You are on page 1of 6

JUST IN TIME (JIT)

1. Konsep Dasar JIT


Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan
permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk yang
diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan.
Konsep just in time adalah suatu konsep di mana bahan baku yang digunakan untuk
aktifitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan itu
dibutuhkan oleh proses produksi, sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan
biaya persediaan barang / penyimpanan barang / stocking cost.
Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas dipenuhi dengan
mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada proses
manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses manufaktur suku cadang
menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan jadwal, dengan menggunakan sistem
dorong, artinya proses sebelumnya memasok suku cadang pada proses berikutnya.

Terdapat empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam melaksanakan Just In
Time (JIT):
1.  Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat
dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.
2. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak
memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
3.  Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai
dengan fluktuasi permintaan.
4.  Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan.

2. Perbedaan sistem JIT dengan sistem Tradisional


1). Sistem tarikan dibanding sistem dorongan.
Sistem tarikan (pull through) atau sistem tarikan permintaan adalah system
penentuan aktivitas-aktivitas berdasar atas permintaan konsumen. Sebagai contoh,
dalam perusahaan, permintaan konsumen eksternal melalui aktivitas penjualan
menarik (menentukan) aktivitas produksi, dan aktivitas produksi menarik aktivitas
pembelian. Sedangkan sistem dorongan (push through) adalah sistem penentuan
aktivitas-aktivitas berdasarkan dorongan aktvitas-aktivitas sebelumnya. Misalnya,
pembelian bahan melalui aktivitas pembelian mendorong aktivitas produksi, dan
aktivitas produksi mendorong aktivitas penjualan.
2). Sediaan tidak signifikan dibanding sediaan signifikan.
Just in time karena menggunakan sistem tarikan, dapat mengurangi sediaan
menjadi tidak signifikan atau sangat sedikit bahkan bisa menjadi nol. Sebaliknya
dalam sistem tradisional, karena menggunakan sistem dorongan, sediaan jumlahnya
signifikan karena (1) jumlah bahan yang dibeli melebihi kebutuhan produksi, (2)
jumlah produk yang diproduksi melebihi permintaan konsumen, (3) perlunya
sediaan penyangga.
3). Basis pemasok sedikit dibanding basis pemasok banyak.
Just in time hanya menggunakan pemasok dalam jumlah yang sedikit untuk
mengurangi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tamabah, memperoleh bahan yang
bermutu tinggi, mencapai pengiriman tepat waktu dan berharga murah. Sistem
tradisional menggunakan banyak pemasok untuk emmperoleh harga yang murah
dan bermutu baik, namun akibatnya banyak aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai
tambah.
4). Kontrak jangka panjang dibanding kontrak jangka pendek.
Just in time menggunakan kontrak jangka panjang dengan beberapa
pemasoknya guna membangun hubungan baik yang saling menguntungkan.
Sedangkan sistem tradisional, menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan
banyak pemasok sehingga untuk memperoleh harga yang murah harus dibeli dalam
jumlah banyak.
5). Struktur seluler dibanding struktur departemen.
Just in time biasanya menggunakan struktur seluler yaitu pengelompokkan
mesin-mesin dalam satu keluarga secara berurutan, biasanya kedalam struktur
kemiringan. Sedangkan sistem tradisional menggunakan struktur departemen yaitu
struktur pengolahan produk melalui beberapa departemen produksi sesuai dengan
tahapan-tahapannya dan memerlukan beberapa departemen jasa yang memasok jasa
bagi departemen produksi.
6). Karyawan berkeahlian ganda dibanding karyawan terspesialisasi.
Sistem tradisional mengelompokkan karyawan ke dalam departemen-
departemen sehingga mereka terspesialisasi pada departemen-departemen tempat
mereka bekerja. Sistem Just In Time (JIT) mengelompokkan karyawan berdasar
sel-sel pemanufakturan, sehingga karyawan dilatih untuk berkeahlian ganda.
7) Jasa terdesentralisasi dibanding jasa tersentralisasi.
Sistem tradisional mendasar spesialisasi sehingga jasa tersentralisasi pada
masing-masing departemen jasa. Sistem Just In Time (JIT), jasa terdesentralisasi
pada masing-masing sel pemanufakturan.
8) Keterlibatan tinggi dibanding keterlibatan rendah.
Dalam sistem tradisional, keterlibatan dan pemberdayaan keryawan relatif
rendah karena karyawan fungsinya melaksanakan perintah atasannya. Dalam sistem
Just In Time (JIT), manajemen harus dapat memberdayakan para karyawannya
dengan cara melibatkan mereka atau memberi peluang pada mereka untuk
berpartisipasi dalam manajemen organisasi. Keterlibatan ini dapat meningkatkan
produktivitas dan efisiensi biaya secara menyeluruh.
9) Gaya pemberi fasilitas dibanding gaya pemberi perintah.
Sistem tradisional pada umumnya menggunakan gaya manajemen sebagai
supervisor karena fungsi utamanya adalah memerintah para karyawan untuk
melaksanakan kegiatan. Sistem Just In Time (JIT) memerlukan keterlibatan
karyawan sehingga mereka dapat diberdayakan, maka gaya manajemen yang cocok
adalah sebagai fasilitator bukan sekedar supervisor.
10) Total Quality Control (TQC) dibanding Accepted Quality Level (AQL).
Sistem JIT membutuhkan penekanan yang lebih kuat pada pengendalian mutu
sehingga memerlukan TQC. Total Quality Control (TQC) adalah pendekatan
pengendalian mutu yang mencakup seluruh usaha secara berkesinambungan dan
tiada akhir untuk menyempurnakan mutu agar tercapai kerusakan nol atau terbebas
dari kerusakan. Sistem tradisional menggunakan pendekatan AQL. Accepted
Quality Level (AQL) adalah pendekatan pengendalian mutu yang memungkinkan
atau mencadangkan terjadinya kerusakan namun tidak boleh melebihi tingkat
kerusakan yang telah ditentukan sebelumnya. 

