You are on page 1of 44

Tugas

Analisis Wacana Bahasa Indonesia

Rabu, 17 November 2021


Semester 5 A dan 5B

INSTRUKSI TUGAS: Mata Kuliah ANALISIS WACANA BAHASA INDONESIA

1. Bacalah teks berjudul:


“Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif”
2. Apakah yang dimaksud bentang bahasa? Jelaskan dengan bukti
secukupnya dengan mengamati penggunaan bahasa di lingkungan Anda!
3. Apakah yang dimaksud dengan wacana multimodal? Jelaskan dengan
bukti secukupnya dengan mengamati penggunaan bahasa di lingkungan
Anda!
4. Kesulitan apakah yang Anda temui untuk menganalisis wacana multimodal naratif?
Jelaskan dengan bukti secukupnya dengan mengamati penggunaan bahasa di lingkungan
Anda!
5. Jawaban tugas dikumpulkan melalui sipedar dengan menggunakan format PDF.

Jawaban
1. BENTENG BAHASA atau linguistic lanscape merupakan salah satu cabang linguistik yang
memfokuskan perhatian pada penggunaan bahasa di ruang publik, seperti nama jalan, lokasi
geografi, advertensi, papan penunjuk, nama toko, nama perumahan, dan berbagai lembaga
komersial. Contohnya nama sebuah kecamatan di kabupaten Gowa, “Kecematan Bontonompo”
di mana bontonompo terbagi menjadi 2 kata “Bonto” yang artinya Daratan dan “Nompo
atau Tompo” yang artinya di atas dari 2 kata di atas dapat disimpulkan bahwasanya
Bontonompo adalah sebuah kecamatan yang letak geografisnya ada pada dataran tinggi.
2. MULTIMODALITAS menurut Kress (2011b: 242) adalah sebuah domain di mana teori
mendapatkan aplikasinya. Jika semiotic adalah teori tentang makna maka multimodalitas
adalah tentang pengaplikasiannya.
3. Kesulitan yang sering terjadi dalam menganalisis wacana multimodalitas naratif adalah
menentukan cara pengaplikasiannya. Di mana kadang kita sudah paham akan teorinya atau
semiotiknya namun sulit untuk mengaplikasikannya.
BENTANGBAHASA:
Representasi
Budaya Lokal dn Global
BENTANG BAHASA:
REPRESENTASI BUDAYA LOKAL DAN GLOBAL

Editor:
Sudartomo Macaryus
Die Bhakti Wardoyo Putro
Desy Rufaidah
Nur Indah Sholikhati
BENTANG BAHASA:
REPRESENTASI BUDAYA LOKAL DAN GLOBAL

© Penerbit Kepel Press

Editor:
Sudartomo Macaryus
Die Bhakti Wardoyo Putro
Desy Rufaidah
Nur Indah Sholikhati

Desain Sampul:
Winengku Nugroho

Desain Isi:
Safitriyani

Cetakan Pertama, 25 September 2020

Diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan


Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia Komisariat Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa-Universitas Teknologi Yogyakarta
Bekerja sama dengan Kepel Press
Puri Arsita A-6, Jl. Kalimantan Ringroad Utara, Yogyakarta
Telp: (0274) 884500; Hp: 081 227 10912
email: amara_books@yahoo.com
xxii + 124 hlm., 15,5 x 23

Anggota IKAPI
ISBN: 978-602-356-347-0

Hak cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku, tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit.

Percetakan Amara Books


Isi di luar tanggung jawab percetakan
BENTANG BAHASA DAN WAcANA MULTIMODAL
NARATIf

Sudartomo Macaryus, Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,


Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo Putro
FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
sudartomo@ustjogja.ac.id, wijayaheru_ust@yahoo.co.id,
desy.rufadiah@ustjogja.ac.id, oktaviani@ustjogja.ac.id,
die_bhakti@ustjogja.ac.id

A. PENDAHULUAN

Bentang bahasa atau linguistic lanscape merupakan salah satu


cabang linguistik yang memfokuskan perhatian pada penggunaan
bahasa di ruang publik, seperti nama jalan, lokasi geografi,
advertensi, papan penunjuk, nama toko, nama perumahan, dan
berbagai lembaga komersial. Secara internasional telah banyak
dilakukan penelitian di berbagai negara. Di negara-negara Asia
telah dilakukan oleh Barrs (2015), Manan dkk. (2015) Tan dan Tan
(2015), Tang (2018), Curtin (2015), dan Backhaus (2007). Di Eropa
dapat dibaca publikasi hasil penelitian pada artikel Leeman & Modan
(dalam Amos, 2015), Nikolaou (2016), dan Takhtarovaa dkk. (2015).
Wacana narasi menyajikan rangkaian peristiwa dengan
menggunakan pola urutan yang tertentu, seperti linear, klimaks,
antiklimaks, kronologis, sebab-akibat, atau spasial. Pola urutan
menjadi keharusan berkaitan sifat linearitas bahasa. Dalam wacana
multimodal, teks direpresentasikan secara verbal dan visual. Teks
verbal menyajikan penataan satuan-satuan lingual secara berurutan.
Teks visual menyajikan penataan dengan memanfaatkan komposisi
ruang, bentuk, warna, ukuran, dan berbasis sumbu secara vertikal
maupun horizontal.

69
70 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

Dalam kaitannya dengan metafungsi bahasa, Halliday (1973;


Kiernan, 2018; Anoegrajekti dkk., 2018) membedakan menjadi 3
(tiga), yaitu: ideasional, interpersonal, dan tekstual. Ideasional
berhubungan dengan cara bahasa merepresentasikan dunia. Hal
tersebut cenderung menunjukkan kesamaan dengan konvensi ide-
ide bahasa dan arti. Metafungsi ideasional juga sebagai sistem
semiotik yang mewakili objek dan hubungannya di dunia di luar
sistem representasi atau dalam sistem semiotik budaya (Kress &
Leeuwen, 2006:48). Interpersonal menempatkan bahasa dalam
memosisikan identitas atau hubungan dalam wacana transaksional.
Oleh karena itu, hal tersebut sebagai perspektif yang berkaitan erat
dengan relasi pembicara dengan mitra bicara yang oleh Kress &
Leeuwen (2006) disebut partisipan. Partisipan dalam teks verbal
lisan antara pembicara-pendengar, dalam teks verbal tulis antara
penulis- pembaca, dan dalam teks visual antara pencipta-pelihat.
Metafungsi tekstual menggambarkan penggunaan bahasa untuk
menyusun teks yang menunjukkan hubungan struktural dengan
teks-teks lain.
Ide wacana multimodal mengasumsi secara dikotomis adanya
wacana monomodal. Konsep monomodal beroperasi dengan satu
jenis sumber daya dalam wilayah tertentu. Refleksi tentang potensi
sumber daya cenderung tidak dapat muncul. Bahasa dipandang
mampu menangani semua makna manusia secara rasional (Kress,
2010). Monomodal yang bernilai tinggi (novel sastra; risalah
akademis, dokumen tulis, laporan resmi, dan produk tulis lainnya)
pada mulanya tanpa ilustrasi, grafis seragam, dan halaman cetak
padat. Lukisan menggunakan kanvas dengan medium pewarna
minyak, apa pun gaya atau subjeknya. Pergelaran konser musisi
berpakaian identik dan hanya konduktor dan solois diizinkan bedat
ekspresi. Sajian teoretis-kritis tentang seni cenderung sama
monomodal, seperti satu bahasa untuk berbicara tentang bahasa
(linguistik), seni (sejarah seni), musik (musikologi), dan ritual (doa
dan mantra). Masing- masing berbicara dengan metode, asumsi,
kosakata teknis, kekuatan, dan stigma masing-masing (Kress &
Leeuwen, 2001:1).
Dalam komunikasi yang disusun secara multimodal, dua
pertanyaan muncul. Pertama, tentang kesesuaian sarana untuk
representasi dan kedua, tentang kompleksitas mode yang dirancang
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
71
|
Putro

