You are on page 1of 43

UNIVERSITAS JAMBI

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Ketua : Aifa Al Hadawiyah_N1A119129_5AKK

Anggota :
1. Rozi hasymi erizal_N1A119139_5AKK
2. Nur nilam sari_N1A119040_5AKK
Identitas Mahasiswa
3. Andi Rezki Saputri_N1A119149_5AKK
4. Yulia Novita Sari_N1A119128_5Kesling
5. Sundari_N1A119148_5AKK
6. Reza Dwi Wahyudi_N1A119202_5Kesling

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


Nama Mata Kuliah
BIDANG KESEHATAN

HUBAYBAH SKM.,MKM
Nama Dosen
RUMITA ENA SARI SKM., MKM

Tanggal
Pengumpulan 28 September 2021
Terakhir

Jumlah Kata MINIMAL 5000 KATA

Saya menyatakan bahwa tugas yang saya susun adalah hasil kerja sendiri. Materi
yang digunakan untuk pembuatan tugas ini dirangkum dari berbagai sumber dan
telah dicantumkan sumber bacaannya.

(Tanda tangan)

___________________________________ Tanggal 28/09/2021


(Aifa Al Hadawiyah)
Pedoman Penilaian

Mata Kuliah : MANAJEMEN SDM BIDANG KESEHATAN

SKS/Semester : 2 sks / 5 (LIMA)

Judul Penugasan : PEMECAHAN MASALAH BERBASIS KASUS

Nama Mahasiswa/Kelompok : Kelompok 3

1. Aifa Al Hadawiyah
2. Rozi Hasymi Erizal
3. Nur Nilam Sari
4. Andi Rezki Saputri
5. Yulia Novita Sari
6. Sundari
7. Reza Dwi Wahyudi

Dosen : HUBAYBAH SKM.,MKM


RUMITA ENA SARI SKM., MKM
Penilaian :

No Kriteria Nilai Nilai yang


Maksimum diberikan

1 Kualitas landasan teori tentang 20


topik masalah yang dikemukakan.
makalah/hasil kajian
2 Ketepatan solusi yang ditawarkan 30
terhadap kasus
3 Ketepatan pembahasan tentang 20
kasus.
4 Ketepatan Isi dan kelengkapan 20
referensi
5 Kualitas penggunaan bahasa 10

Total 100
Komentar:
KASUS 2

Perencanaan dalam konteks manajemen merupakan upaya institusi untuk


menentukan tindakan yang tepat dengan menyediakan alternative pilihan di masa
mendatang melalui suatu proses sistematis. Perencanaan kebutuhan SDMK
menjadi salah satu fokus utama guna menjamin ketersediaan, pendistribusian,
dan peningkatan kualitas SDMK. Sistem Kesehatan Nasional
mendefinisikan SDMK sebagai tenaga kesehatan profesional, termasuk
tenaga kesehatan strategis, tenaga kesehatan nonprofesi, serta tenaga
pendukung/penunjang kesehatan, yang terlibat dan bekerja serta
mengabadikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan.
Perencanaan kebutuhan SDMK di kabupaten/kota dimulai dengan melihat
kebijakan terkait dengan perencanaan SDMK, pemenuhan kompetensi
tenaga perencana serta adanya pembiayaan yang menunjang. Dalam proses
perencanaan akan dilakukan upaya pemanfaatan data dan sistem informasi yang
sesuai serta pelaksanaan metode dan perhitungan kebutuhan yang telah
ditetapkan, sehingga akan dihasilkan output berupa perencanaan kebutuhan
SDMK. Permasalahan perencanaan kebutuhan SDMK akan berdampak
pada inefisiensi dan hambatan produktivitas organisasi. Tabel 1 dan tabel 2
menggambarkan kondisi SDMK dipuskesmas dan RS dan penyusunan rencana
kebutuhan SDMK.
BAB I
Landasan Teori

A. Konsep Dasar Perencanaan Sumber Daya Manusia


Perencanaan merupakan hal yang sangat fundamental sebelum melaksanakan
suatu kegiatan dalam berbagai hal, baik dalam sebuah perusahaan, lembaga
pendidikan ataupun berbagai instansi yang lain. Perencanaan dianggap penting
karena akan menjadi penentu dan sekaligus memberi arah terhadap tujuan yang
ingin dicapai. Penjelasan ini semakin menguatkan posisi strategis perencanaan
dalam sebuah lembaga. Perencanaan merupakan proses yang dikerjakan oleh
seorang manajer dalam usahanya untuk mengarahkan segala kegiatan untuk
meraih tujuan. Manajemen. (1)
Perencanaan SDM merupakan proses sistematis yang digunakan untuk
memprediksi permintaan dan penyediaan SDM dimasa yang akan datang. Secara
sederhana analisis kebutuhan pegawai merupakan suatu proses analisis yang logis
dan teratur untuk mematuhi jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan dalam
suatu unit organisasi. Tujuannya agar setiap pegawai pada semua unit organisasi
mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan tugas dan wewenang tanggung
jawabnya. (Rachmawati, 2008)
Pengelolaan SDM mengembangkan dan bekerja melalui sebuah system
manajemen sumber daya manusia yang terintegrasi dengan bagian lain dalam
sebuah manajemen. Pada umumnya terdapat lima area fungsional dalam
manajemen sumber daya manusia yang efektif: staffing, pengembangan SDM,
kompensasi, keselamatan dan kesehatan, serta hubungan antar staf. Perencanaan
dalam kelima area tersebut mutlak dibutuhkan sehingga dalam penyediaan dan
pengembangan staf, sistem kompensasi, sistem keselamatan dan kesehatan serta
hubungan antar staf dipersiapkan secara baik serta diarahkan selaras dengan
tujuan organisasi.(1)
Menurut Safarudin Alwi, 2001:143, dikatakan bahwa perencanaan SDM
adalah perencanaan yang disusun pada tingkat operasional yang diajukan untuk
memenuhi permintaan SDM dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Perencanaan
SDM pada dasarnya dibutuhkan ketika perencanaan bisnis sebagai implementasi
visi dan misi perusahaan telah ditetapkan. Visi perusahaan sebagai pemandu arah
sebuah bisnis kemana akan menuju dan dengan strategi apa bisnis tersebut akan
dijalankan. Berawal dari strategi bisnis tersebut kemudian strategi perencanaan
SDM apa yang akan dipilih. Strategi SDM yang dipilih dan ditetapkan sangat
menentukan kebutuhan SDM seperti apa yang akan diinginkan, baik secara
kuantitas maupun kualitas. (2)
Sedangkan menurut Safarudin Alwi, 2001:143, dikatakan bahwa perencanaan
SDM adalah perencanaan yang disusun pada tingkat operasional yang diajukan
untuk memenuhi permintaan SDM dengan kualifikasi yang dibutuhkan.
Perencanaan SDM pada dasarnyadibutuhkan ketika perencanaan bisnis sebagai
implementasi visi dan misi perusahaan telahditetapkan. Visi perusahaan sebagai
pemandu arah sebuah bisnis kemana akan menuju dandengan strategi apa bisnis
tersebut akan dijalankan. Berawal dari strategi bisnis tersebutkemudian strategi
perencanaan SDM apa yang akan dipilih. Strategi SDM yang dipilih
danditetapkan sangat menentukan kebutuhan SDM seperti apa yang akan
diinginkan, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Perencanaan SDM merupakan upaya memproyeksikan berapa banyak
karyawan dan macam apa yang dibutuhkan organisasi dimasa yang akan datang.
Semua organisasi/perusahaan harus menentukan masa depannya dengan berbagai
rencana yang relevan dengan tuntutan jaman. Pada era seperti sekarang ini, masa
depan sangat sukar diprediksi karena perubahan yang terjadi sangat cepat dan
massif. Dalam kondisi lingkungn bisnis yang kompetitif, kehidupan organisasi
bisnis dituntut untuk terus bergerak mengikuti arus perubahan yang sangat cepat
dan massif. (2)
Agar dalam pelaksanaan perencanaan SDM bisa berhasil, sedikitnya terdapat
empat aspek perencanaan SDM yang harus diperhatikan/dilakukan yaitu:
 berapa proyeksi jumlah karyawan yang dibutuhkan (forecasting of
employees),
 melakukan identifikasi SDM yang tersedia dalam organisasi (human resource
audit),
 melakukan analisis keseimbangan penawaran dan permintaan (demand and
suplay analysis),
 menjalankan program aksi (action program). (2)

