You are on page 1of 30

MAKALAH

FUNGSI ADVOKASI DALAM KASUS KEGAWATDARURATAN

OLEH :
KELOMPOK 1 :
NAMA KELOMPOK :
1. I WAYAN SURIPTA (160204084)
2. I NENGAH YUDIANTARA (160204003)
3. NLP SUKMA KRISMAYANTI (160204017)

PROGRAM STUDI NERS

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

yang selalu melimpahkan karunia Nya sehingga kami bisa meyelesaikan tugas Sistem

Informasi Keperawatan dengan judul “Fungsi Advokasi Dalam Kasus Kegawat

Daruratan”.

Dalam penyusunan makalah ini saya mendapat banyak bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Kami Menyadari sepenuhnya, bahwa dalam

penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang sifatnyaa membangun sangat kami harapkan demi

kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 17 Juli 2020

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................i
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi advokasi dalam kegawatdaruratan..............................6
B. Tujuan.......................................................................................6
C. Sasaran advokasi.......................................................................9

BAB III PENUTUP


A. Simpulan ..................................................................................25
B. Saran..........................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan modal investasi bangsa, serta

merupakan salah satu dari 3 komponen utama yang mempengaruhi kualitas

sumber daya manusia. Oleh karena itu kesehatan perlu dipelihara, ditingkatkan

dan diupayakan oleh setiap orang. Kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor

yang bersifat lintas sektor, oleh karena itu diperlukan kepedulian semua pihak

terhadap kesehatan. Banyak orang dan banyak pihak yang belum menyadari

pentingnya kesehatan dalam hidupnya. Masalah kesehatan seringkali kalah

prioritas dibandingkan dengan masalah ekonomi dan kebutuha fisik lainnya. Oleh

karena itu perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap

kesehatan. Tingkat kesehatan dan kualitas SDM kita pada umumnya sangat

rendah (urutan ke-109 di dunia) sehingga perlu upaya khusus untuk meningkatkan

kesadaran semua pihak terhadap kesehatan ini. Dengan dicanangkannya Indonesia

Sehat 2010, upaya mengenalkan kesehatan kepada berbagai pihak ini perlu

dipacu, agar memperoleh dukungan dalam pelaksanaannya. Untuk itu perlu

dilakukannya pendekatan komunikatif dan inovatif yang memperhatikan setiap

segmen sasaran. Sehubungan dengan itu semua, perlu dilakukan advokasi

4
kesehatan kepada berbagai pihak, terutama para penentu kebijakan dan berbagai

sektor, termasuk lembaga perwakilan rakya baik di Pusat maupun daerah.

Kurang berhasil atau kegagalan suatu program kesehatan, sering di sebabkan

pembuat keputusan, baik di tingkat nasional maupun lokal (provinsi, kabupaten,

atau kecamatan). Akibat kurangnya dukungan itu, antara lain rendahnya alokasi

anggaran untuk program kesehatan, kurangnya sarana dan prasarana, tidak adanya

kebijakan yang menguntungkan bagi kesehatan dan sebagainya. Untuk

memperoleh atau meningkatkan dukungan atau komitmen dari para pembuat

kebijakan, termasuk para pejabat lintas sektoral diperlukan upaya disebut

advokasi. Advokasi secara harfiah berarti pembelaan, sokongan atau bantuan

terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan. Istilah advokasi mula-mula

digunakan dibidang hukum atau pengadilan. Sesorang yang sedang tersangkut

perkara atau pelanggaran hukum, agar memperoleh keadilan yang sesungguh-

sungguhnya. Mengacu kepada istilah advokasi dibidang hukum tersebut, maka

advokasi dalam kesehatan diartikan upaya untuk memperoleh kesehatan.

Promosi kesehatan memerlukan adanya advokasi kebijakan untuk

menciptakan dukungan bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Hal

ini merupakan law enforcment yang dapat memaksa atau memobilisasi

masyarakat untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Banyak orang yang masih

belum menyadari pentingnya kesehatan. Kesehatan dipengaruhi oleh banyak

faktor yang bersifat lintas sektor sehingga masalah kesehatan sering kalah

prioritas dibanding masalah ekonomi dan kebutuhan fisik lainnya. Oleh karena

itu, upaya mengenalkan kesehatan perlu dipicu agar memperoleh dukungan dan

5
kepedulian semua pihak. Perlu dilakukannya pendekatan persuasif, cara-cara

komunikatif dan inovatif yang memeprhatikan setiap segmen sasaran untuk

meningkatkan kesadaran semua pihak, oleh kerena itu diperlukannya advokasi

kesehatan kepada berbagai pihak agar kesehatan dianggap sebagai sesuatu yang

penting oleh pihak lain, terutama para penentu kebijakan dan berbagai sektor,

termasuk lembaga perwakilan rakyat, baik pusat maupun daerah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Advokasi Kesehatan?

