You are on page 1of 15

Resume Buku

Judul : Pengantar Sosiologi Pendidikan


Pengarang : Prof. Dr. Damsar
Penerbit : Kencana Prenada Media Group
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2011

Disusun Oleh:
Fajar Istiqomah
Evi Retno Palupi
Elvi Yohannes
Eri Eka Widyawati
Endro Sayekti
Eni Kumala Sari
Fatimah Ari Widayanti
Fatimah Nur Rohmah
Fauza Ardianto
Fretty Zulaika
Fitri Martha Ningrum
Fajar Wisnu Murti
Faris Isnawan
Fauzan Karim
Erni
BAB IV
RUANG KELAS

A. RUANG KELAS SEBAGAI SUATU SISTEM


1. Konsep system
Secara etimologis, kata system merupakan kata serapan dari bahasa
Yunani systema, systematos, yang berasal dari kata synistani. Kata
synistani terdiri dari kata syn yang bermakna bersama dan terdiri dari kata
hystanat memiliki arti sebagai menempatkan. Jadi, kata synistani memiliki
arti sebagai menempatkan bersama. System itu mengandung arti
sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur
dan merupakan suatu keseluruhan.
Menurut Kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga, ditemukan
bahwa kata system memilliki tiga arti yaitu: 1. Perangkat unsur yang
secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. 2.
Susunan teratur dari pandangan, teori, asas dan sebagainya. 3. Metode.
Dapat disimpulkan, system adalah suatu keteraturan hubungan
antara unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga membentuk totalitas.

2. Ruang kelas sebagai system sosial


Kata sosial berasal dari kata socius yang berarti bersama-sama,
bersatu, terikat atau dari kata socio yang bermakna menyekutukan,
menjadikan teman, mengikat dan mempertemukan.
Menurut KBBI edisi ketiga, sosial memiliki dua arti berkenaan
dengan masyarakat dan suka memperhatikan kepentingan umum (suka
menolong dan menderma), dalam bentuk ragam cakapan.
Dapat disimpulkan, sosio merupakan suatu yang dihubungkan atau
dikaitkan dengan teman, pertemanan atau masyarakat. Persyaratan
fungsional yang dibutuhkan suatu system: adaptation/adaptasi, goal
attainment/pencapaian tujuan, integration/integrasi dan latent pattern
maintenance/pola pemeliharaan laten.
 Unsur ruang kelas: guru, murid dan manajemen sekolah.
 Manajemen sekolah sebagai pengelola yang efektif dari sisi teknis
administratif serta penyediaan sarana dan prasarana sekolah yang
dibutuhkan.
 Guru atau pengajar diharapkan berperilaku sebagai seorang
pendidik, pengayom, pengasuh dan pemberi motivasi bagi peserta
didik.
 Murid diharapkan berperilaku sebagai seorang penuntut ilmu
pengetahuan, pekerja keras, dan pencari kebenaran.
Pola jaringan hubungan antara guru dan murid akan memberikan
dampak terhadap perilaku, kompetensi, capital sosial budaya dan
keberhasilan peserta didik.

3. Ruang kelas sebagai system interaksi


Konsep interaksi (sosial) diartikan sebagai suatu tindakan timbal
balik antara dua orang atau lebih melalui suatu kontak dan komunikasi
dalam ketergantungan satu sama lain secara teratur dan merupakan suatu
keseluruhan. Ruang kelas sebagai system interaksi dikaji secara mendalam
dalam teori ruang kelas dengan pendekatan interpretatif. Pendekatan ini
meletakkan aktor yang terlibat baik guru maupun murid sebagai makhluk
yang aktif dan kreatif dalam membangun dunianya, dalam hal ini
kaitannya dengan ruang kelas. Ruang kelas sebagai system interaksi
dipenuhi oleh fenomena definisi situasi, interpretasi realitas, dan
pemaknaan terhadap kenyataan yang dihadapi.

