You are on page 1of 42

KEPERAWATAN GAWATDARURAT

KEGAWATDARURATAN SYOK

OLEH KELOMPOK 6:

1. I Komang Minggi Segara Taji (193213017)


2. Kadek Ayu Ulan Sudariyanthini (193213020)
3. Ni Nyoman Ayu Krisna Sari (193213037)
4. Ni Putu Cintya Dewi (193213038)
5. Ni Putu Eka Cintya Parwita (193213040)
6. Putu Riska Pramudita Dewi (193213049)
A13A KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

STIKES WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenanan-
Nya kami boleh menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Kegawatdaruratan
Syok”. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan Gawat
Darurat yang diberikan oleh Ns. Ni Komang Sukraandini, MNS.

Makalah ini kami akui masih terdapat banyak kekurangan karena pengalaman dan
pengetahuan yang kami miliki masih kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan
kritik yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 19 Februari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Syok 3

2.1.1 Pengenalan Syok 3

2.1.2 Penilaian Awal Syok 3

2.1.3 Jenis – jenis Syok 5

2.1.4 Pengelolaan Syok 11

2.1.5 Resusitasi Cairan 13

2.1.6 Trend dan Issue Mengenai Syok 14

2.2 Laporan Pendahuluan Syok 24

2.2.1 Definisi Syok 24

2.2.2 Etiologi dan Klasifikasi Syok 24

2.2.3 Patofisiologi 25

2.2.4 Pathway 27

2.2.5 Manifestasi Klinis 26

2.2.6 Pencegahan Syok 27

2.2.7 Penatalaksanaan 27

2.2.8 Komplikasi 29

2.3 Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Syok 29

ii
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN 36

3.2 SARAN 36

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gangguan sirkulasi yang paling dijumpai di Unit Gawat Darurat adalah shock, aritmia
jantung, dan henti jantung. Diagnosis syok (shock) secara cepat dapat ditegakkan dengan
tidak teraba atau melemahnya nadi radialis/ karotis, pasien tampak pucat, perabaan pada
ekstremitas teraba dingin, basah dan pucat serta memanjangnnya waktu pengisian kapiler
(capillary refill time > 2 detik). Syok merupakan salah satu penyebab utama
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas di Instalasi gawat darurat (IGD) maupun
Intensive Care Unit (ICU), mengakibatkan kematian lebih dari 30% Jutaan penderita
tersebar diseluruh dunia dan rata-rata sebanyak 1.400 klien meninggal setiap hari.
Diperkirakan 6-20 juta kematian bayi dan anak – anak setiap tahun di seluruh dunia
diakibatkan oleh dehidrasi dan syok (Dhilon and Bittner, 2010).
Syok merupakan suatu gangguan sirkulasi akibat penghantaran oksigen ke jaringan
atau perfusi yang tidak adekuat, ditandai dengan penurunan tahanan vaskuler sistemik
terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat
kecilnya curah jantung (George et al., 2009; Guyton dan Hall, 2010; Sinniah, 2012;
Schwarz et al., 2014). Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi
oksigen dan nutrisi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi sehingga
menyebabkan kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya
kematian penderita.
Mempertahankan perfusi darah yang memadai pada organ-organ vital merupakan
tindakan yang penting untuk menyelamatkan jiwa penderita. Syok bukanlah merupakan
suatu diagnosis. Syok merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup
sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik. Apabila perfusi jaringan
tidak terpenuhi, sel-sel akan kekurangan oksigen dan substrat, produksi energi secara
aerobik tidak bisa dipertahakan, akibatnya sel harus memasuki jalur metabolisme
anaerob. Jalur metabolisme anaerob akan dihasilkan 2 molekul Adenosine Triphosphate
(ATP) per molekul glukosa dan asam laktat.
Tanpa adanya energi yang cukup, fungsi sel normal tidak dapat dipertahankan,
akibatnya akan terjadi ketidakseimbangan pompa potasium sodium. Sel membengkak dan
permeabilitas membran sel meningkat. Aktivitas mitokondria menjadi turun dan membran

1
lisosom menjadi rusak, sel akan rusak dan selanjutnya terjadi kematian sel. Kematian
seluler akan meluas di seluruh tubuh sehingga terjadi nekrosis jaringan yang
memengaruhi fungsi organ. Akhirnya terjadi kerusakan di semua sistem organ dan
kematian pada pasien syok. (Barkman dan Pooler, 2009; Guyton dan Hall, 2010; Schwarz
et al., 2014).
Asuhan keperawatan dengan kasus Syok memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan Gawat darurat, obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat
darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan
waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. Oleh
karena itu penulis akan membahas mengenai Asuhan keperawatan kegawatdaruratan
syok.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada kasus syok?
2. Apa yang dilakukan untuk pencegahan syok?
3. Bagaimana tren dan isu kegawatdaruratan pada kasus syok?
4. Bagaimana evidence based practice dalam penatalaksanaan syok?
5. Bagaimana manajemen kasus syok?
6. Bagaimana peran dan fungsi perawat advokasi dalam kasus syok?

1.3 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mampu mengetahui konsep kegawatdaruratan syok
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada kasus
syok
2. Mengetahui apa yang dilakukan untuk pencegahan syok
3. Mengetahui tren dan isu kegawatdaruratan pada kasus syok
4. Mengetahui evidence based practice dalam penatalaksanaan syok
5. Mengetahui manajemen kasus syok
6. Mengetahui peran dan fungsi perawat advokasi dalam kasus syok

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. KONSEP SYOK

2.1.1. Pengenalan Syok

Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi


yang adekuat organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam
jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa
klien (BPPPKMN, 2010). Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan
sirkulasi darah kedalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme
(Sarwono, 2012).