2. Apa tujuan dari Advokasi Kesehatan?

3. Siapa sajakah sasaran dan pelaku dari Advokasi Kesehatan?

4. Apa saja kiat kiat sebagai advocator?

5. Bagaimana pendekatan dari Advokasi Kesehtan?

6. Apa saja unsur dasar dari Advokasi Kesehatan?

7. Bagaimana metode advokasi?

8. Apa saja indikator keberhasilan dari Advokasi Kesehatan?

9. Apa saja langkah langkah pokok dalam advokasi kesehatan?

10. Apa saja peran perawat sebagai Advokat dalam berbagai tingkat usia?

11. Bagaiamana peran advokasi dalam kegawatdaruratan?

C. Tujuan

1. Mengetahui tentang Advokasi Kesehatan.

2. Mengetahui tujuan dari Advokasi Kesehatan.

3. Mengetahui sasaran dan pelaku dari Advokasi Kesehatan.

4. Mengetahui Kiat Kiat sebagai Advokator.

6
5. Mengetahui pendekatan dari Advokasi Kesehatan.

6. Mengetahui unsur dasar dari Advokasi Kesehatan.

7. Mengetahui Metode Advokasi.

8. Mengetahui indikator keberhasilan dari Advokasi Kesehatan.

9. Untuk mengetahui apa saja langkah langkah pokok dalam advokasi kesehatan.

10. Mengetahui peran perawat sebagai Advokat dalam berbagai tingkat usia

11. Mengetahui bagaimana peran advokasi dalam kegawatdaruratan.

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Advokasi Keperawatan Gawat Darurat

Menurut Foss & Foss et al (1980); Toulmin (1981) advokasi adalah upaya

persuasif yang mencangkup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, dan

rekomendasi tindak lanjut mengenai sesuatu (Hadi Pratomo dalam Notoatmodjo,

2015).

Advokasi adalah usaha mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-

macam bentuk komunikasi persuasif (John Hopkins School for Public Health).

WHO (1999) seperti dikutip UNFPA dan BKKBN (2012) mengungkapkan bahwa

“Advocacy is a cpmbination on individual and social action design to gain

political comitment, policy support, social acceptence and system support for

particular health goal programe”.

Jadi dapat disumpulkan bahwa advokasi adalah kombinasi kegiatan individu

dan social yang dirancang untuk memperoleh komitmen politis, dukungan

kebijakan, penerimaan sosial dan sistem yang mendukung tujuan atau program

kesehatan tertentu. Kata kunci dalam advokasi adalah “valid information” (untuk

input), “free choice”, atau “persuasive”. Ringkasnya advokasi dapat diartikan

sebagai upaya atau proses untuk memperoleh komitmen, yang dilakukan secara

8
persuasive untuk mempengaruhi kebijakan public dengan menggunakan informasi

yang akurat dan tepat.

Pelayanan gawat darurat merupakan salah satu komponen pelayanan di rumah

sakit yang dilaksanakan di instalasi gawat darurat. Adapun tugas instalasi gawat

darurat adalah menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan

keperawatan serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan

gawat darurat medis (Depkes R.I. 2016). Dalam memberikan perawatan gawat

darurat perawat dituntut untuk berpikir kritis dan bertindak cepat dengan

mempertimbangkan perannya sebagai advokat atau pelindung. Sebagai pelindung,

perawat harus membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi pasien

dalam pengambilan tindakan untuk mencegah dari kemungkianan efek yang tidak

diinginkan. Misalnya memastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap obat yang

diberikan (Potter & Perry, 2015).

B. Tujuan Advokasi Kesehatan

Menurut Departemen Kesehatan RI (2017), tujuan advokasi kesehatan adalah

sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan, baik

berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keiktusertaan dalam

kegiatan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan usaha.

2. Tujuan Khusus

a. Adanya pemahaman atau pengenalan atau kesadaran.

b. Adanya ketertarikan atau peminatan atau tanpa penolakan.

9
c. Adanya kemauan atau kepedulian atau kesanggupan untuk membantu dan

menerima perubahan

d. Adanya tindakan/ perbuatan/ kegiatan nyata (yang diperlukan)

e. Adanya kelanjutan kegiatan (kesinambungan kegiatan)

Menurut Notoatmodjo, (2017) secara inklusif terkandung tujuan-tujuan

advokasi antara lain yaitu:

1. Komitmen Politik (Political Comitment)

Komitmen para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di tingkat dan

di sektor manapun sangat diperlukan terhadap permasalahan kesehatan dan

upaya pemecahan permasalahan kesehatan. Pembangunan nasional tidak

terlepas dari pengaruh kekuasaan politik yang sedang berjalan. Oleh sebab itu

pembangunan di sector kesehatan juga tidak terlepas dari kondisi dan situasi

politik pada saat ini. Baik kekuasaan eksekutif maupun legislative di Negara

manapun ditentukan oleh proses politik, terutama hasil pemeliharaan umum

pada eksekutif dan legislative terhadap masalah kesehatan masyarakat,

ditentukan oleh pemahaman mereka terhadap masalah-masalah kesehatan.