4. Ruang kelas sebagai system pertukaran


Ruang kelas dipandang terdiri dari bagian-bagian (individu atau
kelompok individu) yang saling ketergantungan dalam suatu pertukaran
yang terpola. Setiap individu pembentuk system mencari keuntungan,
apabila ada yang mengalami kerugian maka diperkirakan system tidakakan
terbentuk.
Menurut George Homans, Peter M. Blau, John Thibout dan Harlold
H. Kelley ruang kelas dianalisis berdasarkan teori pertukaran ruang kelas
dianggap sebagai system pertukaran.
Para pelaku pertukaran dianggap sebagai makhluk rasional yang
mempertimbangkan untung-rugi (cost-benefit ratio) dalam memutuskan
atau melakukan sesuatu.
Teori pertukaran dari George Caspar Homans untuki menjelaskan
ruang kelas sebagai suatu sistem pertukaran :
a. Proposisi sukses (the success proposition).
“Setiap tindakan, semakin sering suatu tindsakan tertentu
memperoleh ganjaran atau hadiah, semakin besar kemungkinan orang
melakukan tindakan itu.”
Missal: jika seseorang berhasil memperoleh indeks prestasi tinggi
karena ketekunannya dalam belajar, maka di masa yang akan datang
dia akan cenderung belajar dengan tekun untuk memperoleh nilai
tinggi.
b. Proposisi stimulus (the stimulus proposition)
“Bila kejadian di masa lalu stimulus tertentu atau seperangkat
stimuli telah menyebabkan tindakan orang diberi ganjaran atau
hadiah, maka semakin mirip stimuli yang ada sekarang dengan stimuli
di masa lalu, semakin besar kemungkinan orang melakukan hal
serupa.”
Missal: seorang mahasiswa merasakan belajar sendiri lebih
efisien dibandingkan dengan belajar kelompok, maka mahasiswa itu
akan cenderung melakukan hal yang sama yaitu belajar mandiri untuk
mendapat nilai yang lebih tinggi.
c. Proposisi nilai (the value proposition)
“Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka besar kemungkinan
seseorang melakukan tindakan itu.”
Missal: seorang mahasiswa dihadapi dalam dua pilihan, belajar
untuk ujian atau melihat konser yang berarti mengabaikan nilai ujian
yang menentukan kehidupannya di masa depan. Maka mahasiswa
cenderung akan memilih tindakan berdasarkan nilai yang paling tinggi
dari pilihan yang ada.
d. Proposisi deprivasi-satiasi (the deprivation-satiation proposition)
“Semakin sering seseorang menerima ganjaran atau hadiah di
masa yang dekat, maka semakin kurang bernilai baginya setiap unit
ganjaran atau hadiah berikutnya.”
Missal: mahasiswa cenderung akan memilih melihat konser
dibandingkan mempersiapkan diri untuk ujian, karena telah terjadi
kejenuhan dengan ganjaran dari nilai ujian yang telah diikuti.
e. Proposisi agresi-persetujuan (the aggression-approval proposition)
“Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran atau
hadiah yang ia harapkan atau menerima hukuman yang tidak ia
harapkan, ia akan marah; besar kemungkinan ia akan melakukan
perilaku agresif dan akibatnya perilaku demikian menjadi lebih
bernilai baginya.”
f. Proposisi rasionalitas (the rationality proposition)
“Dalam memilih di antara berbagai tindakan alternative,
seseorang akan memilih satu di antaranya,yang dianggap saat itu
memiliki nilai atau value sebagai hasil, dikalikan dengan probabilitas
untuk pendapatkan hasil yang lebih besar.”