Syok adalah sindroma yang ditandai dengan keadaan umum yang lemah,
pucat, kulit yang dingin dan basah, denyut nadi meningkat, vena perifer yang tak
tampak, tekanan darah menurun, produksi urine menurun dan kesadaran menurun.
Tekanan darah sistolik lazimnya kurang dari 90 mmHg atau menurun dari 50
mmHg dibawah tekanan darah semula. Masalah utama adalah penurunan perfusi
(aliran darah) yang efektif dan gangguan penyampaian oksigen ke jaringan.
Keadaan syok menandakan bahwa mekanisme hemodinamik dan transport oksigen
lumpuh. Jaringan menjadi rusak karena tidak mendapat oksigen yang cukup untuk
metabolism aerobic. Jika sel melakukan metabolism aerobic maka akan dihasilkan
asam laktat yang merugikan. Makin tinggi kadar asam laktat makin tinggi risiko
mati.

Syok yang berlangsung lama akan mengganggu oksigenasi miokard sehingga


menyebabkan syok kardiogenik sekunder. Pada tahap lanjut, terjadi gagal fungsi
ginjal, hati, paru, otak dan jantung. Angka kematian meningkat seiring dengan
jumlah organ yang mengalami gagal fungsi (MOF – Multiple Organ Failure).
Kematian pada gagal 2 organ adalah > 60%, pada 3 organ mencapai > 90%.

2.1.2. Penilaian Awal Syok

3
Syok merupakan keadaan kekurangan suplai oksigen dan nutrisi Keadaan ini
disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan. Kekurangan oksigen akan
berhubungan dengan Asidosis Lactate Acid, dimana kadar lactat tubuh merupakan
indikator dari tingkat berat-ringannya syok. Terjadinya hambatan di dalam
peredaran darah perifer menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi
kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa metabolism

Langkah pertama dalam pengelolaan penderita syok adalah dengan mengenali


adanya syok itu sendiri melalui gejala syok atau tanda-tanda klinis terjadinya syok,
Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa
dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Diagnosis awal di dasarkan pada adanya gangguan perfusi
organ dan oksigenasi jaringan.

Langkah kedua adalah menentukan sebab dari syok. Pada penderita trauma,
semua jenis syok mungkin ditemukan. Kebanyakan penderita dalam hemoragik
syok, namun kardiogenik syok atau syok karena tension pneumotoraks harus
dipertimbangkan pada perlukaan diatas diafragma. Syok neurogenic dapat
diakibatkan perlukaan luas pada SSP atau medulla spinalis. Pada umumnya trauma
kapitis tidak menyebabkan syok. Penderita dengan trauma medulla spinalis pada
keadaan awal dapat dalam keadaan syok baik karena vasodilatasi (neurogenic)
maupun karena hemoragik. Syok septik jarang ditemukan, namun harus
dipertimbangkan pada penderita yang datang pada keadaan lebih lanjut. Dengan
demikian langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan penilaian terhadap
penderita sehingga dengan cepat syok dapat diketahui. Terapi syok dimulai sambil
mencari sebab syok. Respon terhadap terapi awal, digabung dengan penemuan
klinis biasanya memberikan cukup informasi untuk dapat menentukan penyebab
syok. Perdarahan adalah sebab tersering dari syok pada penderita trauma. Setiap
keadaan syok pada penderita trauma memerlukan konsultasi bedah. Syok lanjut
yang ditandai oleh perfusi yang kurang ke kulit, ginjal dan SSP yang dengan
mudah di kenal.

Katergantungan pada tekanan darah sebagai satu-satunya indicator syok akan


menyebabkan terlambatnya diagnosis syok. INGAT : mekanisme kompensasi
dapat menjaga tekanan darah sampai penderita kehilangan 30% volume darah.

4
Perhatian harus di arahkan pada nadi, laju pernafasan, sirkulasi kulit, dan tekanan
nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolic). Gejala paling dini adalah
tachikardia dan vaso- kontriksi perifer. Dengan demikian setiap penderita trauma
yang dalam keadaan tachikardia dan kulit dingin dianggap dalam keadaan syok.

Pemeriksaan hematocrit atau kadar Hb tidak dapat dipakai untuk mengukur


kehilangan darah ataupun diagnosis syok. Kadar hematokirt yang rendah
menunjukkan kehilangan darah dalam jumlah cukup besar (anemia yang sebelum
trauma sudah ada), sedangkan hematocrit normal dapat saja terjadi walaupun sudah
ada kehilangan darah cukup banyak.

2.1.3. Jenis-jenis syok

Dalam kepustakaan dikenal beberapa jenis kualifikasi syok, antara lain: syok
hipovolemik, syok kardiogenik, syok anafilaktik dan syok septik.

A. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi
kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple
organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini
paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
1. Penyebab
a. Dehidrasi karena berbagai sebab (muntah, diare yang
sering/frekuensi, peritonitis)
b. Luka bakar (grade II-III & luas luka bakar >30%)
c. Perdarahan (trauma dengan perdarahan, non-trauma
(perdarahan post partum / HPP massif, KET-kehamilan
ekstra-uterina terganggu)).
2. Diagnosa
a. Perubahan perfusi perifer: Ekstremitas: dingin, basah dan
pucat, Capillary refill time memanjang > 2 detik
b. Tachikardia
c. Pada keadaan lanjut: Takipneu, Penurunan tekanan darah,
Penurunan produksi urine dan Tampak pucat, lemah, apatis,
kesadaran menurun
3. Tindakan

5
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan berikan
infus cairan kristaloid, pada perdarahan diberikan sejumlah
kristaloid melebihi yang hilang.
Syok Hipovolemik (Dehidrasi, Muntah, Diare, Peritonitis)

Klasifikasi Klinis Pengelolaan B.


