You are on page 1of 30

UNIVERSITAS JAMBI

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Ketua : Aifa Al Hadawiyah_N1A119129_5AKK

Anggota :

Identitas Mahasiswa 1. Rozi hasymi erizal_N1A119139_5AKK


2. Nur nilam sari_N1A119040_5AKK
3. Andi Rezki Saputri_N1A119149_5AKK
4. Sundari_N1A119148_5AKK
5. Reza Dwi Wahyudi_N1A119202_5Kesling

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


Nama Mata Kuliah
BIDANG KESEHATAN

HUBAYBAH SKM.,MKM
Nama Dosen
RUMITA ENA SARI SKM., MKM

Tanggal Pengumpulan
19 Oktober 2021
Terakhir

Jumlah Kata MINIMAL 5000 KATA

Saya menyatakan bahwa tugas yang saya susun adalah hasil kerja sendiri. Materi
yang digunakan untuk pembuatan tugas ini dirangkum dari berbagai sumber dan
telah dicantumkan sumber bacaannya.
(Tanda tangan)

___________________________________ Tanggal 19/Oktober/2021


(AIFA AL HADAWIYAH)
KASUS 3 dan 4

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang dikembangkan sejak tahun 1968


merupakan fasilitas kesehatan terdepan dan ujung tombak penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dasar di tingkat masyarakat. Puskesmas seharusnya menjadi salah satu kunci
sukses Indonesia dalam meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat. Namun, sejak
era desentralisasi, kinerja Puskesmas mulai menurun. Beberapa capaian indikator utama
status kesehatan masyarakat stagnan dan penurunannya sangat lambat seperti Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
juga menurun ditandai dengan contraceptive prevalence rate (CPR) yang menurun. Fungsi
utama Puskesmas yang mengedepankan upaya promotif dan preventif, termasuk di dalamnya
penjangkauan (outreach) kepada masyarakat juga menurun di era JKN. Saat ini Puskesmas
sangat fokus pada upaya kuratif.
Tantangan pembangunan kesehatan terus meningkat. Transisi demografi yang
ditunjukkan dengan meningkatnya proporsi penduduk produktif dan penduduk lansia di masa
depan, serta transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya penyakit tidak menular,
menuntut kesiapan Puskesmas dalam memberikan pelayanan terdepan. Sementara itu,
beberapa penyakit menular belum teratasi dengan baik seperti tuberkulosis, malaria, dan
HIV/AIDS. Kesemuanya itu membutuhkan upaya promotif dan preventif yang merupakan
tugas utama Puskesmas.
Dengan berbagai tantangan tersebut, peran pelayanan kesehatan dasar dan keberadaan
Puskesmas sebagai provider utama masih tetap relevan. Dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, meningkatkan akses pelayanan kesehatan
dasar yang berkualitas menjadi salah satu arah kebijakan pembangunan kesehatan. Ke depan,
peran Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar harus terus diperkuat.
Puskesmas memiliki tugas pokok dan fungsi utama yaitu membina kesehatan wilayah,
melaksanakan UKM dan UKP, serta manajemen Puskesmas. Sebagai pembina kesehatan
wilayah, Puskesmas berkoordinasi dengan klinik swasta yang melaksanakan pelayanan
kesehatan dasar secara parsial (utamanya UKP). Sejak era desentralisasi, banyak Puskemas
tidak memenuhi standar, terutama tenaga UKM. Hal ini diperparah dengan adanya kebijakan
moratorium pengangkatan PNS, kecuali dokter, perawat, dan bidan. Kemudian, sejak JKN,
beban kerja Puskesmas untuk UKP meningkat signifikan. Fungsi Puskesmas bergeser dan
tereduksi menjadi “klinik pengobatan”. Dampak perubahan fungsi Puskesmas terhadap
kinerja UKM cukup memprihatinkan, seperti terlihat pada indikator program-program UKM
(cakupan imunisasi dan ASI ekslusif yang menurun, CPR KB dan CDR TB stagnan, serta
penurunan stunting pada balita tidak signifikan).
Permasalahan kinerja pegawai banyak mendapatkan sorotan. Pegawai puskesmas,
baik dari tenaga honorer, ataupun aparatur sipil negara, permasalahannya beragam. Berbicara
tentang aparatur pemerintah yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) seakan tak ada habisnya.
Mulai dari bagaimana melakukan rasionalisasi mengingat jumlahnya yang sudah terlampau
banyak, meningkatkan gaji untuk mencegah praktik korupsi maupun meningkatkan
produktivitas yang selama ini boleh dikata masih rendah, sampai dengan rencana
penghapusan pensiun. Pengukuran kinerja bertujuan agar organisasi dapat mengukur tingkat
kinerja karyawannya sehingga organisasi memiliki sumber daya manusia yang berkualitas,
bersih, dan berdaya saing sehingga tercipta pelayanan publik yang sesuai dengan harapan
masyarakat. Di lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dikenal dengan DP-3 (Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) yang diatur dalam PP 10 Tahun 1979. Kenyataan empirik
menunjukkan proses penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS cenderung terjebak ke dalam
proses formalitas. Penilaian DP3-PNS, lebih berorientasi pada penilaian kepribadian
(personality) dan perilaku (behavior) terfokus pada pembentukan karakter individu dengan
menggunakan kriteria behavioral, belum terfokus pada kinerja, peningkatan hasil,
produktivitas (end result) dan pengembangan pemanfaatan potensi. Penilaian prestasi kerja
merupakan alat kendali agar setiap kegiatan pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)
oleh setiap PNS selaras dengan tujuan yang telah diterapkan dalam Rencana Straegis
(Renstra) dan Rencana Kerja (Renja) organisasi. Penilaian prestasi kerja PNS secara
sistematik menggabungkan antara unsur penilaian Sasaran Kerja Pegawai dengan unsur