Demikian pula seberapa jauh mereka mengalokasikan anggran

pembangunan nasional begi pembangunan sektor kesehatan, juga tergantung

pada cara pandang dan kepedulian (concern) mereka terhadap kesehatan

dalam konteks pembangunan nasional. Oleh sebab itu untuk meningkatkan

komitmen para eksekutif dan legislative terhadap kesehatan perlu advokasi

kepada mereka. komitemen politik ini dapat diwujudkan antara lain dengan

pernyataan-pernyataan, baik secara lisan maupun tertulis, dapi para pejabat

10
eksekutif maupun legislative, mengenai dukungan atau persetujuan terhadap

isu-isu kesehatan.

2. Dukungan Kebijakan (Policy Support)

Dukungan konkret yang diberikan oleh para pimpinan institusi di semuua

tingkat dan di semua sektor yang terkait dalam rangka mewujudkan

pembangunan di sektor kesehatan. Dukungan politik tidak akan berarti tanpa

dikeluarkannya kebijakan yang konkret dari pembuat keputusan. Oleh sebab

itu, setelah adanya komitmen politik dari para eksekutif maka perlu ditindak

lanjuti dengan advokasi agar dikeluarkannya kebijakan untuk mendukung

program yang telah memperoleh komitmen politik tersebut. Dukungan

kebijakan ini dapat berupa Undang-undang, peraturan pemerintah atau

peraturan daerah, surat keputusan pimpinan institusi baik pemerintah maupun

swasta, instruksi atau surat edaran dari para pemimpin lembaga/ institusi, dan

sebagainya.

3. Dukungan Masyarakat (Social Acceptance)

Dukungan masyarakat berarti diterimanya suatu program oleh masyarakat.

Suatu program kesehatan apa pun hendaknya memperoleh dukungan dari

sasaran utama program tersebut, yakni masyarakat, terutama tokoh

masyarakat. Oleh sebab itu apabila suatu program telah mendapat komitmen

dan dukungan kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah memperoleh

dukungan masyarakat. Untuk sosialisasi program ini, para petugas tingkat

operasional atau local, misalnya petugas dinas kesehatan kabupaten dan

puskesmas, mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh sebab itu para

11
petugas tersebut juga mempunyai kemampuan advokasi. Untuk petugas

kesehatan tingkat distrik, sasaran advokasi adalak kepala distrik, parleman

distrik, pejabat lintas sektoral di tingkat distrik dan sebagainya. Sedangkan

sasaran advokasi petugas puskesmas adalah kepala wilayah kecamatan,

pejabat lintas sektoral tingkat subdistrik, para tokoh masyarakat setempat, dan

sebagainya.

4. Dukungan Sistem (System Support)

Agar suatu program berjalan dengan baik, perlu adanya sistem,

mekanisme, atau prosedur kerja yang jelas yang mendukungya. Oleh sebab itu

sistem kerja atau organisasi kerja yang melibatkan kesehatan perlu

dikembangkan. Mengingat bahwa masalah kesehatan merupakan dampak dari

berbagai sektor, maka program untuk pemecahannya atau penanggulangannya

pun harus bersama-sama dengan sektor lain. Dengan kata lain, semua sektor

pembangunan yang mempunyai dampak terhadap kesehatan, harus

memasukkan atau mempunyai unit atau sistem yang menangani masalah

kesehatan di dalam struktur organisasinya. Unit ini secara internal menangani

masalah kesehatan yang dihadapi oleh karyawan, dan secara eksternal

mengatasi dampak institusi tersebut terhadap kesehatan masyarakat.

C. Kiat kiat sebagai Advokator

Dalam advokasi peran komunikasi sangat penting, sehingga komunikasi

dalam rangka advokasi kesehatan memerlukan kiat khusus  agar komunikasi

efektif. Kiat-kiatnya antara lain sebagai berikut :

12
1. Jelas (clear) : pesan yang akan disampaikan kepada sasaran harus disusun

sedemikian rupa sehingga jelas, baik isinya maupun bahasa yang digunakan.

2. Benar (correct) : apa yang disampaikan (pesan) harus didasarkan kepada

kebenaran.

3. Konkret (concrete) : apabila petugas kesehatan dalam advokasinya

mengajukan usulan program yang dimintakan dukungan dari pembuat

kebijakan yang terkait, maka harus dirumuskan dalam bentuk yang kongkrit

(bukan kira-kira) atau dalam bentuk oprasional.

4. Lengkap (complete) : timbulnya kesalah-fahaman atau missed-communication

adalah karena belum atau tidak lengkapnya pesan yang disampaikan kepada

orang lain.

