You are on page 1of 41

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN POST PARTUM

DI RUMAH SAKIT WIJAYA KUSUMA LUMAJANG

Disusun oleh :

PUTRI SEKAR ARUM L. T

(14201.11.19041)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY

PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

“POST PARTUM”

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat reproduksi
wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat reproduksi wanita ba
gian luar yang terletak di perineum.
1. Alat genitalia wanita bagian luar

1. Mons veneris / Mons pubis


Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol di bagian
depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa
tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak
kelenjar sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan
hubungan seks.
2. Bibir besar (Labia mayora)
Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang labia mayora
7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir ini
dibagian bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri dari:
1) Bagian luar Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada
mons veneris.
2) Bagian dalam Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar
sebasea (lemak).
3. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam bibir besar
(labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah klitoris dan menyatu
dengan fourchette, semantara bagian lateral dan 7 anterior labia biasanya
mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa
vagina yaitu merah muda dan basah.
4. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, dan letaknya
dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak pembuluh darah dan
serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-laki.
Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
5. Vestibulum
Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu atau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri
dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan
vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas,
dan friksi.
6. Perinium
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus.
Perinium membentuk dasar badan perinium.
7. Kelenjar Bartholin
Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan mudah
robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
8. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan mudah
robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang di keluarkan
uterus dan darah saat menstruasi.
9. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis tengah berada di
bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di
antara fourchette dan himen.

3. Alat genitalia wanita bagian dalam

a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang
dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding
posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang kandung
kemih.
Vagina merupakan saluran muskulomembraneus yang menghubungkan
rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari
muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat
dikendalikan. Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut
rugae dan terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol
serviks pada bagian uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di
sebut portio. Portio uteri membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik
anterior, fornik posterior, fornik dekstra, fornik sinistra. Sel dinding vagina
mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan PH 4,5.
Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama vagina
yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi,
alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu persalinan.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih,
cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di 10
pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki
bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri
yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan
bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan
seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan
bagian atas tertutup peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan
dengan kandung kemih. Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga
beberapa ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung
dari usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8
cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu
peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium.
1) Peritoneum
a) Meliputi dinding rahim bagian luar
b) Menutupi bagian luar uterus
c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
d) pembuluh darah limfe dan urat saraf
e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen
2) Lapisan otot
a) Lapisan luar: seperti “Kap”melengkung dari fundus uteri menuju
ligamentum
b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai osteum uteri
internum
c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut membentuk
lapisan tebal anyaman serabut otot rahim.
3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan
ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri
internum anatomikum yang merupakan batas dan kavum uteri dan
kanalis servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi
perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput lendir serviks)
disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan
meregang saat persalinan.
4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot
rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot dasar
panggul, ligamentum yang menyangga uterus adalah ligamentum latum,
ligamentum rotundum (teres uteri) ligamentum infindibulo pelvikum
(suspensorium ovarii) ligamentum kardinale machenrod, ligamentum
sacro uterinum dan ligamentum uterinum.
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine
hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai
rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral
mulai dari osteum tubae internum pada dinding rahim. 14 Panjang tuba fallopi
12cm diameter 3-8cm.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi
ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid. 15 Letak:
Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum
dan melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.
Parametrium Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke
dua lembar ligamentum latum. Batasan parametrium
1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping
2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uter
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovary
(Bobak, Jansen, dan Zalar, 2001).

2. DEFINISI
Post Partum merupakan periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi
kembali kepada keadaan tidak hamil membutuhkan waktu sekitar 6 minggu. Post partum
adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa
sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang
lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampaiorgan-
organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Kirana, 2015).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum
hamil dan waktu kurang lebih 6 minggu (Walyani & Purwoastuti, 2015).
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil
(Bobak, 2010).