B. TEORI RUANG KELAS


1. Pendekatan interaksi
Pendekatan interaksi memberikan perhatian yang khusus terhadap
pengamatan pada metode pengajaran dalam mengelola ruang kelas yang
efisien.
2. Perilaku dominatif versus integratif
Perilaku dominatif memosisikan guru sebagai sumber kebenaran.
Guru sebagai tokoh penentu tentang benar atau salah terhadap suatu hal,
misalnya sikap, perilaku, aktifitas kerja. Perilaku integratif guru dalam
kelas akan menyebabkan terangkulnya bagian terbesar mudid dalam
aktivitas di ruang belajar. Di sini, guru sebagai sumber motivasion dan
inspirasi.

3. Gaya kepemimpinan guru


Gaya kepemimpinan guru di sekolah dapat dalam sedikitnya tiga
jenis:
 Gaya kepemimpinan autokratik
Ciri-ciri: kepemimpinan yang otoriter, tidak memberikan ruang
bertukar pandangan, tidak menerima perbedaan terhadap sesuatu.
 Gaya kepemimpinan demokratik
Ciri-ciri: kepemimpinan yang demokratis, adanya ruang untuk bertukar
pikiran, kebaikan bersama dikonstruksikan bersama melalui
musyawarah.
 Gaya kepemimpinan laisser-faire
Ciri-ciri: karakteristik kepemimpinan yang cuek dan ruang bertukar
pikiran tidak diperlukan karena peserta didik diperbolehkan melakukan
apasaja apabila dia memandang sesuatu ini penting untuk dilakukan.

4. Teacher centred versus learner centred


Teacher centred: guru diposisikan sebagai orang yang memberikan
petunjuk, menetapkan arahan, memberikan nasihat-nasihat dan
memberikan otoritas.
Learner centred: guru diposisikan sebagai orang yang menerima
perasaan, menghargai gagasan, memberikan dorongan kepada murid dan
mengajukan pertanyaan.
 Pendekatan interpretatif
Interaksi interpersonal yang menggunakan simbol-simbol, dimana
individu secara aktif melalui proses interpretatif, mengkondisikan
tindakannya dan proses interaksi dimana individu menyesuaikan
diri dan mencocokkan berbagai macam tindakannya dengan
mengambil peran dan komunikasi symbol.
 Pendekatan radikal
Salah satu teori terpenting dari pendekatan radikal adalah teori
pelabelan. Teori ini dikatakan radikal karena mempertanyakan
sesuatu yang dipandang “memang seharusnya demikian” dan
memberikan alternatif cara pandang dalam melihat sesuatu.
Dampak: menimbulkan persepsi, prasangka, atau penyimpangan
tertentu yang dikenakan pada dirinya sehingga menciptakan
pembenaran ramalan pribadi yaitu ramalan yang mengawali
serangkaian peristiwa yang akhirnya menjadikan ramalan itu
menjadi benar-benar terjadi.

C. RUANG KELAS DAN PEMELIHARAAN KETERTIBAN SERTA


DISIPLIN
Pemeliharaan ketertiban berkaitan dengan kemampuan diri untuk tertib
sesuai dengan konstruksi sosial dan hukum yang ada. Adapun disiplin
merupaksn kemampuan diri untuk taat, patuh dan berkomitmen untuk sesuai
apa yang dipandang baik atau benar dalam konstruksi sosial, budaya dan
hukum.
Hubungan antara pemeliharaan disiplin : orang yang memiliki disiplin
maka ia akan cenderung memelihara ketertiban, termasuk ketertiban diruang
kelas.
Penyebab ruang kelas bisa mengalami tidak tertib dan tidak disiplin :
1. Guru gagal dalam memainkan peran guru yang diharapkan.
2. Guru tidak dapat mensosialisasikan norma dan nilai yang dipandang
penting.
3. Murid tidak mengalami persiapan peran yang tidak memadai.
4. Tarikan kelompok rujukan (reference group), biasanya rujukan kelompok
teman sebaya.
D. RUANG KELAS DAN PENGGUNAAN BAHASA
Penggunaan bahasa dalam proses pendidikan sangat penting karena
melalui bahasa orang mendefinisikan, melabelkan, atau menjelaskan,
sehingga sesuatu itu menjadi jelas atau tidak jelas sama sekali.
Penggunaan bahasa yang benar dan intonasi yang sesuai akan
memudahkan bagi murid menerima pesan atau transfer ilmu yang dilakukan.