Dehidrasi ingan - Nadi normal atau Penggantian volume cairan
meningkat yang hilang dengan cairan Sy
ok Kehilangan cairan - Selaput lendir kristaloid (NaCL 0,9% atau
tubuh sekitar 5 % kering Ringer Laktat atau Ringer
BB Asetat

Dehidrasi sedang - Nadi cepat Penggantian volume cairan


- Tekanan darah  yang hilang dengan cairan
Kehilangan cairan - Selaput kristaloid (NaCL 0,9% atau
tubuh sekitar 8 % lendirkering Ringer Laktat atau Ringer
BB - Oliguria Asetat
- Status mental
tampak lesu dan lemas

Dehidrasi berat - Nadi sangat cepat, Penggantian volume cairan


kecil, sulit diraba yang hilang dengan cairan
Kehilangan cairan
- -Tekanan darah kristaloid (NaCL 0,9% atau
tubuh sekitar 10 %
turun Ringer Laktat atau Ringer
BB
- Anuria Asetat
- Selaput lendir
pecah-pecah
- Kesadaran
menurun

Hemoragik
Perdarahan dalam jumlah besar, melebihi 15 % volume darah yang beredar, akan
menyebabkan perubahan-perubahan fungsi tubuh seseorang. Makin banyak perdarahan,
makin berat kerusakan yang terjadi, maka makin besar risiko untuk meninggal. Perdarahan
yang banyak mengakibatkan syok. Makin berat syok yang terjadi dan makin lama syok
berlangsung, makin besar risiko mati. Satu jam pertama masa syok sering disebut “The
Golden Hour”. Dalam periode ini time Saving Is Life Saving. Pertolongan harus cepat
diberikan, yakni menghentikan sumber perdarahan dan mengganti kehilangan voleume darah.
Hipoksia sampai dengan anoksia di jaringan akibat syok menyebabkan kematian sel jaringan.

6
Jika sel mati mencapai jumlah kritis (Critical Mass Of Cell), maka
akan terjadi gagal organ dan kematian.
1. Perdarahan Menyebabkan :
a. Kehilangan voleume intravaskuler sehingga aliran (perfusi darah dan jumlah
oksigen jaringan menurun
b. Kehilangan eritrosit dan hemoglobin sehingga kapasitas transport oksigen per
unit volume darah menurun Tubuh memiliki Estimated Blood Volume (jumlah darah
yang beredar) 65-75 ml/kg, untuk mempermudah dibuat rata-rata EBV ; 70 ml/kg.
jika kehilangan darah 15 ml/kg (20% EBV), terjadilah perubahan hemodinamik :
1) Nadi meningkat
2) Kekuatan kontraksi miokard meningkat
3) Vasokontriksi didaerah arterial dan vena
4) Tekanan darah mungkin masih normal tetapi tekanan nadi turun
2. Prinsip Penanganan:
Pergatian volume yang hilang untuk mempertahankan kecukupan
oksigenasi jaringan, akibat cukup volume maka hemodinamik terjaga.
Untuk perdarahan dengan syok kelas III-IV diberikan infus kristaloid
sebaiknya disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan
dan dapat diberikan cairan golongan plasma substitute (cairan koloid).
3. Trauma Status (Advanced Trauma Life support)
Dipergunakan untuk memperhitungkan beberapa banyak jumlah
perdarahan (EBL) dengan melihat gejala klinis yang ada.

Klasifikasi Klinis Pengelolaan

Kelas I : - Takikardia Tidak perlu penggantian


kehilangan volume minimal, <100 volume
darah < 15% x/menit

7
Kelas II : - Takikardia Penggantian volume darah
kehilangan volume (100-120 yang hilang dengan cairan
darah 15-30% x/menit) kristaloid sejumlah 2-4 kali
- Penurunan volume darah yang hilang.
pulse pressure
- Penurunan
produksi urine
(20-30 cc/jam)

Kelas III : - Tachypnea Penggantian volume darah


kehilangan volume (30-40 yang hilang dengan cairan
x/menit) kristaloid dan darah.
darah 30-40%
- Penurunan
produksi urine (5-15
cc/jam)

Kelas IV : - Tachypnea (>35 Penggantian volume darah


Kehilangan volume x/menit) yang hilang dengan cairan
darah >40% - Takikardia kristaloid dan darah.
(>140x/menit)
- Perfusi pucat,
dingin, basah
- Perubahan
mental

C. Syok Anafilaktik
1. Definisi
Syok Anafilaktik (Shock Anafilactic) adalah reaksi anafilaksis yang
disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi
Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan
antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya
diterapi sebagai anafilaksis
2. Penyebab
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen)
mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik
3. Diagnosa

8
Tanda – tanda syok (penurunan perfusi perifer dan penurunan
tekanan darah yang tiba - tiba) dengan riwayat adanya alergi (makanan
atau hal – hal lain) atau riwayat setelah pemberian obat-obatan.
4. Tindakan
a. C- Circulation. Raba karotis, posisi syock, pasang infus
kristaloid (RL). Berikan epinephrine (adrenalin) subcutan atau intra
muscular dengan dosis sesuai dengan gejala klinis yang tampak (0.25 mg,
0.5 mg atau 1 mg = 1 ampul bila ternyata jantung tidak berdenyut).
b. Airway. Pertahankan jalan nafas tetap bebas. Call for help
c. Breathing. Beri oksigen bila ada, kalau perlu nafas dibantu.
D. Syok Septik
1. Definisi
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan
disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat
dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan
teknik aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang
jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat
dan mencuci tangan secara menyeluruh.
2. Penyebab
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif.
Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan
aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang
mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, pada perembesan
cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
3. Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat
bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan
penurunan perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien
sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-positive dan 60%
disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi
saluran kencing merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah
sakit kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan kateter atau kateter
intravena. Organisme yang paling sering menyebabkan sepsis adalah
9
staphylococcus aureus dan pseudomonas . Pasien dengan sepsis dan shock
sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian dan pengobatan sangat
diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis. Gejala umum adalah:
a. Demam
b. Berkeringat
c. Sakit kepala
d. Nyeri otot
4. Diagnosis
a. Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi.
b. Fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.
5. Tindakan
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (Mean Arterial
Pressure 60 mmHg)
a. Tindakan awal
Infus cairan kristloid, pemberian antibiotic, membuang sumber
infeksi (pembedahan)
b. Tindakan lanjut

Penggunaan cairan koloid lebih baik dengan diberikan


vasopressor (Dopamine atau dikomnbinasi dengan
Noradrenaline).

