You are on page 1of 21

Referat

INSOMNIA PADA LANSIA

Disusun Oleh:

Dwi Prasetya 1610070100070


Elza Ramadhani Afnis 1610070100116
Hamimah Risfhahani 1610070100117
Ilham Wahyudi 1610070100120

Pembimbing:
dr. Alimurdianis, Sp. PD K-Ger

SMF / BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M. NATSIR SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BAITURRAHMAH
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-
Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Insomnia pada
Lansia ”. Referat ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Mengingat pengetahuan dan pengalaman
penulis serta waktu yang tersedia untuk menyusun referat ini sangat
terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan
bahasa, maupun sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran
pembaca yang membangun sangat penulis harapkan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih


kepada dr. Alimurdianis, Sp. PD K-Gerselaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir
Solok, yang telah memberikan masukan yang berguna dalam penyusunan
referat ini.
Akhir kata penulis berharap kiranya referat ini dapat menjadi
masukan yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan
profesi lain terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya, khususnya
tentang instabilitas geriatri.

Solok, 10 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................2

Daftar Isi......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................4

1.1Latar Belakang.......................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................6
1.3.1 Tujuan Umum..................................................................................................6
1.3.2 Tujuan Khusus..................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................7
2.1 Lansia..................................................................................................................7
2.1.1 Definisi..........................................................................................................7
2.1.2 Klasifikasi......................................................................................................7
2.1.3 Karakteristik................................................................................................8
2.1.4 Tipe .............................................................................................................8
2.1.5 Teori..............................................................................................................9
2.1.6 Perubahan pada lansia......................................................................................11
2.2 Insomnia.................................................................................................................12
2.2.1 definisi...........................................................................................................12
2.2.2 Faktro penyebab..............................................................................................12
2.2.3 Klasifikasi......................................................................................................14
2.2.4 Gejala............................................................................................................15
2.2.5 Dampak.........................................................................................................16
2.2.6 Kebutuhan Tidur.............................................................................................17
2.2.7 Penatalaksanaan..............................................................................................17
BAB III KESIMPULAN..............................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-


lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Sifat penyakit
pada geriatri tidaklah sama dengan penyakit dan kesehatan pada golongan
populasi usia lainnya. Penyakit pada geriatri cenderung bersifat multipel,
merupakan gabungan antara penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai
proses patologik/penyakit. Penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan
kecacatan dan secara lambat laun akan menyebabkan kematian. Geriatri
juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut, yang diperberat dengan
kondisi daya tahan yang menurun.Kesehatan geriatri juga sangat
dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan ekonomi.Pada geriatri seringkali
terjadi penyakit iatrogenik, akibat banyak obat-obatan yang dikonsumsi
(polifarmasi).Sehingga kumpulan dari semua masalah ini menciptakan suatu
kondisi yang disebut sindrom geriatri.
Konseptualisasi sindrom geriatri telah berkembang dari waktu ke
waktu. Menurut Kane RL, sindrom geriatri memiliki beberapa karakteristik,
yaitu: usia> 60 tahun, multipatologi, tampilan klinis tidak khas, polifarmasi,
fungsi organ menurun, gangguan status fungsional, dan gangguan nutrisi.
Hal ini sesuai dengan karakteristik pasien dengan usia 80 tahun, memiliki
gangguan hepar dan ginjal, status fungsional di keluarga yang sudah
menurun dan ditemukan adanya gangguan nutrisi pada pasien karena
menurunnya fungsi menelan.
Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang
sering dijumpai baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut. Menurut
Solomon dkk: The “14 i” yang terdiri dari Immobility (imobilisasi),
Instability (instabilitas dan jatuh), Intelectual impairement (gangguan