penilaian Perilaku Kerja.
BAB 1. LANDASAN TEORI
Penilaian kinerja Puskesmas adalah suatu upaya untuk melakukan penilaian hasil
kerja/ prestasi Puskesmas. Pelaksanaan penilaian dimulai dari tingkat Puskesmas sebagai
instrumen mawas diri karena setiap Puskesmas melakukan penilaian kinerjanya secara
mandiri, kemudian Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melakukan verifikasi hasilnya.
Adapun aspek penilaian meliputi hasil pencapaian cakupan dan manajemen kegiatan
termasuk mutu pelayanan (khusus bagi Puskesmas yang telah mengembangkan mutu
pelayanan) atas perhitungan seluruh Puskesmas. Berdasarkan hasil verifikasi, dinas kesehatan
kabupaten / kota bersama Puskesmas dapat menetapkan Puskesmas kedalam kelompok
(I,II,III) sesuai dengan pencapaian kinerjanya. Pada setiap kelompok tersebut, dinas
kesehatan kabupaten/kota dapat melakukan analisa tingkat kinerja Puskesmas berdasarkan
rincian nilainya, sehingga urutan pencapian kinerjanya dapat diketahui, serta dapat dilakukan
pembinaan secara lebih mendalam dan terfokus.
A. TUJUAN DAN MANFAAT PENILAIAN KINERJA PUSKESMAS
1. Tujuan Umum
Tercapainya tingkat kinerja Puskesmas yang berkualitas secara optimal dalam
mendukung pencapaian tujuan pembangunan kesehatan kabupaten / kota.
2. Tujuan Khusus
1. Mendapatkan gambaran tingkat pencapaian hasil cakupan dan mutu kegiatan
serta manajemen Puskesmas pada akhir tahun kegiatan.
2. Mendapatkan gambaran tingkat pencapaian hasil cakupan dan mutu kegiatan
serta manajemen Puskesmas pada akhir tahun kegiatan.
3. Mengetahui tingkat kinerja Puskesmas pada akhir tahun berdasarkan urutan
peringkat kategori kelompok Puskesmas.
4. Mendapatkan informasi analisis kinerja Puskesmas dan bahan masukan dalam
penyusunan rencana kegiatan Puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota
untuk tahun yang akan datang.
3. Manfaat Penilaian Kinerja Puskesmas :
1. Puskesmas mengetahui tingkat pencapaian (prestasi) kunjungan dibandingkan
dengan target yang harus dicapai.
2. Puskesmas dapat melakukan identifikasi dan analisis masalah, mencari
penyebab dan latar belakang serta hambatan masalah kesehatan di wilayah
kerjanya berdasarkan adanya kesenjangan pencapaian kinerja Puskesmas (output
dan outcome)
3. Puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota dapat menetapkan tingkat
urgensi suatu kegiatan untuk dilaksanakan segera pada tahun yang akan datang
berdasarkan prioritasnya.
4. Dinas kesehatan kabupaten/kota dapat menetapkan dan mendukung kebutuhan
sumber daya Puskesmas dan urgensi pembinaan Puskesmas.
B. RUANG LINGKUP PENILAIAN KINERJA PUSKESMAS
Ruang lingkup kinerja Puskesmas meliputi penilaian pencapaian hasil pelaksanaan
pelayanan kesehatan, manajemen Puskesmas dan mutu pelayanan. Penilaian terhadap
kegiatan upaya kesehatan wajib Puskesmas yang telah ditetapkan di tingkat propinsi dan
kegiatan kesehatan pengembangan/inovativ yang ditetapkan oleh propinsi dan bisa
ditambahi oleh kabupaten/kota, apabil di wilayah puskesmas tersebut mempunyai
program unggulan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sudah diukur dengan
kemampuan sumberdaya termasuk ketersediaan dan kompetensi tenaga pelaksananya,
degan tetap memperhatikan arahan dan kebijakan tingkat propinsi dan pusat, yang
dilandasi oleh kepentingan daerah dan nasional termasuk konsesnsus global/kesepakaan
dunia (antara lain penanggulangan penyakit polio, TBC, malaria, diare, kusta dan lain
lain).
Puskesmas yang telah melaksanakan upaya kesehatan pengembangan baik berupa
penambahan upaya maupun sub variabel upaya kesehatan inovasi, tetap dilakukan
penilaian. Hasil kegiatan (output atau outcome) yang dilakukan puskesmas merupakan
nilai tambah dalam penilaian kinerjanya dan tetap harus diperhitungkan sesuai dengan
kesepakatan.
Apabila upaya kesehatan pengembanga tersebut merupakan kebutuhan daerah yang
telah didukung dengan ketersediaan dan kemampuan sumberdaya di daerah yang
berssangkutan maka dimungkinkan untuk dikembangkan secara lebih luas di seluruh
puskesmas dalam suatu wilayah kabupaten/kota. Oleh karenanya, kegiatan tersebut sudah
harus diperhitungkan untuk dilakukan penilaian di seluruh puskesmas.
Dengan pendekatan demikian maka penilaian pelaksanaan kegiatan untuk masing-
masing puskesmas kemungkinan “tidak lagi sama di seluruh puskesmas”, melainkan
hanya berdasarkan “kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh puskesmas yang
bersangkutan”. Secara garis besar lingkup penilaian kinerja puskesmas tersebut
berdasarkan pada upaya-upaya puskesmasdalam menyelenggaraka pelayanan kesehatan
yang meliputi :
1. Upaya Kesehatan Wajib sesuai dengan kebijakan nasional, dimana penetapan
jenis pelayanannya disusun oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
2. Upaya kesehatan pengembangan/inovatif antara lain penambahanupaya
kesehatan atau sub ariabel upaya kesehatan dalam pelaksanaan pengembangan
program kesehatan yang dilaksanakan di puskesmas.
3. Pelaksanaan manajemen puskesmas dalam penyelenggaraan kegiatan, meliputi :
4. Proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan lokakarya mini dan pelaksanaan
penilaian kinerja,
5. Manajemen sumberdaya termasuk manajemen alat, obat, keuangan, dsb.
6. Mutu pelayanan puskesmas, meliputi :
7. Penilaian input pelayanan berdasarkan standar yang ditetapkan.
8. Penilaian proses pelayanan dengan menilai tingkat kepatuhannya terhadap