5. Ringkas (concise ) : pesan komunikasi harus lengkap, tetapi padat, tidak

bertele-tele.

6. Meyakinkan (convince) : agar komunikasi advokasi dapat diterima oleh para

pembuat kebijakan, maka penyampaiannya harus meyakinkan.

7. Kontekstual (contextual) : advokasi kesehatan hendaknya bersifat kontekstual,

artinya pesan atau program yang akan di advokasikan harus diletakkan atau

dikaitkan dengan masalah pembangunan daerah yang bersangkutan.

8. Berani (courage) : seorang petugas kesehatan yang akan melakukan advokasi

kepada para pembuat kebijakan, harus mempunyai keberanian berargumentasi

dan berdiskusi dengan para pejabat yang bersangkutan.

13
9. Hati – hati (coutious) : meskipun berani, tetapi harus berhati-hati dan tidak

boleh keluar dari etika berkomunikasi, hindari sikap ”menggurui” kepada

pihak yang bersangkutan.

10. Sopan (courtous) : di samping hati-hati, advokator harus bersikap sopan; baik

sopan dalam tutur kata maupun penampilan fisik, termasuk cara berpakaian.

D. Sasaran dan pelaku Advokat

1. Sasaran

Sasaran advokasi kesehatan adalah berbagai pihak yang yang diharapkan

dapat memberikan dukungan terhadap upaya kesehatan, khususnya para

pengambil keputusan dan penentu kebijakan di pemerintahan, lembaga

perwakilan rakyat, mitra di kalangan pengusaha/ swasta, badan penyandang

dana, media masa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, lembaga

swadaya masyarakat, tokoh-tokoh berpengaruh dan tenar, dan kelompok

potensi lainnya di masyarakat. Semuanya bukan hanya berpotensi

mendukung, tetapi juga menentang atau berlawanan atau merugikan kesehatan

(misalnya industri rokok).

2. Pelaku

Pelaku advokasi kesehatan: siapa saja yang peduli terhadap upaya kesehatan,

dan memandang perlu adanya mitra untuk mendukung upaya tersebut. Pelaku

advokasi dapat berasal dari kalangan pemerintah, swasta, perguruan tinggi,

organisasi profesi, organisasi berbasis masyarakat/ agama, LSM, dan tokoh

berpengaruh. Diharapkan mereka yang memahami masalah kesehatan,

mempunyai kemampuan advokasi khususnya melakukan pendekatan

14
persuasif, dapat dipercaya dan sedapat mungkin dihormati atau setidaknya

tidak tercela khususnya dihadapan kelompok sasaran.

E. Pendekatan Advokasi Kesehatan

Kata kunci dalam proses atau kegiatan advokasi ini adalah pendekatan

persuasive, secara dewasa, dan bijak, sesuai keadaan yang memungkinkan tukar

pikiran secara baik (free choice). Menurut UNFPA dan BKKBN (2002) terdapat

lima pendekatan utama dalam advokasi:

1. Melibatkan para pemimpin

Para pembuat Undang-undang, mereka yang terlibat dalam penyusunan

hukum, peraturan maupun pemimpin politik yaitu mereka yang menetapkan

kebijakan public sangat berpengaruh dalam menciptakan perubahan yang

terkait dengan masalah sosial termasuk kesehatan.

2. Bekerja dengan media massa

Media massa sangat berperan penting dalam membentuk opnini publik.

Media juga sangat kuat dalam mempengaruhi persepsi public atas isu atau

masalah tertentu terutama dalam hal kesehatan. Mengenal, menbangun, dan

menjaga kemitraan dengan media massa sangat penting dalam proses

advokasi.

3. Membangun kemitraan

Dalam upaya advokasi sangat penting dilakukan upaya jaringan,

kemitraan yang berkelanjutan dengan individu, organisasi-organisasi dan

15
sektor lain yang bergerak dalam sektor yang sama, dalam hal ini adalah

kesehatan. Kemitraan ini dibentuk oleh individu , kelompok yang bekerja

sama yang bertujuan untuk mencapai tujuan umum yang sama.

4. Memobilisasi massa

Merupakan suatu proses mengorganisasikan individu yang telah

termotivasi kedalam kelompok-kelompok atau mengorganisasikan kelompok

yang sudah ada. Dengan mobilisasi dimaksudkan agar motivasi individu dapat

diubah menjadi tindakan kolektif.

5. Membangun kapasitas

Maksudnya adalah melembagakan kemampuan untuk mengembangkan

dan mengelila program yang komprehensif dan membangun kritikal massa

pendukung yang memiliki ketrampilan advokasi.

F. Metode advokasi

Dalam rangka melakukan sebuah advokasi terhadap pihak yang bersangkutan,

terdapat beberapa metode/teknik yang dapat digunakan. Metode atau cara dan

teknik advokasi untuk mencapai tujuan antara lain:

1. Lobi politik (political lobiying)

Lobi adalah berbincang – bincang secara informal dengan para pejabat untuk

mengimpormasikan dan membahas masalah dan program kesehatan yang

akan dilaksanakan.