4
intelektual seperti demensia dan delirium), Incontinence (inkontinensia urin
dan alvi), Isolation (depresi), Impotence (impotensi), Immuno-deficiency
(penurunan imunitas), Infection (infeksi), Inanition (malnutrisi), Impaction
(konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic disorder (gangguan
iatrogenic) dan Impairment of hearing, vision and smell (gangguan
pendengaran, penglihatan dan penciuman).
Gangguan tidur atau insomnia merupakan salah satu gangguan yang
paling sering dialami lanjut usia. Sekitar 60% lansia mengalami insomnia
atau sulit tidur. Hal ini diikuti dengan perubahan emosi secara psikologis
dan kemunduran kognitif seperti suka lupa dan hal-hal yang mendukung
lainnya kecemasan yang berlebihan, kepercayaan diri menurun, insomnia,
juga kondisi biologis yang semuanya saling berinteraksi satu sama lain.
Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara
umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lanjut usia. Lebih dari
70%, penyakit mempunyai hubungan dengan stress , salah satunya yaitu
insomnia.
Masalah yang muncul pada lansia yang mengalami insomnia yaitu
kesulitan untuk tidur, sering terbangun lebih awal, sakit kepala di siang hari,
kesulitan berkonsentrasi, dan mudah marah. Dampak yang lebih luas akan
terlihat depresi, insomnia juga berkontribusi pada saat mengerjakan
pekerjaan rumah maupun berkendara,serta aktivitas sehari-hari dapat
terganggu. Jika lansia kurang tidur yaitu persaan bingung, curiga, hilangnya
produktifitas kerja, serta menurunnya imunitas. Kurang tidur menyebabkan
masalah pada kualitas hidup lansia, memperburuk penyakit yang
mendasarinya, mengubah perilaku, suasana hati menjadi negatif,
mengakibatkan kecelakaan, seperti terjatuh, serta kecelakaan dalam rumah
tangga. Insomnia juga dapat menyebabkan kematian pada lansia.
Berkenaan dengan hal diatas, penyembuhan terhadap
insomnia sangat diperlukan. Upaya penyembuhan dapat berupa terapi
farmakologi dan non- farmakologi. Salah satu upaya non-farmakologi untuk
mengatasi insomnia adalah terapi massage dan untuk terapi farmakologinya
adalah benzodiazepin.

5
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinis di
bagian ilmu penyakit dalam RSUD Solok dan diharapkan agar dapat
menambahkan pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para
pembaca.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan dari penulisan dari referat ini adalah untuk mengetahui
tentang sindrom geriatri, diskusi mengenai gangguan tidur pada lansia.

6
BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

2.1.1 Definisi

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi


empat yaitu usia pertengahan (middle age) adalah 45−59 tahun, lanjut usia
(elderly) adalah 60−74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75−90 tahun dan
usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lanjut
Usia, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (Lanjut Usia) adalah seseorang
yang telah mencapai 60 tahun keatas.

Menua atau menjadi tua merupakan suatu keadaan yang terjadi di


dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, namun dimulai sejak
permulaan kehidupan. Lansia merupakan keadaan yang ditandai dengan
kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berhubungan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.

2.1.2. Klasifikasi Lansia

Lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria


maupun wanita. Hal tersebut diperjelas dalam Undang-undang Nomor 13
Tahun 2008 dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia.
WHO menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis atau biologis
menjadi empat kelompok yaitu: usia pertengahan (middle/ young eldery)
berusia antara 45-59 tahun, lanjut usia (eldery) berusia antara 60-70 tahun,
usia tua (old) berusia antara 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90
tahun. Prof. Dr. Koesmono Setyonegoro mengelompokkan lanjut usia

7
menjadi 3 kelompok yaitu: young old usia 70-75 tahun, old usia 75-80
tahun, dan very old usia lebih dari 80 Tahun.

2.1.3 Karakteristik

Beberapa karakteristik yang terdapat pada Lansia diantaranya:

1. Berusia 60 tahun ke atas

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi pada rentang sehat


sampai sakit, kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, dan
kondisi yang adaptif hingga kondisi maladaptif

3. Lingkungan yang bevariasi untuk tempat tinggal

4. Multipatologi

5. Menurunnya daya cadangan biologis

6. Berubahnya gejala dan tanda penyakit dari yang klasik

7. Terganggunya fungsional pasien Lansia

8. Sering terganggunya nutrisi, gizi kurang atau buruk

2.1.4 Tipe

Tipe lansia dibawah ini bergabung pada karakter, pengalaman hidup,


lingkungan, kondisi fisik, mental, social dan ekonomi. Tipe tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:

1. Tipe Arif Bijaksana


Tipe lansia ini kaya dengan hikmah pengalama, menyesuakan diri dengan
perubahan zaman, dermawan, rendah hati, sederhana, memenuhi
undangandan menjadi panutan.