untuk mencapai persyaratan tugas representasional dan komunikasi


yang kompleks. Mode yang lazim digunakan, adalah: ucapan,
gambar diam, gambar bergerak, penulisan, sikap, musik, model 3D,
tindakan, dan warna yang menawarkan potensi spesifik. Semua itu
sesuai sebagai ekspresi, representasi, dan komunikasi (Kress,
2010:27-28). Bentang bahasa yang lazim didukung teks visual
berpotensi dianalisis secara multimodal (Barni dan Bagna, 2009:138).
Analisis wacana multimodal menempatkan wacana sebagai
kombinasi yang melingkungi unsur verbal tulis atau lisan yang
lazim disebut sebagai teks visual. Unsur visual terbuka terhadap
penggunaan dan pemaknaan. Disampaikan oleh Cheng (2016:84)
bahwa unsur nonverbal lazim disebut teks visual. Jadi dalam analisis
terdapat teks verbal dan teks visual. Wacana multimodal di ruang
publik, khususnya iklan berkembang pesat di negara industri.
Beberapa industri multinasional, seperti Coca-Cola, Ford, Kellogg,
dan Kodak menjadi fitur iklan (Edelman, 2009:141) yang ikut
merapaikan bidang periklanan pada tataran internasional. Wacana
iklan lainnya, yaitu Indomiedan yang ditayangkan di televisi telah
diteliti oleh Suprakisno (2015) dan Hidayat dkk. (2018). Artikel
lainnya membahas penggunaan unsur verbal dan visual pada media
sosial (Suharijadi, 2019).
Khusus dalam bidang seni pertunjukan telah dibahas oleh
Bouissac (2012). Lebih khusus lagi dalam bidang sirkus dikatakan
bahwa “bermain api” adalah metafora umum dengan referensi
harfiah tindakan aktual: melompat lingkaran api oleh manusia,
kuda, singa, harimau, dan lumba-lumba. Klimaks permainan berupa
memanipulasi obor turun, penari hula-hoop (Bouissac, 2012:2).
Ketertarikan dapat difokuskan pada seni, kreativitas, budaya,
keluarga, jenis kelamin, identitas, pengetahuan, pembelajaran,
migrasi, musik, organisasi, kekuatan, olahraga, atau teknologi.
Tema/ topik lain tentu masih banyka yang dapat dipertimbangkan.
Peluang lainnya adalah menggabungkan beberapa tema secara lintas
disiplin dan seperti memfokuskan pada pemikiran identitas atau
budaya dan etnis migran (Norris, 2019:64).
72 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

Partisipan, Aktor, dan Vektor

Dalam wacana multimodal naratif diperkenalkan beberapa


istilah kunci, yaitu partisipan, aktor, dan vektor. Partisipan adalah
pelaku dalam tindakan komunikasi. Secara teoretis partisipan
dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu: (1) pembicara dan pendengar,
(2) penulis dan pembaca, (3) penggambar dan pelihat, dan (4) subjek
komunikasi. Subjek komunikasi atau pokok persoalan yang menjadi
fokus, yaitu orang, tempat, konsep, waktu, peristiwa, dan hal-hal
lain yang setipe. Masing-masing diwakili berupa pidato, tulisan,
gambar, dan prang yang dibicarakan, ditulis, dan digambar (Kress &
Leeuwen, 2006:48). Aktor adalah partisipan yang memiliki peran
dominan dalam sebuah narasi. Dominasi aktor karena menjadi asal
dari proses atau gerak yang memunsulkan gerak narasi. Gerak
yang dimaksudkan diformulasikan dalam tanda-tanda, gradasi,
dan mobilitas. Kotak- kotak dianalogikan sebagai kata benda dan
anak panah dianalogikan sebagai kata kerja. Gambar naturalistik
yang lebih rinci, mungkin sulit, bahkan sia-sia, untuk diidentifikasi
partisipan. Dalam bidang kebahasaan, kata-kata seperti manusia,
pistol, pohon, tanah, berbatu, dan abstrak menyajikan informasi
umum yang belum detail. Gambar naturalistik tidak terdapat
kejelasan seperti kata. Akan tetapi gambar alami bernilai seribu kata
(2006:48). Kata seribu tentu tidak menunjuk jumlah yang tertentu,
akan tetapi untuk menyatakan keadaan yang tidak tertentu,
yaitu banyak. Gambar naturalistik tampak seperti
pada gambar berikut.
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
73
|
Putro

Gambar 1: Cenderamata khas Jakarta (Dokumentasi Pribadi)

Gambar di atas sebagai data etnografi memberikan informasi


yang cukup panjang yang berkaitan dengan identitas kota Jakarta,
moda angkutan umum bajaj, pariwisata, dan industri kreatif.
Informasi tersebut memerlukan formulasi secara verbal tulis dalam
jumlah leksikon, klausa, dan alinea yang panjang, melampaui ruang
yang digunakan untuk menuangkan gambar tersebut. Bajaj sebagai
partisipan tunggal yang nontransaksional, namun secara etnografis
menyimpan beragam informasi panjang.
Vektor merujuk pada proses dan tindakan aktif tertentu. Dalam
wacana visual penglihat memerlukan pemahaman terhadap semiotik
tanda. Dalam teori seni formal (Arnheim, 1974, 1982, dalam Kress &
Leeuwen, 2006:50) sebagian besar cenderung bersifat formalistik dan
didasarkan pada psikologi persepsi. Partisipan disebut volume atau
massa dan masing-masing dengan berat atau tarikan gravitasi yang
berbeda. Proses disebut vektor, ketegangan, atau kekuatan dinamis.
Hal ini penting untuk mengidentifikasi posisi partisipan. 1 Volume
ini dianggap sebagai entitas berbeda yang menonjol (berat) hingga
derajat yang berbeda karena ukuran, bentuk, warna, dan hal lain
yang

1. Partisipan dengan volume dan masa yang besar cenderung dominan dan berperilaku
sebagai aktor.
74 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

berbeda. Seniman telah lama mempelajari kerajinan mereka dengan


mereduksi dunia yang terlihat menjadi bentuk geometris sederhana
(Gombrich, 1960 dalam Kress & Leeuwen, 2006:50). Apa yang
dalam bahasa direalisasikan melalui konfigurasi sintaksis dari kelas
kata benda tertentu dan kelas kata kerja tertentu direalisasikan
secara visual, dapat dilihat dan dapat dikomunikasikan. Dalam
pandangan Arnheim, volume dan vektor dianalogikan sebagai
proses menjadi (being) dan bertindak (acting) (Kress & Leeuwen,
2006:50).

Gambar 2:
Poster calon anggota legislatif
DI Yogyakarta dari Partai
Golkar pada pemilu tahun 2019
(Dokumentasi Pribadi)

Gambar poster di atas secara vertikal terdiri tiga bagian. Atas,


identitas lembaga legislatif; tengah identitas calon anggota legislatif;
bawah, daerah pemilihan yang diwakili. Ketiga bagian tersebut
disajikan dalam format seperti tampak pada bagian 1. Teks visual
juga memperlihatkan tiga warna dasar, yaitu merah, putih, dan
kuning. Merah putih merepresentasikan semangat nasionalisme
yang memiliki kesamaan dengan warna bendera Indonesia. Warna
kuning merepresentasikan identitas Partai Golkar yang sudah
distigmakan dengan warna kuning.
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
75
|
Putro

Bagan 1: Struktur Teks Verbal dan Visual


No Struktur Informasi Isi Visual
1 Atas Identitas 1. DPRD DI 1. Ukuran huruf
lembaga Yogyakarta besar dan warna
legislatif 2. Mohon doa restu putih kontras
dan dukungan dengan latar
3. Golkar pendukung merah
pasangan calon 2. Warna huruf
presiden Jokowi- biru dengan latar
Ma’ruf merah dan putih
3. Gambang
pasangan calon
presiden dan
wakil presiden
2 Tengah Identitas 1. Nurjanah, S.E. 1. Foto calon
calon 2. Partai Golongan anggota legislatif
anggota Karya, Nomor 2. Logo Partai
legislatif urut partai 4 Golkar
3. Nomor urut calon 2 3. Format kartu
pilihan yang
menunjukkan
nomor urut
partai dan calon
anggota legislatif
3 Bawah Daerah Kota Yogyakarta Posisi paling bawah
pemilihan dengan huruf warna
yang hitam dan latar
diwakili kuning, identitas
partai Golkar
4 Warna Merah, 1. Merah-putih 1. Merah di bagian
putih, dan merepresentasikan atas
kuning identitas Indonesia. 2. Putih
2. Kuning mendominasi
merepresentasikan latar tengah
identitas Partai 3. Kuning latar
Golkar. bagian bawan
76 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

Bagan di atas memperlihatkan struktur teks verbal dan visual


yang saling mendukung. Partisipan pokok atau aktor berupa foto
calon anggota legislatif Daerah Istimewa Yogyakarta dari Partai
Golkar, mewakili daerah pilihan Kota Yogyakarta. Partai Golkar
mendukung pasangan calon presiden Jokowi-Ma’ruf. Struktur
vertikal tersebut didukung penggunaan warna latar merah pada
bagian atas, putih pada bagian tengah, dan kuning pada bagian
bawah.