Jadi inti dari diciptakan JIT itu sendiri adalah untuk menghilangakan
pemborosan pemborosan yang terjadi di dalam sistem produksi di sebuah pabrik
sehingga pabrik itu sendiri dapat mengeluarkaan biaya biaya untuk sesuatu yang
tepat sasaran sehingga biaya produksi dapat menjadi efisien dan efektif sehingga
juga dapat membuat harga dari barang yang akan di jual kepada konsumen menjadi
lebih murah dan akan berdampak efektif terhadap penjualan. sedangkan dalam
pabrik yang mengunakan sistem konvensional hanya memproduksi barang yang
akan di jual saja tanpa memberlakukan perhitungan terlebih dahulu.
sekian paparan saya mengenai JIT dan perbedaan dengan sistem lainnya.

3. Konsep backflush costing


Backflush costing merupakan suatu metode costing untuk mengakumulasikan
biaya dengan menyederhanakan sistem costing dimana mempersingkat pencatatan
akuntansi atas aliran biaya manufaktur.
Backflush costing diterapkan untuk perusahaan dengan proses produksi
berlangsung sangat cepat sehingga pencatatan akuntansi tradisional tidak memadai lagi,
karena selalu
ketinggalan.
Tujuan dari Backflush costing adalah mengurangi jumlah kejadian yg diukur dan
dicatat
dalam system akuntansi. Backflush costing menunda pencatatan beberapa jurnal entry
hingga
akhir masa produksi atau akhir siklus penjualan, sehingga biaya utk penerapannya lebih
rendah dibandingkan dgn sistem job order dan process costing.
Perbedaan Backflush costing dgn job order & process costing adl kurangnya
penelusuran biaya terinci atas biaya work in process (WIP). Akun persediaan
(inventory) tidak lagi disesuaikan selama periode akuntansi, tetapi saldonya dikoreksi
menggunakan ayat jurnal pd akhir periode.
Perbedaan lainnya adalah sistem normal costing dan standar menggunakan
penelusuran biaya secara berurutan dgn 4 tahapan/trigger points, Dimana sistem normal
pencatatan jurnal 4 tahapan mulai dr pembelian material, work in process, pencatatan
finished goods sampai ke
penjualan. Dalam sistem backflush costing akan menyederhanakan sistem costing tanpa
harus
kehilangan informasi yg relevan dlm pembebanan biaya produk.

Ada beberapa alternatif dlm #backflush costing dgn penekanan yg berbeda pada
pentahapan
dlm trigger points nya, yaitu :
1. Trigger points, dgn pencatatan jurnal pembelian material, penyelesaian finished
goods,
dan penjualan produk jadi #backflush . Dengan metode 3 trigger points,
menggabungkan
pencatatan jurnal pembelian material dgn work in process dalam satu akun. Maka dlm 3
trigger points hanya akan ada 2 akun inventory yaitu : 1. Raw and In-process, 2.
Finished
goods
2. Trigger points, dgn pencatatan jurnal pembelian material dan penjualan produk jadi
dimana hanya akan ada 1 akun inventory yaitu Inventory control.
3. Trigger points, dgn pencatatan penyelesaian finished goods dan penjualan produk
jadi.