E. Syock Kardiogenik
1. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung
yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali.Syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat,
seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung;
manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang
lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland,
2010)
2. Penyebab
Penyebab syok kardiogenik Dapat terjadi pada keadaan – keadaan
antara lain: Kontusio jantung, Tamponade jantung dan Tension
pneumothoraks. Pada versi lain pembagian jenis syok, ada yang membagi
10
bahwa syock kardiogenik hanya untuk gangguan yang disebabkan karena
gangguan pada fungsi myocard. Missal : decomp cordis, trauma langsung
pada jantung, kontusio jantung. Tamponad jantung dan tension
pneumothoraks dikelompokkan dalam syok obstructive (syok karena
obstruksi mekanik)
3. Diagnose
a. Hipotensi disertai gangguan irama jantung.
b. Mungkin terdapat peninggian tekanan vena jugularis (JVP).
c. Lakukan pemeriksaan fisik pendukung pada tamponade jantung
(bunyi jantung menjauh atau redup), pada tension pneumothoraks
(hipersonor dan pergeseran letak trakea).
4. Tindakan
a. Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid
b. Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropic.
c. Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan monitoring
EKG.
d. Pemasangan jarum torakostomi pada Tension Pneumothoraks
di ICS II- mid clavicular line untuk mengurangi udara dalam rongga
pleura (dekompresi).

2.1.4. Pengelolaan Syok

Syok merupakan kondisi yang berbahaya. Segera panggil dokter atau hubungi
layanan ambulans ketika melihat seseorang yang diduga mengalami syok. Selagi
menunggu pertolongan datang, lakukan pertolongan pertama pada pasien.

Berikut ini adalah pertolongan pertama yang dapat dilakukan saat melihat
penderita yang dicurigai mengalami syok:

 Baringkan penderita secara perlahan.


 Jangan menggerakkan atau memindahkan penderita jika tidak diperlukan.
 Kendurkan atau buka pakaian yang ketat.
 Periksa denyut nadi dan jantung. Jika penderita tidak bernapas atau tidak ada
denyut nadi, lakukan resusitasi jantung-paru (CPR).
 Berikan penderita selimut, untuk menghangatkan dan menenangkannya.
 Jangan beri penderita minum atau makan.

11
 Segera berikan epinephrine dalam bentuk autoinjector jika syok disebabkan
oleh alergi dan jika penderita ditemukan membawa suntikan ini.
 Tutupi dan sumbat area yang berdarah dengan handuk atau kain jika penderita
mengalami perdarahan.
 Jika penderita mengalami muntah atau mengeluarkan darah dari mulut, ubah
posisinya menjadi menyamping untuk menghindari tersedak.

Ketika sudah ditangani petugas medis, penderita akan mendapatkan


penanganan gawat darurat hingga kondisinya stabil. Tindakan yang dapat
dilakukan antara lain:

 Pemberian cairan infus (resusitasi cairan)


 Pemberian oksigen
 Pembukaan jalan napas
 Pemberian obat-obatan untuk mengembalikan tekanan darah dan mengatur
detak jantung, seperti norepinephrine

Penanganan selanjutnya akan dilakukan berdasarkan jenis syok dan penyebab


timbulnya syok, yaitu:

 Syok hipovolemik
Syok hipovolemik yang disebabkan oleh perdarahan dapat diatasi
dengan transfusi darah. Namun, jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan, dokter dapat melakukan tindakan bedah untuk
menghentikan perdarahan ketika kondisi pasien sudah stabil.
 Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditangani dengan pemberian obat-obatan yang
berfungsi untuk memperbaiki pompa jantung. Jenis obat-obatan tersebut
adalah dopamine atau dobutamin. Beberapa tindakan bedah juga dapat
dilakukan untuk mengatasi penyebab syok kardiogenik,
seperti angioplasti atau operasi bypass, untuk mengatasi syok yang
disebabkan oleh serangan jantung.
 Syok anafilaktik
Syok anafilaktik diatasi dengan pemberian epinephrine suntik dan
antihistamin, yang berfungsi untuk meredakan reaksi alergi.

12
 Syok neurogenic
Syok neurogenik ditangani dengan melindungi saraf dari kerusakan
lebih lanjut, terkadang dengan bantuan obat antiradang seperti
kortikosteroid. Jika memungkinkan, dokter juga akan melakukan
operasi untuk memperbaiki kerusakan pada sistem saraf.
 Syok sepsis
Untuk mengatasi infeksi, dokter dapat memberikan antibiotik, antivirus,
atau antijamur, tergantung pada jenis infeksinya. Operasi juga dapat
dilakukan untuk mengatasi sumber infeksi.

2.1.5. Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan adalah proses penggantian cairan tubuh saat pasien dalam
kondisi kritis dan kehilangan terlalu banyak cairan, baik dalam bentuk air maupun
darah. Prosedur ini dilakukan dengan pemasangan selang infus.