B. NARASI

Istilah narasi oleh Kress & Leeuwen (2006) cenderung untuk


menyebut semua jenis teks dan tidak dispesifikkan pada naskah
yang berisi rangkaian peristiwa, seperti dalam genre sastra (cerpen,
novel, biografi). Oleh karena itu, ia memasukkan ragam sastra dan
nonsastra (risalah akademis dan dokumen laporan resmi) sebagai teks
narasi verbal. Selanjutnya dikatakan bahwa pada budaya Barat dan
budaya masyarakat yang telah mengenal aksara, ada preferensi yang
berbeda untuk monomodalitas.2 Analisis monomodalitas banyak
dilakukan dalam analisis wacana dengan berbagai asumsi. Beberapa
contoh dapat dilihat pada tulisan Anoegrajekti dkk. (2018),
Macaryus (2018), dan Macaryus dkk. (2019).
Genre tulisan menunjukkan gejala paling bernilai tinggi (novel
sastra; risalah akademis, dokumen dan laporan resmi, dan betuk
tulis lainnya). Pada mulanya, teks verbal disusun tanpa ilustrasi,
seragam (secara grafis), dan halaman cetak padat. Kecenderungan
tersebut dapat dilihat pada buku-buku klasik. Lukisan sebagai teks
visual cenderung menggunakan penopang yang sama (kanvas) dan
medium yang sama (minyak), apa pun gaya atau subjeknya. Dalam
pertunjukan konser yang lebih dominan menyajikan teks akting,
semua musisi berpakaian identik dan hanya konduktor dan solois
diizinkan sedikit ekspresi tubuh. Disiplin teoretis dan kritis khusus
yang berkembang untuk berbicara seni cenderung monomodal,
yaitu:

2. Aksara daerah yang disajikan adalah (1) Jawa, (2) Bali, (3) Sunda Kuno, (4) Bugis/Lontara,
(5) Rejang (6) Lampung, (7) Karo, (8) Pakpak, (9) Simalungun, (10) Toba, (11) Mandailing,
(12) Kerinci (Rencong), dan (13) Huruf Jawi (Arab Melayu) (Kamus Besar Bahasa
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
77
|
Putro
Indonesia, 2018:1904-1909).
78 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

satu bahasa untuk berbicara tentang bahasa (linguistik), yang lain


untuk berbicara tentang seni (sejarah seni), yang lain untuk
berbicara tentang musik (musikologi), dan bidang lainnya. Masing-
masing bidang menggunakan metode, asumsi, kosa kata teknis,
kekuatan, dan fokus tersendiri (Kress & Leeuwen, 2001:1).
Melalui kata dan gambar, secara retoris merestrukturisasi realitas
dalam berbagai bidang. Namun, argumen yang kuat adalah bagian
dari apa yang membuat permasalah menarik. Melalui laporan,
orang memahami proses komposisi multimodal, konsepsi, dan
kumpulan argumen. Melihat struktur di layar mendorong untuk
segera menyadari kesalahan. Database struktur protein menyediakan
bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat argumen visual
yang menyangkal. Reaksi para ilmuwan lain terhadap seluruh
episode ABC-transporter mengungkapkan masalah retorika lainnya
di jantung sains modern (Buehl, 2016:5). Retorika diperlukan dan
digunakan dalam berbagai bidang kehidupan dan berbagai bidang
ilmu, termasuk bidang kimia, seperti yang dijelaskan disampaikan di
atas.

Gambar 3: Penunjuk ruang parkir (Dokumentasi Pribadi)

Gambar di atas adalah papan penunjuk area parkir yang


dikhususkan untuk pengunjung (pasien atau tamu) yang akan ke
lembaga kanker Kuҫala. Kotak putih dengan huruf P berwarna biru
sebagai partisipan pokok atau aktor yang menjadi pusat gerak ke
kiri dan ke kanan. Gerak direpresentasikan dengan tanda ujung
panah mengarah ke kiri dan ke kanan. Konvensi dalam tanda
lalulintas, huruf P dengan warna biru menunjukkan area parkir
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
79
|
Putro

kendataan. Penggunaan area parkir tersebut dibatasi khusus untuk


pengunjung atau tamu Yayasan Kanker Kuҫala. Struktur teks visual
tersebut ditata secara vertikal, yaitu bagian atas merepresentasikan
informasi area parkir. Bagian tengah merepresentasikan area di
sebelah kiri dan sebalah kanan papan petunjuk. Ujung anak panah
merujuk pada ruang yang berada di luar teks visual. Bagian bawah
merepresentasikan identitas lembaga memiliki otoritas atas area
parkir, yaitu Yayasan Kuҫala.
Uraian berikut mencakup beberapa tipe narasi, yaitu tindakan,
reaksi, proses bicara, konversi, simbolisme geometri, dan keadaan.
Pembahasan disertai dengan contoh-contoh wacana visual yang
terdapat pada ruang publik yang menjadi fokus kajian bentang
bahasa.

1. Tindakan
Ketika gambar atau diagram hanya dengan satu partisipan
biasanya sebagai aktor atau partisipan pokok, seperti tampak pada
gambar 1. Struktur yang dihasilkan disebut non-transaksional.
Tindakan dalam proses non-transaksional, secara endoforik tidak
memiliki tujuan, dilakukan untuk, dan ditujukan kepada siapa
pun atau apa pun. Akan tetapi secara eksoforik memiliki tujuan
dan sasaran tertentu. Proses tindakan nontransaksional, secara
verbal analog dengan kata kerja intransitif. Verba intransitif tidak
menghadirkan objek sebagai pengalaman, menerima, atau sasaran.

Gambar 4: Mural menjelang pemilihan Presiden


dan Wakil Presiden tahun 2019 (Dokumentasi Pribadi)
80 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

Gambar di atas memperlihatkan kombinasi antara teks verbal


dan visual. Teks verbal menggunakan modus deklaratif yang
menginformasikan bahwa politik uang merusak kebebasan memilik.
Formulasi verbal tulis Money politic merusak kebebasan memilin
dengan modus deklaratif tersebut secara pragmatis merupakan
imperatif agar partai politik peserta pemilu tidak menggunakan
politik uang. Negara berharap pemilihan dilakukan dilakukan
secara bebas tanpa ada tekanan akibat money politic. Dua tindakan
yang tampak pada gambar di atas memiliki hubungan sebab
akibat. Pertama, pemilih mengenakan t-shirt dan berkalung sarung
merepresentasikan pemilih yang dikendalikan oleh pelaku politik
uang yang digambarkan sebagai orang yang mengenakan jas namun
kepalanya bertanduk. Kepala bertanduk merepresentasikan pelaku
politik uang yang bertindak jahat dengan merampas kebebasan
pemilih. Karakter dan transaksi partisipan tersebut secara rinci
tampak pada bagan berikut.

Bagan 2: Visualisasi dan Transaksi Partisipan

No Partisipan Visualisasi Transaksi


1 Pelaku money 1. Pakaian jas berdasi 1. Uang menutup
politic 2. Kepala bertanduk mata pemilih
3. Gigi bertaring 2. Tangan
4. Mata merah memegang dan
5. Memegang uang mengarahkan
2 Penerima 1. Mengenakan t-shirt tangan pemilih
money politic 2. Berkalung sarung 1. Mata tertutup uang
2. Tangan
dikendalikan
pembawa uang

Pakaian jas berdasi merepresentasikan partisipan yang memiliki


harta dan diperkuat dengan tangan yang memegang uang.
Partisipan kelompok ini ada kemungkinan sebagai agen atau orang
suruhan. Visualisasi lainnya (bertanduk, bertaring mata merah)
menandai partisipan yang berperilaku tidak baik (jahat). Visualisasi
mengenakan t-shirt dan berkalung sarung merepresentasikan rakyat
biasa
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
81
|
Putro

sebagai pemilih. Visualisasi transaksi mata pemilih tertutup uang


dan tangan dikendalikan oleh partisipan berdasi. Gejala tersebut
secara semiotis merepresentasikan pemilih yang sudah terampas/
terbeli kebebasannya jika digerakkan partisipan berdasi. Hal itu
berarti pemilih tidak bertindak dengan watak, bertindak dengan
watak berarti melangkah atas dasar nilai-nilai yang baik, luhur, dan
berdaya-guna (Hendarman, 2019:15). Pemilih harus berani bertindak
sesuai dengan pemikiran yang logis dan hati nuraninya. Hal itu
berarti pemilih memiliki jiwa yang merdeka, tidak terbelungggu
oleh partisipan berdasi.
Proses non-transaksional tidak memindahkan sesuatu.
Visualisasi merepresentasikan gerak, tidak menimpa sesuatu, hanya
bergerak. Representasi visual ini mirip dengan cara proses
meteorologis diwakili dalam bahasa Inggris hujan atau salju. Seperti
yang Halliday tunjukkan (1985:102), bahasa lain tidak perlu
melakukan ini. Dalam satu dialek Cina, misalnya, seseorang harus
mengatakan sesuatu seperti langit meneteskan air; dengan kata lain,
hujan harus direpresentasikan sebagai proses transaktif.