standar pelayanan yang telah ditetapkan.
9. Penilaian output pelayanan berdasarkan upaya kesehatan yang diselenggarakan.
Dimana masing-masing program/kegiatan mempunyai indikator mutu tersendiri,
sebagai contoh angka rop out pengobatan pada program penanggulangan TBC.
10. Penilaian outcome pelayanan antara lain melalui pengukuran tingkat kepuasan
pengguna jasa pelayanan puskesmas.
Belum semua kegiatan pelayanan yang dilaksanakan di Puskesmas dapat dinilai
tingkat mutunya, baik dalam aspek input, proses, output maupun outcomenya, karena
indikator dan mekanisme untuk penilaiannya belum ditentukan. Sehingga secara keseluruhan
tidak akan diukur dalam penilaian kinerja, akan tetapi dipilih beberapa indikator yang sudah
ada standar penilaiannya.
Perkembangan yang terjadi di Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini menuntut
terbentuknya pemerintahan yang baik (Good Governance). Pemerintah saat ini tidak hanya
dituntut untuk dapat memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat, melainkan
juga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien.Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem
upaya kesehatan. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten
atau Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya. Pada saat ini Puskesmas telah didirikan hampir di seluruh pelosok tanah air. Untuk
menjangkau wilayah kerjanya puskesmas diperkuat dengan puskesmas pembantu, puskesmas
keliling dan untuk daerah yang jauh dari sarana pelayanan rujukan, puskesmas dilengkapi
dengan fasilitas rawat inap (Depkes RI, 2009). Sekalipun Puskesmas telah sukses menjadi
media upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
namun masih saja terdapat keluhan akan kinerja pegawai puskesmas. Berbicara tentang
aparatur pemerintah yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) seakan tak ada habisnya. Mulai dari
bagaimana melakukan rasionalisasi mengingat jumlahnya yang sudah terlampau banyak,
meningkatkan gaji untuk mencegah praktik korupsi maupun meningkatkan produktivitas
yang selama ini boleh dikata masih rendah, sampai dengan rencana penghapusan pensiun.
Salah satu upaya meningkatkan produktivitas PNS adalah melalui penilaian kinerja
berdasarkan kompetensi.
Pengukuran kinerja bertujuan agar organisasi dapat menukur tingkat kinerja
karyawannya sehingga organisasi memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, bersih,
dan berdaya saing sehingga tercipta pelayanan publik yang sesuai dengan harapan
masyarakat.Di lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dikenal dengan DP-3 (Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) yang diatur dalam PP 10 Tahun 1979. Kenyataan empirik
menunjukkan proses penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS cenderung terjebak ke dalam
proses formalitas.Penilaian DP3-PNS, lebih berorientasi pada penilaian kepribadian
(personality) dan perilaku (behavior) terfokus pada pembentukan karakter individu dengan
menggunakan kriteria behavioral, belum terfokus pada kinerja, peningkatan hasil,
produktivitas (end result) dan pengembangan pemanfaatan potensi. Dengan banyaknya
ditemukan kelemahan pada pelaksanaan DP3 PNS maka diperlukan beberapa perbaikan dan
penyempurnaan. Penyempurnaan DP3 PNS secara umum diarahkan sesuai dengan
perkembangan tuntutan kualitas dalam pembinaan kualitas Suber Daya Manusia Pegawai
Negeri Sipil.
Penilaian prestasi kerja merupakan alat kendali agar setiap kegiatan pelaksanaan
Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) oleh setiap PNS selaras dengan tujuan yang telah
diterapkan dalam Rencana Straegis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja) organisasi.
Penilaian prestasi kerja PNS secara sistematik menggabungkan antara unsur penilaian
Sasaran Kerja Pegawai dengan unsur penilaian Perilaku Kerja. SKP memuat kegiatan tugas
jabatan dan target yang harus dicapai. Setiap kegiatan tugas jabatan yg akan dilakukan harus
berdasarkan pada tugas dan fungsi, wewenang, tanggung jawab, dan uraian tugas yg telah
ditetapkan dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK).
Sasaran Kerja Pegawai (SKP) merupakan salah satu unsur di dalam Penilaian Prestasi
Kerja PNS yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 dan
pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara No 1 Tahun
2013. Proses penilaian kinerja Puskesmas Rowosari sudah mengunakan metode penilaian
berdasarkan SKP dan Perilaku Kerja. Pengisian realisasi target SKP perbulan, mulai bulan
Juni 2015 sudah dilakukan oleh masing-masing pegawai secara online. Penerapan sistem
online pada penginputan realisasi capaian SKP di Puskesmas Rowosari yang tujuannya
memudahkan pegawai untuk mengukur pencapaian kinerjanya tiap bulan, ternyata
mengalami hambatan dalam realisasinya. Hambatan tersebut antara lain karena sulitnya
sinyal internet di daerah Rowosari dan belum masuknya jaringan telefon di daerah tersebut,
serta belum mampunya SDM untuk mengakses sistem online tersebut terutama yang sudah
berusia lanjut. Proses penilaian kinerja yang mengacu pada akumulasi pencapaian SKP dan
Perilaku Kerja penerapannya di Puskesmas Rowosari masih mengalami kendala, padahal
sistem teknologi tersebut memegang peran penting dalam proses penilaian kinerja pegawai.
Bertolak dari masalah tersebut peneliti tertarik untuk melakukan “penilaian kinerja pegawai
puskesmas rowosari kecamatan tambalang”.