Tubuh membutuhkan cairan untuk berfungsi dengan baik. Kehilangan cairan


secara berlebihan, baik karena dehidrasi maupun perdarahan, dapat memicu
gangguan pada fungsi organ dalam tubuh. Pada tahap lanjut, kondisi ini bisa
menyebabkan syok dan kerusakan organ. Resusitasi cairan diperlukan untuk
mengembalikan fungsi tubuh dan mencegah perburukan kondisi pada pasien.

 Jenis- Jenis Resusitasi Cairan


Ada tiga jenis cairan resusitasi yang bisa diberikan, yaitu cairan
kristaloid, cairan koloid, dan komponen darah melalui prosedur
transfusi. Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Kristaloid
Cairan kristaloid adalah cairan yang paling sering digunakan
sebagai cairan resusitasi, karena memiliki molekul kecil, mudah
digunakan, harganya lebih murah, dan cepat menggantikan cairan yang
hilang. Karena lebih mudah diserap oleh tubuh, pemberian kristaloid
dalam jumlah terlalu banyak dapat menyebabkan edema atau
pembengkakan akibat penimbunan cairan di jaringan tubuh. Cairan
kristaloid yang umum digunakan adalah normal saline (NS)
atau ringer laktat (RL).
2. Koloid
13
Cairan koloid mengandung zat dengan molekul yang lebih
berat, seperti albumin atau gelatin. Jenis cairan ini umumnya bertahan
lebih lama di dalam pembuluh darah. Koloid dapat digunakan sebagai
cairan resusitasi pada pasien yang mengalami kekurangan cairan parah,
seperti syok hipovolemik dan perdarahan berat. Namun, jika
penggunaannya tidak tepat, koloid dapat memicu reaksi alergi,
gangguan pembekuan darah, dan kegagalan fungsi ginjal.
3. Transfusi darah
Selain pemberian cairan kristaloid atau koloid, transfusi
darah juga bisa menjadi pilihan untuk prosedur resusitasi cairan.
Biasanya, transfusi darah dilakukan pada kondisi syok hipovolemik
akibat perdarahan berat, yaitu kehilangan darah lebih dari 30% dari
total volume darah. Hanya saja, pemberian darah perlu disesuaikan
dengan jenis golongan darah seseorang yang akan menerima darah.
Bila tidak, hal ini bisa menimbulkan gangguan darah
berupa inkompatibilitas ABO.
Pemilihan jenis, jumlah, dan durasi pemberian cairan resusitasi
tergantung pada kondisi pasien dan ketersediaan cairan ini di fasilitas
perawatan. Resusitasi cairan perlu diberikan kepada pasien yang
kehilangan cairan dan berada pada kondisi gawat darurat.
2.1.6. TREND DAN ISSUE MENGENAI SYOK
a. CPR / RJP
Resusitasi jantung paru-paru atau CPR adalah tindakan pertolongan pertama
pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. CPR bertujuan
untuk membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama sekali. CPR
sangat dibutuhkan bagi orang tenggelam, terkena serangan jantung, sesak napas,
karena syok akibat kecelakaan, terjatuh, dan sebagainya.
Namun yang perlu diperhatikan khusus untuk korban pingsan karena
kecelakaan, tidak boleh langsung dipindahkan karena dikhawatirkan ada tulang yang
patah. Biarkan di tempatnya sampai petugas medis datang. Berbeda dengan korban
orang tenggelam dan serangan jantung yang harus segera dilakukan CPR.
Chain of survival merupakan suatu serial tindakan yang harus dilakukan pada
pasien yang mengalami henti jantung. Chain of survival terdiri dari lima unsur,yakni:
pengenalan dini henti jantung, pemberian CPR secara dini, pemberian defibrilator
14
sesegera mungkin, penatalaksanaan ALS (Advance Life Support), dan perawatan
pasca henti jantung.
Rantai kehidupan (chain survival) terdiri dari beberapa tahap berikut ini (AHA, 2010):
1. Mengenali sedini mungkin tanda-tanda cardiac arrest dan segera mengaktifkan
panggilan gawat darurat (Emergency Medical Services)
2. Segera melakukan RJP dengan tindakan utama kompresi dada
3. Segera melakukan defibrilasi jika ada indikasi
4. Segera memberi bantuan hidup lanjutan (advanced life support
5. Melakukan perawatan post cardiac arrest
b. Indikasi
1. Pasien henti nafas
Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernafasan dari korban atau pasien. Henti nafas merupakan kasus yang harus
dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti nafas terjadi dalam keadaan
seperti: Tenggelam atau lemas, stroke, obstruksi jalan nafas, epiglotitis, overdosis
obat-obat, tersengat listrik, infark miokard, tersambar petir, koma akibat berbagai
macam kasus.
2. Pasien henti jantung
Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti
sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan
oksigen. Pernafasan yang terganggu merupakan tanda awal akan terjadinya henti
jantung. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba disertai kebiruan
atau pucat, pernafasan berhenti atau satu-satu, dilatasi pupil tak bereaksi terhadap
rangsang cahaya dan pasien tidak sadar (Suharsono, T., & Ningsih, D. K., 2008).
c. Alur Basic Life Support
1. Tahapan persiapan
Sebelum melakukan resusitasi maka harus dilakukan beberapa prosedur berikut
pada pasien (AHA, 2010):
- Memastikan kondisi lingkungan sekitar aman bagi penolong
- Memastikan kondisi kesadaran pasien
Penolong harus segera mengkaji dan menentukan apakah korban sadar/tidak.
Penolong harus menepuk atau menggoyang bahu korban sambil bertanya
dengan jelas: ‘Hallo, Pak/ Bu! Apakah anda baik-baik saja?’.Jangan