3. ETIOLOGI
Menurut Dewi Vivian, Sunarsih (2013), etiologi postpartum dibagi menjadi 2
yaitu :
a. Postpartum dini
Disebabkan oleh atonia uteri, laserasi jalan lahir, robekan jalan lahir, dan
hematoma.
b. Postpartum lambat
Disebabkan oleh tertinggalnya sebagian plasenta, ubinvolusi didaerah insersi
plasenta dari luka bekas secsio sesaria.
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Masriroh (2013) tanda dan gejala masa post partum adalah sebagai
berikut:
a. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum kehamilan.
b. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan berbalik
(kerumitan).
c. Masa menyusui anak dimulai.
d. Penyembuhan ibu dari stress kehamilan dan persalinan di asumsikan sebagai tanggung
jawab untuk menjaga dan mengasuh bayinya.
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang
disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan (Bobak, 2004).
1. Sistem reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, proses ini
dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi
menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu
setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada
minggu keenam, beratnya menjadi 50- 60gr. Pada masa pasca partum penurunan
kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa
hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi Intensitas
kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, hormon
oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi
uterus, mengopresi 25 pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam
pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena
atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir.
c. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan trombus
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur.
Pertumbuhan endometrium ke atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik dan
mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuha luka.
Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa pasca partum,
kecuali pada bekas tempat plasenta.
d. Lochea Rabas
uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah, kemudian menjadi
merah tua atau merah coklat. Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris
desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari.
Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus jaringan. Sekitar 10
hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning atau putih. Lochea alba mengandung
leukosit, desidua, sel 26 epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan
2-6 minggu setelah bayi lahir.
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum, serviks
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.
Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama
beberapa hari setelah ibu melahirkan.
f. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada
sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
2. Sistem endokrin
a. Hormon plasenta Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan
kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan.
Sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium.
Kadar esterogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,
penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis
cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak
menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui
tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating
hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan
ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat
(Bowes, 1991).
3. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan
sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hami.
4. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan
dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham, dkk
; 1993).
5. Sistem cerna
a. Nafsu makan Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan,
ibu merasa sangat lapar.
b. Mortilitas Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan.
6. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara selama wanita
hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin, krotison, dan
insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
a) Ibu tidak menyusui Kadar prolaktin
akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak menyusui. Pada jaringan
payudara beberapa wanita, saat palpasi dailakukan pada hari kedua dan ketiga.
Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara
teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.
b) Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan,
yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras ketika
disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan
dapat dikeluarkan dari puting susu.
7. Sistem kardiovaskuler
a. Volume darah Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan
ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total
yang cepat tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga dan
keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai
volume sebelum lahir.
b. Curah jantung Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan
meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang
biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tibatiba kembali ke sirkulasi umum
(Bowes, 1991). c. Tanda-tanda vital Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa
terlihat, jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik
peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan berlangsung
selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan (Bowes, 1991).
8. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis
yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma yang dialami wanita saat
bersalin dan melahirkan.
9. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung
secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang
membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat
pemsaran rahim.
10. Sistem integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir.
Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menutap. Kulit kulit yang
meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tapi tidak
hilang seluruhnya.

5. ADAPTASI FISIOLOGIS DAN PSIKOLOGIS


1. Adaptasi Fisiologi

Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post partum,


banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk Breast (payudara),
Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung kemih), Lochia (lokia),
Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity (ekstremitas bawah), dan
Emotion (emosi). Menurut Hacker dan Moore Edisi 2 adalah :

a. Involusi Rahim
Melalui proses katabolisme jaringan, berat rahim dengan cepat menurun dari
sekitar 1000gm pada saat kelahiran menjadi 50 gm pada sekitar 3 minggu masa
nifas. Serviks juga kehilangan elastisnya dan kembali kaku seperti sebelum
kehamilan. Selama beberapa hari pertama setelah melahirkan, secret rahim (lokhia)
tampak merah (lokhia rubra) karena adanya eritrosit. Setelah 3 sampai 4 10 hari
lokhia menjadi lebih pucat (lokhia serosa), dan dihari ke sepuluh lokheatampak
berwarna putih atau kekuning kuningan (lokhia alba).
Berdasarkan waktu dan warnanya pengeluaran lochia dibagi menjadi 4 jenis:

1. Lochia rubra, lochia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum, warnanya merah karena berisi darah segar dari jaringan sisa-
sisa plasenta.

2. Lochia sanguilenta, berwarna merah kecoklatan dan muncul di hari keempat


sampai hari ketujuh.
3. Lochia serosa, lochia ini muncul pada hari ketujuh sampai hari keempat belas
dan berwarna kuning kecoklatan.

4. Lochia alba, berwarna putih dan berlangsung 2 sampai 6 minggu post partum

Munculnya kembali perdarahan merah segar setelah lokia menjadi alba atau
serosa menandakan adanya infeksi atau hemoragi yang lambat. Bau lokia sama
dengan bau darah menstruasi normal dan seharusnya tidak berbau busuk atau tidak
enak. Lokhia rubra yang banyak, lama, dan berbau busuk, khususnya jika disertai
demam, menandakan adanya kemungkinan infeksi atau bagian plasenta yang
tertinggal. Jika lokia serosa atau alba terus berlanjut melebihi rentang waktu normal
dan disertai dengan rabas kecoklatan dan berbau busuk, demam, serta nyeri
abdomen, wanita tersebut mungkin menderita endometriosis. (Martin, Reeder, G.,
Koniak, 2014).

Proses involusi uterus adalah sebagai berikut: Iskemia Miometrium :

1. Iskemia myometrium
Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari
uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif
anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2. Atrofi jaringan

Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen saat


pelepasan plasenta.