B. Proses Perencanaan Sumber Daya Manusia


Proses perencanaan SDM diawali dengan memahami visi, misi, tujuan, strategi
dan struktur dari organisasi pendidikan terlebih dahulu serta mengkaji keadaan
SDM yang ada saat ini baik secara kuantitas maupun kualitas. Kemudian
menghitung kebutuhan SDM yang ingin dicapai yang sesuai dengan rencana
strategi organisasi. Selanjutnya pelajari berapa besar perbedaannya antara keadaan
SDM saat ini dengan kebutuhan SDM yang ingin dicapai dengan
memperhitungkan penyusutan dari SDM yang ada. Rumuskan berapa besar
jumlah SDM yang akan direkrut, demikian pula SDM mana yang sudah
berkelebihan atau tidak diperlukan lagi. Bagi SDM yang masih dibutuhkan
lakukan rencana rekrutnya, bagi SDM yang berkelebihan rencanakan penyusutan.
Untuk organisasi yang besar proses penentuan kebutuhan dan perencanaan
pemenuhan kebutuhannya, perlu didukung oleh pendekatan kuantitatif yang
memadai, dan dukungan oleh data yang akurat dan dapat dipercaya. (3)
Sebagai sebuah proses, perencanaan sumber daya manusia melibatkan
serangkaian kegiatan. Sedamayanti menguraikan empat kegiatan tersebut:
persediaan SDM saat sekarang, perkiraan supply dan demand SDM, pengadaan
SDM yang berkualitas, sistem pengawasan dan evaluasi sebagai umpan balik pada
sistem. Kegiatan peramalan dilakukan dengan membandingkan antara kebutuhan
atau tuntutan dan ketersediaan. Hal ini dapat menghasilkan tiga kemungkinan
seperti yang dikemukakan Mondy: (i) antara supply dan demand adalah sama; (ii)
surplus, maka yang dilakukan organisasi adalah penarikan tenaga kerja,
pengurangan jam kerja, pensiun dini, dan pemberhentian; (iii) kekurangan, maka
yang dilakukan adalah melakukan perekrutan melalui proses seleksi.(4)
Rangkaian pelaksanaan perencanaan SDM yang terintegrasi dengan rencana
strategi bisnis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang adalah sebagai
berikut:
1. Dalam proses perencanaan strategi bisnis, beberapa organisasi/perusahaan
akan melakukan:
a) Menyusun rencana strategi bisnis dengan perspektif jangka panjang (5-10
tahun) atau lebih di masa mendatang.
b) Menyusun rencana operasional bisnis yang dijabarkan dalam rencana strategi
dengan perspektif jangka sedang (3-5 tahun) di masa mendatang.
c) Menyusun rencana tindakan berupa anggaran dengan perspektif tahunan yang
menggambarkan kegiatan bisnis yang akan dilaksanakan selama satu tahun
(tahunan) dengan menyediakan anggaran tertentu untuk dapat diwujudkan.
(4)

2. Dalam kegiatan perencanaan SDM


a) Pada tahap awal perencanaan SDM mengidentifikasi isu-isu berdasarkan
komponen- komponen di dalam rencana strategi bisnis jangka panjang.
Beberapa komponen yang bisa dijadikan isu perencanaan SDM antara lain
(1) filsafat perusahaan, (2) laporan hasil penelitian tentang hal-hal seputar
lingkungan bisnis, (3) tujuan-tujuan dan sasaran strategis yang akan
dicapai, dan (4) hasil analisis SWOT perusahaan.
b) Pada tahap selanjutnya hasil analisis isu digunakan sebagai masukan dari
perencanaan operasional jangka menengah ke dalam tahap kegiatan
perkiraan kebutuhan SDM dalam proses perencanaan SDM.
c) Hasil perkiraan kebutuhan SDM tersebut dijadikan masukan secara integral
dalam penyusunan anggaran tahunan ke dalam langkah perencanaan SDM.
Secara skematis, pengaruh dari ketiga tingkatan perencanaan bisnis
terhadap perencanaan. (2)

C. Komponen-komponen Perencanaan SDM

Terdapat beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan


SDM, yaitu:

1) Tujuan
Perencanaan SDM harus mempunyai tujuan yang berdasarkan kepentingan
individu, organisasi dan kepentingan nasional. Tujuan perencanaan SDM
adalah menghubungkan SDM yang ada untuk kebutuhan perusahaan pada
masa yang akan datang untuk menghindari mismanajemen dan tumpang tindih
dalam pelaksanaan tugas. Tujuan utama perencanaan adalah memfasilitasi
keefektifan organisasi, yang harus diintegrasikan dengan tujuan perencanaan
jangka pendek dan jangka panjang organisasi. Dengan demikian, perencanaan
sumber daya manusia merupakan suatu proses menterjemahkan strategi bisnis
menjadi kebutuhan sumber daya manusia baik kualitatif maupun kuantitatif
melalui tahapan tertentu.(3)
2) Perencanaan organisasi
Perencanaan Organisasi merupakan aktivitas yang dilakukan perusahaan
untuk mengadakan perubahan yang positif bagi perkembangan organisasi.
Peramalan SDM dipengaruhi secara drastis oleh tingkat produksi. Tingkat
produksi dari perusahaan penyedia (suplier) maupun pesaing dapat juga
berpengaruh. Meramalkan SDM, perlu memperhitungkan perubahan teknologi,
kondisi permintaan dan penawaran, dan perencanaan karir. Kesimpulannya,
PSDM memberikan petunjuk masa depan, menentukan dimana tenaga kerja
diperoleh, kapan tenaga kerja dibutuhkan, dan pelatihan dan pengembangan
jenis apa yang harus dimiliki tenaga kerja. Melalui rencana suksesi, jenjang
karier tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang
konsisten dengan kebutuhan suatu organisasi.(3)
3) Syarat-syarat perencanaan SDM
a. Harus mengetahui secara jelas masalah yang akan direncanakannya.
b. Harus mampu mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang SDM.
c. Harus mempunyai pengalaman luas tentang job analysis, organisasi dan
situasi persediaan SDM.
d. Harus mampu membaca situasi SDM masa kini dan masa mendatang.
e. Mampu memperkirakan peningkatan SDM dan teknologi masa depan.
f. Mengetahui secara luas peraturan dan kebijaksanaan
perburuhan/ketenagakerjaan pemerintah.
4) Prosedur perencanaan SDM
1.Menetapkan secara jelas kualitas dan kuantitas SDM yang dibutuhkan.
2.Mengumpulkan data dan informasi tentang SDM.
3.Mengelompokkan data dan informasi serta menganalisisnya.
4.Menetapkan beberapa alternative.
5.Memilih yang terbaik dari alternative yang ada menjadi rencana.
6.Menginformasikan rencana kepada para karyawan untuk direalisasikan.(3)

5) Tahapan Perencanaan
SDM Menurut Jackson dan Schuler, perencanaan sumber daya manusia
yang tepat membutuhkan langkah-langkah tertentu berkaitan dengan aktivitas
perencanaan sumber daya manusia menuju organisasi modern. Langkah-
langkah tersebut meliputi :
1. Pengumpulan dan analisis data untuk meramalkan permintaan maupun
persediaan sumber daya manusia yang diekspektasikan bagi perencanaan
bisnis masa depan.
2. Mengembangkan tujuan perencanaan sumber daya manusia 3. Merancang
dan mengimplementasikan program-program yang dapat memudahkan
organisasi untuk pencapaian tujuan perencanaan sumber daya manusia
3. Mengawasi dan mengevaluasi program-program yang berjalan.
Keempat tahap tersebut dapat diimplementasikan pada pencapaian
tujuan jangka pendek (kurang dari satu tahun), menengah (dua sampai tiga
tahun), maupun jangka panjang (lebih dari tiga tahun). Metode
PSDM,dikenal atas metode non-ilmiah dan metode ilmiah. Metode non-
ilmiah diartikan bahwa perencanaan SDM hanya didasarkan atas
pengalaman, imajinasi, dan perkiraan-perkiraan dari perencanaanya saja.
Rencana SDM semacam ini risikonya cukup besar, misalnya kualitas
dan kuantitas tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Akibatnya timbul mismanajemen dan pemborosan yang merugikan
perusahaan. Metode ilmiah diartikan bahwa PSDM dilakukan berdasarkan
atas hasil analisis dari data, informasi, dan peramalan (forecasting) dari
perencananya. Rencana SDM semacam ini risikonya relative kecil karena
segala sesuatunya telah diperhitungkan terlebih dahulu.(3)

D. Sistem Perencanaan Sumber Daya Manusia


System perencanaan sumber daya manusia pada pokoknya meliputi estimasi
permintaan dan suplai karyawan. Secara terinci, system ini terdiri dari empat
kegiatan yang saling berhubungan, di antaranya:
1. Infentarisasi Persediaan SDM Untuk menilai sumber daya manusia yang
ada saat sekarang mengenai keterampilan, kemampuan atau kecakapan, dan
potensi pengembangannya dan menganalisa penggunaan SDM saat
sekarang.
2. Forecast SDM Untuk memprediksi permintaan dan penawaran karyawan di
waktu yang akan datang, baik kuantitas maupun kualitas.
3. Penyusunan Rencana-Rencana SDM Untuk memadukan permintaan dan
penawaran personalia dalam perolehan tenaga kerja yang qualified melalui
penarikan, seleksi, latihan, pemantapan, transfer, promosi dan
pengembangan.
4. Pengawasan dan Evaluasi Untuk memberikan umpan balik kepada system
dan memonitor derajat pencapaian tujuan dan sasaran perencanaan sumber
daya manusia. (3)

