You are on page 1of 10

Nama : Shani Fiona Alicia Kapoh

Nim : 21304051
Kelas : Akuntansi 1B

1.
1) Nilai-Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa 
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan spiritual, moral dan
etik. Salah satu ciri pokok dalam negara hukum Pancasila ialah adanya
jaminan terhadap kebebasan beragama (freedom of religion). Mochtar
Kusumaatdja berpendapat, asas ketuhanan mengamanatkan bahwa tidak
boleh ada produk hukum nasional yang bertentangan dengan agama atau
menolak atau bermusuhan dengan agama. Dalam proses penyusuan suatu
peraturan perundang-undangan, nilai ketuhanan merupakan pertimbangan
yang sifatnya permanen dan mutlak.
Dalam negara hukum Pancasila tidak boleh terjadi pemisahan antara agama
dan negara, karena hal itu akan bertentangan dengan Pancasila. Kebebasan
beragama dalam arti positif, ateisme tidak dibenarkan. Komunisme dilarang,
asas kekeluargaan dan kerukunan. Terdapat dua nilai mendasar,
yaitu pertama, kebebasan beragama harus mengacu pada makna yang positif
sehingga pengingkaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak
dibenarkan; kedua, ada hubungan yang erat antara agama dan negara.
Negara hukum Pancasila berpandangan bahwa manusia dilahirkan dalam
hubungannya atau keberadaanya dengan Tuhan Yang Maha Esa. 
Para pendiri negara menyadari bahwa negara Indonesia tidak terbentuk
karena perjanjian melainkan atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas.
Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan prinsip pertama dari dasar
negara Indonesia. Soekarno pada 1 Juni 1945, ketika berbicara mengenai
dasar negara menyatakan:

“Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi


masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri.
Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam
menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW orang Budha menjalankan
ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita
semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-
tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat
hendaknya ber-Tuhan. Secara kebudayaan yakni dengan tiada “egoisme
agama”. Dan hendaknya Negara Indonesia satu negara yang ber-Tuhan”.
Pidato Soekarno tersebut merupakan rangkuman pernyataan dan pendapat
dari para anggota BPUPKI dalam pemandangan umum mengenai dasar
negara. Para anggota BPUPKI berpendapat pentingnya dasar Ketuhanan ini
menjadi dasar negara. Pendapat ini menunjukkan negara hukum Indonesia
berbeda dengan konsep negara hukum Barat yang menganut hak asasi dan
kebebasan untuk ber-Tuhan.

Pada mulanya, sebagian para founding fathers menghendaki agar agama


dipisahkan dengan negara. Pada tanggal 22 Juni 1945 disepakati mengenai
Mukaddimah UUD atau yang disebut Piagam Jakarta. Kesepakatan tersebut
menyatakan dasar negara yang pertama adalah “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”.
Dalam perkembangannya Pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18
Agustus 1945, tidak mencantumkan tujuh kata yang ada dalam Piagam
Jakarta, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi para
pemeluk-pemeluknya”.

Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai adanya pengakuan


adanya kekuasaan di luar diri manusia yang menganugerahkan rahmat-Nya
kepada bangsa Indonesia, suatu nikmat yang luar biasa besarnya. Selain itu
ada pengakuan bahwa ada hubungan dan kesatuan antara bumi Indonesia
dengan Tuhan Yang Maha Esa, pengakuan bahwa ada hubungan dan
kesatuan antara bumi Indonesia dengan bangsa Indonesia dan adanya
hubungan antara Tuhan manusia-bumi Indonesia itu membawa konsekuensi
pada pertanggung jawaban dalam pengaturan maupun pengelolaannya, tidak
saja secara horizontal kepada bangsa dan Negara Indonesia, melainkan
termasuk juga pertanggungjawaban vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2) Nilai Kemanusiaan

Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab menunjukkan bahwa manusia


diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan nilai tersebut, dikembangkan
sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan sikap tidak
semena-mena terhadap orang lain. Berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan,
maka Indonesia menentang segala macam bentuk eksploitasi, penindasan
oleh satu bangsa terhadap bangsa lain, oleh satu golongan terhadap golongan
lain, dan oleh manusia terhadap manusia lain, oleh penguasa terhadap
rakyatnya.
Kemanusian yang adil dan beradab berarti menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusian dan mengajarkan untuk menghormati harkat dan martabat
manusia dan menjamin hak-hak asasi manusia. Nilai ini didasarkan pada
kesadaran bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa
dirinya bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap
hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain.