C. MANFAAT KINERJA PUSKESMAS

1. Puskesmas mengetahui tingkat pencapaian ( prestasi ) kunjungan dibandingkan


dengan target yang harus di capainya.
2. Puskesmas dapat melakkukan identifikasi dan analisis masalah, mencari penyebab
dan latar belakang serta hambatan masalah kesehatan di wilayah kerjanya berdasarkan
adanya kesenjangan pencapainan kinerja Puskesmas ( out put dan out come ).
3. Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat menetapkan tingkat urgensi
suatu kegiatan untuk dilaksanakan segera pada tahun yang akan datang berdasarkan
prioritasnya.
4. Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat menetapkan dan mendukung kebutuhan
sumberdaya Puskesmas dan urgensi pembinaan Puskesmas

D. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS


1 Kinerja Organisasi Publik
Menurut Surjadi (2009:7) kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai
suatu organisasi tercapainya tujuan organisasi berarti bahwa, kinerja suatu organisasi
itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang
didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Chaizi Nasucha
( Sinambela, 2012 : 186 ) menyatakan bahwa kinerja organisasi didefinisikan juga
sebagai efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan yang
ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui usaha – usaha yang sistemik
dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus menerus untuk mencapai
kebutuhannya secara efektif. Menurut Yeremias T. Keban dalam bukunya yang
berjudul “ Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik”kinerja institusi atau yang
lebih dikenal dengan kinerja organisasi berkenaan dengan sampai seberapa jauh suatu
institusi telah melaksanakan semua kegiatan pokok sehingga tercapai visi dan misi
dari institusi / organisasi tersebut.
2 Dimensi Kinerja
Menurut Dwiyanto (2002, 48-49) ada 5 dimensi yang dipakai sebagai kriteria
penilaian terhadap kinerja organisasi yang dapat diperoleh dari beberapa sumber dan
cara, antara lain:
1. Produktivitas, adalah kemampuan suatu organisasi untuk menghasilkan suatu
barang dan jasa. Penilaian produktifitas suatu organisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan kuantitas dan kualitas dokumen-dokumen yang tersedia di organisasi
tersebut, yaitu catatan dan laporan-laporan organisasi dari berbagai sumber data dan
informasi yang penting dalam menunjukkan produktivitas kerja organisasi.
2. Kualitas pelayanan, sumber data utama dari kualitas layanan didapat dari
penggunaan jasa atau masyarakat dalam melakukan penilaian terhadap kualitas
layanan, salah satu cara yang dapat digunakan adalah survei terhadap individu atau
masyarakat yang menggunakan jasa suatu organisasi dan menggunakan cek silang
terhadap laporan dan dokumen mengenai pelayanan yang diberikan dengan mengukur
kepuasaan mereka terhadap kualitas layanan organisasi tersebut.
3. Responsivitas, adalah kemampuan organisasi dalam mengenali kebutuhan
masyarakat untuk menyusun prioritas pelayanan, serta pengembangan program-
program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Data
untuk menilai responsivitas bersumber dari organisasi dan masyarakat.
4. Responsibilitas adalah tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas apakah sesuai
dengan prinsip-prinsip administratif dan kebijaksanaan suatu organisasi. Hal ini dapat
dinilai dari analis terhadap dokumen dan laporan kegiatan organisasi dengan
mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur
organisasi dan ketentuan-ketentuan dalam organisasi.
5. Akuntabilitas adalah kemampuan suatu organisasi mengimplementasikan
kebijaksanaan dan kegiatannya secara konsisten dengan kehendak masyarakat yaitu
tidak hanya pada pencapaian target organisasi tetapi juga sasaran yakni masyarakat.
Akuntabilitas suatu organisasi dapat dilakukan dengan survei terhadap penilaian
masyarakat.Pendapat lain, yang dikutip oleh Dwiyanto adalah menurut Kumorotomo
(Dwiyanto, 2002 : 49). Kumorotomo menggunakan beberapa dimensi untuk
menjadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, antara lain
sebagai berikut.
1. Efisiensi, Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi
pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta
pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.
2. Efektifitas, Efektifitas pencapaian tujuan organisasi pelayanan publik yang
berkaitan dengan rasionalitas, teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen
pembangunan.
3. Keadilan, mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan
oleh organisasi pelayanan publik. Isu mengenai
pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan
mampu dijawab dalam kriteria ini.
3 Daya Tanggap, Berbeda dengan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan
swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau
pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh karena itu, kriteria organisasi
tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan
demi memenuhi daya tanggap ini.
4 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Mahmudi (2005: 21) faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja juga dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.
2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat,
arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.
3. Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan
dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan
anggota
tim.
4. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang
diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.
5. Faktor kontekstual, meliputi : tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan
internal. Kinerja Soesilo (dalam Hessel,
2005: 180)
suatu organisasi birokrasi di masa depan juga disebabkan oleh faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang
menjalankan aktivitas organisasi.
2. Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi.
3. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan
berkarya secara optimal.
4. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base
untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi.
5. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan
teknologi bagi penyelenggara organisasi pada setiap aktivitas organisasi. Menurut
tokoh lain yaitu Ruky
(2001: 7), “Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja disebutkan antara lain sumber
daya manusia, budaya organisasi dan sarana dan prasarana”.
BAB 2. PERMASALAHAN KINERJA ORGANISASI PUSKESMAS
Sumber daya manusia saat ini masih menjadi pusat perhatian dan pijakan bagi suatu
organisasi untuk dapat bertahan di era globalisasi ini yang mana persaingannya semakin
ketat. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan pokok utama yang
perlu diperhatikan.
Keberhasilan suatu organisasi tidak bisa terlepas dari keterlibatan semua karyawan.
Selain faktor karna adanya karyawan yang membantu suatu organisasi, kinerja dari
karyawan itu sendiri juga dapat menjadi salah satu faktor yang membantu keberhasilan
suatu organisasi(1).
Penilaian kinerja merupakan kunci untuk memajukan suatu organisasi secara efektif
dan efisien sehingga nantinya akan mempengaruhi hasil kinerja sumber daya manusia(2).
Adapun fungsi dari adanya penilaian kinerja di organisasi yakni untuk perencanaan
sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, perencanaan
dan pengembangan karir, program kompensasi, hubungan karyawan internal, serta untuk
penilaian potensi tenaga kerja(1).
Berdasarkan RPJMN 2015-2019 salah satu sasaran yang akan dicapai yakni
meningkatkan akses pelayanan kesehatan dasar, melalui arah kebijakan tersebut
diharapkan peran puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar semakin terus
diperkuat.
Puskesmas sendiri memiliki tugas pokok dn fungsi utama membina kesehatan
wilayah, melaksanakan UKM dan UKP, serta manajemen Puskesmas. Sebagai pembina
kesehatan wilayah, Puskesmas berkoordinasi dengan klinik swasta yang melaksanakan
pelayanan kesehatan dasar secara parsial (utamanya UKP). Sejak era desentralisasi,
banyak Puskemas tidak memenuhi standar, terutama tenaga UKM. Hal ini diperparah
dengan adanya kebijakan moratorium pengangkatan PNS, kecuali dokter, perawat, dan
bidan. Kemudian, sejak JKN, beban kerja Puskesmas untuk UKP meningkat signifikan.
Fungsi Puskesmas bergeser dan tereduksi menjadi “klinik pengobatan”. Dampak
perubahan fungsi Puskesmas terhadap kinerja UKM cukup memprihatinkan, seperti
terlihat pada indikator program-program UKM (cakupan imunisasi dan ASI ekslusif yang
menurun, CPR KB dan CDR TB stagnan, serta penurunan stunting pada balita tidak
signifikan).
Permasalahan kinerja pegawai banyak mendapatkan sorotan. Pegawai puskesmas,
baik dari tenaga honorer, ataupun aparatur sipil negara, permasalahannya beragam.
Berbicara tentang aparatur pemerintah yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) seakan tak ada
habisnya. Mulai dari bagaimana melakukan rasionalisasi mengingat jumlahnya yang
sudah terlampau banyak, meningkatkan gaji untuk mencegah praktik korupsi maupun
meningkatkan produktivitas yang selama ini boleh dikata masih rendah, sampai dengan
rencana penghapusan pensiun. Pengukuran kinerja bertujuan agar organisasi dapat
mengukur tingkat kinerja karyawannya sehingga organisasi memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas, bersih, dan berdaya saing sehingga tercipta pelayanan publik
yang sesuai dengan harapan masyarakat. Di lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dikenal dengan DP-3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) yang diatur dalam PP 10
Tahun 1979. Kenyataan empirik menunjukkan proses penilaian pelaksanaan pekerjaan
PNS cenderung terjebak ke dalam proses formalitas. Penilaian DP3-PNS, lebih
berorientasi pada penilaian kepribadian (personality) dan perilaku (behavior) terfokus
pada pembentukan karakter individu dengan menggunakan kriteria behavioral, belum
terfokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas (end result) dan pengembangan
pemanfaatan potensi. Penilaian prestasi kerja merupakan alat kendali agar setiap kegiatan
pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) oleh setiap PNS selaras dengan tujuan
yang telah diterapkan dalam Rencana Straegis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja)
organisasi. Penilaian prestasi kerja PNS secara sistematik menggabungkan antara unsur
penilaian Sasaran Kerja Pegawai dengan unsur penilaian Perilaku Kerja.
Tahun 2018 merupakan tahun ke empat dalam pelaksanaan Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan 2015-2019. Pengukuran kinerja dilakukan dengan
membandingkan antara realisasi kinerja dengan target kinerja dari masing-masing
indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja. Melalui pengukuran
kinerja diperoleh gambaran pencapaian masing-masing indikator sehingga dapat
ditindaklanjuti dalam perencanaan kegiatan di masa yang akan datang agar setiap
kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Capaian kinerja
Kementerian Kesehatan pada tahun 2018 akan diuraikan menurut Sasaran Strategis
Kementerian Kesehatan. Sebagaimana disebutkan dalam Renstra Kemenkes Tahun 2015-
2019 dan Revisinya sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.01.07/Menkes/422/2017 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2015-2019.
Jumlah SDM Kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya pada tahun 2018 tercapai
226,82% atau sebesar 101.728 orang dari target 44.850 orang, artinya capaian IKU ketiga
tahun 2018 On Track dengan kriteria notifikasi HIJAU(3).