Gambar 5: Teks visual transaksional


(Sumber: Kress & Leeuwmen, 2006:64)

Pada gambar 5, isyarat orang tua itu membentuk vektor, tetapi


ia tidak menunjuk pada siapa pun atau apa pun, setidaknya tidak
sejauh yang bisa dilihat dalam gambar tersebut. Akibatnya, pemirsa
dibiarkan membayangkan dengan siapa atau dengan apa dia
82 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

berkomunikasi. Mungkin anak muda itu sudah berhubungan dengan


apa yang ada di luar kehidupan. Hal itu membuka kemungkinan
sebab anak muda itu memandangnya dengan kekaguman yang
terkonsentrasi (Kress & Leeumen, 2006:59). Penataan teks visual
pada gambar memanfaatkan urutan ruang secara horizontal dari kiri
ke kanan. Orang tua menunjukkan karakter sebagai aktor dan anak
muda yang berada di sebelah kanan menunjukkan karakter sebagai
kopartisipan.

2. Reaksi
Ketika vektor dibentuk oleh garis mata, dengan arah pandangan
satu atau lebih partisipan yang diwakili, prosesnya bersifat
reaksioner, dan tidak akan berbicara tentang Aktor, tetapi tentang
karakter, dan bukan tentang sasaran, tetapi tentang fenomena.
Partisipan yang melakukan pencarian, haruslah manusia, atau
binatang yang menyerupai manusia. Makhluk dengan mata dan
kasat mata yang memiliki pupil berbeda, dan mampu berekspresi
wajah. Fenomena dapat dibentuk baik oleh partisipan lain,
partisipan yang sedang dilihat oleh Bakteri, atau oleh proposisi
visual keseluruhan, misalnya, struktur transaksional. Pada gambar 5
misalnya, pria tua dan gerakannya membentuk Fenomena,
sedangkan anak laki-laki adalah Reacter.

Gambar 6: Mural ajakan menolak money politic


(Dokumentasi Pribadi)
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
83
|
Putro

Mural layanan masyarakat pada gambar di atas disampaikan


oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Teks visual secara vertikal
terbagi tiga, yaitu: (1) atas, 6 aktor yang mengajak mengumpulkan
tanda tangan; (2) tengah, isi ajakan berupa kegiatan mengumpulkan
1000 tanda (tangan) sebagai bentuk dukungan terhadap ajakan
menolak money politic; (3) bawah, representasi reaksi partisipan yang
merespons ajakan aktor dengan menorehkan tanda tangan. Logo
KPU di sudut kiri atas merepresentasikan inisiator pesan dan tangan
yang memegang uang di sudut kanan bawah merepresentasikan
ancaman terhadap kemurnian pemilu.
Teks visual menunjukkan penataan secara diagonal. Inisiator
pada posisi kiri atas melakukan perlawanan pada posisi tengah
dengan melakukan gerakan menolak politik uang. Gerakan
direpresentasikan dengan mengumpulkan 1000 tanda tangan. Tanda
tangan merepresentasikan perlawanan terhadap politik uang yang
ditampilkan pada sudut kanan bawah, yaitu tangan yang
memegang tumpukan uang kertas. Pembawa kain adalah aktor
dalam proses tindakan transaksional yang menawarkan ajakan
untuk ikut menandatangani gerakan menolak politik uang.
Penandatangan merupakan fenomena dari suatu struktur
transaksional yang menempatkan diri sebagai reaktor suatu vektor.
Fenomena tersebut dibentuk melalui arah pandangan aktor yang
membawa kain dan aktivitas membentangkan kain untuk
ditandatangani. Penandatangan bereaksi dengan tindakan bertanda
tangan pada kain yang dibentangkan sebagai realisasi relasi
transaksional seperti disampaikan Kress & Leeuwen (2006:67).

3. Proses Bicara dan Mental


Jenis vektor khusus dapat diamati dalam strip komik: tonjolan
miring balon pemikiran dan balon dialog yang menghubungkan
gambar penutur atau pemikir dengan pidato atau pemikiran mereka.
Sampai baru-baru ini mereka terbatas pada komik, meskipun tentu
saja, ada juga proses pidato dalam seni abad pertengahan, misalnya
dalam bentuk pita yang berasal dari mulut pembicara.
84 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

Gambar 7: Mural ajakan untuk mengikuti pemilu dan tidak


menjadi golput (Dokumentasi Pribadi)

Gambar di atas memperlihatkan struktur teks verbal dan visual.


Kedua tipe teks disusun secara vertikal menjadi tiga bagian, atas
tengah, dan bawah. Bagian atas menyampaikan ajakan stop hoax
dengan cara saring sebelum sharing. Bagian atas dengan ukuran
huruf dan posisi senter mendominasi struktur teks verbal dan visual.
Ajakan lainnya dengan tampilan dominasi tingkat kedua adalah
ajakan untuk mengendalikan diri yang dinyatakan secara verbal
kendalikan jari kita pada posisi kiri dan smart phone, smart user
‘telepon cerdas, pengguna cerdas’. Dua yang terakhir menunjukkan
proses bicara/mental yang direpresentasikan dengan menunjukkan
poster yang berada di tangan masing-masing partisipan. Ajakan
lainnya direpresentasikan dengan cara yang sama namun dengan
ukuran tulisan dan fisik partisipan yang lebih kecil, yaitu: (1) Jangan
golput,
(2) Ayo memilih, dan (3) no money politik. Selain ajakan partisipan
menyampaikan informasi atau ajakan secara tidak langsung, yaitu:
(1) 17 April 2019 dan (2) I  Indonesia. Partisipan divisualisasikan
dengan wajah ceria dan dinamis dengan kaki melangkah dan tangan
diangkat ke atas.
Bagian bawah ditutup dengan pita berisi tulisan cerdas dalam
memilih. Bagian bawah mengesankan sebagai dasar yang diletakkan
oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dihadirkan dengan
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
85
|
Putro

menampilkan logo di sebelah kiri dan kotak suara berlogo KPU di


sebelah kanan. Pita ditampilkan pada posisi senter dan
bergelombang yang memberi kesan dinamis. Seperti reaksi
transaksional, proses ini merepresentasikan hubungan antarmanusia.
Partisipan dalam teks visual menyampaikan ajakan kepada mitra
tutur yang hadir secara mental dan bersifat eksoforik.
Bila KPU ditempatkan sebagai inisiator, yang menyerukan Stop
Hoax, partisipan pembawa tulisan merepresentasikan respons berupa
dukungan. Dukungan yang beragam tersebut sebagai representasi
cara sebagai langkah operasional dari seruan Stop Hoax. Partisipan
merespons dengan menunjukkan poster yang berisi pikiran masing-
masing. Cara lain dalam publikasi komik direpresentasikan dengan
menggunakan gelembung atau balon pikiran yang berasal dari
pelaku.

Gambar 8: Pikiran direpresentasikan dalam balon dan tanda panah


(Sumber: Media Indonesia, 19 Juli 2020)
86 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

Gambar di atas memperlihatkan ujaran/pikiran partisipan


berbingkai gelembung/balon dan kluster ujaran dengan tanda panah
untuk menunjuk pemikir/penutur. Gelembung pikiran dan
perangkat serupa berisi proses mental/batin (pikiran, perasaan,
harapan, dan tuduhan). Dalam vektor isi pidato, Halliday (1985:227)
menyebutnya struktur. Dalam konteks reaksi transaksional, Kress &
Leeuwen (2006:68) membedakan balon pikiran dengan balon dialog.
Isi balon dialog atau balon pikiran tidak diwakili secara langsung,
tetapi dimediasi melalui reaktor (dalam balon pikiran) dan inisiator
(dalam balon dialog).

4. Konversi
Model komunikasi berpeluang diekspresikan dengan
membentuk rantai proses transaksional. Rangkaian ini
menghasilkan tipe partisipan ketiga, partisipan yang merupakan
Sasaran sehubungan dengan satu partisipan dan aktor sehubungan
dengan yang lain. Proses tersebut mengingatkan pada mata
pelajaran biologi mengenai rantai makanan yang dimulai dari cacing
dimakan ayam, musang, dan harimau agar alam tetap dalam kondisi
seimbang. Gambar berikut menunjukkan adanya rantai proses
komunikasi.

