You are on page 1of 9

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Apendiksitis merupakan suatu keadaan yang sering terjadi dan
membutuhkan operasi kegawatan perut pada anak. Diagnosisnya sulit pada anak-anak,
merupakan faktor yang memberikan angka perforasi 30-60%. Resiko untuk perforasi
terbanyak pada anak usia 1-4 tahun (70-75%) dan terendah pada remaja (30-40%), yang
insiden tertingginya menurut umur adalah masa anak. Kejadian apendiksitis meningkat
dengan bertambahnya usia, memuncak pada remaja dan jarang terjadi pada anak kurang
dari 1 tahun. Perjelekan sejak mulainya gejala sampai perforasi biasanya terjadi
setelah 36-48 jam. Jika diagnosis terlambat setelah 36-48 jam, angka perforasi
menjadi 65%. Berdasarkan hal tersebut, peran perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan sangat penting untuk meminimalkan dampak penyakit yang lebih lanjut. B.
TUJUAN 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti program pendidikan belajar (PBK) pada stase
anak, saya mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan post apendiktomi.
2. Tujuan Khusus Dapat melakukan pengkajian, analisa data, memprioritaskan diagnosa
keperawatan serta melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan post apendiktomi.

1
BAB II TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermoformis (kantung


buntu diujung sekum). (Donna L Wong, 2004) B. PATOFISIOLOGI Hiperplasia folikel
limfoid, fekalid, cacing, striktur, kanker dapat menyebabkan obstruksi apendik yang
mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung. Makin lama mukus yang
terbendung makin banyak dan menekan dinding apendiks sehingga mengganggu aliran
limfe dan menyebabkan dinding apendiks oedem, serta merangsang tonika serosa dan
peritonium veceral. Persarafan appendiks sama dengan usus, yaitu torakal X (vagus)
maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit sekitar umbilikus, mukus yang
terkumpul lalu terinfeksi oleh bakteri dan menjadi nanah, kemudian timbul gangguan
aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritonium bawah. Bila dinding appendiks yang telah rapuh pecah maka
dinamakan appendikitis perforasi. Pada anak-anak karena omentum masih pendek dan
tipis, appendiks yang relatif lebih panjang, dinding apendiks yang lebih tipis dan
daya tahan tubuh yang madsih kurang, maka perforasi akan lebih cepat.
C. PATHWAY

3
D. MANIFESTASI KLINIK Gejala utama dari appendiks adalah nyeri perut, rasa sakit
ini disebabkan karena penyumbatan appendiks. Pada mulanya nyeri perut ini hilang
timbul dan terasa di epigastrium atau regioumbilukus. Tiga gejala klasik terdiri
atas nyeri, mual dan panas, Biasanya disertai anorexia, dan muntah, diare jarang
terjadi terdiri dari sedikit tinja berlendir yang disebabkan oleh iritasi kolon
sigmoid. Jika terjadi iritasi pada kandung kemih bisa menimbulkan gejala kencing
seperti sering dan terburuburu. Bila proses radang telah menjalar ke peritonium
perietal setempat, maka akan timbul nyeri lokal pada perut kanan bawah didaerah Mc.
Burney seperti nyeri tekan. Pada perforasi, nyeri menjadi menyeluruh. Gejala umum
lainnya adalah bising usus menurun atau hilang sama sekali, demam, mula-mula demam
tidak begitu tinggi tetapi menjadi hiperpireksia bila terjadi perforasi, bila
proses appendiksitis menjadi kronis maka gejala-gejala menjadi tidak jelas. E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hitung darah lengkap, didapatkan leukositosis,
neutropilia. 2. Ultrasound, didapatkan fekalit nonkalsifikasi, apendiks
nonperforasi, abses apendiks. 3. Pemeriksaan foto abdomen, didapatkan fekalit
berkalsifikasi. F. FOCUS PENGKAJIAN 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diarahkan
pada penentuan tanda apendiksitis. Aspek yang terkait riwayat yang mendukung
diagnosis apendiksitis meliputi mulainya nyeri sebelum muntah dan diare, kehilangan
nafsumakan, berpindahnya nyeri dari periumbilikus ke kuadran kanan bawah dan nyeri
bertambah parah dengan pergerakan. Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi
tingkah laku anak dan
keadaan perutnya. Anak dengan apendiksitis sering bergerak dengan berlahan dan
terbatas, membungkuk ke depan dan sedikit pincang. Anak tersebut akan memegang
kuadran kanan bawah. Perut kembung menunukkan suatu komplikasi seperti
perforasi/obstruksi. Auskultasi bisa menunjukkan suara usus abnormal (hipoaktif)
ketika terjadi perforasi. Palpasi abdomen harus dilakukan dengan lembut, kuadran
kanan bawah (titik McBurney, yaitu perpotongan lateral dan duapertiga dari garis
yang menghubungkan spina iliaka superior anterior kanan dan umbilikus). Tanda fisik
yang paling penting pada apendiksitis adalah nyeri tekan menetap pada saat palpasi.
2. Observasi adanya tanda-tanda peritonitis. Tanda terjadinya perforasi adalah
demam, hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi, peningkatan nyeri yang
biasanya menyebar dan disertai kaku abdomen, distensi abdmen progresif, menggigil.
G. FOCUS INTERVENSI 1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya
organisme infektif didalam abdomen, perforasi pada apendiks. Kriteria hasil :
meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi atau inflamasi.
Intervensi : • Pantau tanda-tanda vital dan jumlah leukosit. Perhatikan adanya
demam, menggigil, berkeringat, meningkatnya nyeri abdomen. • Beri perawatan luka
dan penggantian balutan dengan menggunakan teknik septik. • Minotor insisi dan
balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema. • Beri antibiotik
sesuai ketentuan. 2. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan

5
diskontinuitas jaringan. Kriteria hasil : nyeri dapat terkontrol, tampak rileks,
dapat tidur secara cukup. Intervensi : • Lakukan strategi nonfarmakologi untuk
membantu anak mengatasi nyeri. • Gunakan strategi yang dikenal anak atau gambarkan
beberapa strtegi dan biarkan anak memilih salah satunya. • Libatkan orang tua dalam
pemilihan strategi. • Minta orang tua untuk membantu anak dengan menggunakan
strategi selama nyeri aktual. • Beri obat analgesik sesuai ketentuan. 3. Resiko
tinggi cidera berhubungan dengan tidak adanya motilitas usus. Kriteria hasil : anak
tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan, abdomen tetap lunak dan tidak
distensi, anak tidak muntah Intervensi : • Pertahankan puasa pada pascaoperasi. •
Pertahankan dekompresi selang NGT • Kaji abdomen untuk adanya distensi, nyeri tekan
dan bising usus. • Pantau keluarnya flatus dan feses. INTERVENSI PASCABEDAH a. b.
c. a. Puasa Pertahankan tetap terbukanya tuba nasogastrik Kaji ketegangan dinding
abdomen (keras, lunak) Lakukan perawatan luka sesuai indikasi dan :

1. Cegah dan pantau adanya distensi abdomen

2. Cegah penyebab infeksi pembuangan balutan yang benar.


b. a. b. c. d. a. b.

Berikan isolasi universal Pantau tanda-tanda vital sesuai intruksi Observasi luka
untuk adanay tanda-tanda infeksi : panas, nyeri, bengkak dan kemerahan. Beri
antibiotik : pantau respon anak Pantau tempat pemasangan infus Lakukan perawatan
luka : jaga agar tempat tersebut tetap kering dan bersih. Letakkan anak dalam
posisi semi fowler untuk memudahkan drainase jika ada cairan.

3. Pantau adanya tanda-tanda infeksi

4. Tingkatkan penyembuhan luka

5. Kaji nyeri dan lakukan tindakan penghilang nyeri a. b. Ajarkan teknik distraksi
untuk mengurangi rasa sakit. Lakukan tindakan-tindakan pemberi rasa nyaman seperti
masase dan pemberian posisi yang nyaman. 6. Bantu anak dan orang tua dalam
mengatasi stress emosional karena hospitalisasi dan pembedahan.

You might also like