2. Seminar / presentasi

Seminar atau presentasi yang dihadiri oleh para pejabat lintas program dan

lintas sektor. Petugas kesehatan menyajikan masalah kesehatan di wilayah

16
kerjanya, lengkap dengan data dan ilustrasi yang menarik, serta rencana

program pemecahannya, diperoleh komitmen dan dukungan terhadap program

yang akan dilaksanakan.

3. Media

Advokasi media adalah melakukan kegiatan advokasi dengan menggunakan

media khususnya media massa. Melalui media cetak maupun media elektronik

permasalahan kesehatan disajikan baik dalam bentuk lisan, artikel, berita,

diskusi, penyampain pendapat, dan sebagainya.

4. Perkumpulan peminat (asosiasi)

Asosiasi atau perkumpulan orang – orang yang mempunyai minat atau interes

terhadap permasalahan tertentu atau perkumpulan propesi , juga merupakan

bentuk advokasi.

G. Unsur Dasar Advokasi

Sharma dalam Notoatmodjo (2015), ada delapan unsur dasar advokasi, yaitu

antara lain adalah:

1. Penetapan tujuan Advokasi

Agar upaya advokasi dapat berhasil tujuan, advokasi perlu dibuat lebih

spesifik berdasarkan pertanyyan berikut: apakah isu atau masalah tersebut

dapat menyatukan atau membuat berbagai kelompok bersatu dalam suatu

koalisi yang kuat? Apakah tujuan advokasi dapat dicapai? Apakah tujuan

advokasi memang menjawab permasalahan?

2. Pemanfaatan data dan riset untuk advokasi

17
Adanya data dan riset pendukung sangat penting agar keputusan dibuat

berdasarkan informasi yang tepat dan benar. Oleh karena itu, data dan riset

mungkin diperlukan dalam menentukan masalah yang akan diadvokasi,

identifikasi solusi pemecahan masalah maupun menentukan tujuan yang

realistis.

3. Identifikasi khalayak sasaran advokasi

Bila isu dan tujuan telah disusun, upaya advokasi harus ditujukan bagi

kelompok yang dapat membuat keputusan dan idealnya ditujukan bagi orang

yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan, misalnya staf, penasihat,

orang tua yang berpengaruh, media massa dan masyarakat.

4. Pengembangan dan penyampaian pesan advokasi

Khalayak sasaran berbeda bereaksi tidak sama atas pesan yang berbeda.

Seorang tokoh politik mungkin termotivasi kalau dia mengetahui banwa

banyak dari konstituen yang diwakilinya peduli terhadap masalah tertentu.

Seorang Menkes mungkin akan mengambil keputusan ketika kepada yang

bersangkutan disajikan data rinci mengenai besarnya masalah kesehatan

tertentu. Jadi penting diketahui pesan apa yang diperlukan agar khalayak

sasaran yang dituju dapat membuat keputusan yang mewakili kepentingan

advokator.

5. Membangun koalisi

Melibatkan orang dalam jumlah yang besar dan mewakili berbagai

kepentingan, sangat nermanfaat bagi upaya advokasi maupun dukungan

politis. Bahkan daam satu organisasi sendiri, koalisis internal yaitu melibatkan

18
berbagai orang dari berbagai divisi/ departemen dalam mengembangkan

program baru, dapat membantu consensus untuk aksi kegiatan. Pertimbangkan

lagi siapa lagi yang akan diajak bermitra dalam aliansi atau koalisi upaya

advokasi yang dirancang.

6. Membuat persentasi yang persuasif

Kesempatan untuk mempengaruhi khalayak sasaran kunci seringkali

terbatas waktunya. Kecermatan dan kehati-hatian dalam meyempaikan

argument yang meyakinkan atau model/ cara presentasi dapat mengubah

kesempatan terbatas ini menjadi upaya advokasi yang berhasil.

7. Penggalangan dana untuk advokasi

Semua kegiatan termasuk upaya advokasi memerlukan dana.

Mempertahankan upaya advokasi yang berkelanjutan dalam jangka panjang

memerlukan waktu, energi dalam penggalangan dana atau sumber daya lain

untuk menunjang upaya advokasi.

8. Evaluasi upaya advokasi

Untuk menjadi advocator yang tangguh diperlukan umpan balik

berkelanjutan serta evaluasi atas upaya advokasi yang telah dilakukan.