8
2. Tipe Mandiri
Tipe lansia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan
yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.

3. Tipe Tidak Puas


Tipe lansia ini selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, menuntun, sulit dilayani dan pengkritik

4. Tipe Pasrah
Tipe lansia ini selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan beribadah, ringan kaki, melakukan berbagai jenis pekerjaan.

5. Tipe Bingung
Tipe lansia ini yang sering terkejut, kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh,

2.1.5 Teori Biologis Mengenai Proses Penuaan

Ada beberapa teori biologis mengenai proses penuaan:


1. Teori Evolusioner
Teori evolusioner tentang penuaan, seleksi alami tidak
mengeliminasi banyak kondisi berbahaya dan karakteristik monoadaptif
pada orang-orang dewasa lanjut usia. Karena seleksi alami dikaitkan dengan
kebugaran reproduktif, yang hanya ada dibagian awal dari masa dewasa.
Contoh pikirkan tentang penyakit Alzheimer, sebuah gangguan otak yang
tidak dapat dihilangkan, yang tidak muncul hingga tahun-tahun masa
dewasa menengah atau akhir. Teori evolusioner, jika penyakit Alzheimer
terjadi lebih awal dalam perkembangan, mungkin ia sudah diemliminasi
sejak beradabad-abad lalu.

9
2. Teori Radikal Bebas
Teori mikrobiologi yang membahas mengenai proses penuaan
adalah teori radikal-bebas (free-radical theory), yang menyatakan bahwa
yang menyebabkan orang bertambah tua adalah karena ketika sel-sel
melakukan metabolism energi. Sel-sel itu melepaskan molekul oksigen yang
tidak stabil, yang disebut radikal bebas (free radical). Radikal bebas
memantul disekitar sel-sel, merusak DNA dan struktur sel-sel lainnya.
Makan berlebihan berkaitan dengan peningkatan radikal bebas. Akhir-akhir
ini peneliti menemukan bahwa pembatasan kalori-diet yang terbatas pada
kalori, namun cukup protein, vitamin, dan mineral dapat mengurangi
kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas.

3. Teori Mitokondria
Teori yang menyatakan bahwa penuaan dalam sistem hormone
tubuh bisa menurunkan resistensi terhadap stress dan memperbesar
kemungkinan terkena penyakit. Menurut teori mitikondria, kerusakan yang
disebabkan oleh radikal bebas mengawali siklus abadi, dimana kerusakan
oksidatif menghambat fungsi mitokondria yang menyebabkan terbentuknya
radikal bebas yang cukup besar jumlahnya. Hasilnya adalah, seiring dengan
waktu, mitokondria tidak dapat membangkitkan cukup energi untuk
memenuhi kebutuhan struktur sel.
Kerusakan mitikondria berkaitan dengan penyakit kardiovaskular,
penyakit neurodegenerative seperti demensia, Parkinson, dan penurunan
fungsi hati. Mitokondria kemungkinan memainkan peran penting dalam
keknyalan neuron. Meskipun demikian, hingga kini masih belum diketahui
apakah kerusakan mitokondria menyebabkan proses penuaan atau hanya
menyertai proses penuaan.

4. Teori stres hormonal


Ketiga teori mengenai proses penuaan-jam seluler, radikal bebas,
dan mitokondria-yamg telah kami bahas, berusaha untuk menjelaskan
proses penuaan dalam level seluler. Teori stress hormonal menyatakan

10
bahwa proses penuaan didalam sistem hormonal tubuh dapat menurunkan
daya tahan terhadap stress dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit.
Secara normal, seseorang mengalami stress, tubuh akan merespons dengan
cara melepaskan hormon-hormon tertentu. Ketika seseorang bertambah tua,
tingginya level hormon yang dirangsang oleh stress ini akan menetap lebih
lama dibandingkan ketika seseorang masih muda. Tingginya level hormon
dalam waktu lama yang disebabkan oleh stress ini, berkaitan dengan
meningkatnya risiko terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit
kardiovaskulaer, kanker, diabetes, dan hipertensi.