E. Tantangan dan Kendala Perencanaan Sumber Daya Manusia


Setiap organisasi pasti menghadapi berbagai tantangan yang menyangkut
banyak segi kehidupan organisasional, termasuk tantangan di bidang sumber daya
manusia, yang pada gilirannya tercermin pada pentingnya perencanaan. Menurut
Badriah (2013) tantangan dan kendala perencanaan sumber daya manusia dapat
dikategorikan pada dua jenis utama yaitu :
1. Standar Kemampuan Sumber Daya Manusia yang pasti sehingga informasi
kemampuan sumber daya manusia hanya berdasarkan ramalan-ramalan
(prediksi) yang sifatnya subjektif dan menjadi kendala yang serius dalam
perencanaan sumber daya manusia.
2. Manusia sebagai makhluk hidup tidak dapat dikuasai sepenuhnya dengan
mesin. Hal ini menjadi kendala perencanaan sumber daya manusia, karena itu
sulit memperhitungkan segala sesuatunya dalam rencana Misalnya, Ia mampu,
tetapi tidak bersedia mengeluarkan seluruh kemampuannya.
3. Situasi Sumber Daya Manusia. Persedian, mutu, dan penyebaran penduduk
yang kurang mendukung kebutuhan sumber daya manusia perusahaan.
4. Kebijakan Perburuhan Pemerintah seperti kompensasi, jenis kelamin, Warga
Negara Asing, dan kendala lain dalam perencanaan sumber daya manusia
untuk membuat rencana yang baik.
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Sumber Daya Manusia
Terdapat dua faktor yang turut mempengaruhi sebuah perencanaan SDM suatu
organisasi. Nawawi mengemukakan faktor eksternal yang dapat berpengaruh pada
perencanaan SDM yang dilakukan seperti: ekonomi nasional maupun global,
sospolkum, teknologi, dan faktor pesaing. (5)
Kondisi dan produk sosial, politik dan hukum sangat berpengaruh terhadap
kegiatan sebuah seperti undang-undang tenaga kerja yang berpengaruh pada
kegiatan perencanaan SDM. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan juga
berpengaruh pada produktifitas dan kualitas sebuah organisasi. Makin tinggi
kemajuan teknologi yang diadaptasi maka harus ada penyesuaian perencanaan
SDM yang dimaksudkan mendapatkan kualifikasi SDM yang sesuai dengan
karakteristik teknologi tersebut. dalam era globalisasi yang kompetitif maka setiap
organisasi dihadapkan pada tantangan persaingan yang berat. Untuk dapat
bertahan maka organisasi membutuhkan SDM yang kompetitif pula. Persaingan
untuk mendapatkan SDM yang berkualitas juga dapat terjadi. Maka dari itu
perencanaan SDM oleh organisasi menjadi sangat penting untuk dipersiapkan. (6)
Disamping itu, Sedamayanti17 mengemukakan faktor internal yang turut
mempengaruhi seperti: rencana stratejik dan rencana operasional organisasi,
anggaran untuk SDM, peramalan pembiayaan, pengembangan organisasi, desain
organisasi dan desain pekerjaan.
Pengembangan yang dilakukan organisasi tentu akan mempengaruhi
kebutuhan akan SDM yang akan dibutuhkan di masa mendatang maupun SDM
yang telah dimiliki organisasi saat ini. Baik desain organisasi maupun desain
pekerjaan adalah hasil penerjemahan rencana strategik dan rencana operasional
agar organisasi berjalan efektif efisien. Bagaimana pemimpin mendesain
organisasi dan mendesain pekerjaan, secara langsung berpengaruh pada
perencanaan SDM sebuah organisasi. Disamping faktor-faktor tersebut baik faktor
eksternal maupun faktor internal juga terdapat faktor yang dapat mempengaruhi
perencanaan SDM sebuah organisasi diantaranya faktor ketenaga kerjaan,
demografi, supervisi yang dilakukan, prestasi kerja, pasar tenaga kerja dan
sebagainya. (6)
Karakteristik SDM organisasi termasuk pengetahuan, pengalaman,
ketrampilan, komitmen SDM organisasi, dapat memberi sumber-sumber
keunggulan kompetitif bagi organisasi (Barney, 1991). Oleh karena itu
perencanaan SDM sebaiknya dilakukan agar SDM yang ada dalam organisasi
dapat mengeluarkan segala potensinya dan dapat mendukung keunggulan
kompetitif organisasi.

PERENCANAAN SDM KESEHATAN


Perencanaan dalam konteks manajemen merupakan upaya institusi
untuk menentukan tindakan yang tepat dengan menyediakan alternatif pilihan
di masa mendatang melalui suatu proses sistematis. Perencanaan di bidang
kesehatan dikategorikan ke dalam dua tipe. Tipe pertama adalah
perencanaan aktivitas yang berkaitan dengan pengaturan jadwal dan
kerangka kerja yang bisa dipantau untuk implementasi sebelum aktivitas
dijalankan. Tipe kedua adalah perencanaan alokatif yang berhubungan
dengan pengambilan keputusan terkait bagaimana sumber daya seharusnya
dialokasikan agar efisien dan tepat sasaran.
Tipe perencanaan alokatif ini yang umumnya dipakai di bidang
kesehatan. Konsep ini diterjemahkan ke dalam kebijakan nasional
perencanaan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan oleh
pemerintah sebagai rancangan sistematis pemenuhan dan penempatan
SDM Kesehatan (SDMK) berdasarkan jenis pelayanan dan fasilitas
kesehatan yang dibutuhkan dengan komposisi jenis dan jumlah yang sesuai.
(7)
Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan khususnya dalam
perencanaan kebutuhan SDM kesehatan selama ini masih bersifat
administratif kepegawaian dan belum dikelola secara profesional.
Perencanaannya masih bersifat top downdari pusat, belum bottom up(dari
bawah), belum sesuai dengan kebutuhan organisasi dan kebutuhan
nyata di lapangan, serta belum berorientasi jangka panjang. Seperti penelitian
yang dilakukan Benhard,dkk ( 2015) yang menemukan belum adanya
persamaan persepsi antara Dinas Kesehatan Perencanaan SDM
kesehatan diharapkan berorientasi pada Rencana Pembangunan Jangka
Panjang yang disusun di Propinsi. Perencanaan SDMK merupakan proses
yang secara sistematis mengkaji keadaan, sumber daya manusia untuk
memastikan bahwa jenis, jumlah, dan kualitas dengan keterampilan yang
tepat akan tersedia pada saat mereka dibutuhkandengan Puskesmas dalam
hal alat ukur dan metode perencanaan SDMK. (8)
World Health Organization (2006) melaporkan bahwa tenaga kesehatan
memberikan konstribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan
dan salah satu jalan terbaik untuk menyelesaikan krisis ketenagaan Sumber Daya
Manusia (SDM) Kesehatan yaitu melalui pendidikan dan pelatihan, bersama
dengan perbaikan kebijakan manajemen SDM. (Kurniati dan Efendi, 2012). (9)
Sistem Kesehatan Nasional mendefinisikan SDMK sebagai tenaga
kesehatan profesional, termasuk tenaga kesehatan strategis, tenaga
kesehatan nonprofesi, serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan, yang
terlibat dan bekerja serta mengabadikan dirinya dalam upaya dan
manajemen kesehatan.5 Perencanaan kebutuhan SDMK di kabupaten/kota
dimulai dengan melihat kebijakan terkait dengan perencanaan SDMK,
pemenuhan kompetensi tenaga perencana serta adanya pembiayaan yang
menunjang. Dalam proses perencanaan akan dilakukan upaya pemanfaatan data
dan sistem informasi yang sesuai serta pelaksanaan metode dan perhitungan
kebutuhan yang telah ditetapkan, sehingga akan dihasilkan output berupa
perencanaan kebutuhan SDMK. (7)
Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan langsung
kepada masyarakat adalah puskesmas. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2016 tentang fasilitas pelayanan kesehatan, disebutkan setiap fasilitas
pelayanan kesehatan didirikan untuk melayani kesehatan berupa pelayanan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan tersebut termasuk
pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat.Kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas masih sering dikeluhkan
oleh masyarakat. Terbatasnya SDM kesehatan menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas pelayanan puskesmas. Kurangnya jumlah SDM kesehatan
di puskesmas, menjadikan beban kerja SDM kesehatan puskesmas semakin tinggi
dan tidak sesuai dengan tugas pokok serta latar belakang pendidikan. Sehingga
berdampak menurunnya kualitaspelayanan puskesmas, untuk itu perlu dilakukan
manajemen SDM yang nyata dan komprehensif. (10)
Pasal 16 Permenkes No.75 Tahun 2014 mengatur bahwa SDM kesehatan terdiri
atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri dari
perawat, bidan, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, ahli teknologi
laboratorium, tenaga gizi dan kefarmasian. Tenaga non kesehatan adalah tenaga
penunjang yang mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan,
sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di puskesmas. Kementerian
Kesehatan mengeluarkan kebijakan terkait perencanaan SDM Kesehatan, berupa
Permenkes No.33 tahun 2015 tentang pedoman penyusunan perencanaan
kebutuhan SDM kesehatan yang meliputi pedoman umum, pedoman tingkat
provinsi, dan pedoman tingkat kabupaten/kota menggunakan aplikasi open source
(gratis) berbasis internet dalambentuk online dan offline. Aplikasi tersebut untuk
memudahkan dalam pengembangan sistem informasi kedepan, terintegrasi dengan
sistem informasi kesehatan yang lainnya, serta mengantisipasi daerah yang
kesulitan terhadap akses jaringan internet dan dapat diterapkan pada institusi,
kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. (10)
Perencanaan SDM atau perencanaan tenaga kerja diartikan sebagai suatu
proses menentukan kebutuhan akan tenaga kerja berdasarkan peramalan,
pengembangan, pengimplementasian, dan pengendalian kebutuhan tersebut yang
berintegrasi dengan perencanaan organisasi agar tercipta jumlah pegawai,
penempatan pegawai yang tepat dan bermanfaat secara ekonomis (11)
Amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal
21 ditetapkan bahwa pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan,
pendayagunaan serta pemberdayaan (pembinaan dan pengawasan mutu) tenaga
kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Perencanaan SDM Kesehatan (SDMK) dilakukan dengan menyesuaikan
kebutuhan pembangunan kesehatan, baik lokal, nasional maupun global.
Perhitungan kebutuhan SDMK dapat berpedoman kepada tiga metode
yaitu: analisis beban kerja, standar ketenagaan minimal, dan rasio jumlah
penduduk (Permenkes No.33, 2015). (10)
BAB II

MASALAH KESEHATAN

A. Masalah pelayanan kesehatan indonesia


• Pertama adalah accessibility dimana semua fasilitas yang baik dan tenaga
ahli-ahli masih terpusat di kota-kota besar, sehingga belum terjangkau oleh
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.