Gambar 9: Siklus pesan dalam komunikasi verbal dan visual


(Sumber: Kress & Leeumen, 2006:69)

Aktor atau partisipan pokok sebagai agen direpresentasikan


pada dua bola yang terletak di ujung kiri dan kanan. Masing-masing
bola berisi encoder ‘pembuat kode’, interpreter ‘penginterpretasi’, dan
decoder ‘pembongkar kode’. Dua bola di tengah merupakan
kopartisipan yang
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
87
|
Putro

sebagai hasil pengodean dan sebagai hasil pembongkaran setelah


melalui tahap interpretasi diciptakan kode baru untuk dikirimkan
kapada partisipan yang menjadi mitra komunikasi. Empat anak
panah masing-masing dan secara keseluruhan sebagai vektor dalam
proses komunikasi interaksional.
Dalam proses transmisi informasi tersebut partisipan bertindak
sebagai sasaran yang membongkar kode. Sehubungan dengan
sumber dan transmisi informasi, partisipan bertindak sebagai
pembuat kode. Partisipan berperan sebagai relay yang tidak hanya
meneruskan, dalam bentuk tidak berubah namun mereka
mentransformasikannya (Kress & Leeumen, 2006:68). Model
komunikasi tersebut dapat dianalogikan seperti, dari simbol dan
angka menjadi informasi sisa pulsa, huruf dan spasi menjadi pulsa
listrik, rerumputan, dedaunan, dan bunga menjadi urin, kotoran,
dan daging. Fasilitas android memungkinkan menekan simbol dan
angka mendapat informasi mengenai sisa pulsa, menekan huruf dan
spasi mendapatkan pulsa listrik, dan dalam kehidupan lembu betina,
dengan rumput, daun, dan bunga mendapatkan pupuk (urin dan
kotoran) dan daging.

5. Simbolisme Geometri
Geometri memiliki istilah lain ilmu ukur, yaitu cabang
matematika yang mempelajari sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan
ruang. Narasi teks visual yang memanfaatkan ruang memiliki
kemungkinan ditata dengan menggunakan urutan sesuai dengan
kaidah-kaidah geometri, seperti garis vertikal, horizontal, diagonal,
dan jari-jari. Penataan lainnya menggunakan pola urutan bangun
geometri, seperti segi tiga, lingkaran, jajaran genjang, trapesium,
segi empat, dan empat persegi panjang. Penataan lainnya
menggunakan kaidah pencahayaan yang lazim disebut dengan
istilah proyeksi.
Simbolisme geometri banyak dimanfaatkan untuk berbagai
bidang kehidupan, seperti gerakan tari, ritual, seni beladiri, dan
olahraga. Ritual dalam tradisi Gereja menggunakan gerakan-gerakan
maju. Ritual seblang Olehsari di Banyuwangi menggunakan
gerakan memutar berlawanan dengan jarum jam, yaitu memutar ke
arah kiri. Gerakan dengan pola geometri memiliki sifat dan makna
secara simbolik. Poster calon anggota legislatif perempuan berikut
88 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

menunjukkan penataan secara diagonal dari kiri atas ke kanan


bawah. Partisipan yang dihadirkan secara diagonal adalah tokoh
publik yang berkecimpung dalam bidang politik, mulai dari Surya
Paloh di sudut kiri atas, diikuti Joko Widodo di bawahnya yang
menjorok ke tengah, dan paling bawah kanan adalah Elisabeth
Setyaningsih.

Gambar 10: Slogan calon anggota legislatif perempuan


dengan struktur partisipan geometri diagonal dari kiri atas
ke kanan bawah (Dokumentasi Pribadi)

Gambar di atas memperlihatkan relasi dan gradasi ruang lingkup


politik dalam pemilu Presiden, Legislatif, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Teks visual tersebut memperlihatkan relasi
antarpartisipan. Surya Paloh, pemimpin Partai Nasdem memiliki
semangat nasionalisme yang dipresentasikan latar belakang warna
merah putih seperti warna bendera Republik Indonesia. Partai
Nasdem yang berada pada urutan 5 (lima) mendukung calon
presiden Joko Widodo. Presiden adalah pemimpin tingkat nasional.
Dukungan terhadap Joko Widodo mengasumsi bahwa ia juga
memiliki semangat nasionalisme seperti Pantai Nasdem. Selanjutnya
pada tingkat kabupaten, khususnya Kabupaten Sleman, Partai
Nasdem
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
89
|
Putro

mendukung pencalonan Elisabeth Setyaningsih sebagai calon


anggota legislatif DPRD Sleman.
Dengan demikian penataan secara diagonal tersebut
memperlihatkan tiga hal berikut. Pertama, Partai Nasdem
memayungi calon pemimpin negara (pada posisi tengah) dan calon
anggota legislatif kabupaten (pada posisi paling bawah kanan).
Sebagai payung Partai Nasdem direpresentasikan Suryo Paloh
sebagai ketua partai. Kedua, Joko Widodo sebagai calon presiden
akan berkontestasi pada tingkat nasional. Oleh karena itu, Joko
Widodo ditempatkan pada posisi kedua. Ketiga, Elisabet
Setyaningsih sebagai calon legislatif berkontestasi pada tingkat
kabupaten. Oleh karena itu, Elisabeth Setyaningsih ditempatkan
pada urutan ketiga (paling bawah dan paling kanan). Pola urutan
melambangkan ruang lingkup kontestasi, yaitu pada paling bawah
tingkat kabupaten, tengah tingkat nasional, dan paling atas sebagai
aktor yang memayungi semua tingkatan dan semua lembaga
(eksekutif, yaitu presiden dan legislatif, yaitu DPRD). Varian
sombol lainnya berpotensi dikembangkan secara
kolaboratif. Garis, ruang, dan cahaya perpotensi dikombinasikan
untuk saling mendukung dan menguatkan. Panah melengkung
mengambil bagian nilai simbolik lingkaran yang direpresentasikan
alami dan organik (Kress & Leeuwmen, 2006:71). Vektor dapat
dilemahkan dengan pencahayaan, garis putus, gradasi garis (semakin
tipis atau tebal), menempatkan pada ruang tengah, semua itu
membangun makna vektor bergerak ke arah konektivitas yang
dituju.
Pada gambar 10 gerak vektor berlangsung secara vertikal.

6. Keadaan
Keadaan teks visual menjadi salah satu indikator dinamika.
Dalam bidang fisika misalnya gerak terjadi dari keadaan dengan
tekanan kuat ke lemah. Kuat dan lemah tersebut secara visual
direpresentasikan dengan warna, ukuran, cahaya, volume, dan
kuantitas. Image naratif dapat berisi kopartisipan atau partisipan
sekunder yang terkait dengan partisipan pokok tidak melalui vektor
tetapi cara lain. Dalam pandangan Halliday (1985) partisipan
sekunder disebut keadaan. Partisipan tersebut dapat ditinggalkan
tanpa memengaruhi proposisi tetapi bila dihapus mengakibatkan
90 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

hilangnya informasi.
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
91
|
Putro

(1) Saya satu, digoreng, dibungkus!

Tuturan yang lepas konteks tersebut tidak jelas apa yang


dimaksud satu, digoreng, dan dibungkus. Tuturan tersebut menjadi
jelas bila disertakan konteks berikut.

Situasi yang ditampilkan dalam deskripsi konteks tersebut


Seorang pembeli berada di warung satai yang ramai
menjadi partisipan sekunder yang memperjelas maksud tuturan.
dikunjungi konsumen. Warung satai menyediakan menu satai
Keadaan dalam teks visual direpresentasikan dengan pengaturan
goreng dan satai bakar. Warung tersebut menyediakan menu
posisi yang menunjukkan kaitan antarpartisipan. Pengaturan
satai untuk dimakan di warung tersebut atau dibawa pulang.
dikatakan oleh Kress dan Leeuwen (2006:72) memerlukan kontras
antara latar depan dan latar belakang dengan beberapa cara berikut.

(1) Partisipan di latar depan tumpang tindih, dan karenanya


sebagian mengaburkan pengaturan.
(2) Pengaturan digambar atau dicat kurang detail (atau, dalam
hal fotografi, memiliki fokus yang lebih lembut).
(3) Pengaturan lebih bisu dan desaturasi dalam warna, dengan
berbagai warna semua cenderung ke rona yang sama,
biasanya biru jarak.
(4) Pengaturan lebih gelap daripada latar depan, atau lebih
terang, sehingga memperoleh tampilan overexposed halus.
92 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

Gambar 11: Poster Banyuwangi Ethno Carnival 2017


bertema Majestic Ijen (Sumber: Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi)

Kontras dan fokus tampak pada penataan warna yang


dikontraskan. Latar belakang yang dominan hitam dengan warna
biru api untuk partisipan yang merepresentasikan peserta BEC.
Latar hitam digunakan untuk menonjolkan warna biru api agar
tampak jelas. Teks verbal didominasi penggunaan bahasa Inggris
dimaksudkan sebagai media informasi kepada masyarakat
internasional. Hal itu beralasan karena BEC merupakan fesyen
berkelas dunia yang menghadirkan wisatawan internasional. Gerak
warna hitam ke terang menunjukkan vektor untuk menonjolkan
api biru yang dapat disaksikan tengah malam hingga dini hari
sebelum matahari tampak kemerahan. Dominasi warna hitam untuk
menguatkan warna api biru sebagai keajaiban yang dimiliki Gunung
Ijen. Vektor bergerak dari kiri ke kanan dan sebaliknya makin
mendekat dengan menempuh kegelapan akan menyaksikan terang
api biru.
Fitur-fitur formal ini dapat muncul dalam berbagai kombinasi
secara bertingkat, seperti telah dikemukakan di depan. Alat untuk
bertindak lazim direpresentasikan sebagai keadaan bermakna. Jika
ini masalahnya, tidak ada vektor yang jelas antara alat dan
penggunanya. Kecenderungan lainnya, vektor direpresentasikan
dengan hasil atau produk. Hal tersebut mengasumsi bahwa produk
dihasilkan dengan serangkaian proses kegiatan dan didukung oleh
hadirnya partisipan sekunder, seperti tampak pada gambar berikut.
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
93
|
Putro

Gambar 12: Papan petunjuk Dusun Nawungan I,


Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul
(Kiri). Relief berbentuk jagung, sorgum, singkong, dan kedelai
(Kanan) (Dokumentasi Pribadi).

