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yangmelebihi
0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan 1+ atau 2 + (menggunakan metode turbidimetrik standard )
atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan
kateteratau midstream untuk memperoleh urin yang bersih yang diambil
minimal 2kali dengan jarak 6 jam. Proteinuri biasanya timbul lebih lambat
darihipertensi dan tambah berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada
preeklampsia karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darahginjal. Karena
itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius.16
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu
karena terjadi perubahan patologis pada sistem organ, yaitu:
24
a. Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac
afterload akibat hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi
ekstravasasi cairan intravaskular ke ekstraselular terutama paru.
Terjadi penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
b. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak
berfungsi. Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat
endotel akan terbuka menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah
keluar ke ruang ekstravaskular.
c. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada
satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.
Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya
preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan
adalah preeklampsia yang ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia
merupakan gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia.
Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat
penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina
(Wiknjosastro, 2006).
d. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang
mengalami kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah
proses persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang
sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat
proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang
hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.
e. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas
hepar, perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan
25
2. Zuspan, Continous
1966 Intravenous
Injection
Antidotum
Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO 4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium
Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit
Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O,dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :
1. 100 mg IV sodium thiopental
2. 10 mg IV diazepam
3. 250 mg IV sodium amobarbital
4. phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV
a. 16,7 mg/menit/1 jam
b. 500 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam
34
kenaikan berat badan dengan cepat. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu:
(1) berat badan ditimbang pada waktu masuk Rumah Sakit dan diikuti tiap
hari, (2) proteinuria diperiksan ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi tiap
2 hari. (3) pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan,
(4) pemeriksaan laboratorium (5) pemeriksaan USG sesuai standar di atas,
khususnya pemeriksaan ukuran biometrik janin dan volume air ketuban.
Penderita boleh dipulangkan bila penderita telah bebas dari gejala-gejala
preeklamsi berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.
Pada perawatan konservatif, bila penderita tidak inpartu, kehamilan
dipertahankan sampai kehamilan aterm. Bila penderita inpartu, perjalanan
persalinan diikuti seperti lazimnya (misalnya dengan grafik Friedman). Bila
penderita inpartu, maka persalinan diutamakan pervaginam, kecuali bila
ada indikasi untuk seksio sesaria.
Terminasi kehamilan menjadi pilihan pada perawatan aktif; agresif,
yaitu atas indikasi:
a. Indikasi ibu
- Kegagalan terapi medikamentosa setelah 6 jam sejak dimulai
pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang
persisten atau setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan
medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah yang
persisten.
- Tanda dan gejala impending eklamsi
- Gangguan fungsi hepar
- Gangguan fungsi ginjal
- Dicurigai terjadi solutio placenta
- Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan
b. Indikasi janin
- Umur kehamilan ≥ 37 minggu
- IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG
- NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal
- Timbulnya oligohidramnion
36
c. Indikasi laboratorium
Trombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLP
Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam. Jika penderita
belum inpartu, dapat dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8. Bila
perlu dilakukan pematngan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan
harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi
persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio sesarea. Indikasi
seksio sesarea yaitu jika tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam,
induksi persalinan gagal, terjadi gawat janin, umur kehamilan < 33 minggu
Bila penderita sudah inpartu, perjalanan persalinan diikuti dengan
grafik Friedman, diusahakan untuk memperpendek kala II. Seksio sesarea
dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin. Pada
primigravida direkomendasikan pembedahan cesar dengan regional
anestesia atau epidural anestesia. Tidak diajurkan anesthesia umum .
2.8. Komplikasi
Tekanan darah dapat meningkat sehingga menimbulkan kegagalan
dari kemampuan sistem otonom aliran darah sistem saraf pusat (ke otak) dan
menimbulkan berbagai bentuk kelainan patologis sebagai berikut:18
- Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah
- Iskemia yang menimbulkan infark serebal
- Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis
- Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina
- Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medula
oblongata.