3) Nilai Persatuan
Sila Persatuan Indonesia mengandung nilai bahwa Indonesia menempatkan
persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara
di atas kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan Indonesia terkait dengan
paham kebangsaan untuk mewujudkan tujuan nasional. Persatuan
dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan
pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa. Dalam pandangan Mochtar
Kusumaatmadja, nilai kesatuan dan persatuan mengamanatkan bahwa
hukum Indonesia harus merupakan hukum nasional yang berlaku bagi
seluruh rakyat Indonesia

4) Nilai-Nilai Kedaulatan Rakyat


Nilai persatuan Indonesia bersumber pada asas kedaulatan rakyat, serta
menentang segala bentuk feodalisme, totaliter dan kediktatoran oleh
mayoritas maupun minoritas. Nilai persatuan Indonesia mengandung makna
adanya usaha untuk bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa
nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nilai keadulatan
rakyat menjadi dasar demokrasi di Indonesia. Nilai ini menunjuk kepada
pembatasan kekuasaan negara dengan partisipasi rakyat dalam pengambilan
keputusan. Nilai-nilai demokratik mengandung tiga prinsip, yaitu
pembatasan kekuasaan negara atas nama hak asasi manusia, keterwakilan
politik dan kewarganegaraan.

5) Nilai Keadilan Sosial


Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menunjukkan bahwa 
manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan sosial dalam masyarakat Indonesia. Keadilan sosial
memiliki unsur pemerataan, persamaan dan kebebasan yang bersifat
komunal

Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang


mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain. Nilai
keadilan sosial mengamatkan bahwa semua warga negara mempunyai hak
yang sama dan bahwa semua orang sama di hadapan hukum.
2. Dalam proses pembentukan Pancasila ada beberapa tahapan dari
perencanaan hingga penetapan sila, untuk pertama kalinya pahlawan negara
kita membentuk BPUPKI pada tanggal 29 April 1945.

Dalam sidang BPUPKI yang pertama kali diadakan 29 Mei - 1 Juni


1945 :Moh. Yamin mengusulkan dasar negara dalam pidato tidak
tertulisnya dalam sidang pertama BPUPKI, yaitu:

 Mr. Mohammad Yamin (29 Mei 1945) memberikan 5 poin usulan


dasar negara dalam pidato secara lisan  :
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Kesejahteraan Rakyat.
Setelah selesai berpidato, Moh. Yamin juga mengusulkan gagasan tertulis
naskah rancangan UUD RI yang tertuang rumusan 5 dasar, yaitu:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.


2. Kebangsaan Persatuan Indonesia.
3. Rasa Kemanusian yang Adil dan Beradab.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Kemudian ada sidang lanjutan yang diadakan pada tanggal 31 Mei 1945
oleh Mr.Soepomo :

 Mr. Soepomo (31 Mei 1945)


Dalam usulannya, Mr. Soepomo memaparkan 3 teori mengenai bentuk-
bentuk negara, yaitu:
1. Negara individualistik, yaitu negara yang disusun atas dasar kontrak
sosial dari warganya dengan mengutamakan kepentingan individu
sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacques
Rousseau, Hebert Spencer, dan H. J. Laski.
2. Negara golongan (class theori) yang diajarkan Marx, Engels, dan Lenin.
3. Negara Integralistik, yaitu negara tidak boleh memihak pada salah satu
golongan, tetapi berdiri di atas semua kepentingan sebagaimana diajarkan
oleh Spinoza, Adam Muller, dan Hegel.
Mr. Soepomo dalam hal ini menyuarakan negara integralistik (negara
persatuan), yaitu negara satu yang berdiri di atas kepentingan semua
orang. Sementara itu, dasar negara yang digagaskan oleh Mr. Soepomo
antara lain:

1. Paham Persatuan.
2. Perhubungan Negara dan Agama.
3. Sistem Badan Permusyawaratan.
4. Sosialisasi Negara.
5. Hubungan antar Bangsa yang Besifat Asia Timar Raya.
Kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno sekaligus kandidat
presiden pertama Indonesia memberikan point penting sebagai dasar
pancasila :

 Ir. Soekarno (1 Juni 1945)


Ir. Soekarno mengusulkan lima poin-poin dasar negara yang dinamakan
Pancasila, yaitu:

1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan.
Setelah menjalani banyak proses tentang pembahasan dalam
musyawarah, persidangan BPUPKI mengambil kesepakatan Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pada tanggal 1 Juni 1945 inilah
kemudian diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Selain sidang BPUPKI, pada hari yang sama juga dibentuk panitia kecil
beranggotakan delapan orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta,
Sutardjo, A. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata,
Mr. Moh. Yamin, dan Mr. A. A. Maramis. Tugas Panitia Delapan ini
adalah menerima dan mengidentifikasi usulan dasar negara dari anggota
BPUPKI. Berdasarkan identifikasi, diketahui ada perbedaan pendapat
mengenai usulan tentang dasar negara. Golongan Islam menghendaki
negara dengan dasar syariat Islam, sementara golongan nasionalis tidak
menghendaki usulan tersebut.

Untuk menghindari perbedaan pendapat mengenai usulan dasar negara,


dibentuklah panitia yang beranggotakan sebanyak sembilan orang
diambil dari golongan Islam dan golongan nasionalis, yaitu: Ir. Soekarno,
Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Yamin, Mr. A.A. Maramis, Ahmad
Soebardjo, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakkir, A. Wachid
Hasyim, dan H. Agus Salim. Panitia yang dikenal sebagai Panitia
Sembilan dan diketuai oleh Ir. Soekarno.