Gambar di atas memperlihatkan teks verbal dan visual yang


terpisah. Kedua tipe teks menunjukkan adanya intertekstualitas
bahwa Dusun Nawungan I sebagai identitas wilayah yang
menghasilkan jagung, sorgum, singkong, dan kedelai. Relief yang
ditampilkan sebagai ikon wilayah. Partisipan berupa gambar hasil
bumi merepresentasikan vektor, yaitu kerja petani yang
menghasilkan produk pertanian tersebut. Pemahaman terhadap
maksud tersebut didukung oleh keadaan alam yang menjadi latar
dan lingkungan teks verbal dan visual tersebut. Lingkungan sekitar
kedua teks adalah lahan pertanian dengan beragam tanaman dan
yang menjadi andalan adalah jagung, sorgum, singkong, dan
kedelai. Sedangkan pada latar yang tampak jauh adalah pohon jati
yang sedang berbunga.
Partisipan sekunder teks visual lainnya hadir sebagai konteks
yang menyertai gambar yang tidak ditampakkan secara visual.
Sekelompok mahasiswa berikut sebagian menampakkan vektor
melakukan kegiatan dengan android yang berada di genggaman
tangannya. Tipe vektor memiliki kemungkinan merekam dengan
video atau memotret objek tertentu. Objek yang direkam atau yang
difoto juga memiliki beragam kemungkinan, seperti mahasiswa
yang sedang presentasi, dosen yang sedang memberi kuliah,
tayangan slide, alat peraga yang digunakan dosen, dan masih
banyak kemungkinan lainnya. Vektor menjadi jelas melalui
deskripsi partisipan sekunder, seperti tampak pada gambar dan
penjelasannya berikut.
94 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

Gambar 13: Mahasiswa sedang mengikuti kuliah dan memotret slide


yang diyangkan di layar (Dokumentasi Pribadi)

Gambar di atas memperlihatkan mahasiswa sebagai partisipan


dan HP sebagai vektor untuk memotret tayangan materi kuliah.
Tayangan hadir sebagai partisipan sekunder. Dengan demikian
keseluruhan mahasiswa yang berada di dalam ruangan tersebut
memiliki superordinat vektor, yaitu mengikuti kuliah. Gambar di
atas tidak menampakkan adanya interaksi antarpartisipan. Gejala
semacam itu dikatakan oleh Kress & Leeuwen (2006:72)
berdasarkan data gambar penguin dan bayinya yang membentuk
dua partisipan yang berbeda namun tidak mengandung vektor.
Fenomena mahasiswa di atas memperlihatkan jenis gambar yang
cenderung menggambarkan teks visual yang memberikan informasi
deskriptif tentang penguin dan tentang mahasiswa daripada cerita
tentang apa yang dilakukan secara interaksional.

c. WAcANA MULTIMODAL DALAM PEMBELAJARAN

Pada pembahasan di atas, contoh-contoh merupakan wacana


yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Kurikulum 2013 yang digunakan di setiap satuan pendidikan
menggunakan pendekatan komunikatif, Content and Language
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
95
|
Putro

Integrated Learning (CLIL), saintifik, dan Genre Based Approach atau


berbasis genre (GBA). Subbab dalam buku teks Bahasa Indonesia
yang digunakan dalam pembelajaran berbasis genre, seperti teks
deskripsi, eksposisi, prosedur, eksposisi, narasi, dan persuasi. Selain
itu, Kurikulum 2013 juga bersifat kontekstual. Artinya setiap
contoh yang dihadirkan merupakan contoh yang ada di sekeliling
para siswa atau dekat dengan lingkungan tinggal siswa. Dapat juga
berupa audio, visual, atau audio-visual untuk memaparkan materi
yang di luar lingkungan tempat tinggal siswa. Siswa pun perlu
dibekali literasi digital yang merupakan kemampuan siswa untuk
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara bijak
(Rufaidah & Putro, 2019).

1. Media Pembelajaran
Media pembelajaran merupakan salah satu komponen
pembelajaran. Media pembelajaran dapat mengonkretkan sesuatu
yang abstrak dan mendekatkan sesuatu yang jauh sehingga dapat
membantu siswa untuk lebih memahami materi pembelajaran. Ada
berbagai macam media pembelajaran, seperti gambar/foto, poster,
diagram, bagan, kartun, gambar berseri, audio, visual, dan audio-
visual (Sanaky, 2013). Gambar, poster, kartun yang terdapat di
lingkungan dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Namun,
perlu disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan dan nilai-
nilai karakter yang terkandung di dalamnya.
Gambar 2, 4, 6, 7, dan 10 berpotensi dikembangkan sebagai
media pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini dapat diterapkan pada
siswa SMP kelas VIII KD 3.3, yaitu mengidentifikasi informasi teks
iklan, slogan, atau poster dari berbagai sumber yang dibaca dan
didengar. Pada KD tersebut, siswa diminta mengindentifikasi
informasi apa saya yang termuat di dalam poster tersebut. Pada KD
4.3, yaitu menyimpulkan isi iklan, slogan, atau poster dari berbagai
sumber. Siswa dapat belajar menyimpulkan isi poster tersebut.
Tidak hanya digunakan untuk media dalam mengidentifikasi
informasi dan menyimpulkan isi, gambar 2, 4, 6, 7, dan 10 juga
berpotensi dikembangkan sebagai media pembelajaran pada KD 3.4,
yaitu menelaah pola penyajian dan kebahasaan teks iklan, slogan,
96 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

atau poster dari berbagai sumber yang dibaca atau didengar. Siswa
diminta menelaah pola penyajian yang berkaitan dengan struktur
poster tersebut dan unsur kebahasaan yang berkaitan dengan diksi
yang digunakan dalam contoh-contoh poster.
Pada KD 4.4, yaitu menyajikan gagasan, pesan, dan ajakan
dalam bentuk iklan, slogan, atau poster secara lisan dan tulis. Mural
ajakan untuk mengikuti pemilu dan tidak menjadi golput dapat
digunakan sebagai media untuk siswa dapat menulis teks persuasi.
Dalam teks persuasi, siswa didorong kemampuannya untuk
mengajak, mengimbau, dan memengaruhi pembaca. Respons yang
diharapkan, pembaca mengikuti pemikiran atau tindakan yang
dilakukan penulis. Dalam teks persuasi, siwa pun menjelaskan
pendapat yang berkaitan dengan topik pembahasan dan disertai
dengan fakta.