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara mendalam dan data sekunder


dokumen puskesmas Candilama yang dilakukan oleh Nova dan kawan-kawan faktor
penyebab rendahnya kinerja organisasi Puskesmas yaitu sumber daya manusia yang
dimiliki masih terbatas, adanya masalah dalam pengawasan utama (supervisi) seperti
tidak ingin tahu masalah sumber daya manusia/tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas
Candilama, lemahnya budaya organisasi, dan kurang tepatnya gaya kepemimpinan yang
digunakan pimpinan yang membuat motivasi kinerja pegawai berkurang(1).
Dikota Jambi sendiri, sistem pembangunan kesehatannya sudah mencakup dalam
kategori baik. Walaupun demikian, derajat kesehatan di Jambi masih terhitung rendah
apabila dibandingkan dengan provinsi tetangga. Permasalahan utama yang dihadapi
adalah rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang antara lain ditunjukkan dengan
masih tingginya angka kematian bayi, anak balita dan ibu maternal serta tingginya
proporsi balita yang menderita gizi kurang, masih tingginya angka kematian akibat
penyakit menular, kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan
kesehatan yang bermutu antar wilayah, belum meratanya pemenuhan tenaga kesehatan
dan terbatasnya sumber pembiayaan kesehatan serta belum optimalnya alokasi
pembiayaan kesehatan.
Kinerja individu dan organisasi saling berkaitan apabila kinerja individu baik maka
kinerja dari sebuah organisasi juga akan baik. Jika di lihat di indonesia kinerja individu
bisa di katakan belum optimal sekali sehingga banyak organisasi yang sukses atau target
kerjanya berhasil hanya karena beberapa orang yang ada di dalamnya, banyak sekali
faktor faktor yang menyebabkan kegagalan dari invidu itu sendiri, salah satunya
penempatan beban kerja yang tidak sesuai dengan basic skill nya sehingga
mengakibatkan terlambatnya individu dalam memahami beban kerja yang di limpahkan
kepadanya.
Permasalahan kinerja yang timbul di Indonesia dan Kota Jambi tidak terlepas dari
mutu pelayanan yang menjadi modal dalam mempertahankan roda organisasinya.
Beberapa alasan yang diungkapkan juga menyebutkan bahwa kinerja yang rendah
dikarenakan kurangnya dukungan organisasi pada mereka. Selain itu, kurang tepatnya
gaya kepemimpinan yang mereka hadapi sehingga kinerja yang dihasilkan pun kurang
tepat, dan juga kurangnya budaya organisasi bagi karyawan/pegawai.
BAB 3. KINERJA ORGANISASI
1. Ruang Lingkup