Panitia Sembilan melakukan sidang pertama pada 22 Juni 1945. Sidang


tersebut pada akhirnya menghasilkan kesepakatan yang dijadikan sebagai
patokan dasar negara. Panitia Sembilan berhasil menyusun naskah yang
disebut Rancangan Preambule Hukum Dasar. Mr. Moh. Yamin
mempopulerkan naskah rancangan itu dengan nama Piagam Jakarta yang
di dalamnya tercantum rumusan dasar negara sebagai berikut:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-


pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BPUPKI melakukan sidang kedua (10-16 Juli 1945) dengan pembahasan
berupa lanjutan hasil kerja Panitia Sembilan dan berhasil menghasilkan:
1. Kesepakatan dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila seperti yang
tertuang dalam Piagam Jakarta.
2. Negara Indonesia berbentuk negara Republik. Ini merupakan hasil
kesepakatan atas 55 suara dari 64 orang yang hadir.
3. Kesepakatan mengengai wilayah Indonesia yang meliputi wilayah Hindia
Belanda, Timor Timur, sampai Malaka (Hasil kesepakatan 39 suara).
4. Pembentukan tiga panitia kecil sebagai: Panitia Perancang UUD, Panitia
Ekonomi dan Keuangan, Panitia Pembela Tanah Air.
Pembentukan PPKI (9 Agustus 1945) dan Pengesahan Dasar Negara
Setelah selesai melaksanakan tugas, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 9
Agustus 1945 yang kemudian dibentuk PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau dalam bahasa Jepang disebut Dookuritsu
Junbi Iinkai sebagai gantinya. PPKI bertugas mempersiapkan
Kemerdekaan Indonesia dengan tujuan utama mengesahkan dasar negara
dan UUD 1945. Ketua PPKI yaitu Ir. Soekarno, wakil ketua Moh. Hatta
dan jumlah anggota 21 orang.
Pada 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu. Kesempatan ini
digunakan bangsa Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaan.
Golongan pemuda (Soekarni, Adam Malik, Kusnaini, Sutan Sjahrir,
Soedarsono, Soepomo, dan kawan-kawan) meminta Ir. Soekarno agar
segera mengumumkan kemerdekaan RI. Sebaliknya, golongan tua
menolak dengan alasan Proklamasi Kemerdekaan harus direncanakan
secara matang. Terjadilah kesepakatan di Rengasdengklok dan
Proklamasi dilaksanakan pada Jumat, 17 Agustus oleh Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta di Jakarta.
Sore hari setelah proklamasi, opsir Jepang datang ke rumah Moh. Hatta
untuk menyampaikan keberatan dari wakil Indonesia bagian timur
terhadap sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta. Setelah kemudian
dilakukan sidang bersama wakil-wakil Islam, disepakati pengubahan sila
pertama Pancasila menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pada 18 Agustus 1945, PPKI melakukan persidangan pertama. Hasil


sidang tersebut adalah:

1. Penetapan Pembukaan Hukum Dasar (sekarang disebut Pembukaan


UUD 1945) yang di dalamnya memuat rumusan sila Pancasila sebagai
dasar negara. Dalam hal ini Pancasila telah disahkan sebagai dasar
negara.
2. Pemilihan dan menetapkan Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs.
Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden RI yang pertama.
3. Presiden dibantu oleh KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dalam
melakukan tugas-tugasnya.
Itulah sejarah lahirnya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Hingga
kini, Pancasila dikenal dengan lima silanya yang berbunyi:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa;


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Rumusan Pancasila
a) Rumusan Dasar Negara menurut Muh. Yamin secara Tertulis
Pada siding tanggal 29 Mei 1945, Moh. Yamin mengusulkan lima dasar
negara yang beliau sampaikan dalam pidatonya, yaitu dalam bentuk
tertulis:
1) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
2) Kebangsaan Persatuan Indonesia
3) Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

 Mr. Mohammad Yamin (29 Mei 1945) memberikan 5 poin usulan


dasar negara dalam pidato secara lisan  :
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Kesejahteraan Rakyat.
Rumusan Dasar Negara Menurut Soepomo

Pada tanggal 31 Mei 1945, Soepomo mengusulkan rumusan lima


dasar negara, yaitu:

1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) Keseimbangan lahir dan batin
4) Musyawarah
5) Keadilan Rakyat

Rumusan Dasar Negara menurut Ir. Soekarno

Pada tanggal 1 juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan rumusan lima


dasar negara pada pidato beliau, yaitu:

1) Kebangsaan Indonesia – atau Nasionalisme


2) Internasinalisme – atau peri-kemanusiaan
3) Mufakat – atau demokrasi
4) Kesejahteraan social
5) Ketuhanan

Rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di


masyarakat adalah:

1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi


pemeluk-pemeluknya
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b) Perbedaan masing-masing rumusan Pancasila

1) Rumusan kalimatnya berbeda.

2) Urutan sila-sila yang diusulkan berbeda.

3) Diksi yang digunakan dalam setiap rumusan berbeda.

4) Cara penyampaian rumusan berbeda. Moh Yamin menyampaikan


usulan secara tertulis dan lisan. Sedangkan, Soepomo dan
Soekarno menyampaikan secara lisan.

~Terimakasih~

You might also like