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia.
Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada preeklamsia berat dan
eklamsia:19
a. Solusio plasenta. Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklamsia.
37
2.9. Prognosis
Secara umum, kemungkinan preeklampsia untuk muncul kembali
pada kehamilan berikutnya adalah 10%. Morbiditas dan mortalitas
preeklampsia tergantung dari ada tidaknya kondisi berikut:20
- Disfungsi endotel sistemik
- Vasospasme dan trombosis pembuluh darah kecil yang mengarah
pada iskemik jaringan dan organ
- Komplikasi pada SSP
- Nekrois tubuler akut
- Koagulopati
- Abrupsi plasenta
2.10. Pencegahan
Berbagai strategi telah digunakan sebagai upaya untuk mencegah
preeklamsia. Biasanya strategi-strategi ini mencakup manipulasi diet dan
usaha farmakologis untuk memodifikasi mekanisme patofisiologis yang
diperkirakan berperan dalam terjadinya preeklamsia. Usaha farmakologis
mencakup pemakaian aspirin dosis rendah dan antioksidan.5
a. Manipulasi diet
Salah satu usaha paling awal yang ditujukan untuk mencegah
preeklamsia adalah pembatasan asupan garam selama hamil.
39
B. EKLAMPSIA
2.11 Definisi Eklampsia
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang
tiba tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan
atau masa nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya.
Kejang disini bersifat grand mal dan bukan diakibatkan oleh kelainan
neurologis22. Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti
halilintar. Kata-kata tersebut dipergunakan karena seolah-olah gejala
eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain23.
Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum),
eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale
(postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak
terjadi pada trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati
kelahiran22,24. Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. Sekitar 75% kejang eklampsia terjadi
sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi
kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu postpartum. Sesuai dengan
batasan dari National Institutes of Health (NIH) Working Group on Blood
Pressure in Pregnancy preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai
dengan proteinuria pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Saat ini edema pada wanita hamil dianggap sebagai hal
yang biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis preeklampsia. Hipertensi
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau
42
2) Nulipara
Hipertensi gestasional lebih sering terjadi pada wanita nulipara 24. Duckitt
melaporkan nulipara memiliki risiko hampir tiga kali lipat (RR 2,91, 95%
CI 1,28 – 6,61) (Evidence II, 2004).
3) Kehamilan pertama oleh pasangan baru
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor risiko,
walaupun bukan nulipara karena risiko meningkat pada wanita yang
memiliki paparan rendar terhadap sperma. Analisa lebih lanjut menunjukkan
kehamilan triplet memiliki risiko hampir tiga kal lipat dibandingkan
kehamilan duplet. Sibai dkk menyimpulkan bahwa kehamilan ganda
memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk menjadi preeklamsia
dibandingkan kehamilan normal. Selain itu, wanita dengan kehamilan
multifetus dan kelainan hipertensi saat hamil memiliki luaran neonatal yang
lebih buruk daripada kehamilan monofetus.24
4) Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oossit atau donor embrio
juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer penyebab
preeklampsia adalah laju adaptasi imun. Mekanisme dibalik efek protektif
dari paparan sperma masih belum diketahui. Data menunjukkan adanya
peningkatan frekuensi preeklampsia setelah inseminasi donor sperma dan
oosit, frekuensi preeklampsia yang tinggi pada kehamilan remaja, serta
makin mengecilkan kemungkinan terjadinya preeklampsia pada wanita
hamil dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang lebih lama.
Walaupun preeklampsia dipertimbangkan sebagai penyakit pada kehamilan
pertama, frekuensi preeklampsia menurun drastis pada kehamilan
berikutnya apabila kehamilan pertama tidak mengalami preeklampsia.
Namun, efek protektif dari multiparitas menurun apabila berganti pasangan.