Organisasi meurupakan wadah atau sekelompok orang yang memiliki tata kerja yang
terusun serta memiliki struktur kewenangan dan tujuan tertentu. Sedangkan menurut
Gibson,1988:179 Kinerja merupakan hasil yang dicapai dari perilaku anggota organisasi.

Kenerja organisasi adalah kerja dan hasil yang di peroleh didalam organisasi. Pada
dasarnya istilah kinerja organisasi ini hanya untuk mengkrotrak kinernya individu (1).

Gambar di atas merupakan frameworkatau kerangka kerja system Pengukuran Kinerja


Individu dirancang dengan mempertimbangkan beberapa aspek, terdiridari: Penilaian prestasi
kerja individu, penilaian kompetensi, DP3, dan pengembangan diri (2).

2. Pengukuran kinerja organisasi terbagi menjadi tiga yaitu


a. Balanced Scorecard (BSC)
Balanced Scorecard dikembangkan oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1996.
Balanced merupakan keimbangan kerja dari berbagai prespektif, sedangkan Scorecard
yaitu suatu gambaran dari kebutuhan baik dari trategi maupun susunan. Balanced
Scorecard biasanya di pakai dalam menerjemahkan visi dan misi dalam kinerja
organisasi.
Adapun visi dan misi perusahaan yang diterjemahkan Balanced Scorecard melalui 4
perspektif yaitu;

b. Malcolm Baldrige
Malcolm Baldrige merupakan suatu pengukuran kinerja perusahaan secara
menyeluruh termaksud fungsi dalam suatu manajemen, aspek-aspek pendekatan,
menyebarluaskan, serta membandingkan dari hasil kinerja dari waktu ke waktu pada
perusahaan terbaik dalam bidangnya (bench marking).
Secara garis besar model Malcolm Baldrige terbagi mejadi empat yaitu;
 Product dan service
 Customer-focused
 Financial dan market
 operasional
c. National Quality Award (MBNQA)
Kriteria sasaran National Quality Award (MBNQA) yaitu membatu meningkatkan
daya saing antar perusahaan, MBNQA ditujukan guna meningkatkan hasil kerja
dalam perusahaan, membatu memberikan arah,menyiapkan perencanaan secara
menyeluruh, menilai kemajuan yang mengarah ke perusahaan kels dunia, mengetahui
bidang-bidang yang perlu di perbaiki, dan menentukan kekuatan yang sudah dimiliki
oleh perolehan award.

3. Factor yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi

Menurut Lusthaus 1999 faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi adalah sebagai
berikut;

a. Lingkungan Eksternal yang terdiri dari lingkungan adminstratif, aturan, kebijakan,


budaya social, ekonomi dan teknologi.
b. Motivasi organisasi yaitu pada sejarah, misi, budaya daan insentif atau imbalan.
c. Kapasitas organisasi, seperti strategi kepeminpinan, sumber daya manusia,
manajemen keuangan, proses organisasi, program manajemen, infrastruktur, dan
rantai institusional (3).
A. PENCAPAIAN PROGRAM PADA 5 TAHUN TERAKHIR
Analisa Capaian Kinerja
Gambar 1Capaian Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat Tahun 2020

Cakupan pelayanan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan


Riskesdas menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data
Riskesdas 2007, cakupan pelayanan persalinan di fasilitas kesehatan menunjukan angka
sebesar 41,6%, tahun 2010 sebesar 56,8%, pada tahun 2013 sebesar 70,4% dan pada tahun
2018 sebesar 79,3%. Meskipun secara nasional trend cakupan PF menunjukkan
kecenderungan yang meningkat, masih terdapat kesenjangan capaian antar wilayah di
Indonesia.
Berdasarkan data rutin, Cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan dari tahun 2017
sampai dengan tahun 2019 terus melampaui target, walaupun pada tahun 2019 menurun
dibandingkan tahun 2018. Demikian juga pada tahun 2020 menunjukkan penurunan.
Kecenderungan cakupan indikator Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat dilihat
dalam grafik berikut.

Cakupan Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada tahun 2020 menurut provinsi
dapat dilihat pada grafik berikut.