3. Autolysis

Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot


uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan
karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
4. Efek Oksitosin

Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus


sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya
suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau
tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.

b. Uterus

Setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang hampir padat.
Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup, yang
menyebabkan rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap sama
selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun kemudian secara cepat
ukurannya berkurang oleh involusi. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).

c. Uterus tempat plasenta


Pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol ke
dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil,
pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm.
Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas
plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan
karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6
minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua
basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada
tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada
pembuangan lokia. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
d. Afterpains
Merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah melahirkan dengan
berbagai intensitas. Afterpains sering kali terjadi bersamaan dengan menyusui, 13
saat kelenjar hipofisis posterioir melepaskan oksitosin yang disebabkan oleh
isapan bayi. Oksitosin menyebabkan kontraksi saluran lakteal pada payudara,
yang mengeluarkan kolostrum atau air susu, dan menyebabkan otot otot uterus
berkontraksi. Sensasi afterpains dapat terjadi selama kontraksi uterus aktif untuk
mengeluarkan bekuan bekuan darah dari rongga uterus. (Martin, Reeder, G.,
Koniak, 2014).
e. Vagina
Meskipun vagina tidak pernah kembali ke keadaan seperti seleum kehamilan,
jaringan suportif pada lantai pelvis berangsur angsur kembali pada tonus semula.
f. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya Ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini terjadi
karena pada waktu melahirkan sistem pencernaan mendapat tekanan
menyebabkan kolon menjadi kosong, kurang makan, dan laserasi jalan lahir.
(Dessy, T., dkk. 2009)
g. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah kelahiran, terjadi peningkatan resistensi yang nyata pada
pembuluh darah perifer akibat pembuangan sirkulasi uteroplasenta yang
bertekanan rendah. Kerja jantung dan volume plasma secara berangsur angsur
kembali normal selama 2 minggu masa nifas.
h. Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan
sebagai respon terhadap penurunan estrogen. Kemungkinan terdapat spasme
sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami tekanan kepala
14 janin selama persalinan. Protein dapat muncul di dalam urine akibat
perubahan otolitik di dalam uterus (Rukiyah, 2010).
i. Perubahan psikososial
Wanita cukup sering menunjukan sedikit depresi beberapa hari setelah
kelahiran. “perasaan sedih pada masa nifas” mungkin akibat faktor faktor
emosional dan hormonal. Dengan rasa pengertian dan penentraman dari keluarga
dan dokter, perasaan ini biasanya membaik tanpa akibat lanjut.
j. Kembalinya haid dan ovulasi
Pada wanita yang tidak menyusui bayi, aliran haid biasanya akan kembali
pada 6 sampai 8 minggu setelah kelahiran, meskipun ini sangat bervariasi.
Meskipun ovulasi mungkin tidak terjadi selama beberapa bulan, terutama ibu ibu
yang menyusui bayi, penyuluan dan penggunaan kontrasepsi harus ditekankan
selama masa nifas untuk menghindari kehamilan yang tak dikehendaki.
k. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali
(Mansyur, 2014)
l. Perubahan Tanda-tanda Vital Pada Ibu masa nifas terjadi peerubahan tanda-tanda
vital, meliputi:
1. Suhu tubuh : Pada 24 jam setelah melahirkan subu badan naik sedikit
(37,50C-380C) sebagai dampak dari kerja keras waktu melahirkan,
kehilangan cairan yang berlebihan, dan kelelahan (Trisnawati, 2012)
2. Nadi : Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat dari denyut
nadi normal orang dewasa (60-80x/menit).
3. Tekanan darah, biasanya tidak berubah, kemungkinan bila tekanan darah
tinggi atau rendah karena terjadi kelainan seperti perdarahan dan
preeklamsia. 4. Pernafasan, frekuensi pernafasan normal orang dewasa
adalah 16-24 kali per menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan
lambat atau normal. Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih
cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok (Rukiyah, 2010)

2. Adaptasi psikologis Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum
dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana ibu
membutuhkan perlindungandan pelayanan.
b. Fase taking hold / ketergantungan
tidak ketergantungan Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan
berakhir pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk
menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Selama fase ini
sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan
sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik.
c. Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem keluarga
telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah
sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan seksualnya telah
dilakukan kembali.

6. KLASIFIKASI
Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :
1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu kepulihan dimana
ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dianggap telah bersih dan boleh
melakukan hubungan suami istri apabila setelah 40 hari.
2. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium intermedial yaitu
kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 minggu
3. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang diperlukan
untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna bias berminggu-minggu,
bulanan bahkan tahunan. (Yetti Anggraini,2010).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan penunjang tambahan yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah, suatu tindakan dan prosedur pemeriksaan
khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari pasien dalam bentuk darah, sputum
(dahak), urine (air kencing/air seni), kerokan kulit, dan cairan tubuh lainnya dengan
tujuan untuk menentukan diagnosis atau membantu menegakkan diagnosis penyakit.
b. USG bila diperlukan
Ultrasnografi (USG) Adalah suatu pemeriksaan yang menggunakan gelombang
ultrasonik untuk mendapatkan gambaran dari janin, plasenta dan uterus.
8. PENATALAKSANAAN
Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien dengan
post partum adalah sebagai berikut:
a. Meperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
b. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan makanan pada
bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan baik antara ibu dan anak.
c. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan memungkinkannya mingisi
peran barunya sebagai seorang Ibu, baik dengan orang, keluarga baru, maupun budaya
tertentu.

9. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Perdarahan yaitu darah yang keluar lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam
setelah anak lahir menurut Eny dan Diah (2009).
perdarahan dibagi menjadi dua yaitu:
1) Perdarahan post partum primer yaitu pada 24 jam pertama akibat antonia uteri,
retensio plaseta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan involusio uteri
2) Perdarahan post partum sekunder yaitu terjadi setelah 24 jam.
Penyebab perdarahan sekunder adalah sub involusio uteri, retensio sisa plasenta,
infeksi postpartum.
Pada trauma atau laserasi jalan lahir bisa terjadi robekan perineum, vagina serviks,
forniks dan rahim. Keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila
tidak segera diatasi (Cunningham, 2006). Menurut Prawirohardjo (2006) robekan
jalan lahir atau ruptur perineum sekitar klitoris dan uretra dapat menimbulkan
perdarahan hebat dan mungkin sangat sulit untuk diperbaiki. Episiotomi dapat
menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri atau vena yang besar,
episitomi luas, ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau ada penundaan
antara persalinan dan perbaikan episitomi (Cunningham, 2005).
2. Infeksi
Infeksi masa postpartum (puerpuralis) adalah infeksi pada genitalia setelah
persalinan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga mencapai 38ºC atau lebih selama 2
hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.
Infeksi postpartum mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuk
kuman-kuman atau bakteri ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan
postpartum (Mitayani, 2011).
Infeksi postpartum dapat disebabkan oleh adanya alat yang tidak steril, luka
robekan jalan lahir, perdarahan, preeklamsia, dan kebersihan daerah perineum yang
kurang terjaga. Infeksi masa postpartum dapat terjadi karena beberapa faktor
pemungkin, antara lain pengetahuan yang kurang, gizi, pendidikan, dan usia.
1) Pengetahuan Menurut ambarwati (2010), pengetahuan adalah segala apa yang
diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia.
Pengalaman yang didapat dapat berasal dari pengalaman sendiri maupun
pengalaman yang didapat dari orang lain.
2) Pendidikan Tingkat pendidikan ibu yang rendah akan mempengaruhi pengetahuan
ibu karena ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan lebih rendah akan sulit
untuk menerima masukan dari pihak lain (Notoatmodjo, 2012)
3) Usia
Usia berpengaruh terhadap imunitas. Penyembuhan luka yang terjadi pada orang
tua sering tidak sebaik pada orang yang muda. Hal ini disebabkan suplai darah
yang kurang baik, status nutrisi yang kurang atau adanya penyakit penyerta seperti
diabetes melitus. Sehingga penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda
dari pada usia tua (Suherni, 2009).
4) Gizi
Proses fisiologi penyembuhan luka perineum bergantung pada tersedianya protein,
vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral renik zink dan tembaga. Kolagen
adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari
protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. Vitamin
A dapat mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka (Cuningham,
2006).
10. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. PENGKAJIAN
Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien
mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan
seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil.
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada.
1. Data Subjektif
a. Biodata yang mencakup identitas pasien menurut Anggraini (2010),
meliputi :
1) Nama : Untuk mengetahui nama jelas dan lengkap, bila perlu nama
panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan
penanganan.
2) Umur : Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko
seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang,
mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35
tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam post partum.
Untuk respon nyeri, umur juga mempengaruhi karena pada umur
anak-anak belum bisa mengungkapkan nyeri, pada umur orang
dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal
alamiah yang harus di jalani dan mereka takut kalau mengalami
penyakit berat atau meninggal jika nyeri di periksakan.
3) Agama : Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
4) Suku Bangsa : Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan
seharihari. Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya
mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah
menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus
diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak
megeluh jika ada nyeri.
5) Pendidikan : Berpengaruh dalam tindakan keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga perawat
dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya. Bila
pasien memiliki pengetahuan yang baik terhadap perawatan luka
maka luka akan sembuh pada hari ke tujuh setelah persalinan dan
bila tidak dirawat dengan baik maka akan terjadi infeksi pada
pasien post partum.
6) Pekerjaan : Untuk mengetahui dan mengukur tingkat social
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien
tersebut.
7) Alamat : Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
b. Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan
masa nifas, misalnya pasien merasa kontraksi, nyeri pada jalan lahir
karena adanya jahitan pada perineum. Keluhan utama pada ibu post
partum dengan luka perawatan episiotomi adalah nyeri dibekas luka
jahitan (Bobak, 2005).
c. Riwayat Kesehatan
Menurut Ambarwati (2010), riwayat kesehatan meliputi :
1) Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : Jantung, diabetes
mellitus, hipertensi, asma yang dapat mempengaruhi pada masa
post partum ini.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan
masa post partum dan bayinya.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien
dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang
menyertainya, mengetahui apakah ada riwayat penyakit menurun
seperti asma, jantung, DM dan hipertensi dan penyakit menular
seperti asma / TBC.

d. Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui kapan mulai menstruasi, siklus mentruasi,
lamanya menstruasi, banyaknya darah menstruasi, teratur / tidak
menstruasinya, sifat darah menstruasi, keluhan yang dirasakan sakit waktu
menstruasi disebut disminorea.
e. Riwayat Perkawinan
Pada status perkawinan yang ditanyakan adalah kawin syah,
berapa kali, usia menikah berapa tahun, dengan suami usia berapa, lama
perkawinan, dan sudah mempunyai anak belum
f. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu
Untuk mengetahui jumlah kehamilan dan kelahiran, riwayat
persalinan yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat kelahiran, lamanya
melahirkan, dan cara melahirkan. Masalah / gangguan kesehatan yang
timbul sewaktu hamil dan melahirkan. Riwayat kelahiran anak,
mencangkup berat badan bayi sewaktu lahir,adakah kelainan bawaan bayi,
jenis kelamin bayi, keadaan bayi hidup / mati saat dilahirkan. Paritas
mempengaruhi persepsi terhadap nyeri persalinan karena primipara
mempunyai proses persalinan yang lama dan lebih melelahkan dengan
multipara.
Hal ini disebabkan karena serviks pada klien
primiparamemerlukan tenaga yang lebih besar untuk mengalami
peregangan karena pengaruh intensitas konstraksi lebih besar selama kala
I persalinan.Selain itu, pada ibu dengan primipara menunjukan
peningkatan kecemasan dan keraguan untuk mengantisipasi rasa nyeri
selama persalinan.
g. Riwayat Keluarga Berencana
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrapsi
jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi
serta rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa
(Anggraini, 201 0).
h. Riwayat Kehamilan Sekarang
1) Hari pertama, haid terakhir serta kapan taksiran persalinannya
2) Keluhan-keluhan pada trisemester I, II, III.
3) Dimana ibu biasa memeriksakan kehamilannya.
4) Selama hamil berapa kali ibu periksa
5) Penyuluhan yang pernah didapat selama kehamilan
6) Pergerakana anak pertama kali dirasakan pada kehamilan berapa
minggu
7) Imunisasi TT : sudah / belum imunisasi, berapa kali telah
dilakukan imunisasi TT selama hamil.
i. Riwayat Persalinan Sekarang
Untuk mengetahui tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis
kelamin anak, keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan. Hal ini
perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami
kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada masa nifas saat ini.
j. Pola Kebiasaan Selama Masa Post Partum
1) Nutrisi
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet
seimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang
cukup serta serat-serat makanan yang cukup, sehingga proses
penyembuhan luka episiotomi lebih cepat. Ibu dianjurkan untuk
minum sedikitnya 3 liter air setiap hari. Mengkonsumsi zat besi
setidaknya selama 90 hari post partum.
2) Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air
besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta
kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah. Pada
ibu post partum dengan perawatan luka episiotomi biasanya buang
air besar secara spontan akan tertunda 2 – 3 hari setelah
melahirkan karena tonus otot usus menurun selama proses
persalinan, pada saat buang air kecil juga akan merasakan nyeri
pada luka episiotomy
3) Istirahat / tidur
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien
tidur, kebiasaan sebelum tidur, kebiasaan mengkonsumsi obat
tidur, kebiasaan tidur siang. Istirahat sangat penting bagi ibu post
partu karena dengan istirahat yang cukup dapat mempercepat
penyembuhan
4) Keadaan psikologis
Untuk mengetahui tentang perasaan ibu sekarang, apakah ibu
merasa takut atau cemas dengan keadaan sekarang
5) Riwayat Sosial Budaya
Untuk mengetahui kehamilan ini direncanakan / tidak, diterima /
tidak, jenis kelamin yang diharapkan dan untuk mengetahui pasien
dan keluarga yang menganut adat istiadat yang akan
menguntungkan atau merugikan pasien khususnya pada post
partum misalnya pada kebiasaan makan dilarang makan ikan atau
yang amis-amis.
6) Penggunaan obat-obatan / rokok
Untuk mengetahui apakah ibu mengkonsumsi obat terlarang
ataukah ibu merokok.
2. Data Objektif
Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat
oleh tenaga kesehatan (Nursalam, 2008).
a. Status generalis
1) Keadaan umum
Untuk mengetahui apakah ibu dalam keadaan baik, cukup atau
kurang.Pada kasus keadaan umum ibu baik.
2) Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis
(sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya), apatis (tidak menanggapi rangsangan /
acuh tak acuh, tidak peduli) somnolen (kesadaran yang segan
untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh),
spoor (keadaan yang menyerupai tidur), koma (tidak bisa
dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun, tidak
ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya). Pada kasus kesadaran
composmentis
3) Tanda- tanda Vital
Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu. Periksa
tanda-tanda vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam pertama
setelah melahirkan atau sampai stabil, kemudian periksa setiap 30
menit untuk jam-jam berikutnya. Nadi dan suhu diatas normal
dapat menunjukan kemungkinan adanya infeksi. Tekanan darah
mungkin sedikit meningkat karena upaya untuk persalinan dan
keletihan. Tekanan darah yang menurun perlu diwaspadai
kemungkinan adanya perdarahan post partum.
a) Tekanan Darah
Untuk mengetahui tekanan darah ibu. Pada beberapa kasus
ditemukan keadaan dimana jika ibu post partum merasakan
nyeri maka tekanan darah akan meningkat, tetapi keadaan
ini akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada
penyakit lain yang menyertainya dalam 2 bulan
pengobatan. Batas normalnya 110/60– 140/90 mmHg.
b) Nadi
Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit.
Batas normal nadi berkisar antara 60 – 80 x/menit. Denyut
nadi di atas 100 x/menit pada masa nifas adalah
mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya
bisa diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena
kehilangan darah yang berlebihan
c) Suhu
Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,2°C. Sesudah
partus dapat naik 0,5°C dari keadaan normal tetapi tidak
melebihi 38°C. Suhu normal manusia adalah 36,6°C-
37,6°C Suhu ibu post partum dengan episiotomi dapat
meningkat bila terjadi infeksi, atau tanda REEDA (+).
d) Respirasi
Pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada umumnya
respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian,
tidak lain karena Ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam
kondisi istirahat. Bila ada respirasi cepat post partum (> 30
x/mnt) mungkin karena adanya ikutan dari tanda-tanda
syok.
e) Tinggi badan
Untuk mengetahui tinggi badan pasien
f) LILA
Untuk mengetahui status gizi pasien.
b. Pemeriksaan Sistematis
1. Kepala dan wajah
a) Rambut, melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan
kerontokan rambut.
b) Wajah, adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya flek
hitam.
c) Mata, konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia kerena
perdarahan saat persalinan.
d) Hidung, kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita pilek
atau sinusitis. Infeksi pada ibu postpartum dapat meningkatkan
kebutuhan energi.
e) Mulut dan gigi, tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami
stomatitis, atau gigi yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat
menjadi pintu masuk bagi mikroorganisme dan bisa beredar secara
sistemik.
f) Leher, kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran
kelenjar tiroid. Kelenjar limfe yang membesar dapat menunjukan
adanya infeksi, ditunjang dengan adanya data yang lain seperti
hipertermi, nyeri dan bengkak.
g) Telinga, kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan
pada telinga.
2. Pemeriksaan thorak
a) Inspeksi payudara
 Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap
produksi asi, perlu diperhatikan bila ada kelainan, seperti
pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada
perubahan posisi kontur atau permukaan.
 Kaji kondisi permukaan, permukaan yang tidak rata seperti
adanya depresi,retraksi atau ada luka pada kulit payudara
perlu dipikirkan kemungkinan adanya tumor.
 Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat
menunjukan adanya peradangan.