H. Langkah-langkah Pokok dalam Advokasi Kesehatan

Menurut Sharma (dikutip dari Hadi Pratomo dalam Notoatmodjo, 2005), terdapat

delapan unsur dasar dalam advokasi, yaitu penetapan tujuan, pemanfaatan data,

identifikasi khalayak sasaran, pengembngan dan penyampaian pesan, membangun

koalisi, membuat penyajian atau persentasi yang persuasif, penggalangan dana

19
dan evaluasi. Menurut Depkes (2007), terdapat lima langkah kegiatan advokasi

antara lain adalah:

1. Identifikasi dan analisis masalah atau isu yang memerlukan advokasi

Masalah atau isu advokasi perlu dirumuskan berbasis data atau fakta. Data

sangat penting agar keputusan yang dibuat berdasarkan informasi yang tepat

dan benar. Data berbasis fakta sangat membantu menetapkan masalah,

mengidentifikasi solusi dan menentuka tujuan yang realistis. Adanya data

sering menjadi argumen yang sangat persuasif.

2. Identifikasi dan analisis kelompok sasaran

Sasaran kegiatan advokasi ditujukan kepada para pembuat keputusan

(decision makers) atau penentu kebijakan (policy makers), baik dibidang

kesehatan maupun di luar sector kesehatan yang berpengaruh terhadap publik.

Tujuannya agar para pembuat keputusan mengeluarkan kebijakan-kebijakan.

Antara lain dalam bentuk peraturan, undang-undang, instruksi, dan yang

menguntungkan kesehatan. Dalam mengidentifikasi sasaran perlu ditetpkan

siapa saja yang menjadi sasaran, mengapa perlu diadvokasi, apa

kecenderunagnnya, dan apa harapan kita kepadanya.

3. Siapkan dan kemas bahan informasi

Tokoh politik mungkin akan termotivasi dan akan mengambil keputusan jika

mereka mengetahui secara rinci besarnya masalah kesehatan tertentu. Oleh

sebab itu penting diketahui pesan atau informasi apa yang diperlukan agar

sasaran yang dituju dapat membuat keputusan yang mewakili kepentingan

20
advocator. Kata kunci untuk bahan informasi ini adala informasi yang akurat,

tepat dan menarik.

Beberapa pertimbangan dalam menetapkan bahan informasi ini meliputi:

a. Bahan informasi minimal memuat rumusan masalah yang dibahas, latar

belakang masalahnya, alternative mengatasinya, usulan peran atau

tindakan yang diharapkan, dan tindak lanjut penyelesaiannya. Bahan

informasi juga minimal memuat tentang 5 W 1 H (what, why, who,

where, when dan how).

b. Dikemas menarik, ringkas, jelas dan mengesankan.

c. Bahan informasi tersebut akan lebih baik lagi jika disertai data pendukung,

ilustrasi contoh, gambar dan bagan.

d. Waktu dan tempat penyampaian baan informasi, apakah sebelum, saat

atau setelah pertemuan.

4. Rencanakan teknik atau cara atau kegiatan operasional

Beberapa teknik atau kegiatan operasional avokasi dapat meliputi konsultasi,

lobi, pendekatan atau pembicaraan formal atau informal terhadap para

pembuat keputusan, negoisasi atau resolusi konflik, pertemua khusus, debat

publik, petisi, pembuatan opini, dan seminar-seminar kesehatan.

5. Laksanakan kegiatan, pantau dan evaluasi serta lakukan tindak lanjut

Upaya advokasi selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan sesuai rencana

yang telah disusun, memantau dan mengevaluasinya serta melakukan tindak

lanjut. Evaluasi diperlukan untuk menilai ketercapaian tujuan serta

menyempurnakan dan memperbaiki strategi advokasi. Untuk menjadi advokat

21
yang tangguh, diperlukan umpan balik berkelanjutan dan evaluasi terhadap

upaya advokasi yang telah dilakukan.

I. Indikator Keberhasilan Advokasi Kesehatan

1. Indikator Input

Adanya sasaran yang jelas, bahan informasi/ advokasi, dan kesiapan pelaku

advokasi.

2. Indikator Proses

Adanya rencana kegiatan dan pelaksanaan kegiatan advokasi berupa forum,

jaringan, dan kerja sama.

3. Indikator Output

Adanya kepedulian, keterlibatan dan dukungan, serta kesinambungan upaya

kesehatan, baik berupa kebikajan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, atau

keterlibatan dalam kegiatan/ geraka. Output kegiatan advokasi adalah undang-

undang, perda, instruksi yang mengikat masyarakat atau instansi berkenaan

dengan masalah kesehatan

J. Peran perawat sebagai Advokat dalam berbagai tingkat usia

1. Usia Bayi dan Neonatus

Pandangan tenaga kesehatan terdahulu menyatakan bahwa bayi maupun

neonatus tidak merespon terhadap nyeri meskipun dilakukan tindakan yang

bersifat infasif. Tetapi penelitian sekarang menunjukkan bahwa janin dapat

memproses nyeri di usia 24 minggu kehamilan. Selain itu studi juga

menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki pengalaman terhadap nyeri

22
pada awal kehidupan akan memiliki resiko sensitivitas lebih tinggi terhadap

nyeri dikemudian hari dan apabila neonatus merasakan pengalaman nyeri

yang jangka panjang akan berdampak pada masalah perkembangan.Namun,

apabila tindakan itu harus benar-benar dilakukan maka sebagai perawat salah

satu bentuk tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan

analgetik yang dapat mengurangi rasa nyeri pada klien saat prosedur

dilakukan.