E. DINAMIKA HUBUNGAN GURU-MURID DI RUANG KELAS


1. Ukuran kelas
 Ruang kelas yang kecil dengan jumlah murid banyak, menciptakan
suasana kelas yang sumpek dan rebut.
 Ruang kelas yang kecil dengan sedikit murid inilah yang paling ideal.
 Ruang kelas yang besar dengan banyak murid menyebabkan guru tidak
efektif dalam pembelajaran.
 Ruang kelas yang besar dengan sedikit murid akan menciptakan
suasana kelas yang sunyi, senyap.
Ruang kelas in door diperlukan bagi peserta didik agar lebih
konsentrasi, nyaman dan aman. Akan lebih baik lagi jika menggunakan
kombinasi ruang kelas in door dengan out door untuk menciptakan suasana
berbeda dan terkesan lebih segar karena dekat dengan alam.
2. Konteks sosial kelas
Konteks sosial kelas meliputi beberapa aspek yaitu : jenis kelamin,
usia, ras, kesukuan, dan status sosial ekonomi.
Dalam suatu ruang kelas yang heterogen, perbedaan latar belakang
yang mencerminkan stratifikasi sosial akan memengaruhi interaksi sosial
antara guru dan peserta didik serta antar-peserta didik dengan latar
belakang berbeda.
3. Teknologi kelas
Teknologi kelas berupa pengaturan posisi tempat duduk, penggunaan
peralatan labor sederhana atau canggih, penggunaan computer dan alat-alat
canggih lainnya sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran.
Namun penggunaan teknologi modern tanpa adanya pembimbingan
dalam cara penggunannya lebih tidak efisien. Seharusnya murid dibiarkan
menggunakan alat-alat canggih itu denngan pengarahan dari guru supaya
peserta didik mengetahui penggunaannya.
4. Struktur komunikasi
Komunikasi dua arah (dialogis) antara siswa dan guru akan
meciptakan ruang kelas yang dinamis dibandingkan komunikasi searah
(monologis).
5. Suasana sosial
Suasana sosial suatu kelas berkait dengan bagaimana atmosfer dari
suatu kelas seperti hubungan antara guru dengan murid serta hubungan
antara murid dengan murid yang dihubungkan dengan ketergantungan,
keharmonisan, penghargaan dan pengakuan.
Nilai-nilai kemandirian, kejujuran, persaingan sehat, optimisme, dan
kerja keras merupakan nilai-nilai yang disosialisasikan di ruang kelas.
Sosialisasi nilai ini akan menciptakan ruang kelas lebih dinamis dalam
proses pembelajaran dan pendidikan sekolah.
BAB V
KURIKULUM

A. PENGERTIAN KURIKULUM
Dari bahasa Latin, yaitu curere bermakna laluan atau jejak. Denngan
demikian kurikulum dapat dimengerti sebagai suatu laluan atau jejak yang
ditelusuri.
Berdasarkan Undag-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajarab serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.