2.1.6 Perubahan pada lansia


1.Perubahan fisik
Pada lansia ketika bertambahnya usia secara umum kekuatan dan
kualitas fisik dan juga fungsinya akan menurun. Perubahan dari tingkat sel
sampai ke semua organ tubuh.
2. Perubahan Psikologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu
perubahan fisik, kesehatan umum, keturunan, tingkat pendidikan dan
lingkungan.
3. Perbahan Psikososial
Pada umumnya setelah seseorang memasuki lansia akan mengalami
penurunan kognitif dan psikomotor. Penurunan fisik akan menyebabkan
lansia mengalami perubahan psikososial terkait dengan kepribadian lansia
itu sendiri.
4. Perkembangan Spiritual
Kebutuhan spriritual merupakan kebutuhan untuk mencari tujuan
dan arti hidup, kebutuhan untuk saling mencintai dan dicintai serta
kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan maaf.

11
2.2 Insomnia

2.2.1 Definisi

Insomnia ialah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur


baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada 3 yaitu tidak dapat
memulai tidur, tidak bisa mempertahankan tidur atau sering terjaga, dan
bangun dini serta tidak dapat tidur kembali. Insomnia merupakan suatu
keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas
maupun kuantitas, dengan keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah
tidur.

Insomnia adalah ketidak mampuan untuk tidur walaupun ada


keinginan untuk melakukannya. lansia rentan terhadap insomnia mencakup
ketidakmampuan untuk tertidur, sering terbangun, ketidakmampuan untuk
kembali tidur dan terbangun pada dini hari. Dari uraian pengertian insomnia
di atas, dapat disimpulkan bahwa insomnia adalah keadaan dimana
seseorang mengalami kesulitan memasuki tidur dan tidak memperoleh
jumlah tidur yang diperlukan.

2.2.2 Faktor- Faktor Penyebab Insomnia

Menurut Talbot dan Harvey, dalam J Buyssedan J Sateia dalam


Anggriawan (2015), menyebutkan bahwa terdapat model psikologi untuk
insomnia, yang disebut dengan Three P-Model, Three P-Model juga disebut
sebagai model tiga faktor atau model spielman, yaitu diathesis dari teori
stress yang termasuk faktor predisposisi, faktor presipitasi, dan faktor
prepersuasi. Yang penjelasannya sebagai berikut:
1. Faktor Predisposisi (Kecenderungan)

Faktor predisposisi adalah termasuk kondisi biologis (misalnya


keteraturan tingginya kortisol), kondisi psikologis (misalnya kecenderungan
untuk merasa cemas), atau kondisi sosial (misalnya jadwal pekerjaan yang
tidak sesuai dengan jadwal tidur). Faktor-faktor tersebut mewakili
kerentanan untuk insomnia.

12
2. Faktor Presipitasi (Pengendapan)

Faktor presipitasi adalah peristiwa yang penuh tekanan di dalam hidup,


yang dapat memicu onset (mulai pertama kali muncul) yang tiba-tiba dari
insomnia. Pengaruh dari faktor presipitasi ini berkurang dari waktu ke
waktu.
3. Faktor Prepersuasi (Pengabadian)
Yang termasuk faktor prepersuasi yaitu di antaranya seperti langkah
coping (mengatasi) yang maladaptive atau perpanjangan waktu di tempat
tidur, maksudnya adalah seseorang yang merasa kurang tidur mengatasinya
dengan memperpanjang waktu berbaring dengan maksud agar bisa
menambah durasi tidurnya, tetapi hal ini mulai semakin membuatnya tidak
bisa tidur. Hal tersebut memberikan kontribusi pola tahap insomnia akut
untuk berkembang mejadi insomnia kronis atau jangka panjang.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
penyebab insomnia adalah :
a. Faktor biologis
1) Efek samping dari pengobatan
2) Berubahnya kebiasaan tidur atau kebiasaan tidur yang kurang ,
gangguan pola tidur dan bangun.
3) Tidur yang berlebihan saat siang hari.
4) Penyalahgunaan zat kafein, nikotin, alkohol.
5) Kurang berolahraga
6) Pola makan yang buruk.
7) Rasa nyeri
8) Penyakit fisik
9) Kondisi neurologis
10) Perubahan hormon selama siklus menstruasi wanita
11) Terganggunya ritme sirkadian (circadian rhythm). Makanan atau
stimulasi saat tidur, stimulant fisik.
b. Faktor Psikologis
1) Kegembiraan
2) Ketakutan