Jadi, Peran perawat sebagai advokat untuk usia neonatus dan bayi secara

umum adalah untuk menghindarkan dan menjauhkan klien dari berbagai

prosedur yang dapat melukai, dan mengganggu kenyamanan sang bayi dan

sebisa mungkin agar perawat sebelum melakukan tindakan yang bersifat

invasif terlebih dahulu untuk memberikan dorongan kepada orang tua maupun

keluarga klien agar tidak menimbulkan kecemasan bagi pihak keluarga

( Bretherton, 2013 ).

Sebuah survei terhadap perawat neonatal menunjukkan beberapa hal yang

harus diperhatikan sebagai advokat antara lain :

a. Keterampilan komunikasi yang efektif

b. Pengalaman dan pengetahuan perawatan neonatal

c. Empati

d. Rasa hormat terhadap keluarga

Survei ini juga mendukung studi sebelumnya yang mengidentifikasi bahwa

pengetahuan, empati dan keterampilan komunikasi sebagai hal yang penting

dalam advokasi . Untuk menerapkan hal-hal tersebut perawat harus percaya

23
diri terhadap kemampuan merekan untuk memahami dilema etik yang

dihadapi ( Spence, 2011 )

2. Usia Remaja

Pada masa remaja, potensi masalah dan rintangan yang dihadapi yakni :

a. Kurangnya pengetahuan khusus dan keyakinan dalam diri remaja

b. Kurangnya penyediaan pelayanan khusus bagi remaja

c. Kurangnya pemahaman dan apresiasi dari lingkungan dan masyarakat

terhadap remaja

Dari contoh masalah yang diuraikan diatas, perawat berperan dalam

konsep keperawatan pada masa transisi dalam kesehatan remaja. Perawat

harus mampun mengembangkan otonomi mereka serta mendukung dan

menyadari kebutuhan dan perawatan yang dibutuhkan remaja. Dari beberapa

hal tersebut, perawat harus mampu memfasilitasi remaja dalam enam bidang

utama yakni :

a. Advokasi diri

Perawat harus mampu mengajarkan kepada remaja bagaimana cara dan

langkah untuk dapat memberikan advokasi kepada dirinya sendiri.

b. Perilaku perawatan kesehatan yang independen

Perawat membimbing remaja untuk mampu melakukan perawatan

kesehatan secara mandiri.

c. Kesehatan seksual

Perawat memberikan gambaran dan pendidikan kesehatan dalam bidang

kesehatan reproduksi dan seksual.

24
d. Dukungan psikosial

Perawat harus mendukun klien remaja dalam hal perkembangan psikologi

dan sosial remaja

e. Perencanaan pendidikan

f. Kesehatan dan gaya hidup ( Sousa, 2015)

3. Usia Dewasa Dan Lanjut Usia

Peran perawat sebagai advokat untuk klien lanjut usia adalah perawat

harus mampu berperan sebagi seorang anak dan menjadi pendengar yang baik

bagi klien.karena kecenderungan klien lanjut usia memiliki tingkat sensitivitas

yang lebih tinggi dan sikap yang lebih mudah tersinggung. Sebagai seorang

perawat kita mengadvokasi klien tidak hanya berdasarkan prasangka kita

tetapi harus memahami, mendengarkan dan memastikan nilai-nilai

berdasarkan keyakinan klien. Selain itu, dalam pemberian perawatan seorang

perawat advokat harus mampu memberikan perawatan yang bersifat

komprehensif yang meliputi : cara perawat dalam memahami, memandang,

mendengarkan dan memberikan informasi mengenai pilihan pengobatan yang

selaras dengan nilai-nilai mereka ( Shenmansky, 2015 )

Ada beberapa standar yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat yang

berperan sebagai advokat dalam merawat pasien lanjut usia, anatara lain :

a. Perawat mampu bertanggung jawab untuk menilai klien dan lingkungan

yang dapat membahayakan atau mengancam keselamatan serta

perencanaan dan intervensi yang tepat untuk menjaga lingkungan yang

aman.