• Kedua, masalah capability yaitu tenaga-tenaga dokter umum mungkin


banyak, tetapi tidak dengan dokter-dokter spesialis.

• Ketiga, capacity dimana ketersediaan alat-alat medis dengan terobosan


inovatif yang terbatas

• Keempat masalah affor dability mengenai keterjang kauan biaya


kesehatan.

Kendala pelayanan kesehatan rumah sakit indonesia


Masih sering kita dengar berbagai permasalahan dimana masyarakat yang
sebenarnya sakit parah namun tidak bisa berobat karena kendala biaya, atau pun
pasien yang sudah jauh-jauh datang ke rumah sakit namun tidak ditangani dengan
baik dan akhirnya harus menunggu sangat lama untuk bisa mendapatkan
pelayanan
 Konektivitas
Meski saat ini sudah banyak rumah sakit yang menggunakan sistem
manajemen rumah sakit yang berbasis online namun di beberapa tempat di
Indonesia yang terpencil akses pelayanan kesehatan digital seperti itu
masih belum bisa dikembangkan. Hal ini disebabkan oleh adanya kendala
konektivitas, sebab satelit Palapa ternyata belum bisa menjangkau seluruh
bagian Indonesia terutama yang berada di bagian timur. Padahal
pemerataan layanan kesehatan tentunya amat sangat dibutuhkan agar
semua masyarakat di Indonesia bisa mendapatkan pelayanan kesehatan
yang sama tanpa terkecuali. Di kota besar seperti Jakarta saja masih ada
area blackspot yang terkadang sulit dijangkau oleh sinyal internet. Ini
adalah kendala nomor wahid yang sebaiknya mulai diperbaiki oleh
pemerintah Indonesia.
 Masalah Demografi Dan Geografi
Dalam hal populasi penduduk, Indonesia dikenal sebagai Negara dengan
penduduk yang padat, namun sangat disayangkan karena Negara dengan
penduduk yang padat ini tidak difasilitasi dengan layanan kesehatan yang
mumpuni, sehingga banyak masyarakat yang menderita penyakit namun
tidak tertangani dengan baik. Selain itu juga masalah geografis Indonesia
yang merupakan Negara kepulauan, juga terkadang menjadi kendala, tidak
banyak rumah sakit yang didirikan di daerah terpencil sehingga untuk
berobat, masyarakat dari daerah terpencil harus menempuh jarak yang
sangat jauh dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
 Pelayanan Pada Pasien Masih Rendah
Sudah sering kita dengar bahwa karena regulasi dan masalah pendaftaran
yang sangat merepotkan akhirnya membuat pasien terkendala untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cepat. Bahkan ada beberapa
pasien yang sebenarnya sakit parah namun dibiarkan menunggu hingga
satu bulan lamanya. Nampaknya para pelaku pelayanan kesehatan masih
harus lebih sigap dalam menindaklanjuti pasiennya, selain itu juga harus
lebih perhatian dalam melayani pasiennya yang dalam hal ini sedang sakit.
Kurangnya kepedulian dan lambatnya penanganan dari pelaku kesehatan
juga menjadi kendala mengapa pelayanan rumah sakit di Indonesia masih
sering terkendala.
 Teknologi Pelayanan Kesehatan Belum Dimaksimalkan
Pada saat ini teknologi sudah sangat berkembang, sudah ada banyak sekali
alat kesehatan berteknologi canggih yang bisa digunakan untuk memantau
kesehatan Anda, namun sayangnya masyarakat masih sangat awam dengan
hal ini. Begitu juga adanya SIMRS atau sistem manajemen rumah sakit
yang sepertinya masih belum digunakan dengan maksimal oleh semua
rumah sakit yang ada di Indonesia, padahal adanya SIMRS ini sangat
mempermudah pekerjaan dokter dan staff rumah sakit untuk bisa
membantu pelayanan pasiennya.
B. Masalah pelayanan kesehatan di provinsi jambi
 Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas kesehatan
penduduk yang antara lain ditunjukkan dengan masih tingginya angka
kematian bayi, anak balita dan ibu maternal serta tingginya proporsi balita
yang menderita gizi kurang, masih tingginya angka kematian akibat ,
kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan
yang bermutu antar wilayah, belum meratanya pemenuhan tenaga
kesehatan dan terbatasnya sumber pembiayaan kesehatan serta belum
optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan
 Layanan kesehatan di Provinsi Jambi mendapat sorotan dari DPRD
Provinsi Jambi dalam pandangan umum yang dilayangkan beberapa waktu
lalu. Sorotan ini karena belum adanya puskesmas yang terakreditasi di
Provinsi Jambi. Hal ini dianggap penting terkait standar pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat.
 kondisi Puskesmas, pegawai yang tidak sampai lima orang
 Fasilitas yang tidak lengkap
 Ruangan yang tidak layak di beberapa rumah sakit

C. Kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan SDMK menurut jenis


dan jumlahnya di indonesia lalu di kota jambi
Kesenjangan ketersediaan dan kebutuhan SDMK institusi dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (termasuk permasalahan antara lain kesenjangan antara
ketersediaan dan kebutuhan menurut jenis dan jumlah SDMK).
Di tingkat nasional perencanaan SDMK menjadi salah satu masalah
strategis yang diangkat dalam Sistem Kesehatan Nasional Tahun 2012;
pelaksanaannya dinilai masih lemah dan belum didukung dengan tersedianya
sistem informasi terkait SDMK yang memadai. Sesuai dengan Permenkes No.
33 Tahun 2015, rencana kebutuhan SDMK dibuat untuk melihat kebutuhan
pada masing-masing level pemerintahan, baik dari segi jumlah, jenis, mutu,
kualifikasi dan sebarannya. Hasil dari Risnakes menunjukkan bahwa tidak
semua fasilitas pelayanan kesehatan menyusun kebutuhan SDMK, hanya
79,8% puskesmas dan 83,2% rumah sakit yang telah melakukannya. (Tabel 2)
Dalam Permenkes No. 33 Tahun 2015, perencanaan kebutuhan dilakukan
melalui dua metode: (1) berdasarkan pendekatan institusi yang menggunakan
Analisis Beban Kerja (ABK) dan standar ketenagaan minimal untuk keperluan
perencanaan tahunan; dan (2) berdasarkan wilayah yang menggunakan data
rasio tenaga kesehatan berbanding penduduk untuk kepentingan perencanaan
jangka menengah. Selain itu juga ditekankan mekanisme penyusunan
kebutuhan SDMK melalui perencanaan berjenjang mulai dari pemerintah
daerah sampai ke pemerintah pusat. Hal ini juga ditegaskan kembali dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 14
ayat 2, di mana perencanaannya diawali dari instansi kesehatan, kemudian
direkapitulasi oleh kabupaten/kota untuk disampaikan kepada pemerintah
pusat melalui provinsi. Pada pelaksanaannya di lapangan, mekanisme
pengusulan secara bottom-up nyatanya belum disertai dengan pemahaman
merata mengenai keseluruhan tahapan perencanaan SDMK hingga level
pengambil kebijakan teknis.
Dalam setiap tahapan perencanaan dijumpai kendala dan kesulitan
pelaksanaan sebagai tantangan dari implementasi perencanaan SDMK yang
meliputi input, proses, dan output.
a. Kebijakan
Kebijakan terkait formasi SDM aparatur diatur secara terpusat, di mana
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Badan Kepegawaian
Negara, dalam proses penetapan formasi, berkoordinasi dengan Badan
Kepegawaian Daerah (BKD). Oleh karena itu BKD memiliki kekuatan
lebih besar dibandingkan institusi lainnya di daerah dalam menentukan
alokasi kuota yang diberikan oleh Pusat. Perbedaan kewenangan dalam
pengusulan dan persetujuan formasi tenaga kesehatan menjadi faktor yang
menyebabkan adanya kesenjangan antara usulan yang disampaikan dan
formasi yang akhirnya ditetapkan dalam hal jumlah, jenis, distribusi, dan
kualifikasi. Gambaran kasus yang terjadi, hasil yang ditetapkan seringkali
tidak sesuai dengan kebutuhan riil yang diajukan oleh fasilitas kesehatan.
Selain itu, adanya sejumlah kebijakan nasional dalam hal pemenuhan
ketenagaan menjadi tantangan tersendiri. Salah satu kebijakan yang
menjadi tantangan yaitu kebijakan moratorium pengangkatan CPNS,
padahal kebutuhan akan tenaga kesehatan menjadi isu yang mendesak.
Proyeksi peningkatan kebutuhan SDMK trennya terus meningkat seiring
dengan lahirnya program-program penguatan upaya kesehatan, salah
satunya diperlihatkan dalam sebuah studi di Sumatera Utara di mana
perkiraan kebutuhan tenaga kesehatan pada tahun 2015 menjadi dua kali
lipat dibandingkan kebutuhan pada 2010. Pemberlakuan otonomi daerah
tahun 1999 menyebabkan lompatan perubahan yang signifikan dalam tata
kelola pemerintahan di Indonesia. Penerapan asas dekonsentrasi dan
desentralisasi dipersepsikan daerah sebagai independensi dalam mengelola
wilayah administratifnya. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan
mengenai pemerintah daerah, yakni UU Nomor 2 tahun 2014, penanganan
bidang kesehatan menjadi salah satu urusan wajib yang kewenangannya
sudah diserahkan kepada pemerintah daerah provinsi. Transfer
kewenangan yang diserahkan meliputi sumber pendanaan, pengalihan
sarana dan prasarana, serta aspek kepegawaian. Dengan demikian,
pengelolaan termasuk perencanaan SDMK saat ini praktis menjadi
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah provinsi. Sementara
pembangunan kesehatan dengan sejumlah sasaran strategisnya memiliki
tantangan kompleks yang tidak memungkinkan untuk diatasi sendirian
oleh Kementerian Kesehatan tanpa sokongan di tingkat daerah. Pada
akhirnya tarik-menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah
menjadi tak terelakkan.Acuan jumlah tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan tertuang dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No 75 tahun 2004 tentang pedoman perhitungan
kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan
formasi PNS. Kepmenkes tersebut memastikan rencana kebutuhan SDMK
yang disusun telah sesuai dengan kebutuhan nyata organisasi, baik dari
segi jumlah, mutu, kualifikasi, maupun sebarannya.16 Namun, lahirnya
agenda reformasi birokrasi berimplikasi terhadap perombakan yang relatif
masif terhadap manajemen SDM aparatur nasional. Upaya harmonisasi
antar kementerian dan lembaga terkait dalam menjembatani sejumlah
perbedaan kebijakan menjadi esensial termasuk di dalamnya mengenai
sistem, metode, dan unsur-unsur dalam perhitungan kebutuhan SDM. Oleh
karena perencanaan SDMK tidak dapat dipisahkan dari kerangka besar
manajemen SDM aparatur nasional, maka metode penyusunan kebutuhan
perlu disempurnakan untuk mengakomodasi penyesuaian kebijakan yang
disepakati melalui Permenkes No. 33 Tahun 2015.
b. Kompetensi
Tenaga Perencana Isu penting yang turut menjadi ancaman dalam
perencanaan SDMK adalah rendahnya kemampuan tenaga perencana, baik
di tingkat pusat maupun daerah. Sebuah studi di Kabupaten Muaro Jambi
mengungkapkan, tidak ada tenaga perencana khusus yang memiliki
keahlian dalam penyusunan rencana kebutuhan SDM di lingkungan
puskesmas karena ketiadaan pendidikan dan pelatihan yang sesuai. Dalam
tataran aplikatif di lapangan, tahapan inventarisasi yang dilaksanakan
dalam perencanaan kebutuhan oleh pemerintah Kota Pekanbaru, sebagai
contoh, hanya sebatas melakukan pendataan jumlah tenaga. Akibatnya,
asupan pemetaan kebutuhan hanya berdasarkan pertimbangan jumlah dan
kualifikasi. Begitupun dalam hal metode yang digunakan belum baku dan
tidak mengikuti kaidah yang jelas.18 Hasil penelitian lainnya di RS
mengungkapkan fakta bahwa perencanaan kebutuhan didasari persepsi
kebutuhan dari setiap kepala instalasi, bukan sebagai proses bisnis yang
sudah terukur dan terproyeksi mengikuti perubahan visi dan tuntutan
organisasi. Tenaga perencana SDMK idealnya mampu menginventarisasi
data dari berbagai instansi, kemudian menganalisisnya sesuai opsi metode
perencanaan agar dihasilkan dokumen perencanaan kebutuhan SDMK
yang dapat dipertanggung-jawabkan. Analisis tersebut meliputi
kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan, proyeksi kebutuhan dalam
jangka waktu tertentu, serta peta distribusi SDMK berbasiskan wilayah.
Komitmen pemerintah daerah juga dinilai belum optimal dalam hal
fasilitasi peningkatan kapasitas tenaga perencana tersebut. Hal ini dalam
perspektif lebih luas, akan menghambat jalannya organisasi karena
kebutuhan jenis dan jumlah SDM kesehatan yang dibutuhkan tidak bisa
dihitung dengan akurat. Hapsara dalam Guspianto (2012)
mengungkapkan, isu krusial dalam perencanaan pembangunan dan
pengembangan SDMK adalah kapasitas perencana kebijakan dan program
SDMK yang masih lemah.
c. Pembiayaan
Salah satu permasalahan yang menjadi kendala dalam perencanaan SDMK
adalah kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam memberikan
dukungan anggaran dalam peningkatan kapasitas tenaga perencana
maupun tindak lanjut terhadap dokumen perencanaan kebutuhan SDMK.
Perkiraan kebutuhan SDMK di provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015
bila dibandingkan dengan tahun 2010, rata-rata naik sebanyak dua kali
lipatnya. Kenaikan ini merupakan konsekuensi dari kebijakan daerah
dalam upaya pemerataan tenaga kesehatan. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri dikarenakan keterbatasan anggaran untuk melakukan rekruitmen
dan pengadaan tenaga kesehatan. Ketiadaan pembiayaan yang memadai
menyebabkan pelaksanaan tahapan-tahapan dalam penyusunan rencana
kebutuhan SDMK tidak berjalan secara optimal dan komprehensif,
terutama dalam hal proses pengumpulan data. Menurut Hapsara dalam
Guspianto (2012), ketidak tersediaan anggaran mendeskripsikan
rendahnya atensi dalam bentuk dukungan sumber daya bagi
pengembangan SDMK, terutama di tingkat daerah.
d. Pemanfaatan Data dan Sistem Informasi
Kendala proses perencanaan yang memakan waktu, kurangnya sosialisasi,
dan keterbatasan kewenangan yang dimiliki oleh dinas kesehatan provinsi
dalam rangkaian proses perekrutan tenaga di daerah menyebabkan
minimnya minat untuk melakukan perencanaan yang sesuai kaidah.
Sayangnya, informasi ketenagaan di Indonesia belum terakomodasi dalam
sebuah sistem informasi kesehatan yang terintegrasi untuk menunjang
efisiensi pekerjaan perencana. Sebagai contoh yang terjadi di lingkungan
Dinas Kesehatan Muaro Jambi, di mana informasi kepegawaian masih
dilaporkan secara manual, sehingga kejadian sejumlah mobilitas tenaga
(pindah atau mutasi) luput dari pencatatan. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan Ilyas (2013), di mana penyusunan perencanaan kebutuhan
SDMK di daerah seringkali tidak lengkap, tidak adekuat dan akurat, tidak
terolah secara sistematis dan kurang terdokumentasi dengan baik, sehingga
dalam proses penyusunannya menemui kesulitan dalam mencari formula
yang tepat. Permasalahan lainnya yang muncul adalah komitmen untuk
memanfaatkan sistem informasi yang ada sebagai bahan perencanaan
SDMK dan pengambilan keputusan. Implementasi di lapangan, data yang
terekam dalam sistem informasi yang dibangun masih belum
didayagunakan secara optimal oleh seluruh pemangku kebijakan
perencanaan SDMK. Umumnya pemanfaatan baru dilakukan oleh divisi
atau bidang yang membangun sistem informasi tersebut Salah satu
implikasi negatif dari kebijakan desentralisasi adalah putusnya sistem
informasi dari level daerah ke pusat, termasuk dalam hal informasi tenaga
kesehatan. Konsekuensi dari prinsip otonomi tersebut, daerah merasa tidak
lagi berkewajiban untuk melaporkan data tenaga kesehatan ke level
pemerintahan pusat. Akibatnya, asupan data bagi perencanaan tenaga
kesehatan nasional tidak didukung kecukupan data yang akurat. Dalam
situasi lemahnya kualitas perencanaan kebutuhan SDM kesehatan akibat
ketiadaan informasi pendukung, alih-alih terus mencari model
perencanaan yang tepat, lebih penting mengedepankan komitmen untuk
mengalokasikan investasi sumber daya pada perbaikan kualitas data dan
sistem informasi. Hal ini secara otomatis akan mempermudah pemerintah
dalam mengidentifikasi kebutuhan SDMK berdasarkan kebutuhan jenis
pelayanan, kompetensi tenaga kesehatan dan situasi lingkungan yang
spesifik. Dalam konteks budaya kerja saat ini, teknologi yang mendukung
pelaksana kerja diakui sebagai salah satu dari tiga pilar utama dalam
mencapai kinerja SDM yang optimal. Perencanaan SDMK tentunya tidak
terlepas dari dukungan data dan informasi SDMK. Dalam proses
penyusunannya diperlukan sumber informasi beragam dari dalam maupun
luar sektor kesehatan sesuai metode perencanaan kebutuhan yang akan
diadopsi. Data-data yang dinilai penting di antaranya data institusi dan
fasilitas kesehatan, data ketersediaan SDM menurut jumlah maupun jenis,
data jumlah penduduk, gambaran demografi dan geografi,dan data
epidemiologis, seperti kasus penyakit endemik.
e. Pelaksanaan Metode Perhitungan Kebutuhan
Proses perencanaan SDMK yang berjalan pada institusi kesehatan di
Indonesia secara umum telah mempergunakaan metode spesifik, seperti
analisis beban kerja dengan memperhatikan standar-standar yang telah
ditetapkan pemerintah. Sebagai contoh, pada perencanaan di RS dituntut
untuk memenuhi persyaratan akreditasi RS dalam hal penentuan jumlah
dan spesifikasi tenaga. Akan tetapi dalam hal keseluruhan pelaksanaan,
ditemukan masih ada prinsip-prinsip yang belum diadopsi secara tepat.
Titik kritis proses yang masih lemah salah satunya adalah pelaksanaan
analisis jabatan (job analysis), di mana seringkali bergantung pada
kebijakan organisasi semisal kecenderungan prioritas pada tenaga medis
tertentu saja. Saat ini perhitungan kebutuhan dengan metode WISN
dianggap sebagai standar emas, yang diyakini dapat menggambarkan
beban kerja secara akurat. Ratio WISN dapat menjadi ukuran pengganti
(proxy) bagi tekanan kerja yang dihadapi SDM dalam aktivitas kerja
sehari-hari. Pada situasi rasio WISN yang lebih kecil dari satu,
menggambarkan adanya inefisiensi pemborosan tenaga yang berimplikasi
kepada kelebihan beban kompensasi kepada pegawai. Hasil perhitungan
kebutuhan SDM dengan berbasis metode dan bukti ilmiah diharapkan
dapat memproyeksikan ketersediaan SDMK di masa mendatang secara
akurat. Proyeksi dilihat berdasarkan jumlah ketersediaan dan asal tenaga
kesehatan saat ini serta aliran masuk dan keluarnya. Hal ini berguna untuk
memproyeksikan jumlah SDMK yang dibutuhkan di masa depan, sehingga
masyarakat dapat terus mengakses pelayanan kesehatan dan mendapatkan
manfaatnya. Isu kebijakan, baik kesehatan maupun nonkesehatan, dinilai
turut berkontribusi terhadap perkembangan kebutuhan SDMK. Contoh
muatan kebijakan dalam bidang kesehatan yang turut memengaruhi antara
lain penetapan prioritas dan parameter baru terkait kesehatan. Sementara
itu, isu pendidikan, ketenagaan, dan pengembangan wilayah diyakini
membawa pengaruh tidak langsung dari sektor nonkesehatan. Hal tersebut
dibuktikan pada penelitian mengenai ketersediaan tenaga di FKTP pada 4
provinsi di pulau Jawa, di mana diakui terdapat perubahan perencanaan
SDM antara sebelum dan sesudah pemberlakuan Jaminan Kesehatan
Nasional.
f. Kebutuhan SDM Kesehatan
Situasi pada level institusi, yang menjadi isu utama kesenjangan adalah
terdapat perbedaan cakupan tenaga dalam hal kecukupan jumlah, retensi,
keahlian, dan kepuasan kerja antara fasilitas pelayanan kesehatan favorit
dengan nonfavorit. Selain itu, isu gender nyatanya juga memiliki kaitan
dengan situasi SDMK, di antaranya berupa kesempatan perempuan dalam
mengakses pelatihan profesi dan posisi manajerial. Hal tersebut diyakini
berimplikasi terhadap pengambilan keputusan di bidang SDMK yang
kurang menangkap kebutuhan penanganan masalah dan model utilisasi
spesifik bagi perempuan. Padahal, budaya pada sebagian masyarakat
memperlihatkan adanya kecenderungan kaum perempuan lebih memilih
opsi ditangani oleh bukan tenaga kesehatan (seperti paraji dll) ketika tidak
tersedia tenaga kesehatan perempuan, terutama terkait pelayanan
reproduksi dan anak. Dokumen perencanaan seharusnya juga memuat
gambaran kesenjangan jumlah kebutuhan berdasarkan hasil
analisis/perhitungan dengan ketersediaan tenaga menurut jumlah, jenis
kompetensi, dan jabatan yang diduduki. Apabila dideteksi adanya
ketidaksesuaian, maka institusi perlu mengambil tindakan korektif. Dalam
situasi adanya ketidak sesuaian jumlah dan kompetensi dapat dilakukan
kebijakan redistribusi, bahkan pengurangan tenaga, jika dimungkinkan.
Oleh karena itu proses penetapan hasil perencanaan SDMK melibatkan
beban psikologis tersendiri terkait potensi implikasi yang muncul. Moral
hazard yang sayangnya seringkali dipraktikkan adalah dilakukan sejumlah
penyesuaian agar hasil identifikasi dan proyeksi kebutuhan relatif sesuai
dengan kondisi ketenagaan saat ini. Permasalahan yang muncul dalam
pemanfaatan hasil perencanaan SDMK adalah lemahnya tindak lanjut
terhadap dokumen perencanaan yang dihasilkan. Hal ini terjadi di Kota
Depok, di mana pihak Dinas Kesehatan mengakui tidak melakukan
diseminasi terhadap pihak-pihak di luar instansinya, meskipun diakui
sudah memanfaatkannya untuk dasar usulan formasi. Praktik ini tidak
sesuai dengan amanah Permenkes 33 tahun 2015 yang mengatur adanya
kegiatan tindak lanjut untuk menghimpun masukan lintas sektor.
Perencanaan kebutuhan yang telah dilakukan perlu untuk ditinjau secara
berkala sebagai tahap konfirmasi kebijakan. Jika semisal keputusan yang
dipilih kurang tepat, maka perlu segera dilakukan perubahan kebijakan
atau diantisipasi melalui penentuan rencana alternatif. Apabila aktivitas ini
diimplementasikan, maka potensi ketidaksesuaian perencananaan dengan
kebutuhan riil dapat diminimalisasi.
BAB III