2. Meningatkan Nilai Karakter Siswa


Dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia, siswa tidak hanya
belajar berbahasa dan bersastra, tetapi diharapkan juga memiliki
karakter yang baik. Karakter anak tidak dapat dibentuk secara
instan, perlu penanaman yang terus-menerus dan kesempatan untuk
menerapkan sehingga dapat menjadi suatu kebiasaan sang anak.
Sebagai identitas atau jati diri suatu bangsa, karakter merupakan
nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi
antarmanusia. Secara universal, berbagai karakter dirumuskan
sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian,
menghargai, kerja sama, kebebasan, kebahagiaan, kejujuran,
kerendahan hati, kasih sayang, tanggung jawab, kesederhanaan,
toleransi, dan persatuan (Samani dan Hariyanto, 2012: 42‒43).
Dalam bidang pendidikan, Kementerian Pendidikan menyampaikan
18 karakter (Pusat Kurikulum, 2010:9‒10; Suyadi, 2013:7‒9),
pendidikan karakter mencakup 18 nilai, yaitu (a) religius, (b) jujur,
(c) toleransi, (d) disiplin, (e) kerja keras, (f) kreatif, (g) mandiri, (h)
demokratis, (i) rasa ingin tahu, (j) semangat kebangsaan, (k) cinta
tanah air, (l) menghargai prestasi,
(m) bersahabat/komunikatif, (n) cinta damai, (o) gemar membaca,
(p) peduli lingkungan, (q) peduli sosial, dan (r) tanggung jawab.
Dalam menanamkan nilai-nilai karakter, guru dapat menyampaikan
secara langsung atau tersirat dalam materi. Oleh karena itu, guru
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
97
|
Putro

perlu memperhatikan isi materi yang akan digunakan dalam proses


pembelajaran.
Pada gambar 4 dan 6 dapat ditanamkan nilai karakter jujur,
demokratis, dan tanggung jawab. Siswa diajarkan untuk tidak ikut
money politic dan tidak menerima uang dari pelaku politik.
Meskipun dalam syarat pemilu, warga yang telah genap tujuh belas
tahun yang berhak mengikuti pemilu, tetapi dalam konteks ini
dapat disejajarkan dengan contoh lain, seperti pemilihan OSIS atau
ketua karang taruna. Siswa diajari untuk jujur dan demokratis
dalam memilih serta bertanggung jawab dengan apa yang telah
dipilih.
Mural pada gambar 7 merupakan ajakan mengikuti pemilihan
umum dan tidak menjadi golput (golongan putih). Gambar tersebut
dapat dijadikan media pembelajaran untuk menanamkan nilai dan
karakter semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan peduli sosial.
Secara teoretis dengan menentukan pilihan masing-masing memiliki
wakil di lembaga legislatif. Sebaliknya, dengan memilih golput,
secara teoretis yang bersangkutan tidak memiliki wakil di lembaga
legislatif. Dari segi pembelajaran, gambar 7 berpotensi
dikembangkan sebagai media pembelajaran dalam bidang politik dan
kebahasaan.
Dalam gambar 7 terdapat beberapa informasi yang dapat
digunakan sebagai bahan/materi dalam menulis teks persuasi, mulai
dari yang umum Saring sebelum sharing, Kendalikan jari kita, dan
Smart phone, smart user. Penataan satuan lingual dengan
mengunakan kaidah estetis juga berpotensi dikembangkan sebagai
materi stilistika bunyi, saring-sharing dan smart phone, smart user.
Rima penuh pada yang pertama dan rima mutlak pada yang kedua
memerlukan penguasaan kosa kata yang banyak dan beragam yang
berpotensi memberikan kenyamanan baca dan dengar. Ajakan
kendalikan jari kita menjadi bentuk ungkapan baru dan bersifat
interteks dengan mulutmu adalah harimaumu. Sebelum ditemukan
android, komunikasi cenderung menggunakan bahasa verbal lisan
dengan menggunakan mulut dan bagian-bagiannya. Ungkapan
tersebut mengingatkan dan menjadi imperatif bagi siapa saja untuk
berhati-hati dalam bertutur agar tidak menyakiti orang dan
merugikan diri sendiri.
Hingga saat ini mulut harus tetap dijaga agar mengeluarkan
98 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

ujaran-ujaran yang memberikan kenyamanan dalam berkomunikasi


Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
99
|
Putro

verbal lisan. Perkembangan teknologi komunikasi menghasilkan


mesin pintar, android yang dioperasikan dengan jari. Jari berpotensi
memproduksi tuturan verbal tulis dan informasi visual. Teknologi
digital yang terbuka secara global seperti mata pisau yang dapat
meningkatkan kualitas manusia akan tetapi sekaligus berpotensi
memerosotkan. Oleh karena itu, menggunakan teknologi digital
menuntut sikap cerdas dan bijaksana (Macaryus, 2019:376). Sikap
tersebut tersirat dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara yang
menyatakan bahwa usaha kebudayaan harus menuju ke arah
kemajuan adab, budaya, dan persatuan, tidak menolak bahan-bahan
baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau
memperkaya bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat
kemanusiaan bahasa Indonesia (Tauchid dkk., 2004:168).
Ungkapan smart user mengharapkan hadirnya pengguna yang
cerdas dan sekaligus bijaksana. Pengguna cerdas dan bijaksana
mampu menyaring informasi dan mengendalikan jari. Menyaring
informasi dan mengendalikan jari antara lain dilakukan dengan
memproyeksikan kemungkinan-kemungkinan akibat lanjutan dari
isi yang disebarkan kepada publik. Sebagai contoh menyebarkan
gambar orang yang tercabik-cabik tubuhnya oleh harimau akan
menimbulkan kepedihan bagi keluarga, saudara, dan sahabat korban.
Oleh karena itu, penyebaran gambar yang berpotensi menimbulkan
ketidaknyamanan perlu dipertimbangkan untuk dihindari. Secara
rinci, gambar 7 berpotensi untuk menginternalisasikan karakter,
seperti tampak pada bagan berikut.
100 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

Bagan 3: Bentang Bahasa dan Pengembangan Karakter

Gambar 7 Karakter Uraian


Semangat Menggunakan hak pilih dalam
kebangsaan pemilu presiden dan legislatif.
Menggunakan hak pilih juga
sebagai representasi tanggung
jawab sebagai warga negara.
Cinta damai Menjaga harmoni sosial dengan
menghindari menyebarkan
berita bohong dan yang
mengganggu kenyamanan
orang lain.
Peduli sosial Peduli dan kritis terhadap
gejala yang terjadi dalam
kehidupan nyata sehari-hari.
Tanggung Berperilaku cerdas dan
jawab bijaksana dalam menggunakan
media sosial.

Dalam bidang kebahasaan, penggunaan mural yang terbentang


di ruang publik tersebut berpotensi meningkatkan kepedulian
terhadap lingkungan penggunaan bahasa. Kepedulian tersebut secara
devergen berpeluang dikembangkan dengan pemikiran secara
asosiatif dan ditempatkan sebagai gejala sosial yang saling berkaitan
dengan secara lintas bidang. Berbagai bidang kehidupan yang saling
terkait secara komprehensif, antara lain bidang politik, sosial,
ungkapan kearifan, dan tanggung jawab sosial.

D. SIMPULAN

Berdasarkan uraian di depan dapat diformulasikan beberapa


catatan akhir sebagai simpulan. Pertama, analisis wacana
muntimodal bentang bahasa memiliki terminologi utama, yaitu
partisipan, aktor, dan vektor. Ketiganya sebagai istilah operasional
untuk memudahkan identifikasi, klasifikasi, dan interpretasi dengan
melihat hubungan antargejala secara menyeluruh (dari awal
hingga akhir dan semua
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
101
|
Putro

representasi verbal dan visual). Terminologi lain berpotensi


dikembangkan dengan menggunakan turunan dari terminologi
utama, seperti partisipan utama atau pokok, partisipan sekunder,
dan vektor transaksional dan nontransaksional. Pengembangan
terminologi berpotensi berkembang melalui proses penelitian. Data-
data baru yang bersifat distingtif memberi peluang peneliti untuk
menciptakan terminologi bru dalam bidang studi wacana
multimodal. Kedua, struktur teks visual dan verbal
berkemungkinan untuk mengekspresikan makna dari sumber
budaya yang sama. Teks verbal dan visual berpotensi menjadi
alternatif untuk mewakili kesamaan dan perbedaan kedua mode.
Perbandingan rinci dapat menunjukkan bagaimana memahami tipe
makna yang serupa meski dengan cara yang berbeda. Di sisi lain,
sebagian besar mewakili dunia yang berbeda untuk pengembangan
epistemologi yang memerlukan pembahasan tersendiri. Akhir
pembahasan ini mengeksplorasi struktur visual naratif. Dengan
membandingkan dengan struktur yang dibahas. Struktur visual
naratif relatif mudah diterjemahkan meskipun hampir pasti tidak
ada korespondensi satu-satu, seperti tindakan non-transaksional
dan proses materi pada satu partisipan. Peristiwa cenderung tidak
berhubungan dengan dan tidak berkonsekuensi
untuk partisipan lain, selain aktor atau partisipan pokok.
Ketiga, penggunaan gambar yang dilengkapi dengan
gelembung/ balon pikiran/tuturan dan visualisasi lainnya
mengonkretkan vektor transaksional dan nontransaksional. Teks
visual memanfaatkan berbagai potensi garis, ruang, cahaya, ukuran,
warna, komposisi geometri untuk merepresentasikan vektor yang
berlangsung pada aktor atau partisipan pokok. Dalam teks visual
nontransaksional kehadiran konteks yang diformulasikan secara
verbal beranalogi dengan data etnografi yang diperoleh melalui
observasi, partisipasi, dan wawancara mendalam. Taksonomi
pengetahuan yang mendasari setiap gejala memerlukan penjelasan
sebagai catatan lapangan.
Keempat, bentang bahasa cenderung merepresentasikan
informasi secara transaksional dan nontransaksional dengan
mengombinasikan teks verbal dan visual. Kombinasi memiliki
kemungkinan direpresentasikan secara terpisah dan menuntut
pemaknaan secara intertektual. Wacana transaksional menampakkan
102 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