25
b. Perawat membantu klien untuk mempertahankan regulasi homeostasis

melalui peilaian dan manajemen perawatan fisiologis untuk

meminimalkan efek samping dari penggunaan obat, prosedur diagnostik,

infeksi nosokomial atau stress lingkungan.

c. Perawat mendukung klien gerontik untuk mengoptimalkan kesehatan

fungsional yang mencakup integrasi kemampuan yang melibatkan fisik,

kognitif, status psikologis, sosial dan spiritual.

d. Perawat harus memberikan perawatan responsif yang memfasilitasi dan

memberdayakan kemandirian klien melalui pendekatan .

e. Perawat mengembangkan dan melestarikan perawatan hubungan

terapeutik.

f. Perawat harus mampu menyadari pengaruh ekonomi dan politik dengan

menyediakan dan memfasilitasi perawatan yang mendukung ( Buchanan

dkk, 2010 )

K. Peran Advokasi dalam Kegawatdaruratan

Salah satu peran perawat adalah pelaksana pelayanan keperawatan. Perawat

kontemporer menjalankan fungsinya dalam kaitannyadengan berbagai peran

pemberi perawatan, pembuat keputusan klinik dan etika, advokat bagi klien,

manajer kasus, rehabilitator, komunikator dan pendidik (Potter & Perry, 2015).

Peran perawat sebagai advokat adalah perawat sebagai pelindung hak-hak klien.

Pelayanan gawat darurat merupakan salah satu komponen pelayanan di rumah

sakit yang dilaksanakan di instalasi gawat darurat. Adapun tugas instalasi gawat

darurat adalah menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan

26
keperawatan serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan

gawat darurat medis (Depkes R.I. 2016). Dalam memberikan perawatan gawat

darurat perawat dituntut untuk berpikir kritis dan bertindak cepat dengan

mempertimbangkan perannya sebagai advokat atau pelindung. Sebagai pelindung,

perawat harus membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi pasien

dalam pengambilan tindakan untuk mencegah dari kemungkianan efek yang tidak

diinginkan. Misalnya memastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap obat yang

diberikan (Potter & Perry, 2015).

Perawat sebagai advokat berperan melindungi hak klien dan membantu

menyatakan hak-haknya. Contohnya perawat memberikan informasi tambahan

untuk membantu klien dalam mengambil keputusan atas tindakan keperawatan

yang diberikan. Selain itu perawat juga melindungi hak-hak klien dengan

menolak tindakan yang dapat membahayakan klien. (Kusnanto, 2014)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat mempunyai

peran yang sangat penting dalam pelayanan gawat darurat salah satunya adalah

perannya sebagai advokat atau pelindung. Peranan ini berfungsi untuk melindungi

dan mempertahankan hak-hak yang dimiliki klien.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Advokasi hakekatnya adalah bekerja dengan individu dan organisasi untuk

membuat suatu perubahan, suatu proses dimana orang terlibat dalam proses

pembuatan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. tujuan dari

advokasi kesehatan adalah diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya

kesehatan, baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keiktusertaan

dalam kegiatan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan usaha.

Tujuan lainnya dari dilakukan advokasi dalam bidang kesehatan adalah agar

sektor kesehatan menjadi arus utama dalam pembangunan nasional. Dalam

rangka melakukan advokasi beberapa metode dapat digunakan seperti lobi politik,

seminar, media advokasi dan asosiasi.

Perawat sebagai advokat berperan melindungi hak klien dan membantu

menyatakan hak-haknya. Contohnya perawat memberikan informasi tambahan

untuk membantu klien dalam mengambil keputusan atas tindakan keperawatan

yang diberikan. Selain itu perawat juga melindungi hak-hak klien dengan

menolak tindakan yang dapat membahayakan klien.

Hal yang terpenting dalam melakukan sebuah advokasi adalah apa yang

disajikan oleh para advokator kepada para pembuat kebijakan dan pembuat

28
keputusan. Bagaimana mereka meyakinkan pihak yang bersangkutan melalui

sajian informasi yang akurat, lengkap, konkret, benar dan jelas adanya. Serta

bagaimana mereka menciptakan kesan persuasif sehingga para pembuat kebijakan

tertarik terhadap apa yang mereka sajikan.

B. Saran

Dalam bidang keperawatan, advokasi diharapkan dapat bekerja secara maksimal

dengan bekerja sama antara individu dan organisasi dalam membuat suatu

perubahan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Maulana D. J. Heri. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. 2015. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka

Cipta.

. 2017. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta.

Buchanan, Diane.,Parke,Belinda.dkk. 2010. Gerontological Nursing Competencies

And Standards Of Practice 2010. Canadian Gerontological Nursing

Association. ISBN 978-0-9865668-0-6.

Shenmansky, cindy. September 2015. Advocating For The Elderly Adult. Geriatric

Nursing.

Sousa, Marcelle de.,Maynard, Julie dkk. 2015.Adolscent Transition Care. Royal

College Nursing

Spence, Kaye. Juni 2011. Ethical Advocacy Based On Caring : A Model For

Neonatal And Pediatric Nurses. Journal Of Paediatrics And Child Health.

ISSN 1440-1754

Bretherton, sarah. September 2013. Being A New Newborns Advocate Helped Me

Uderstand Neonatal Rights. Student Experience In The Real World Of

Nursing. Volume 28 No.3

30

You might also like