Data SDMK fasyankes di dinas kesehatan Jambi

1. Kesehatan Masyarakat

Rumpun SDMK Subrumpun Jenis SDMK Jumlah


SDMK tenaga

Kesehatan Kesehatan Epidemiologi 1


Masyarakat Masyarakat kesehatan

Kesehatan Kesehatan Promosi 2


Masyarakat Masyarakat kesehatan

Kesehatan Kesehatan Ilmu perilaku 0


Masyarakat Masyarakat

Kesehatan Kesehatan Kesehatan 1


Masyarakat Masyarakat kerja

Kesehatan Kesehatan Administrasi 2


Masyarakat Masyarakat dan kebijakan
kesehatan

Kesehatan Kesehatan Biostatistik 0


Masyarakat Masyarakat dan
kependuduka
n

Kesehatan Kesehatan Reproduksi 0


Masyarakat Masyarakat dan keluarga

Kesehatan Kesehatan Informatika 1


Masyarakat Masyarakat kesehatan

Kesehatan Kesehatan Kesehatan 0


Masyarakat Masyarakat masyarakat
umum

2. Psikologis klinis

Rumpun sdmk Subrumpun sdmk Jenis sdmk Jumlah tenaga

Psikologi klinis Psikologi klinis Psikologi klinis 0

3. Kebidanan

Rumpun sdmk Subrumpun sdmk Jenis sdmk Jumlah tenaga

Kebidanan Kebidanan Bidan klinik 0

Kebidanan Kebidanan Bidan desa 0

Kebidanan Kebidanan Bidan pendidik 0

Kebidanan Kebidanan Bidan umum 0

Kebidanan Kebidanan Bidan (P2B,Bidan A 0


dan Bidan C)

4. Keperawatan

Rumpun sdmk Subrumpun sdmk Jenis sdmk Jumlah sdmk

Keperawatan Keperawatan Ners 0

Keperawatan Keperawatan Perawat (Non Ners) 0

Keperawatan Keperawatan Perawat Kesehatan Anak 0

Keperawatan Keperawatan Perawat Maternitas 0

Keperawatan Keperawatan Perawat Medikal Bedah 0


Keperawatan Keperawatan Perawat Geriatri - Lansia 0

Keperawatan Keperawatan Perawat Kesehatan Jiwa 0

Keperawatan Keperawatan Perawat Komunitas 1

Keperawatan Keperawatan Perawat Lainnya 0

Keperawatan Keperawatan Perawat (SPK) 0

5. Kefarmasian

Rumpun Subrumpun sdmk Jenis sdmk Jumlah


sdmk tenaga

Kefarmasian Kefarmasian Apoteker 0

Kefarmasian Kefarmasian Farmasi (non apoteker) 0

Kefarmasian Kefarmasian Farmasi (asisten 0


apoteker)