partisipan dan
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
103
|
Putro

vektor secara visual dengan memanfaatkan potensi garis, ruang,


cahaya, ukuran, warna, dan komposisi geometri. Selain itu, teks
verbal berpotensi direpresentasikan dengan memanfaatkan potensi
visual, seperti bentuk, warna, ukuran huruf, dan penempatan pada
ruang geometri. Penempatan pada ruang geometri mengikuti sifat
bahasa yang linear dengan pola urutan secara horizontal dari kiri ke
kanan. Pada teks verbal yang penuh pola urutan vertikal cenderung
dari atas ke bawah.
Kelima, bentang bahasa yang aktual dan kontekstual berpotensi
dikembangkan sebagai materi pembelajaran dalam bidang
kebahasaan. Informasi yang disampaikan dengan bahasa yang
singkat dan padat memberi ruang interpretasi yang terbuka bagi
pembelajar. Keragaman interpretasi menjadi kesempatan bagi
pembelajar merepresentasikan sikap, kepribadian, dan karakter
dalam menghadapi berbagai fenomena konkret yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari yang nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Amos, H. William. 2015. “Regional Language Vitality in the


Linguistic Landscape: Hidden Hierarchies on Street Signs
in Toulouse”. International Journal of Multilingualism. DOI:
10.1080/14790718.2015.1103244.
Anoegrajekti, Novi; Mustamar, Sunarti; Mariati, Sri; Macaryus,
Sudartomo. 2018. “Negeri Amplop di Ruang Media Sosial:
Meta Fungsi Bahasa”. Dalam Sastra dan Perkembangan
Media. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Backhaus, Peter. 2007. Linguistic Landscapes: A Comparative Study of
Urban Multilingualism in Tokyo. Toronto: Multilingual
Matters LTD.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2013. Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Barni, Monica and Bagna, Carla. 2010. “Linguistic Landscape and
Language Vitality”. Elana Shohamy, Eliezer Ben-Rafael and
104 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

Monica Barni (Eds.). Linguistic Landscape in the City. Bristol,


Buffalo, Toronto: The MPG Books Group.
Barrs, Keith. 2015. “Errors in the Use of English in the Japanese
Linguistic Landscape”. English Today. 124, Vol. 31, No. 4
(December 2015). Doi:10.1017/S026607841500036X.
Bouissac, Paul. 2012. Circus as Multimodal Discourse Performance,
Meaning, and Ritual. London: Bloomsbury.
Buehl, Jonathan. 2016. Assembling Arguments Multimodal Rhetoric
and Scientific Discourse. South Carolina: University of South
Carolina Press.
Cheng, Fei-Wen. 2006. “Constructing Hotel Brands: A Multimodal
Analysis of Luxury Hotel Homepages”. Ibérica. 31 (2016):
83-
108.
Curtin, Melissa L. 2015. “Creativity in Polyscriptal Typographies in
the Linguistic Landscape of Taipei”. Social Semiotics. 25:2,
236- 243. DOI: 10.1080/10350330.2015.1010315.
Edelman, Loulou. 2009. “What’s in a Name?: Classification of
Proper Names by Language”. Elana Shohamy (ed). 2009.
Linguistic Lanscape: Expanding the Scenery. New York and
London: Routledge.
Halliday, M.A.K. 1973. Explorations in the Uctions of Language. London:
Edward Arnold.
Halliday, M.A.K. 1985. An Introduction to Functional Grammar.
London: Edward Arnold.
Hendarman. 2019. Pendidikan Karakter Era Milenial. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Hidayat, Didin Nuruddin; Abrizal; Alek. 2018. “A Multimodal
Discourse Analysis of the Interpersonal Meaning of a
Television Advertisement in Indonesia”. Indonesian Journal
of English Education. 5 (2), 2018, 119-126. DOI: http://dx.doi.
org/10.15408/ijee.v5i2.11188.
Kiernan, Patrick. 218. Language, Identity and Cycling in the New
Media Age Exploring Interpersonal Semiotics in Multimodal
Media and Online Texts. (eBook). DOI 10.1057/978-1-137-
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
105
|
Putro
51951-1.
106 | Bentang Bahasa: Representasi Budaya Lokal dan Global

Kress, Gunther & Leeuwen, Theo Van. 2001. Multimodal Discourse:


The Modes and Media of Contemporary Communication. London:
Arnold.
Kress, Gunther & Leeuwen, Theo Van. 2006. Reading Images: The
Grammar of Visual Design. London: Routledge.
Kress, Gunther R. 2010. Multimodality: A Social Semiotic Approach to
Contemporary Communication. New York: Routledge.
Macaryus, Sudartomo & Wicaksono, Yoga Pradana. 2019. “Lagu
“Jogja Istimewa”: Representasi Identitas Daerah Istimewa
Yogyakarta”. Widyaparwa. Volume 47. Nomor 2. https://
widyaparwa.com/index.php/widyaparwa/article/view/368.
Macaryus, Sudartomo; Anoegrajekti, Novi; & Nurdiansyah, Yanuar.
2018. “Hibriditas Budaya Jawa: “Praon” Mengiring Gitik di
Muncar”. Dalam Sastra dan Perkembangan Media.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Macaryus, Sudartomo. 2019. “Teknologi Digital sebagai Peluang dan
Tantangan”. Dalam Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya
dalam Perspektif Masyarakat 5.0. Yogyakarta: Kepel Press.
Hlm. 367‒381.
Manan, Syed Abdul; David, Maya Khemlani; Dumanig, Francisco
Perlas; dan Naqeebullah, Khan. 2015. “Politics, Economics
and Identity: Mapping the Linguistic Landscape of Kuala
Lumpur, Malaysia”. International Journal of Multilingualism.
12:1, 31-50. DOI: 10.1080/14790718.2014.905581.
Nikolaou, Alexander. 2016. “Mapping the Linguistic Landscape of
Athens: The Case of Shop Signs”. International Journal of
Multilingualism. http://dx.doi.org/10.1080/14790718.2016.1159
209.
Norris, Sigrid. 2019. Systematically Working with Multimodal Data:
Research Methods in Multimodal Discourse Analysis. Hoboken:
John Wiley & Sons, Inc.
Pusat Kurikulum. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang, Kementrian
Pendidikan Nasional.
Bentang Bahasa dan Wacana Multimodal Naratif ~ Sudartomo
Wijaya Heru Santosa, Desy Rufaidah,
Macaryus, Oktaviani Windra Puspita, Die Bhakti Wardoyo
107
|
Putro

Rufaidah, D. & Putro, D. B. W. 2019. “Pembelajaran Bahasa


Indonesia Berbasis Media Digital”. Dalam Bahasa, Sastra, dan
Pembelajarannya dalam Perspektif Masyarakat 5.0.
Yogyakarta: Kepel Press. Hlm. 333–342.
https://journal.ustjogja.ac.id/ pembelajaran-bahasa-
indonesia-berbasis-media-digital/.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan
Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sanaky, H. A. H. 2013. Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif.
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.
Suharijadi, Didik. 2019. “ Tak Harus Cinta: Analisis Multimodal
Penggunaan Modes Verbal dan Visual pada Komunikasi di
Media Sosial”. Dalam Novi Anoegrajekti, Heru SP Saputra,
Titik Maslikatin, Zahratul Umniyyah. 2019. Teori Kritis dan
Metodologi Dinamika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta:
Kepel Press. Hlm. 177-189.
Suprakisno. 2015. “Analisis Multimodal Iklan Indomie”. Bahas. Vol.
26 No. 1 (2015).
Suyadi. 2013. Character Education Learning Strategies. Bandung:
Rosdakarya.
Tan, Shanna Xin-Wei dan Tan, Ying-Ying. 2015. “Examining the
Functions and Identities Associated with English and Korean
in South Korea: A Linguistic Landscape Study”. Asian
Englishes. 17:1, 59-79. DOI: 10.1080/13488678.2015.999406.
Tang, Hoa K. 2018. “Linguistic Landscaping in Singapore:
Multilingualism or the Dominance of English and
its Dual Identity in the Local Linguistic Ecology?”
International Journal of Multilingualism. 17:2, 152-173. DOI:
10.1080/14790718.2018.1467422.
Tauchid, Moch; Soeratman; Sayoga; Lahade, Ratih S.; Soendoro;
Surjomihardjo, Abdulrachman (Panitia Penerbitan). 2004.
Karya Ki Hadjar Dewantara: Bagian Pertama Pendidikan.
Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.

You might also like