B. TIPOLOGI KURIKULUM
1. Kurikulum berdasarkan isi
a. Kurikkulum klasik
Kurikulum yang bersifat tradisional yang menekankan pada bahasa
asing, bahasa kuno, sejarah, sastra, metematika dan ilmu murni.
b. Kurikulum vokasional
Kurikulum vokasional diarahkan untuk menyiapkan peserta didik
untuk bekerja. Berbagai keterampilan yang dipersiapkan bagi peserta
didik sesuai dengan kebutuhan pasar yang sedang berkambang.
c. Kurikulum life adjustment
Kurikulum life adjustment menekankan pada perkembangan
kepribadian, yang meliputi pada pengetahuan, pemahaman dan
pengalaman tentang bagaimana bisa hidup adaptif dalam mengarungi
kehidupan berbagai dimensinya, seperti bagaimana menjaga kesehatan,
mengonstruksi hubungan sosial, membangun rumah tangga dan
sebagainya.
2. Kurikulum berdasarkan model pengembangan
a. Kurikulum model administratif
Merupakan kurikulum yang digaags dan dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip administratif oleh para administrator
pendidikan.
b. Kurikulum model akar rumput
Model kurikulum akar rumput tidak digagas dan dibangun dari
pemikiran elite birokrasi pendidikan yang cenderung bersifat sentralis
dan berdimensi top-down, melain dibangun oleh para guru dan sekolah
berdasarkan dengan visi, misi, dan tujuan yang akan mereka raih.
3. Kurikulum berdasarkan harapan kenyataan
a. Kurikulum ideal
Merupakan kurikulum yang dicita-citakan, diharapkan, dan
diinginkan oleh banyak orang, paling tidak oleh pembuatnya. Ia
mengandung gagasan konseptual ideal tentang apa seharusnya dan baik
dikandung oleh suatu kurikulum.
b. Kurikulum real
Merupakan kurikulum yang diimplementasikan dalam proses
pendidikan, pembelajaran dan pengajaran. Kenyataan (realitas)
memiliki kecenderungan yang tidak selalu sama dengan sesuatu yang
diharapkan, diinginkan dan dicita-citakan.
4. Kurikulum berdasarkan struktur dan materi pembelajaran
a. Kurikulum terpisah (separated curriculum)
Adalah kurikulum yang mata pelajarannya atau mata kuliahnya
dirancang untuk disajikan secara terpisah-pisah.
b. Kurikulum terpadu (integrated curriculum)
Adalah kurikulum dimana bahan ajarannya disajikan secara
terpadu. Biasanya disajikan dalam bentuk tematik, sehingga semua
mata pelajaran dapat terintegrasi atau terpadu ketika pendidik
menjelaskan suatu tema.
c. Kurikulum terkolerasi (correlated curriculum)
Adalah kurikulum yang bahan ajarannya dirancang, dikonstruksi,
dan disajikan secara terkolerasi dengan bahan ajar yanglain.
5. Kurikulum berdasarkan cakupan penggunaan
a. Kurikulum nasional
Merupakan kurikulum yang diinisiasi, dirancanng dan
dilaksanakn secara nasional.
b. Kurikulum local
Merupakan kurikulum yang diinisiasi, dirancang dan
dilaksanakan secara local.
c. Kurikulum sublokal (sekolah)
Adalah kurikulum yang operasionalnya diinisiasi, dirancang dan
dilaksanakan dalam lingkup sekolah.

C. MODEL KURIKULUM: PENDEKATAN TEORETIS


1. Model kurikulum teknik saintifik
Inti dari model kurikulum teknik saintifik atau rasionalis adalah
semua bentuk kehidupan manusia dapat dicari hukum-hukum yang bersifat
umum. Model ini terlalu menekankan pada pernyataan tujuan pendidikan
yang dibuat, sehingga dikritik tidak manusiawi karena tidak
mempertimbangkan peserta didik.
2. Model kurikulum refleksi
Kurikulum yang dapat diperbincangkan, didiskusikan,
dirundingkan dan dinegoisasikan secara bersama:
 Kurikulum holistic
Yaitu bangunan keseluruhan yang diterima peserta didik dari
sekolah, seperti kurikulum SMA jurusan IPS atau kurikulum program
studi sosiologi di suatu perguruan tinggi.
 Kurikulum parsial
Yaitu suatu bagian tertentu dari banngunan keseluruhan yang
diterima peserta dari sekolah, seperti silabus sosiologi di SMA jurusan
IPS atau sosiologi pendidikan dari program studi sosiologi.
3. Model kurikulum yang relasional
Adalah usaha untuk mempertalikan apa yang diajarkan di sekolah
dengan struktur sosial. Pemikiran tentang apa yang seharusnya
diajarkan di sekolah, bagaimana cara mengajarkannya, dengan cara
apa mengajarkannya, dan siapa yang mengajarkannya adalah refleksi
dari sejarah struktur sosial atau masyarakat.