Backflush costing menekankan pd penjualan bukan penyelesaian produk utk


mendorong
manajer fokus pada penjualan produk.
Pencatatan akuntansi dgn metode backflush costing adalah :
1. Penggabungan Raw material dgn work in process menjadi Raw and in-process
2. Adanya akun Raw In-Process (RIP) karena perusahaan menerapkan zero inventory
3. Komponen biaya bahan baku atas pekerjaan yang telah selesai dibackflush dari RIP
4. Komponen biaya bahan baku atas pekerjaan yang telah terjual dibackflush dari
Finished
Goods
5. Saldo akhir ditetapkan dalam akun persediaan dengan melakukan penyesuaian
terhadap
bagian conversion cost.
6. Biaya tenaga kerja langsung dibebankan ke akun Cost Of Goods Sold (Harga Pokok
Penjualan)
7. Biaya Overhead pabrik dibebankan ke FOH control, dari FOH control dibebankan ke
COGS (Cost Of Goods Sold).
8. Penentuan harga pokok #backflush dari mengeliminasi akun work in process dan
membebankan biaya produksi secara langsung pada finished goods.

4. Hubungan JIT dengan backflush costing


Backflush costing ini berkaitan dgn sistem Just In Time Purchasing (JIT), perusahaan
yg menerapkan JIT menggunakan metode backflush costing. JIT yaitu suatu sistem tepat
waktu yg dirancang untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu
penyerahan seefisien mungkin. Dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yg terdapat
dlm proses produksi sehingga perusahaan meyerahkan produk sesuai permintaan
konsumen.

Jadi, dengan metode backflush costing membantu perusahaan dalam proses produksi
yang tepat waktu. Selain itu juga diterapkan oleh perusahaan manufaktur dgn tingkat
produksinya yg sangat cepat.
Perusahaan menggunakan backflush costing jika terdapat kondisi sebagai berikut :
a.Perusahaan menerapkan sistem Just In time
b. Manajemen ingin sistem akuntansi yang sederhana
c. Setiap produk ditentukan biaya standarya
d. Metode ini menghasilkan penentuan harga pokok produk yang kira-kira
menghasilkan informasi keuangan yang sama dengan penelusuran secara berurutan.

Backflush costing tidak hanya terbtas pd perusahaan yg menerapkan JIT. Perusahaan


yg tidak menerapkan JIT pun dapat menggunakan backflush costing. Terutama untuk
perusahaan dengan lead time produksi yg singkat atau perusahaan yg tingkat inventory
nya cukup stabil.
Namun backflush costing juga memiliki kelemahan yaitu kesulitan dalam
penelusuran jejak
audit, dan kurangnya penelusuran rinci atas biaya WIP. Namun demikian, ketiadaan
inventory dlm jumlah besar akan mendorong manajemen utk fokus pada pengelolaan
operasional sistem produksi yaitu melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja,
pengendalian dengan sistem komputer, dan pengembangan ukuran kinerja non-financial.

5. Analogi dasar dari akuntansi keuangan


Dua metode persediaan yang berbeda digunakan oleh perusahaan
nonmanufaktur, yaitu: metode perpetual dan metode periodik. Dalam metode
perpetual, akun persediaan barang dagangan didebit atas setiap pembelian barang dan
dikredit atas biaya dari setiap penjualan barang. Tujuannya adalah untuk mencatat
setiap peningkatang atau penurunan dalam biaya barang dagangan yang ada dalam
persediaan. Akuntansi terinci dalam jumlah yang signifikan dilakukan dalam metode
ini, dan hal ini bisa dianalogikan dengan penelusuran terinci atas barang dalam
proses yang diperlukan oleh perhitungan biaya berdasarkan pesanan dan perhitungan
biaya berdasarkan proses untuk perusahaan manufaktur.

Akan tetapi, metode persediaan periodik membiarkan saldo awal dari akun
persediaan barang dagangan tidak berubah selama periode akuntansi. Penyesuaian di
akhir periode dibuat agar saldo akhirnya sama dengan hasil perhitungan fisik. Harga
Pokok penjualan, yang merupakan total aliran keluar dari barang dagangan untuk
periode akuntansi tersebut, dihitung dan dicatat hanya di akhir periode. Hali ini
dilakukan dengan menambhkan saldo awal biaya persediaan barang dagangan ke
total pembelian dan menguranginya dengan biaya persediaan barang akhir. Ayat
jurnal diginakan menyesuaikan akun persediaan barang dagangan ke saldo akhir
yang benar dan mencatat harga pokok penjualan untuk periode tersebut. Seperti tidak
dilakukannya akuntansi yang terinci atas persediaan barang dagangan pada metode
periodik, demikian pula tridak ada penelusuran terinci atas persediaan WIP yang
dilakukan oleh produsen yang menggunakan perhitungan biaya backflush-
keduanyan bergantung pada perhitungan di akhir periode dan penyesuaian atas akun
persediaan.

You might also like