Kefarmasian Kefarmasian Analisis farmasi 0

Kefarmasian Kefarmasian Farmasi (SMF) 0

6. Gizi

Rumpun sdmk Subrumpun sdmk Jenis sdmk Jumlah tenaga

Gizi Gizi Nutrisionis 1

Gizi Gizi Dietisien 0

Gizi Gizi Gizi(SPAG) 0


Kelebihan Dan Kekurangan Sumber Daya Manusia Kesehatan Di Jambi
Jambi saat ini masih kekurangan bidang infrastruktur dan masih kekurangan
Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk meningkatkan bidang infrastruktur, harus
ada koordinasi yang baik antara kabupaten/kota yang ada di Jambi, Jika tidak ada
kooordinasi dengan kabupaten/kota pembangunan infrastruktur di Jambi tidak
akan terjadi. Namun, infrastruktur harus memiliki dana yang cukup besar.
Sedangkan belanja modal Provinsi Jambi masih cukup kecil sekali dan bisa
menyebabkan masalah dana nantinya.
Indikator Kinerja. Indikator kinerja berperan penting dalam mengukur capaian
tujuan strategis. Indikator harus realistis dan dapat dicapai dalam periode waktu
yang telah ditetapkan. Untuk mencapai target indikator juga perlu
memperhitungkan kebutuhan biaya dan sumber daya. Indikator utama yang akan
dikembangkan untuk pemenuhan SDM kesehatan yang berkualitas adalah:
1. Terpenuhinya SDM kesehatan sesuai standar pada semua puskesmas di
daerah DTPK
2. Terpenuhinya semua jenis dokter spesialis medik dasar di semua RSUD
kelas C dan D di kabupaten/kota sesuai standar
3. Terpenuhinya semua jenis dokter spesialis penunjang di semua RSUD
kelas C sesuai standar
4. Terpenuhinya dokter spesialis lainnya (Sp.JP, Sp.S, Sp.P, Sp.KJ,
Sp.Ortopedi, Sp.Onkologi) di semua RSU rujukan (regional dan provinsi)
dan RSU kelas B
5. Peningkatan SDM kesehatan dengan jenjang pendidikan.
Sumber daya manusia (SDM) kesehatan merupakan salah satu sub-sistem
dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Sebagai salah satu elemen SKN, SDM
kesehatan mempunyai peranan penting dan strategis dalam pelaksanaan upaya
kesehatan serta untuk mendukung pencapaian Universal Health Coverage (UHC)
dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development
Goals (SDGs).
Pada dasarnya, permasalahan terkait SDM kesehatan meliputi aspek
ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility), penerimaan
(acceptability) dan mutu (quality). Ketersediaan berarti terdapat kecukupan SDM
kesehatan dengan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan
masyarakat. Keterjangkauan dapat diartikan bahwa masyarakat dapat menjangkau
SDM kesehatan baik dalam hal waktu tempuh dan transportasi, jam buka
pelayanan, mekanisme rujukan, dan biaya pelayanan (direct dan indirect cost).
Aspek penerimaan (acceptability) meliputi karakteristik dan kemampuan SDM
kesehatan untuk memperlakukan setiap orang dengan penuh rasa hormat, serta
mampu dipercaya. Dalam aspek mutu terkandung komponen kompetensi,
kemampuan, pengetahuan, dan perilaku SDM kesehatan sesuai norma profesional
dan sesuai dengan yang diharapkan dari masyarakat.
Walaupun jumlah SDM kesehatan di Indonesia terus meningkat, namun dari segi
jumlah masih belum memadai untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal.
Hasil Riset Tenaga Kesehatan (Risnakes) Kementerian Kesehatan tahun 2017,
menunjukkan masih banyak puskesmas yang tidak memiliki atau kekurangan
SDM kesehatan, baik untuk melaksanakan upaya kesehatan perorangan (UKP)
maupun Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Kondisi serupa juga terjadi di
tingkat rumah sakit (RS). Banyak rumah sakit umum (RSU) yang tidak memiliki
dokter spesialis medik dasar. spesialis penunjang dan/atau spesialis lainnya
sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundangan. Di sisi lain, kebanyakan
puskesmas dan RS di perkotaan justru memiliki kelebihan SDM kesehatan. Selain
itu, cukup banyak dokter spesialis di RS pemerintah yang juga bekerja di RS
swasta atau membuka praktek mandiri. Jumlah dan lokasi RS swasta berperan
sebagai pull factor (daya tarik) bagi dokter spesialis untuk bekerja di suatu daerah.

Kekurangan dan kelebihan SDM kesehatan tersebut menjadikan distribusi SDM


kesehatan tidak merata (maldistribusi). Hal ini diperparah dengan desentralisasi
yang menyebabkan SDM kesehatan di provinsi atau kabupaten/kota khususnya
yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) sulit untuk dipindahkan baik antar-
kabupaten/kota dalam satu provinsi, maupun antar-provinsi.

PELAKSANAAN KEGIATAN DEKONSENTRASI


Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM)
Kesehatan Satuan Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jambi pada pelaksanaan
kegiatan di tahun anggaran 2019. Alokasi anggaran yang diperoleh Program
PPSDM Kesehatan Satuan Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jambi dua tahun
terakhir adalah :
Penurunan anggaran tahun 2019 dari sebelumnya kerena berkurangnya target
pelatihan yang merupakan sisa target sasaran pelatihan strategis dan menu wajib
yang belum tercapai. Sedangkan kegiatan peningkatan mutu SDM Kesehatan
alokasi anggaranya ditempatkan pada kegiatan dukungan layanan manajemen
satker dengan subkegiatan Pembinaan dan Pengawasan Mutu Tenaga Kesehatan
di Provinsi, sehingga naiknya alokasi anggaran dari tahun sebelumnya. Kemudian
pada kegiatan Data deskripsi SDM Kesehatan terjadi penarikan pagu anggaran
sebesar Rp.22.600.000,- oleh eselon I yang merupakan pembatalan pembelian alat
pengolah data, sehingga terjadi revisi DIPA pagu anggaran total sebelumnya
Rp.2.574.916.000,- menjadi 2.552.316.000,-
PERMASALAHAN.

Dalam pelaksanaan kegiatan Program PPSDM Kesehatan Dana Dekonsentrasi


Satuan Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Tahun Aanggaran 2019 beberapa
permasalahan yang ditemukan sebagai berikut :
Pelaksanaan kegiatan Program PPSDM Kesehatan Satuan Kerja Dinas
Kesehatan Provinsi Jambi sesuai dengan menu kegiatan di dokumen anggaran
yang dituangkan dalam perjanjian kinerja antara Kepala Badan PPSDM
Kesehatan dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Pada pelaksanaan
kegiatan sampai dengan triwulan IV tahun anggaran 2019 Satuan Kerja Dinas
Kesehatan Provinsi Jambi merealisasikan anggaran sebesar 92,46.% atau sebesar
Rp. 2.359.826.000,- dari pagu aggaran Rp. 2.552.316.000,-, sedangkan capaian
keluaran 273 (100%) dengan nilai kinerja 88,26 (SMART DJA 08 Januari 2020).
Pelaporan ini untuk mengetahui capaian kegiatan penyelenggaraan dana
dekonsentrasi program PPSDM Kesehatan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jambi
yang telah dilaksanakan sampai dengan triwulan IV tahun anggaran 2019. Selain
itu mengetahui permasalahan yang dihadapi di lapangan dan pemecahan masalah
pengelolaan anggaran. Selanjutnya menyediakan umpan balik sebagai bahan
untuk pengambilan kebijakan/tindakan yang diperlukan dalam rangka
penyempurnaan penyelenggaraan program pengembangan dan pemberdayaan
sumber daya manusia kesehataan Satuan Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Jambi.

BAB IV
SOLUSI

Sumber Daya Manusia Kesehatan yang selanjutnya disingkat SDMK adalah


seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan, baik yang memiliki
pendidikan formal kesehatan maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan dalam melakukan upaya Kesehatan (11). Rencana Pengembangan
Tenaga Kesehatan Tahun 2011-2025 menyebutkan bahwa SDM kesehatan
memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan.
Sumber daya manusia kesehatan merupakanaset paling penting yang harus
dimilikiorganisasi kesehatan dan sebagai unsur utama dari subsistem-subsistem
kesehatan lainnya yang mendukung upaya pembangunan kesehatan (Mugisha &
Namaganda, 2008). Sedangkan Pada era yang kompetitif seperti sekarang ini,
rumah sakit selalu berusaha untuk mencari cara meningkatkan kemampuan
sumber daya manusia (SDM).Salah satu fenomena yang banyak dihadapi oleh
suatu rumah sakit saat ini yaitu stress kerja yang dialami oleh SDM akibat beban
kerja yang berlebihan. Stress kerja akan menyebabkan SDM meninggalkan
pekerjaannya (Qureshi, 2013) (12). pada pelayanan kesehatan rumah sakit
berdasarkan UU No 44 tahun 2009 menyatakan bahwa pelayanan kesehatannya
yang sangat baik, baik dari pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
pada pelayanan kesehatan yang paripurna tersebut meliputi pelayanan yang
promotif,preventif, dan uratif serta rehabilitative.

1. Yang Perlu di Tambahkan


1) Yang perlu di tambahkan yaitu fasilitas, sarana dan prasarana kesehatan
yaitu seperti melengkapi sarana dan prasanana dalam bidang pelayanan.
Contoh dalam bidang kesehatan pada puskesmas pada pengdiagnosis-an
penyakit yang sebaiknya bisa di lakukan di puskesmas itu sendiri tetapi
tidak bisa di lakukan karna keterbatan dalam fasilitas sehinga pelayanan
pada puskesmas perlu di rujuk ke rs. Dan juga penambahan fasilitas
kesehatan di daerah-daerah terpencil agar mudah terjangkau oleh
masyarakat yang jauh dari pekotaan.
2) Mengoptimalkan program kapitasi berbasis pelayanan (program KBKP)
seperti mengoptimalkan indikator kunjugan serta angka kontak
3) Perlunya memberikan laporan rutin data kepesertaan, laporan
pelayanan,pra pelayanan serta laporan pengevaluasian kepada
kabupaten/kota
4) Perlunya dukungan SDM yaitu seperti memiliki ternaga kerja yang
berkopeten contoh; pekerjaan yang di kerjakan seseorang yang mana
tenaga kerja tersebut sesuai dengan bidang yang mereka kuasai
5) Adanya tambahan teknisi IT yang dapat mengatasi kendala dalam
pengoperasian komputer pada saat mati lampu dan cleaning service yang
siap sedia ditempat apabila sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang
menghambat proses pelayanan tanpa melibatkan tenaga administrasi
melakukan hal diluar tanggung jawabnya dalam hal melayani pasien (2).
6) Penambahan staf kerja
Dengan menambahkan staf kerja yang sesuai dengan keahliannya atau
konpotensinya maka akan sangat membantu pemberian pelayanan yang
baik, baik dari bagian pelayanan administrasi dan juga bagian-bagian
yang lain sehingga pasien puas dengan pelayan yang diberikan.
7) Perlu di berikan kartu JKN/KIS kepada masyarakat miskin
8) Dioptimalkan dalam UU SJSN dan UU BPJS