b) Palpasi Payudara
Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi inspeksi
ukuran bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi apakah ada
nyeri tekan guna menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari
pertama post partum, payudara tidak banyak berubah kecil kecuali
sekresi kolostrum yang banyak. Ketika menyusui, perawat
mengamati perubahan payudara, menginspeksi puting dan areola
apakah ada tanda tanda kemerahan dan pecah, serta menanyakan
ke ibu apakah ada nyeri tekan. Payudara yang penuh dan bengkak
akan menjadi lembut dan lebih nyaman setelah menyusui.
3. Pemeriksaan abdomen
a) Inspeksi Abdomen
 Kaji adakah striae dan linea alba.
 Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras.
Abdomen yang keras menunjukan kontraksi uterus bagus
sehingga perdarahan dapat diminimalkan. Abdomen yang
lembek menunjukan sebaliknya dan dapat dimasase untuk
merangsang kontraksi.
b) Palpasi Abdomen
 Fundus uteri Tinggi : Segera setelah persalinan TFU 2 cm
dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat
dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
 Hari kedua post partum TFU 1 cm dibawah pusat
 Hari ke 3 - 4 post partum TFU 2 cm dibawah pusat
 Hari ke 5 - 7 post partum TFU pertengahan pusat-symfisis
 Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi.
 Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak
menunjukan konteraksi uterus kurang maksimal sehingga
memungkinkan terjadinya perdarahan.
 Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi
lateral biasanya terdorong oleh bladder yang penuh.
 Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa
jaringan yang hampir padat. Dinding belakang dan depan
uterus yang tebal saling menutup, yang menyebabkan
rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap
sama selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun
kemudian secara cepat ukurannya berkurang oleh involusi.
(Martin, Reeder, G.,Koniak, 2014).
 Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot
rektus abdominis akibat pembesaran uterus jika dipalpasi
"regangan ini menyerupai belah memanjang dari prosessus
xiphoideus ke umbilikus sehingga dapat diukur panjang
dan lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali
seperti sebelum hamil tetapi dapat mendekat dengan
memotivasi ibu untuk melakukan senam nifas. Cara
memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan
meminta ibu untuk tidur terlentang tanpa bantal dan
mengangkat kepala, tidak diganjal kemudian palpasi
abdomen dari bawah prosessus xipoideus ke umbilikus
kemudian ukur panjang dan lebar diastasis.
4. Keadaan kandung kemih
Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih. Kandung
kemih yang bulat dan lembut menunjukan jumlah urine yang tertapung
banyak dan hal ini dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus
dikeluarkan.
5. Vulva dan vagina
Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda infeksi, varices,
pembesaran kelenjar bartolini dan perdarahan. Pada kasus episiotomy
vulva kadang bisa menjadi edema, perineum ruptur jika terjadi infeksi,
maka akan terlihat kemerahan, jahitan basah dan mengeluarkan nanah
serta bau busuk.
Tanda-tanda infeksi postpartum menurut Septiani (2012): Rubor
(Kemerahan), Kalor (Panas), Dolor (Nyeri), Tumor (Pembengkakan),
dan Fungsiolaesa (Perubahan Fungsi).
6. Ekstremitas atas dan bawah
a) Varises, melihat apakah ibu mengalami varises atau tidak.
Pemeriksaan varises sangat penting karena ibu setelah melahirkan
mempunyai kecenderungan untuk mengalami varises pada
beberapa pembuluh darahnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan
hormonal.
b) Edema, Tanda homan positif menunjukan adanya tromboflebitis
sehingga dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara
memeriksa tanda human adalah memposisikan ibu terlentang
dengan tungkai ekstensi, kemudian didorsofleksikan dan tanyakan
apakah ibu mengalami nyeri pada betis, jika nyeri maka tanda
homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk mobilisasi dini agar
sirkulasi lancar. Refleks patella mintalah ibu duduk dengan
tungkainya tergantung bebas dan jelaskan apa yang akan
dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/ patella. Dengan
menggunakan hammer ketuklan rendon pada lutut bagian depan.
Tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon diketuk. Bila
reflek lutut negative kemungkinan pasien mengalami kekurangan
vitamin B1. Bila gerakannya berlebihan dan capat maka hal ini
mungkin merupakan tanda pre eklamsi.
 Perineum, pengkajian daerah perineum dan perineal dengan
sering untuk mengidentifikasi karakteristik normal atau deviasi
dari normal seperti hematoma, memar, edema, kemerahan, dan
nyeri tekan. Jika ada jahitan luka, kaji keutuhan, hematoma,
perdarahan dan tanda-tanda infeksi (kemerahan,bengkak, dan
nyeri tekan).
 REEDA
REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai
kondisi episiotomi atau laserasi perinium.