Robillard dkk melaporkan adanya peningkatan risiko preeklamspiadua kali
pada wanita dengan pasangan yang pernah memiliki isteri dengan riwayat
preeklampsia.
5) Diabetes Melitus Terganung Insulin (DM tipe I)
46
2.17 Perdarahan
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan dari uterus dan terjadi
sebelum melahirkan. Perdarahan antepartum dapat terjadi karena
robeknya plasenta yang melekat didekat kanalis servikalis yang
dikenal dengan plasenta previa atau karena robeknya plasenta yang
terletak di tempat lain di dalam rongga uterus atau yang dikenal
dengan solusio plasenta. Eklampsia merupakan faktor predisposisi
terjadinya solusio plasenta walaupun lebih banyak terjadi pada kasus
55
kedalam paru janin karena inhalasi. Pada saat bayi lahir akan
menderita gangguan pernapasan.
b. Hipoglikema simptomatik
Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekal disebabkan karena
persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas.
c. Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan kegawatan bayi karena
terjadinya kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir dan disertai dengan hipoksia dan hiperkapnea yang dapat
berlanjut menjadi asidosis. Asfiksia neonatorum dapat disebabkan
karena faktor ibu yaitu adanya gangguan aliran darah ke uterus.
Gangguan aliran darah ke uterus menyebabkan berkurangnya asupan
oksigen ke plasenta dan janin. Penilaian derajat asfiksia dapat
dilakukan dengan Apgar skor.
d. Penyakit membran hialin
Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm,
disebabkan surfaktan belum cukup sehingga alveoli kolaps. Penyakit
ini terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu.
2) Prematuritas
Partus prematuritas sering terjadi pada ibu dengan eklampsia karena
terjaadi kenakan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan
yang meningkat. 23,26
3) Sindroma Distress Respirasi
Yoon (1980) melaporkan insidens sindrom distres respirasi pada bayi
yang dilahirkan dari ibu preeklampsia-eklampsia sebanyak 26,1-
40,8%. Beberapa faktor yang berperan terjadinya gangguan ini adalah
hipovolemk, asfiksia, dan aspirasi mekonium. 23,26
4) Trombositopenia
Trombositopenia pada bayi baru lahir dapat merupakan penyakit
sistemik primer sistem hemopoetik atau suatu transfer faktor-faktor
yang abnormal ibu. Kurang lebih 25-50% bayi yang dilahirkan dari
58
2.12 Prognosis
- Bila penderita tidak terlambat dalam pengobatan maka gejala
perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Diuresis
terjadi setelah 12 jam postpartum, hal ini merupakan gejala pertama
penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam
kemudian.
- Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya.
Prognosis janin: sering terjadi kematian intrauterin atau pada masa
neonatal.
C. Partus Prematurus
2.13 Definisi
Persalinan prematur menurut WHO adalah persalinan yang terjadi
antara usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu, dihitung
sejak hari pertama haid terakhir pada siklus 28 hari.
2.14 Etiologi Dan Faktor Resiko
Dalam sebagian besar kasus, etiologi persalinan preterm tidak
terdiagnosis dan umumnya multifaktor. Kurang lebih 30% persalinan preterm
tidak diketahui penyebabnya.28 Sedangkan 70% sisanya, disumbang oleh
beberapa faktor seperti kehamilan ganda (30% kasus),29 infeksi genitalia,
ketuban pecah dini, perdarahan antepartum, inkompetensia serviks, dan
kelainan kongenital uterus (20-25% kasus). Sisanya 15-20% sebagai akibat
hipertensi dalam kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital
dan penyakit-penyakit lain selama kehamilan.28
Menurut Rompas(2004),15faktor risiko terjadinya persalinan
prematur dibagi menjadi faktor resiko mayor dan minor
Faktor risiko mayor
1) Kehamilan multipel
61
2) Polihidramnion
3) Anomali uterus
4) Dilatasi serviks > 2 cm pada kehamilan 32 minggu
5) Riwayat abortus 2 kali atau lebih pada trimester kedua
6) Riwayat persalinan preterm sebelumnya
7) Riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy,
loopelectrosurgical excision procedure)
8) Penggunaancocaineatauamphetamine
9) Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32
minggu
10) Operasi besar pada abdomen setelah trimester pertama
Faktor risiko minor
1) Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
2) Riwayat pielonefritis
3) Merokok lebih dari 10 batang perhari
4) Riwayat abortus satu kali pada trimester kedua
5) Riwayat abortus > 2 kali pada trimester pertama
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor resiko
mayor; atau dua atau lebih faktor resiko minor; atau keduanya.