Adapun indikator kinerja organisasi perangkat daerah Dinas Kesehatan Provinsi Jambi yang
mengacu pada tujuan dan sasaran RPJMD 2016 -2021 adalah (4) :
B. SITUASI PANDEMI

Infeksi kuman Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan perdana
bandar ketahuan di bendung Wuhan, China ambang hasil Desember 2019. Virus ini berganda
pakai sangat dini dan sangkil mencamur ke mendekati semua mayapada, terhitung Indonesia,
semata-mata bagian dalam masa sejumlah bulan. Hal termuat memperkuat sejumlah
mayapada menuliskan kebaikan kepada menggariskan lockdown bagian dalam diagram
menghambat propaganda kuman Corona. Di Indonesia sendiri, dominasi menuliskan
kebaikan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) kepada menggencet
propaganda kuman ini.
Coronavirus adalah iring-iringan kuman yang racun menginfeksi tertib fotosintesis.
Pada berlebihan kasus, kuman ini semata-mata mengakibatkan barah fotosintesis ringan,
seumpama flu. Namun, kuman ini juga racun mengakibatkan barah fotosintesis berat,
seumpama barah paru-paru (pneumonia). Virus ini berganda menyeberangi percikan dahak
(droplet) berpokok kanal fotosintesis, misalnya detik bersinggasana di pendapa melayang
jiwanya yang gegak pakai pancuran aliran arus badai yang hisab kesetiaan atau afiliasi maju
pakai droplet.
Selain kuman SARS-CoV-mengekang atau kuman Corona, kuman yang juga terhitung
bagian dalam parlemen ini adalah kuman sebab Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
dan kuman sebab Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Meski disebabkan oleh
kuman berpokok parlemen yang sama, yaitu coronavirus, COVID-19 menyimpan sejumlah
kontradiksi pakai SARS dan MERS, seslat lain bagian dalam pasal tempo propaganda dan
keparahan gejala.
Organisasi pelayanan kesehatan dikenal juga sebagai pusat kesehatan masyarakat.
yang mana puskesmas merupakan upaya kesehatan masyarakat dan kesehatan perorangan
tingkat pertama dan lebih mementingkan upaya promotif dan preventif untuk mencapai mutu
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah pelayanannya. Dalam pelaksanaan
tugasnya Puskesmas mempunyai fungsi yaitu Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah kerjanya. analisis masalah
kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan Dinas yang diperlukan untuk membuat
rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dalam hal ini dukungan sistem
peringatan dini dan umpan balik manajemen penyakit (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas,) Visi dan misi pembangunan
kesehatan yang dilaksanakan Puskesmas adalah pembangunan kesehatan berdasarkan pola
dasar sehat, akuntabilitas daerah, kemandirian masyarakat, pemerataan, membangun serta
menggunakan elektronik. menjalin komunikasih dan keberlanjutan. dalam melaksanakan
Puskesmas, adalah untuk mendukung terwujudnya visi pembangunan kesehatan nasional.
Misi mendorong semua pemangku kepentingan untuk bertanggung jawab dalam pencegahan
dan pengurangan risiko terhadap kesehatan individu, keluarga, kelompok atau masyarakat,
dalam rangka mengintegrasikan dan mengatur pelaksanaan UKM dan UKP di semua
program dan sektor, memperkenalkan dukungan sistem rujukan. pengelolaan Puskesmas
(Permenkes RI nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, n.d). Puskesmas dikelompokkan
menurut karakteristik wilayah kerja dan spesialisasi organisasi. Puskesmas dibedakan
menurut karakteristik wilayah kerjanya: Puskesmas di perkotaan, Puskesmas di pedesaan,
Puskesmas di daerah terpencil atau sangat terpencil. Menurut kapasitas pelaksanaannya,
puskesmas dibagi menjadi puskesmas non rumah sakit dan puskesmas rumah sakit.
Puskesmas non rumah sakit adalah puskesmas yang tidak memberikan pelayanan rumah
sakit, tetapi memberikan pelayanan kebidanan secara normal. Puskesmas rawat inap adalah
puskesmas yang memiliki sumber daya tambahan untuk memberikan pelayanan rawat inap
berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan (Republik Indonesia, 2016) (5).
Disposisi Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk menghadapi
pandemi COVID19, berdasarkan indikator infrastruktur menunjukkan rata-rata persentase
infrastruktur yang disiapkan Puskesmas lebih dari 87%, namun ternyata masih Puskesmas
yang pertama. memberi . Fasilitas kesehatan yang tidak bersedia menanggapi pandemi
COVID19 dengan persentase 65,3% atau total 11 Puskesmas dari 216 responden dalam hal
kesiapan fasilitas kesehatan, termasuk isolasi ketersediaan ruangan, untuk perawatan,
peralatan medis dan organisasi pelayanan kesehatan(puskesmas) lainnya. Penyiapan logistik
untuk mendukung pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, antara lain obat esensial, alat
kesehatan, APD dan logistik lainnya di puskesmas, belum selesai dilakukan puskesmas
mengingat pandemi COVID19 dengan porsi 28% total dari 16 puskesmas menjadi 216
puskesmas.

C. MASALAH KESEHATAN SEBELUM PANDEM I DI KOTA JAMBI

Dalam pembangunan kesehatan di provinsi sudah cukup baik yang mana sudah
berhasih meningkatkan derajar kesehatan pada masyarakat. namun demikian derajat
kesehatan di provinsi masih terbilang cukup rendah dari provinsi-provinsi lainnya.
permasalahan-permasalahan yang di hadapi yaitu;
 rendahnya kualitas kesehatan penduduk, seperti masih tingginya angka kematian bayi,
belita dan juga ibu menternal
 masih banyak yang menderita gizi buruk
 tingginya angka kematian akibat PM
 kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu
 belum meratanya yankes
 masih terbatasnya sumber pembiayaan
belum maksimalnya alokasi pada pembiayaan kesehatan.Masalah kesehatan sebelum
pandemic pada kota jadi dilihat dari hasil kenerja kelompok yaitu;

1. Anggapan mutu yang terkesan seadanya


2. Sarana dan prasarana yang tidak memadai
3. Pelayanan kepada pasien tidak sesuai dengan SOP
4. Kurangnya pesediaan
5. Masih banyaknya puskesmas yang hanya memberi laporan kuratif tapi tidak
memberikan laporan preventif.
Dan masih bnyak lainya

Salah satu masalah kesehatan yaitu factor penghambat pada pelayanan puskesmas.

