You are on page 1of 2

Pemerintah telah mengesahkan UU nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Lahirnya
UU ini merupakan itikad baik dari pemerintah untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi
penyandang disabilitas. Karena dalam UU sebelumnya yaitu UU Nomor 4 tahun 1997 tentang
penyandang cacat yang masih menempatkan penyandang disabilitas sebagai obyek dan belas kasihan
(charity based) sedangkan UU Nomor 8 tahun tahun 2016 menyatakan bahwa penyandang disabilitas
adalah subjek yang diakui keberadaannya yaitu manusia yang bermartabat yang memiliki hak yang sama
dengan warga negara yang lain.

Dengan pengesahan tersebut, akan menempatkan para penyandang disabilitas pada hak hak yang
sama dengan warga negara lain. Sehingga harus diupayakan implementasi yang menyeluruh untuk
menjamin hak hak para penyandang disabilitas. Akan tetapi, tindak lanjut dari pengesahan tersebut baru
diupayakan oleh kementerian sosial saja. Padahal masih ada aturan lain yang dibentuk ditingkat
kementerian dan peraturan daerah yang harus dibentuk dan menjadi inisiatif dari masing-masing pihak.

Karena disabilitas dalam kacamata hak asasi manusia merupakan isu multisektor yang tanggung
jawabnya bukan sekedar dari kementerian sosial atau dinas sosial di daerah. Isu ini tidak lagi hanya milik
sektor sosial, tetapi sudah terkait dengan berbagai sektor lain seperti Pendidikan, Kesehatan,
Transportasi, Ketenagakerjaan, dan sektor lain. Pemegang tanggung jawab ini bukan hanya sektor
pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah serta pihak swasta seperti perguruan tinggi, rumah
sakit, penyelenggara transportasi sampai kepada pemberi kerja.

Dalam praktik nyata penerapan persamaan hak kepada penyandang disabilitas, masih banyak
ditemukan berbagai macam diskriminasi. Seperti diskriminasi di bidang Pendidikan yaitu masih
sedikitnya para penyandang disabilitas yang bisa mengakses Pendidikan tinggi dikarenakan terdapat
perlakuan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas tertentu. Padahal dalam UU no 8 tahun 2016
bagian keenam Pasal 10 menyebutkan dalam salah satu poinnya: “Hak Pendidikan untuk penyandang
disabilitas meliputi hak: (c) mempunyai kesamaan kesempatan sebagai penyelenggara Pendidikan
bermutu pada satuan Pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang Pendidikan”. Termasuk implementasi
Pendidikan yang inklusif yang masih jauh dari harapan para penyandang disabilitas.

Begitu pula dalam sektor lain seperti dalam dunia lapangan kerja. Penyandang disabilitas
terkadang tidak mendapatkan pekerjaan yang orang-orang biasa dapatkan, terlebih pada pekerjaan
sektor formal yang mayoritas hanya dibuka untuk orang-orang biasa. Aksesibilitas dalam fasilitas umum
juga menjadi contoh yang kentara. Sering terlihat fasilitas jalur untuk penyandang disabilitas terlihat ala
kadarnya hingga membuat jalaur yang didedikasikan kepada para penyandang disabilitas menjadi sangat
tidak ramah terhadap mereka.

Dari berbagai macam permasalahan ini, disimpulkan bahwa dengan pengesahan UU no 8 tahun
2016 tentang penyandang disabilitas merupakan sebuah angin segar dalam upaya persamaan hak para
penyandang disabilitas. Akan tetapi penerapan yang menyeluruh peraturan tersebut dirasa masih
banyak kekurangan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Praktek dalam berbagai sektor masih
terlihat diskriminatif kepada para penyandang disabilitas. Hal ini perlu segera ditindaklanjuti oleh semua
stake holder baik pemerintah pusat, kementerian, Pemda dan sektor swasta supaya lebih meningkatkan
kesadaran terhadap hak hak penyandang disabilitas. Diperlukan sinergitas dan kesesuaian aturan dan
penerapan dalam penyelesaian permasalahan tersebut. Lebih penting lagi adalah edukasi kepada
masyarakat tentang paradigma penyandang disabilitas yang merupakan manusia dan warga negara yang
sama dan mempunyai hak dan kewajiban setara dengan orang lain. Serta pendampingan terhadap para
penyandang disabilitas ataupun keluarga penyandang disabilitas agar mempunyai bekal dan akses yang
setara dalam pengembangan diri di dalam dinamika masyarakat.

You might also like