15
menggoyang korban dengan kasar karena dapat mengakibatkan cedera. Juga
hindari gerakan leher yang tidak perlu pada kejadian cedera kepala dan leher.
- Mengaktifkan panggilan gawat darurat
Jika korban tidak berespon, segera panggil bantuan. Jika ada orang lain
disekitar korban, minta orang tersebut untuk menelpon ambulans dan ketika
menelpon memberitahukan hal-hal berikut:
1. Lokasi korban
2. Apa yang terjadi pada korban
3. Jumlah korban
4. Minta ambulans segera datang
- Memastikan posisi pasien tepat
Agar resusitasi yang diberikan efektif maka korban harus berbaring pada
permukaan yang datar, keras, dan stabil. Jika korban dalam posisi tengkurap
atau menyamping, maka balikkan tubuhnya agar terlentang. Pastikan leher
dan kepala tersangga dengan baik dan bergerak bersamaan selam membalik
pasien.
2. Fase-fase RJP (Resusitasi Jantung Paru) Sesuai Algoritma AHA 2010
a. Basic life support (BLS) atau tunjangan hidup dasar
Pada tahun 2010, American Heart Association (AHA) mengeluarkan panduan
terbaru penatalaksanaan CPR. Berbeda dengan panduan sebelumnya, pada
panduan terbaru ini AHA mengubah algoritma CPR dari ABC menjadi CAB.
- Circulation (C 0
Mengkaji nadi/ tanda sirkulasi Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien
dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis di daerah leher korban/
pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah)
penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea,
kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1–2 cm
raba dengan lembut selama 5–10 detik. Jika teraba denyutan nadi,
penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan
manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban/
pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas
pertahankan jalan napas.
Melakukan kompresi dada Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung
luar,dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
16
1) Menentukan titik kompresi (center of chest):
Cari possesus xypoideus pada sternum dengan tangan kanan, letakkan
telapak tangan kiri tepat 2 jari diatas posseus xypoideus.
2) Melakukan kompresi dada
Kaitkan kedua jari tangan pada lokasi kompresi dada, luruskan kedua
siku dan pastikan mereka terkunci pada posisinya, posisikan bahu
tegak lurus diatas dada korban dan gunakan berat badan anda untuk
menekan dada korban sedalam minimal 2 inchi (5 cm), lakukan
kompresi 30x dengan kecepatan minimal 100x/menit atau sekitar 18
detik. (1 siklus terdiri dari 30 kompresi: 2 ventilasi). Lanjutkan sampai
5 siklus CPR, kemudian periksa nadi carotis, bila nadi belum ada
lanjutkan CPR 5 siklus lagi. Bila nadi teraba, lihat pernafasan (bila
belum ada upaya nafas) lakukan rescue breathing dan check nadi tiap 2
menit.
3) Airway (A)
Tindakan ini bertujuan mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas
oleh benda asing. Buka jalan nafas dengan head tilt-chin lift/ jaw
thrust. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau
sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari
tengah yang dilapisi dengan sepotong kain (fingers weep), sedangkan
sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari
telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan teknik Cross
Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk
pada mulut korban.
4) Breathing (B)
Bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke mulut, mulut ke
hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan)
dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan,
waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–2 detik
dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000–1000ml (10ml/kg)
atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus
menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar
tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat

17
diberikan hanya 16 – 17%. Penolong juga harus memperhatikan respon
dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.
3. Trauma dada
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks,
hematopneumothoraks. Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan
dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul.Di dalam toraks
terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan
jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa
darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa
mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
Dada merupakan rongga bertulang yang terbentuk dari 12 pasang tulang rusuk
yang berhubungan dengan tulang belakang di posterior dan tulang dada di
anterior. Saraf dan pembuluh darah intercostals berjalan sepanjang permukaan
inferior pada setiap tulang rusuk. Permukaan dalam rongga dada dan paru dilapisi
selaput tipis, disebut pleura. Ruang antara dua lapisan pleura normalnya hampa
(ruang potensial), bila ruangan ini berisi udara akan menimbulkan pneumothorax,
bila berisi darah akan menimbulkan hemothorax. Pada orang dewasa, ruangan
potensial ini dapat menampung 3 liter cairan disetiap sisinya. Setiap paru
menempati sebelah rongga dada. Di antara 2 rongga dada terletak mediastinum,
yang berisi oleh jantung, aorta, vena kava superior dan inferior, trakea, bronkus
utama dan esophagus. Medulla spinalis dilindungi oleh columna vertebralis.
Diafragma memisahkan organ-organ thorax dari rongga abdomen. Organ perut
bagian atas seperti limpa, hati, ginjal, pancreas dan lambung dilindungi tulang
rusuk bagian bawah.
Bila melakukan evaluasi korban dengan kemungkinan trauma thorax, harus
selalu mengikuti penilaian prioritas secara BTLS untuk menghindari
terlewatkannya kondisi yang mengancam jiwa. Selama survey primer BTLS,
carilah cedera yang paling parah terlebih dahulu untuk memberikan kesempatan
hidup pada korban tersebut . Seperti semua penderita trauma lainnya, mekanisme
trauma penting diketahui untuk penanganan penderita trauma dada. Cedera dada
meungkin merupakan akibat dari trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma
tumpul energy yang didistribusikan meliputi area yang luas dan cedera visceral
dapat disebabkan karena deselerasi, robekan, kompresi atau ledakan. Luka
18
penetrasi biasanya berasal dari tembakan atau tusukan, energy yang
didistribusikan meliputi area yang lebih sempit. Terjangan peluru sering sulit
diperkirakan akibatnya, dan semua yang berada di dalam dada beresikoterkena.
Hasil akhir yang paling sering terjadi pada cedera dada adalah hipoksia jaringan.
Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat :
a. Pengiriman oksigen ke jaringan yang tidak adekuat akibat sekunder dari
obstruksi jalan nafas
b. Hipovolemia akibat perdarahan
c. Ventilasi atau perfusi yang tidak sesuai akibat cedera parenkim paru
d. Perubahan tekanan pleura akibat tension pneumothorax
e. Kegagalan pompa jantung akibat cedera miokardium berat
Gejala utama cedera dada meliputi nafas pendek, nyeri dada dan distress
respirasi. Tanda yang menunjukkan trauma thorax termasuk : syok, batuk
darah, sianosis, dinding dada memar, flail chest, luka terbuka, distensi vena
leher, deviasi trachea atau emfisema subkutis. Periksa suara nafas di dada kiri
dan kanan. Trauma thorax yang mengancam jiwa harus segera diidentifikasi.
Terdapat 12 keadaan gawat darurat trauma thorax. Cedera-cedera berikut ini
harus dideteksi dan diterapi selama survei primer BTLS :
1) Obstruksi jalan nafas
2) Pneumothorax terbuka
3) Tension pneumothorax
4) Hemotorax massif
5) Flail chest
6) Tamponade jantung