D. KURIKULUM TERSEMBUNYI
Menurut Ballantine (1983: 179), dikembangkan oleh Benson Snyder
pada tahun 1971 dan digunakan oleh para pendidi, sosiolog, dan psikolog
dalam menjelaskan system informal. Kurikulum tersembunyi merujuk pada
peraturan, regulasi, dan rutin yang mana partisipan sekolah mesti
menyesuaikan diri. Itu dapat dilihat melalui bagaimana ruang kelas
diorganisasi, system penghargaan, dan sosialisasi moral berlangsung melalui
peraturan, regulasi, dan rutin.
Menurut Robinson (1983: 231) menemukan bahwa konsep kurikulum
tersembunyi diciptakan oleh Jackson untuk menunjukkan pelajaran yang
diperoleh para murid atas kenyataan bahwa mereka merupakan bagian dari
sekumpulan manusia, seperti belajar tentang menghadapi kenyataan kalau
‘keinginan dan hasrat pribadi mereka terus-menerus ditangguhkan, ditolak,
dan diganggu.’
 Kurikulum tersembunyi saat ini
Sebagai sesuatu yang diajarkan dan dipelajari bersama dengan
kurikulum resmi atau formal, melekat dalam peraturan, regulasi dan rutin
tidak tertulis tentang perilaku dan sikap, seperti ketaatan pada pihak yang
berwenangndan norma yang berlaku umum, serta iklim.
E. KURIKULUM DAN EVALUASI
1. Evaluasi kurikulum
Evaluasi kurikulum secara holistik (menyeluruh) meliputi:
a. Isi atau substansi
b. Proses pelaksanaan programpendidikan
c. Kompetensi lulusan
d. Pengadaan dan peningkatan kemampuan tenaga kependidikan
e. Pengelolaan (manajemen) pendidikan
f. Sarana dan prasarana
g. Pembiayaan
2. Penilaian pendidikan
Evaluasi kurikulum secara parsial meluputi sebagian komponen dari
semua yang disebutkan diatas, biasanya menyangkut penilaian hasil
belajar yang pada gilirannya diharapkan dapat memperbaiki cara belajar
peserta didik dan perbaikan program pembelajaran.
3. Dampak evaluasi kurikulum pada proses di sekolah
a. Dampak negatif
 Sekolah tidak lagi menjadi lembaga pendidikan yang
mentransmisikan nilai dan norma yang dipandang penting
dalam menghadapi kehidupan.
 Sosialisasi siwa disekolah tidak lagi sempurna
 Lembaga sekolah diredukasi menjadi tempat pelatihan untuk
membahas dan menjawab materi soal yang tercakup dalam
kisi-kisi yang telah digariskan oleh departemen pendidikan
secara nasional
 Murid menjadi meremehkan mata pelajaran yang tidak diujikan
secara nasional
 Menghilangkan kejujuran, kerja keras dan nilai persaingan
sehat demi mencapai kelulusan evaluasi pendidikan (ujian
nasional)
b. Dampak positif
 Memberikan peluang dan kesempatan yang adil kepada
seluruh peserta didik untuk memasukki sekolah lanjutan sesuai
kemampuan yang dimiliki
 Memberikan kemungkinan anak-anak dari keluarga miskin
untuk bisa menikmati pendidikan di sekolah yang bermutu
karena prestasi yang dimiliki.
 Memberikan motivasi kepada peserta didik untuk lebih giat
belajar demi mencapai nilai standar evaluasi

You might also like