13
3) Kekhawatiran
4) Depresi
5) Kecemasan
6) Kemarahan
7) Rasa bersalah
8) Stimulasi intelektual saat tidur
9) Perasaan kehilangan
10) M
enunggu sesuatu yang tidak menyenangkan
11) S
tress
c. Faktor Lingkungan
1) Teman tidur yang mendengkur
2) Terlalu banyak menggunakan komputer, handphone dan media
elektronik lainnya
3) Terlalu banyak cahaya
4) Suhu yang ekstrim
5) Tempat tidur yang tidak mendukung
6) Ruang tidur yang tidak kondusif untuk tidur
7) Waktu kerja
8) Bunyi berisik
9) Perubahan waktu setempat

2.2.3 Klasifikasi Insomnia

Gangguan tidur pada lansia dapat bersifat nonpatologis karena faktor


usia dan ada pula gangguan tidur spesifik yang sering ditemukan pada
lansia. Ada beberapa gangguan tidur yang sering ditemukan pada lansia,
yaitu :

a. Insomnia Primer

Insomnia primer tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan


mental lainnya. Tidak disebabkan oleh faktor fisiologis langsung kondisi

14
medis umum. Ditandai dengan keluhan sulit untuk memulai tidur. Keadaan
ini berlangsung paling sedikit selama 1 bulan. Seseorang dengan insomnia
primer sering mengeluh sulit masuk tidur dan terbangun berkali-kali.
Bentuk keluhannya bervariasi dari waktu ke waktu.

b. Insomnia Kronis

Insomnia kronis biasanya disebut juga insomnia psikofisiologis


persisten. Insomnia ini dapat disebabkan oleh kecemasan, dapat juga terjadi
akibat kebiasaan perilaku maladaptive di tempat tidur. Adanya kecemasan
yang berlebihan karena tidak bisa tidur menyebabkan seseorang berusaha
keras untuk tidur tapi ia semakin tidak bisa tidur. Ketika berusaha untuk
tidur terjadi peningkatan ketegangan motorik dan keluhan somatik lain
sehingga menyebabkan tidak bisa tidur.

c. Insomnia Idiopatik

Insomnia idiopatik merupakan insomnia yang telah terjadi sejak dini.


Terkadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut selama
hidup. Penyebabnya pun tidak jelas, ada dugaan disebabkan oleh
ketidakseimbangan neurokimia otak di formasioretikularis batang otak atau
disfungsi forebrain. Lansia yang tinggal sendiri atau ada rasa takut pada
malam hari dapat menyebabkan kesulitan tidur. Insomnia kronis dapat
menyebabkan penurunan mood (risiko depresi dan ansietas), menurunkan
motivasi, energy dan konsentrasi serta menimbulkan rasa malas. Kualitas
hidup berkurang menyebabkan lansia tersebut lebih sering menggunakan
fasilitas kesehatan.

2.2.4 Gejala Insomnia

1. Kesulitan tidur secara teratur

2. Jatuh tidur atau merasa lelah di siang hari

3. Perasaan tidak segar atau merasa lelah setelah baru bangun

4. Bangun berkali-kali saat tidur

15
5. Kesulitan jatuh tertidur

6. Pemarah

7. Bangun dan memiliki waktu yang sulit jatuh kembali tidur

8. Bangun terlalu dini

9. Masalah berkonsentrasi

Berapa banyak tidur yang dibutuhkan tubuh bervariasi dari suatu


orang ke orang lain. Gejala insomnia biasanya berlangsung satu minggu
dianggap insomnia sementara. Gejala berlangsung antara satu dan tiga
minggu dianggap insomnia jangka pendek dan gejala penguat lebih dari tiga
minggu diklasifikasikan sebagai insomnia kronis. Orang yang menderita
insomnia biasanya terus berpikir tentang bagaimana untuk mendapatkan
lebih banyak tidur, semakin mereka mencoba, semakin besar penderitaan
mereka dan menjadi frustasi yang akhirnya mengarah pada kesulitan yang
lebih besar.