2.15 Diagnosis8
Diagnosis persalinan prematur dapat dilakukan dengan:
a. Anamnesis: penentuan usia kehamilan, faktor risiko
(riwayatobstetri, perdarahan, infeksi)
b. Gejala dini persalinan preterm
- Nyeri perut bawah dan/atau kram dan/atau pelvic pressure
- Nyeri pinggang belakang
c. Tanda persalinan preterm
- Kontraksi uterus : intensitas, frekuensi, durasi.
His yang regular dengan interval tiap 8-10 menit yang disertai
perubahan serviks. Kriteria Creasy dan Heron:
62
BAB III
PEMBAHASAN
Dan jika dilihat dari buku KIA milik pasien, tekanan darah selama pasien
memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas berkisar antara 90/60 mmHg –
130/80 mmHg.
Setelah beberapa jam di VK, pasien kemudian merasakan pusing. Keluhan
nyeri ulu hati dan pandangan kabur disangkal. Tekanan darah 170/120 mmHg.
Kemudian pasien sempat kejang dirumah . Kejang seluruh tubuh. Kejang selama
5 menit dan selama kejang pasien tidak sadar. Kejang menghilang setelah pasien
diinjeksikan MgSO4. Dilakukan pemeriksaan urinalisis, dan hasil protein adalah
+2. Proteinuria adalah adanya protein dalam urin dalam jumlah ≥300 mg/dl dalam
urin tampung 24 jam atau ≥ 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak
menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing. Sehingga pada kondisi ini,
pasien digolongkan ke dalam eklampsia.
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba
tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa
nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang di sini bersifat
grand mal dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis. Pada pasien hipertensi
tanpa kejang, aliran darah cerebral mungkin bertahan sampai batas normal sebagai
hasil fenomena autoregulasi. Pada pasien dengan kejang, aliran darah cerebral dan
konsumsi oksigen lebih sedikit dibandingkan dengan wanita hamil biasa dan
terdapat penurunan aliran darah dan peningkatan tahanan vaskuler pada sirkulasi
uteroplasental pada pasien preeklamsia/eklamsia.
Eklampsia yang terjadi adalah eklampsia gravidarum (antepartum). Sekitar
75% kejang eklampsia terjadi sebelum melahirkan.
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Pada pasien ini
sebelummnya didiagnosis hipertensi gravidarum, karena hasil pemeriksaan
laboratorium urinalisi adalah protein (-). Namun diperkirakan ada kekeliruan hasil
laboraorium pada pasien ini, karena sebelum ke RSAA, pasien juga sudah
melakukan pemeriksaan urinalisis di RS DKT dan hasilnya adalah protein +1.
Menurut Sibai terdapat beberapa perubahan klinis yang memberikan
peringatan gejala sebelum timbulnya kejang, adalah sakit kepala yang berat dan
menetap, perubahan mental sementara, pandangan kabur, fotofobia, iritabilitas,
67
nyeri epigastrik, mual, muntah. Namun, hanya sekitar 50% penderita yang
mengalami gejala ini. Prosentase gejala sebelum timbulnya kejang eklampsia
adaah sakit kepala yang berat dan menetap (50-70%), gangguan penglihatan (20-
30%), nyeri epigastrium (20%), mual muntah (10-15%), perubahan mental
sementara (5-10%). Pada pasien sebelum terjadi kejang, pasien mengeluhkan sakit
kepala.