2. Yang Perlu Di Kurangi


1) Penerimaan tenaga kerja yang bukan ahli nya
2) Beban kerja yang tidak sesuai( beban kerja ganda)

3. Hambatannya
1) Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan kesehatan masih kurang.
2) Pada system kapitalis
3) paradima masyarakat tentang pelayanan kesehatan.
4) masih banyak orang yang tidak membayar atau menunggak dalam
pembayaran JKN
5) Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai JKN, serta SDM dalam
baik dari pelayan kesehatan dan pra pelayanan
6) pada kunjungan rawat inap serta rawat jalan pada pelayanan kesehatan
peserta NonPBI lebih banyak di bandingkan PBI.
7) masih banyak masyarakat tidak mampu belum mendapatkan kartu
JKN/KIS
8) masih rendahnya anggaran dan datebase.
4. Peluang
1) Berdasarkan Kamus Kesehatan (kamuskesehatan.com, 22 Maret 2018),
kapitasi adalah sebuah metode pembayaran untuk pelayanan kesehatan di
mana penyedia layanan dibayar dalam jumlah tetap per pasien tanpa
memperhatikan jumlah atau sifat layanan yang sebenarnya diberikan.
Dalam sistem ini, seseorang harus memanfaatkan layanan kesehatan di
wilayah tempat tinggalnya, karena sudah tercatat/terhitung dalam kapitasi
yang diberikan oleh BPJS Kesehatan kepada FKTP. Dengan demikian,
prinsip portabilitas menjadi sulit dilaksanakan (13).
2) jika anggaran dan data base di optimalkan maka akan meningkatkan
interaksi jamkesda ke JKN dengan kata lain anggaran dan data base
msyarakat miskin dari Dinas Sosial meningkat, dan Universal Health Care
(UHC) tercapai.
3) Dalam menyelesaikan SDM yang ada di kota jambi, dengan masalah
pelayanan kesehatan yang ada terkait dengan perencanaan kebutuhan
SDM, probabilitas merupakan kontribusi yang baik untuk mengatasi
pelayanan, sarana dan prasarana dalam bidang kesehatan akan tetapi pada
prinsip probabilitas masih banyak yang tidak sesuai/terpenuhi maka dari
itu kita perlu untuk mengoptimalkan pelaksanaan prisip probabilitas ke
depan sebagaimana prinsip yang di sampaikan dalam UU SJSN dan UU
BPJS, bahwa prinsip probabilitas adalah prisip memberikan jaminan yang
berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dala wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia(13).

Perencanaan SDMK menjadi salah satu masalah strategis yang diangkat


dalam SKN tahun 2012 (14). Dalam Permenkes No. 33 Tahun 2015,
perencanaan kebutuhan dilakukan melalui dua metode:
1. Berdasarkan pendekatan institusi yang menggunakan Analisis Beban
Kerja (ABK) dan standar ketenagaan minimal untuk keperluan
perencanaan tahunan;
2. Berdasarkan wilayah yang menggunakan data rasio tenaga kesehatan
berbanding penduduk untuk kepentingan perencanaan jangka menengah.
Tantangan dari implementasi perencanaan SDMK dijumpai pada setiap
tahapan perencanaan yang meliputi input, proses dan output. Permasalahan
perencanaan kebutuhan SDMK pada input meliputi kebijakan pemerintah
daerah dan manajemen ASN yang kompleks, kompetensi tenaga perencana
yang rendah, dukungan pembiayaan yang minim, serta pemanfaatan data dan
sistem informasi yang belum optimal. Permasalahan pada proses mencakup
belum dipahami dan dilaksanakannya penyusunan kebutuhan SDMK secara
tepat. Permasalahan pada output adalah kesenjangan SDMK terkait kecukupan
jumlah dan jenis tenaga kesehatan di tingkat kabupaten/kota di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan
perencanaan kebutuhan SDMK berbasis bukti, sehingga dokumen
perencanaan mampu memproyeksikan kebutuhan SDMK yang sesuai dengan
situasi kesehatan terkini (14).
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perencanaan yang disusun pada tingkat operasional yang diajukan
untuk memenuhi permintaan SDM dengan kualifikasi yang dibutuhkan.
Perencanaan SDM pada dasarnyadibutuhkan ketika perencanaan bisnis
sebagai implementasi visi dan misi perusahaan telah ditetapkan.
Bagaimana pemimpin mendesain organisasi dan mendesain pekerjaan,
secara langsung berpengaruh pada perencanaan SDM sebuah organisasi.
Disamping faktor-faktor tersebut baik faktor eksternal maupun faktor
internal juga terdapat faktor yang dapat mempengaruhi perencanaan SDM
sebuah organisasi diantaranya faktor ketenaga kerjaan, demografi,
supervisi yang dilakukan, prestasi kerja, pasar tenaga kerja dan sebagainya
B. Saran
Pada organisasi dan perusahan terutama pelayanan Kesehatan SDM
sangat berperan penting oleh karena itu kebijakan tentang perencanaan
SDM harus di tingkatkan lagi agar memiliki keseimbangan dan bisa
membantu menyelesaikan permasalahan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. Capt. H M. Thamrin MM. Perencanaan Manajemen Sumber Daya


Manusia. Penerbit Deep. 2014;3(1):137.

2. * S. PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA (Kunci


Keberhasilan Organisasi). Informasi. 2010;36(2):1–13.

3. Rahmi S. Perencanaan Sdm Melalui Manajemen Strategik Di Lembaga


Pendidikan. J Chem Inf Model. 2013;53(9):1689–99.

4. Wijayanti E. PERENCANAAN SUMBERDAYA MANUSIA YANG


EFEKTIF: STRATEGI MENCAPAI KEUNGGULAN KOMPETITIF Erni
Widajanti Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi Surakarta. J Ekon dan
Kewirausahaan. 2017;2:105–14.

5. Onsardi O. Manajemen Sumber Daya Manusia. 2020.

6. Ekonomi F, Pasuruan UM, Pasuruan K. 8. Akhlis Dkk. 2017;II(3).

7. Sumiarsih M, Nurlinawati I. Permasalahan dalam Perencanaan Kebutuhan


Sumber Daya Manusia Kesehatan di Kabupaten/Kota. J Penelit dan Pengemb
Pelayanan Kesehat. 2020;3(3):182–92.

8. Ni Wayan Sri Wangi A, Nurmayanti S. ANALISIS PERENCANAAN


SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) KESEHATAN PUSKESMAS DENGAN
METODE WORKLOAD INDICATORS OF Jurnal Kedokteran p-ISSN 2460-
9749 Vol. 05 No.01 Desember 2019 e-ISSN 2620-5890 STAFFING NEEDS
(WISN) DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. Angew Chemie Int Ed 6(11),
951–952. 2019;05(01):5–24.

9. Paruntu BRL, Rattu ) A J M, Tilaar ) C R, Kesehatan D, Minahasa K,


Fakultas ), et al. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia di Puskesmas
Kabupaten Minahasa Human Resource Requirements Planning in Health Center
Minahasa District. :43–53.
10. Fitri AD, Sumarja F, Budiyono. Sumber Daya Manusia Kesehatan Di
Puskesmas Kota Metro Legal Aspects of Planning , Provision and Placement of
Human. J FH Unila. 2017;1(1):29–38. .

11. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN
PERENCANAAN KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN.

12. ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA ADMINISTRASI BERDASARKAN


BEBAN KERJA DENGAN TEKNIK WORK SAMPLING MENGGUNAKAN
METODE WISN DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN
UNIT RAWAT JALAN RS. DR. BRATANATA JAMBI TAHUN 2018. Arwansyah
Wanri, Sri Rahayu, Abdun Trigono. WISN work sampling, beban kerja,
instalasi rawat jalan farmasi, jambi : Jurnal Kesmas Jambi (JKMJ), september
2018, Vol. 2, pp. 20-32. 2.

13. PRINSIP PORTABILITAS DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN


NASIONAL (STUDI DI KOTA JAMBI PROVINSI JAMBI DAN KOTA
BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN). Retnaningsih, Hartini.
Prinsip Portabilitas dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional..., Jl. Gatot
Subroto Senayan Jakarta : hartini.retnaningsih@dpr.go.id, desember 2018, Vol. 9,
pp. 1-20. ISSN: 2086-6305 (print) ISSN: 2614-5863 (electronic).

14. Sumiarsih M, Nurlinawati I. Permasalahan dalam Perencanaan Kebutuhan


Sumber Daya Manusia Kesehatan di Kabupaten/Kota. J Penelit dan Pengemb
Pelayanan Kesehat. 2020;3(3):182–92.

15. Kurniati A dan E. Kajian SDM Kesehatan di Indonesia. Jakarta Salemba


Med 166 hlm. 2012.
16. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan No. 33 Tahun 2015
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kebutuhan Sumber Daya Manusia
Kesehatan.2015.

17. Sari F.,Hatta M. Analisis Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia


Kesehatan (Tenaga Analis) Berdasarkan Beban Kerja dengan Metode Workload
Indicators of Staffing Need (WISN) di Puskesmas Keperawatan Sebeleat Putri
Hijau Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2016. J Kesehat STIKES Prima Nusant
Bukittingggi.2017;8(1):27-32. http://dx.doi.org/10.35730/jk.v8i1.279.g330.

18.Ilyas Yaslis. Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda dan Formulasi.
Depok FKM UI. 2013.

You might also like