Adapun factor-faktor yang menghambat pelayanan puskesmas antara lain (6) ;

 Factor internal
 Pelaksanaan manajemen
 Sarana dan prasarana
 Tenaga medis
 Sumber keuangan puskesmas
 Pemerintah
 Retribusi
 PT. ASKES
 PT. JAMSOSTEK
 BPP (Badan Penyantun Puskesmas)
 Psiko-sosial antara tenaga media dengan penduduk
 Factor Eksternal
 Kondisi Geografis
 Pemerintah daerah
 Keadaan ekonomi penduduk
 Kondisi pendidikan penduduk dan
 Dinas kesehatan

BAB 4. SOLUSI
Keberhasilan pencapaian target sendiri disamping ditentukan oleh kinerja faktor
internal juga ditentukan oleh dukungan eksternal, seperti kerjasama dengan unit-unit lain di
lingkungan Dinas Keseshatan Provinsi sera institusi terkait lainnya.
Pelaksanaan Kinerja Organisasi sangatlah penting dalam mewujudkan visi dan misi
organisasi. Kinerja Organisasi tidak hanya melihat  capaian IKU semata, akan tetapi sebagai
sarana untuk menyusun rencana kerja pada periode berikutnya. Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara telah mengadopsi Kinerja Organisasi baik di Level
Kemenkeu One, Kemenkeu Two,dan Kemenkeu Three. Hasil implementasi pelaksanaan
Kinerja Organisasi di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selain dapat memantau progress
capaian IKU dan kendala dalam mencapai target, Dialog Kinerja Organisasi juga efektif
dalam merumuskan solusi dan inisiatif strategis dalam mencapai target.
Manajemen perlu merekomendasikan peninjauan kembali peraturan pada tingkat
pelayanan di puskesmas, peningkatan kapasitas, pengawasan dan penjaminan mutu, redefinisi
dan penguatan peran gatekeeper, ketersediaan peraturan dan penguatan kebijaka n rujukan
pasien, motivasi staf dalam memberikan pelayanan pelanggan. Siklus manajemen puskesmas
yang berkualitas merupakan rangkaian kegiatan rutin berkesinambungan, yang harus selalu
dipantau secara berkala dan teratur, diawasi dan dikendalikan sepanjang waktu. Kepala
puskesmas menjamin siklus manajemen yang berkualitas berjalan secara efektif dan efisien
menetapkan tim manajemen puskesmas yang berfungsi sebagai penanggung jawab mutu
manajemen puskesmas.
Memberikan pelayanan dengan kualitas yang terbaik bukanlah sesuatu yang mudah
bagi layanan kesehatan. Sehingga apa bila terjadi kesalahan dan ketidakmampuan dalam
memenuhi harapan masyarakat maka akan berdampak pada kepercayaan yang membentuk
persepsi ketidakpuasan terhadap suatu layanan kesehatan.
REFERENSI
1. Nugraha NC, Yuniawan A. IMPLEMENTASI IMPORTANCE AND PERFORMANCE ANALYSIS (IPA)
DALAM PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA KARYAWAN (PNS)(Studi pada Kementerian ….
Diponegoro J … [Internet]. 2017;6:1–14. Available from:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/djom/article/view/18020

2. Listiana N, Suryoputro A, Sriatmi A. Analisis Penyebab Rendahnya Kinerja Organisasi Di


Puskesmas Candilama Kota Semarang. J Kesehat Masy. 2018;6(1):49–56.

3. Kemenkes. Laporan kinerja kementerian kesehatan tahun 2018. 2018;

4. Effendi, Taufiq. MODEL PENYELENGGARAA DESAIN PENGUKURAN KINERJA INDIVIDU &


ORGANISASI. jakarta 12100, jl. jendral sudirman Kav 69 : Desember 2006, 2006.

5. APPRAISAL. RANCANGAN BUKU PANDUAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN KINERJA INDIVIDU.


[book auth.] Kementrian Pendidikan Nasional. s.l. : KEMENDIKNAS, 2010.

6. Kurniawati, Susanti. KINERJA ORGANISASI.

7. Halim, dr. Samsiran. Revisi Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Provinsi Jambi
2016-2021. revisi 1. jambi : s.n., 2018. pp. 1-129.

8. KESIAPSIAGAAN WILAYAH PADA PUSKESMAS SEBAGAI FASYANKES TINGKAT PERTAMA


DALAM MENGHADAPI PANDEMI COVID-19 BERDASARKAN INDIKATOR SDM DAN SARANA
PRASARANA. santoso. 6, jawa tengah : sekarlangits@yahoo.co.id, juni 2020, Vol. 2, pp. 128-
138. 2684-883X.

9. Makalah Permasalahan Puskesmas. 2014.


Pedoman Penilaian

Mata Kuliah : MANAJEMEN SDM BIDANG KESEHATAN

SKS/Semester : 2 sks / 5 (LIMA)

Judul Penugasan : PEMECAHAN MASALAH BERBASIS KASUS

Nama Mahasiswa/Kelompok : Kelompok 3

1. Aifa Al Hadawiyah
2. Rozi Hasymi Erizal
3. Nur Nilam Sari
4. Andi Rezki Saputri
5. Yulia Novita Sari
6. Sundari
7. Reza Dwi Wahyudi

Dosen : 1. HUBAYBAH SKM.,MKM


2. RUMITA ENA SARI SKM., MKM
Penilaian :

No Kriteria Nilai Nilai yang


Maksimum diberikan

1 Kualitas landasan teori tentang 20


topik masalah yang
dikemukakan. makalah/hasil
kajian
2 Ketepatan solusi yang 30
ditawarkan terhadap kasus
3 Ketepatan pembahasan tentang 20
kasus.
4 Ketepatan Isi dan kelengkapan 20
referensi
5 Kualitas penggunaan bahasa 10

Total 100

Komentar:

You might also like