Kehamilan ini merupakan kehamilan pertama pasien. Hipertensi
gestasional lebih sering terjadi pada wanita nulipara. Duckitt melaporkan nulipara
memiliki risiko hampir tiga kali lipat (RR 2,91, 95% CI 1,28 – 6,61).
Penanganan eklampsia sama dengan preeklampsia berat, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia. Perawatan dasar eklamsia yang utama adalah terapi supotif untuk
stabilisasi fungsi vital, yang harus selalu diingat adalah ABC, mengatasi dan
mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma pada
saat pasien kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis
hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
Pada pasien ini ketika terjadi kejang dilakukan tatalaksana pertama dengan
memperbaiki ABC dan mengatasi kejang dengan memberikan injeksi MgSO4.
Pemberian sulfas magnesikus sebagai antikejang lebih efektif
dibandingkan fenitoin berdasarkan penelitian Cochrane review terhadap enam uji
klinik. Sulfas magnesikus menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi
neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian sulfas
magnesikus, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsang tidak
terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium).
Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja sulfas
magnesikus.
Adapun sikap terhadap kehamilannya pada kasus ini yaitu dilakukan
terminasi kehamilan (perawatan aktif) dimana indikasinya adalah umur kehamilan
kurang dari 37 minggu, yaitu usia kehamilan pasien 32 minggu. Pemilihan
terminasi kehamilan dipilih apakah pervaginam atau perabdominal bergantung
68
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. BPS dan ORC. Macro Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002
2003, Claverton, Maryland, USA; ORC Macro, 2003 .
2. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia.
Cermin Dunia Kedokteran. 2000:133 h26-30
3. GOI & UNICEF. Laporan Nasional Tindak Lanjut Konfrensi Tingkat
TinggiAnak (Draff) 2000.
4. Dorland, W.A.Newman. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002
5. Cunningham FG. Williams Obstetric. 23rd Ed. New York: Medical
Publishing Division. 2010
6. Hacker N. F. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.
pp. 179-85
7. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan Ed. 4. Jakarta: P.T. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
8. Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Panduan Penatalaksanaan
Hipertensi dalam Kehamilan. 2010
9. Trijatmo. Preeklamsia dan Eklamsia, dalam: Ilmu Kebidanan Edisi III.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005.
10. Mochtar, Rustam. 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
11. Steegers EA et al. Pre-eclampsia. Lancet. Elsevier. 2010
12. Derek Lewellyn-jones, Dasar-Dasar Obstetric dan Ginekologi, Alihbahasa:
Hadyanto, Ed.6 Jakarta. 2001
13. Kaufman P et al. Endovascular Trophoblast Invasion: Implications for the
Pathogeneis of Intrauterine Growth Retardation an Preeclampsia. Biol
Reprod 2003 Jul;69(1):1-7
14. Levy R. The Role of Apoptosis in Preeclampsia. Isr Me Assoc J. 2005
Mar;7(3):178-81
71
27. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Hipertensi dalam kehamilan.
In : Astuti NZ, Purba Dl, Handayani S, Damayanti R, editors. Pengantar
kuliah obstetri. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2003.
28. Guaschino S, De Seta F, Piccoli M, Maso G, Alberico S. Aetiology of
preterm labour: bacterial vaginosis. Br J Obstet Gynecol. 2006;113 Suppl
3:46-51.
29. Mercer BM, Goldenberg RL, Meis PJ, Moawad AH, Shellhaas C, Das A,
et al. The Preterm Prediction Study: prediction of preterm premature
rupture of membranes through clinical findings and ancillary testing. The
National Institute of Child Health and Human Development Maternal-
Fetal Medicine Units Network. Am J Obstet Gynecol 2000;183(3):738-45