2.2.5 Dampak Insomnia

Insomnia dapat memberikan efek bagi kehidupan seseorang,


diantaranya yaitu:
1. Efek fisiologis : karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh
stress.
2. Efek psikologis : dapat berupa gangguan memori, gangguan
berkonsentrasi, kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain.
3. Efek fisik/somatic : dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi
dan sebagainya.
4. Efek sosial : dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti
susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa
menikmati hubungan sosial dan keluarga.
5. Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki
angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam
semalam.
Hal ini mungkin disebabkan oleh penyakit yang megindikasi

16
insomnia yang memperpendek angka harapan hidup yang terdapat pada
insomnia. Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan
2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan
dengan orang yang nornal.
2.2.6 Kebutuhan Tidur pada Lansia
Kebutuhan tidur manusia tergantung pada tingkat perkembangan.
Tabel berikut merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia
Tabel 2. Kebutuhan Tidur Manusia
Usia Tingkat Perkembangan Jumlah Kebutuhan
0-1 bulan Bayi baru 14-18 jam/ hari
1-18 bulan Masa bayi 12-14 jam /hari
18 bulan- 3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari
3-6 tahun Masa pra sekolah 11 jam /hari
6 -12 tahun Masa sekolah 10 jam/ hari
12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam /hari
18-40 tahun Masa dewasa 7-8 jam / hari
40-60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam /hari
 60 tahun Masa dewasa tua 6 jam/ hari

2.2.7 Penatalaksanaan Insomnia

Insomnia memiliki pengaruh yang buruk bagi kesehatan lansia


sehingga masalah tersebut harus diatasi. Adapun intervensi yang dapat
digunakan untuk mengatasi insomnia pada lansia yaitu dengan terapi
farmakologis dan nonfarmakologis :

Terapi farmakologis

Tujuan dari terapi farmakologis yaitu untuk menghilangkan


keluhan penderita insomnia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
pada lanjut usia . Ada lima prinsip dalam farmakologi, yaitu menggunakan
dosis rendah tetapi efektif, dosis yang diberikan bersifat intermitten (3-4 kali
dalam seminggu), pengobatan jangka pendek (3-4 minggu), penghentian

17
terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada gejala insomnia, memiliki efek
sedasi yang rendah sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Terapi
farmakologi yang paling efektif untuk insomnia yaitu dengan
Benzodiazepine atau non Benzodiazepine.

Non-Benzodiazepine memiliki efek pada reseptor GABA dan


berkaitan secara selektif pada reseptor Benzodiazepine subtife di otak. Obat
ini efektif pada lansia karena dapat diberikan dalam dosis yang rendah. Obat
golongan ini memiliki efek hipotoni otot, gangguan perilaku, kekambuhan
insomnia jika dibandingkan dengan golongan BZDs obat golongan non-
Benzodiazepine yang aman untuk lansia adalah Zeleplon, Zolpidem,
Eszopiclone dan Ramelton. Obat Zeleplon, zolpidem dan eszopiclone dapat
berfungsi untuk mengurangi sleep latency sedangkan ramelton digunakan
pada klien yang mengalami kesulitan untuk mengawali tidur.

Terapi nonfarmakologis

Intervensi keperawatan yang bisa digunakan untuk meningkatkan


kualitas tidur dan mengurangi gangguan tidur adalah dengan terapi
nonfarmakologis, yaitu dengan :

1) Massage punggung

Terapi massage punggung dapat meningkatkan rasa rileks sehingga


meningkatkan keinginan tidur. Massage dapat diartikan sebagai pijat yang
telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau gerakan-
gerakan tangan mekanis terhadap tubuh manusia dengan mempergunakan
bermacam-macam bentuk pegangan atau teknik.

18
BAB III
KESIMPULAN

Pasien giatri adalah pasien yang berusia lanjut ( untuk di indonesia,


yaitu mereka yang berusia lebih dari 60 tahun) dengan berbagai masalah
kesehatan (multipatologi) akibat gangguan jasmani dan rohani, dan atau
masalah sosial. sindrom geriatri merupakan sekumpukan kondisi klinis pada
orang tua yang dapat mempengaruhi kulaitas hidup dan dikaitkan dengan
kecacatan. tampilan klinis yang tidak khas sering memuat sindro geriatri
tidak terdiagnosa.