Cedera yang mengancam nyawa yang dapat dideteksi selama pemeriksaan


detil atau evaluasi di rumah sakit (secondary survey) adalah sebagai berikut:

1) Ruptur aorta traumatic


2) Cedera trakea atau cabang bronkus
3) Contusio miokardium
4) Robekan diafragma
5) Cedera esophagus
6) Contusio pulmonum
7) Masalah - Masalah Pada Trauma Thorax

19
1. Obstruksi Jalan Nafas
Dalam menangani jalan nafas, harus selalu beranggapan terdapat pula cedera tulang
servikal.
2. Open Pneumothorax (Pneumothorak Terbuka)
Keadaan ini seing disebabkan oleh cedera tajam, berupa luka dada yang menghisap
(sucking chest wound). Gejala dan tanda yang timbul sesuai dengan ukuran kerusakan
pada dinding dada. Ventilasi normal melibatkan tekanan negatif rongga dada akibat
kontraksi diafragma. Saat udara melalui saluran nafas atas, paru akan berkembang.
Adanya luka terbuka yang besar pada dinding dada (lebih besar dari trakea kira-kira
seukuran jari kelingking penderita), aliran udara melalui dinding dada yang terbuka
ini menyebabkan bunyi menghisap, sehingga disebut luka dada yang menghisap.
Udara hanya akan mengalir masuk ke rongga pleura, tidak ke paru, sehingga oksigen
tidak dapat didistribusikan ke darah, yang selanjutnya akan berakibat hipoksia dan
gannguan ventilasi.
Penatalaksanaan open pneumothoraks
1. Pastikan jalan nafas terbuka
2. Tutup lobang pada dinding dada dengan material yang masih tersedia,misalnya
pada defibrillator, pembalut bervaselin, sarung tangan karet, atau lembaran
plastik. Penutupan yang dapat beresiko menimbulkan tension pneumothorax .
Untuk menghindari hal ini,plester 3 sisi penutup lobang dada supaya tercipta
semacam katup, udara dapat keluar tapi tidak dapat masuk rongga dada
3. Beri oksigen
4. Pasang monitor jantung, bila ada
5. Monitor saturasi oksigen dengan pulse oximeter
6. Rujuk dengan cepat ke rumah sakit yang tepat
Sekarang tersedia penutup luka dada (Asherman Chest Seal) dengan katup satu
arah yang saat ini merupakan benda terbaik untuk menutup luka dada terbuka.
Pasang segera chest tube dan diikuti dengan operasi untuk menutup lobang tadi.
3. Tension Pneumothorax
Cedera ini terjadi bilamana terbentuk katup satu arah akibat trauma tumpul maupun
tajam. Udara dapat masuk tetapi tidak dapat keluar dari rongga pleura,selanjutnya
akan menyebabkan peningkatan tekanan intratoracal sehingga paru yang terkena
kolaps dan mediastinum akan terdorong kesisi berlawanan. Tekanan ini akan
menyebabkan vena cava superior dan inferior kolaps sehingga venous return (aliran
20
balik vena) akan turun sampai hilang. Deviasi trachea dan mediastinum menjauhi sisi
yang mengalami tension pneumothorax, akan mengganggu ventilasi paru lainnya,
meskipun hal ini merupakan fenomena lanjut. Tanda-tanda klinis tension
pneumothorax termasuk dispneu,kecemasan , takipneu, suara nafas menurun, pada
perkusi terdengar hipersonor di sisi yang terkena hipotensidan distensi vena leher.
Deviasi trachea dijumpai pada fase lanjut (dan jarang) tapi bila tidak dijumpai tidak
berarti bukan tension pneumothorax. Pada 108 penderita tension pneumothorax dan
membutuhkan dekompresi dengan jarum tidak dijumpai adanya deviasi trachea.
Penurunan daya pegas/compliance paru (ditandai dengan terasa berat saat meremas
balon alat bag valve) sudah harus dicurigai kemungkinan terjadinya tension
pneumothorax.
Penatalaksanaan tension pneumothorax
1. Pastikan jalan nafas terbuka
2. Beri Oksigen konsentrasi tinggi
3. Monitor saturasi oksigen dengan pulse oksimeter
4. Segera rujuk ke rumah sakit yang tepat
5. Hubungi tempat tujuan pelayanan medis
Penderita harus dirujuk kerumah sakit dengan cepat sehingga dapat dilakukan
dekompresi dada. Chest tube juga perlu disediakan sesampainya di rumah sakit.
4. Hemothorax Masif
Terdapat darah di dalam cavum pleura disebut hemothorax. Hemothorax massif
terjadi bila sekurang-kurangnya 1500 ml darah terkumpul di cavum pleura. Setiap
rongga dada dapat menampung kurang lebih 3000 ml darah. Hemothorax massif lebih
sering disebabkan oleh trauma oleh trauma tajam dibandingkan trauma tumpul, tapi
kedua jenis trauma tersebut dapat merusak pembuluh darah besar paru atau sistemik.
Ketika darah terkumpul di cavum pleura, paru pada daerah yang cedera akan kolaps.
Bila darah yang terkumpul cukup banyak (jarang), mediastinum akan terdorong ke
sisi yang berlawanan. Vena cava superior dan inferior, serta paru kontralateral akan
terkompresi. Kehilangan darah selanjutnya akan berakibat hipoksemia.Tanda dan
gejala hemothorax massif disebabkan oleh hipovolemia dan gangguan respirasi.
Penderita dapat mengalami hipotensi akibat kehilangan darah, kompresi jantung dan
pembuluh darah besar. Gelisah dan kebingungan disebabkan oleh hipovolemia dan
hipoksemia. Tanda klinis syok hipovolemi mungkin sudah terlihat pembuluh vena
leher biasanya kempis akibat sekunder dari hipovolemia, tapi kadang juga bias
21
distensi akibat kompresi mediastinum. Tnada lain berupa suara nafas yang menurun
dan pada perkusi timbul suara pekak disisi paru yang terkena.
Penatalaksanaan Hemothorax
1. Pastikan jalan nafas terbuka
2. Beri oksigen aliran tinggi
3. Segera rujuk ke rumah sakit yang tepat
4. Monitor saturasi oksigen dengan pulse oksimeter
5. Hubungi tempat tujuan pelayanan medis
6. Flail Chest