Tanda REEDA Tidak


Normal Normal

Rednees Tidak ada Tampak


kemerahan kemerahan

Echmosis Tidak ada Tambak


kebiruan kebiruan

Edema Tidak ada Terjadi


pembengkakan pembengka
kan

Dischargmet tidak ada Terdapat


cairan cairan
sekresi/pus sekresi/pus
yang keluar yang keluar

Approksimiy Jahitan luka Jahitan


tampak kuat luka
merekat tampak
meregang

 Lochea
Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lochea pada ibu post
partum. Perubahan warna harus sesuai. Misalnya Ibu
postpartum hari ke tujuh harus memiliki lochea yang sudah
berwarna merah muda atau keputihan. Jika warna lokhia masih
merah maka ibu mengalami komplikasi postpartum. Lochea
yang berbau busuk yang dinamankan Lochea purulenta
menunjukan adanya infeksi disaluran reproduksi dan harus
segera ditangani.
 Varises
Perhatikan apakah terjadinya varises di dalam vagina dan
vulva. Jika ada yang membuat perdarahan yang sangat hebat .
 Anus
Untuk mengetahui ada haemoroid / tidak. Hemoroid tampak
seperti tonjolan buah anggur pada anus dan merupakan aumber
yang paling sering menimbulkan nyeri perineal. Hemoroid
disebabkan oleh tekanan otot-otot dasar panggul oleh bagian
terendah janin selama kehamilan akhir dan persalinan akibat
mengejan selama fase ekspulsi.
7. Pengkajian status nutrisi
Pengkajian awal status nutrisi pada periode post partum didasarkan
pada data ibu saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti
simpanan besi yang memadai (misal : konjungtiva) dan riwayat diet
yang adekuat atau penampilan. Perawat juga perlu mengkaji beberapa
faktor komplikasi yang memperburuk status nutrisi, seperti kehilangan
darah yang berlebih saat persalinan.
8. Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat
Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan
apa yang dapat dilakukan ibu untuk membantunya meningkatkan
istirahat selama ibu di rumah sakit. Ibu mungkin tidak bisa
mengantisipasi kesulitan tidur setelah persalinan.
9. Emosi
Emosi merupakan elemen penting dari penilaian post partum. Pasien
post partum biasanya menunjukkan gejala dari ”baby blues” atau
“postpartum blues” ditunjukan oleh gejala menangis, lekas marah, dan
kadang-kadang insomnia. Postpartum blues disebabkan oleh banyak
faktor, termasuk fluktuasi hormonal, kelelahan fisik, dan penyesuaian
peran ibu. Ini adalah bagian normal dari pengalaman post partum.
Namun, jika gejala ini berlangsung lebih lama dari beberapa minggu
atau jika pasien post partum menjadi nonfungsional atau
mengungkapkan keinginan untuk menyakiti bayinya atau diri sendiri,
pasien harus diajari untuk segera melaporkan hal ini pada perawat,
bidan atau dokter.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau
respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan pada resiko masalah
kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
antara lain :
1) Nyeri Akut bd agen pencedera fisik, luka episiotomi post partum spontan
(D.0077)
2) Defisit Nutrisi b.d peningkatan kebutuhan karena laktasi (D.0019)
3) Ansietas bd tanggung jawab menjadi orang tua (D.0080)
4) Resiko Infeksi bd luka episiotomi post partum spontan (D.0042)
5) Gangguan Pola Tidur bd tanggung jawab memberi asuhan pada bayi (D.0055)
6) Defisit Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi tentang kesehatan masa
post partum (D.0111)
7) Menyusui Tidak Efektif bd ketidakadekuatan suplai ASI (D.0029)

3. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri Akut
 Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional
dengan onset mendadak atau lambat dan berintersitas ringan hingga berat
dan konstan
 Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbinhg, kompres hangat/dingim,
terapi bermain)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitas istirahat tidur
d) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
 Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan mengguanakann analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, bila perlu
2. Dukungan tidur
 Definisi : Memfasilitasi siklus tidur dan terjaga yang teratur
 Observasi
a) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
b) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik atau psikologis)
c) Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis.
Kopi, teh, alkohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air
sebelum tidur)
d) Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
 Terapeutik
a) Modifikasi lingkunagan (mis. Pencahayaan, kebisisngan, suhu, dan
tempat tidur)
b) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
c) Fasilitasi menghilangkan stress waktu tidur
d) Terapkan jadwal rutin tidur
e) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamnan (mis. Pijat,
pengaturan posisi, terapi akupresur)
f) Sesuaikan jadwal pemberian obat dan tindakan menunjang siklus
tidur terjaga
 Edukasi
a) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
b) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
c) Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
d) Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
e) Anjurkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur (mis. Psikologis, gaya hidup, sering berunbah shift bekerja)
f) Ajarkan relaksasi otot autogenetik atau cara nonfarmakologi lainnya
3. Manajemen nutrisi
 Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
f) Monitor asupan makanan
g) Monitor berat badan
h) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Terapeutik
a) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
b) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
c) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
d) Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
e) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
f) Berikan suplemen makanan, jika perlu
g) Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
 Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b) Ajarkan diet yang diprogramkan
 Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
4. Reduksi ansietas
 Observasi
a) Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu,
stressor)
b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c) Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
 Terapeutik
a) Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika memungkinkan
c) Pahami situasi yang membuat anxietas
d) Dengarkan dengan penuh perhatian
e) Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
f) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
g) Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan datang
 Edukasi
a) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
b) Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f) Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
h) Latih teknik relaksasi
 Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu
5. Perawatan integritas kulit
 Observasi
a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
 Terapeutik
a) Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
b) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
c) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
d) Gunakan produk berbahan petrolium  atau minyak pada kulit kering
e) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
sensitif
f) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
 Edukasi
a) Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum)
b) Anjurkan minum air yang cukup
c) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d) Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
e) Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrime
f) Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada
diluar rumah
6. Promosi ASI Eksklusif
 Observasi:
a) Identifikasi kebutuhan laktasi bagi ibu pada antenatal, intranatal dan
postnatal
 Terapeutik:
a) Fasilitasi ibu melakukan IMD (inisiasi menyusu dini)
b) Fasilitasi ibu untuk rawat gabung atau rooming in
c) Gunakan sendok dan cangkir jika bayi belum bias menyusu
d) Dukung ibu menyusui dengan mendampingi ibu selama kegiatan
menyusui berlangsung
e) Diskusikan dengan keluarga tentang Asi eksklusif
f) Siapkan kelas menyusi pada masa prenatal minimal 2 kali dan
periode pascapartum minimal 4 kali
 Edukasi
a) Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
b) Jelaskan pentingnya menyusui dimalam hari untuk mempertahankan
dan meningktakna produksi ASI
c) Jelaskan tanda-tanda bayi cukup ASI (mis.berat badan meningkat,
BAK lebih dari 10 kali/hari, warna urine tidak pekat)
d) Jelaskan manfaat rawat gabung (rooming in)
e) Anjurkan ibu menyusu sesegera mungkin setelah melahirkan
f) Anjurkan ibu memberikan nutrisi kepada bayi hanya dengan ASI
g) Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin setelah lahir sesuai
kebutuhan bayi\
h) Anjurkan ibu menyusui produksi ASI dengan memerah, walaupun
kondisi ibu atau bayi terpisah

4. Implementasi Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mncapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
5. Evaluasi
Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil
dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah
untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E,R,Diah, W. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika


Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Rihama
Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Marliandiani, yefi. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas Dan Menyusui.
Jakarta; Salemba Medika, 2015.
Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice.Edisi 7.
Vol.3. Jakarta : EGC
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Rini, Susilo. 2016. Panduan Asuhan Nifas Dan Efidence Baset Pracetice. Yogyakarta;
DEEPUBLISH, 2016.
Sri wahyuningsih. 2019. Buku ajar Asuhan Keperawatan Pospartum dilengkapi dengan
panduan persiapan praktikum mahasiswa

WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015.

You might also like