Salah satu dari sindrom geriatri adalah insomnia. Insomnia adalah


ketidak mampuan untuk tidur walaupun ada keinginan untuk melakukannya.
lansia rentan terhadap insomnia mencakup ketidakmampuan untuk tertidur,
sering terbangun, ketidakmampuan untuk kembali tidur dan terbangun pada
dini hari. Gangguan tidur pada lansia dapat bersifat nonpatologis karena
faktor usia dan ada pula gangguan tidur spesifik yang sering ditemukan pada
lansia.

Insomnia memiliki pengaruh yang buruk bagi kesehatan lansia


sehingga masalah tersebut harus diatasi. Adapun intervensi yang dapat
digunakan untuk mengatasi insomnia pada lansia yaitu dengan terapi
farmakologis dan nonfarmakologis

19
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Nada, MA. Naskah Publikasi Evaluasi Program Pelayanan Geriatri Di


Provinsi DKI Jakarta. Jogjakarta: Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada; 2018

2. Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi. Kementerian


Kesehatan RI, Jakarta: 2017

3. Kementerian kesehatan RI. Situasi Lanjut Usia (LANSIA) di Indonesia,


Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta: 2016.

4. Badan Pusat Statistik. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan


Jenis Kelamin, Badan Pusat Statistik, Klaten: 2018.

5. . Ismandr, F. Infodatin Disabilitas. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;


2019

6. Setiati Siti.. Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty dan Kualitas Hidup


Pasien Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan
Pelayanan Kedokteran di Indonesia. FKUI.Jakarta : 2017.

7. Sari, I.N. 2014. Pengaruh Pemberian Terapi Tertawa Terhadap Kejadian


Insomnia pada Usia Lanjut di PSTW Yogyakarta Unit Budi Luhur. Jurnal
Yogyakarta: http://opac.unisayogya.ac.id/352/ dilihat pada 10 Juni 2021

8. Badan Pusat Statistik [Internet]. Data untuk perencanaan pembangunan


dalam era desentralisasi; 2018 [diakses Juni 2021]. Diunduh dari:
http://www. datastatistik-indonesia.com.

20
9. Dhin.A.F 2015. Hubungan tingkat kecemasan dengan kejadian insomnia
pada lanjut usia di Posyandu Flamboyan Dusun Jetis Tamantirto Kasihan
Bantul Yogyakarta. http.opac.unisayogya.ac.id dilihat pada 10 juni 2021

10. Mulley G. A History of geriatrics and gerontology.European Geriatric


Medicine. 2012;3(4):225-7

11. kholifah siti nur. Keperawatan gerontik. Jakarta: Kemenkes; 2016

12. Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan, ‘Klasterisasi Mahasiswa


Difabel Indonesia Berdasarkan Background Histories dan Studying
Performance‟ (2014) 1 Indonesia Journal of Disability Studies 20, 21

13. Bagir Manan dkk., Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi
Manusia di Indonesia , Alumni ,2006 h.140-152.

14. Fitriani, D.C. 2014. Pengaruh terapi tertawa terhadap derajat insomnia
pada lansia di dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Jurnal .
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. http://www.scribd.com/mobile/document/336064699/Terapi-
Tertawa- Insomnia dilihat pada 10 Juni 2021

15. Nurhayari, S. Skripsi Analisis Faktor Risiko Kejadian Disabilitas Fisik


Pada Lansia Di Kecamatan Punung Kab. Pacitan. Semarang: Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang; 2014

16. Mading, Firdaus.2015. Gambaran Karakteristik Laanjut Usia Yang


Mengalami Insomnia Di Panti Wreda Dharma Bakti Pajang Surakarta.
Jurnal.Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
http://www.google.com//amp/docplayer.info/amp/40578427-Gambaran-
karakteristik-lanjut-usia-yang-mengalami-insomnia-di-panti-wreda-
dharma-bakti-pajang-surakarta.html?espv=1 dilihat pada 10 juni 2021

21

You might also like