Hal ini terjadi bila tiga atau lebih tulang rusuk yang berdekatan patah, sekurang
kurangnya pada dua tempat terpisah. Segmen patahan ini tidak terhubung lagi dengan
dinding dada. Dapat terjadi lateral atau anterior (terpisah dari sternum) flail chest.
Pada patah tulang rusuk posterior, susunan otot-otot yang padat mencegah terjadinya
flail chest. Flail segmen bergerak paradoksal dengan sisa dinding dada. Kekuatan
yang mengakibatkan flail chest juga akan mencederai paru, dan memar paruyang
timbul akan memperberat hipoksia. Pasien juga beresiko menderita hemothorax atau
pneumothorax. Flail segmen yang besar akan menimbulkan distress nafas yang nyata.
Nyeri pada cedera dinding dada memperberat gangguan nafas yang nyata. Nyeri pada
cedera dinding dada memperberat gangguan pernafasan yang telah ada akibat gerakan
paradoksal dan memar paru. Palpasi dada akan teraba krepitasi sebagai tambahan
gerakan nafas abnormal.

Penatalaksanaan flail chest

1. Pastikan jalan nafas terbuka


2. Beri oksigen
3. Bantu ventilasi bila perlu, harus diingat bahwa flail chest sering diikuti
pneumothorax
4. Monitor saturasi oksigen dengan pulse oksimeter
5. Segera rujuk ke rumah sakit yang tepat
6. Stabilisasi flail segmen dengan tekanan tangan, beri kain bersih lalu plester.
Tindakan ini tidak perlu terburu-buru dilakukan sebaiknya menunggu sampai
penderita stabil di atas backboard. Usahakan menjaga stabilisasi pada segmen flail
dengan tekanan manual selama melakukan roll.

22
7. Hubungi tempat tujuan pelayanan medis
8. Pasang monitor jantung bila alat tersedia, karena trauma miokardium ini juga
sering menyertai cedera ini.
5. Tamponade Jantung
Keadaan ini sering terjadi pada trauma tajam.Selaput pericardium merupakan
membran yang tidak elastis yang mengelilingi jantung. Bila terjadi penumpukan darah
pada rongga pericardium, ventrikel akan tertekan. Meskipun dalam jumlah sedikit ,
darah dalam rongga pericardium akan mengganggu pengisian jantung. Pada saat
tekanan kompresi pada ventrikel meningkat, pengisian darah ke jantung akan turun
sehingga cardia output menurun. Trias klasik tamponade jantung adalah hipotensi,
distensi vena leher, suara jantung terendam/menjauh/muffle (trias beck). Suara
jantung menjauh mungkin sulit dikenali dilapangan, namun bila anda mendengarkan
suara jantung saat survey primer adan akan memperhatikan perubahnnya kemudian.
Bila nadi korban pada saat inspirasi menghilang (pulsus paradoksus), mungkin korban
tersebut mengalami tamponade jantung. Diagnosis banding utama adalah tension
pneumothorax. Pada tamponade jantung , pasien dalam keadaan syok dengan posisi
trachea ditengah dan bunyi/suara nafas di paru kiri-kanan sama keras kecuali bila
tamponade jantung disertai pneumothorax atau hemothorax.
Penatalaksanaan tamponade jantung
1. Pastikan jalan terbuka dan beri oksigen
2. Tamponade jantung akan cepat berubah menjadi fatal dan tidak dapat ditangani
dilapangan , maka segera rujuk ke rumah sakit yang tepat.
3. Hubungi tempat tujuan pelayanan medis
4. Monitor saturasi oksigen dengan pulse oksimeter
5. Monitor jantung bila alat tersedia
6. Ruptur Aorta Traumatik
Merupakan penyebab kematian cepat tersering dari kecelakaan kendaraan
motor atau jatuh dari suatu ketinggian. 90 % penderita meninggal dengan segera.
Diagnosa dini dan pembedahan dapat menyelamatkan nyawa. Robekan aorta
torakalis biasanya akibat dari cedera deselerasi dengan jantung dan arcus aorta
yang tiba-tiba bergerak ke anterior (benturan ke 3), merobek aorta yang
sebelumnya berikatan ligamentum arteriosum . Pada 10% kasus tidak langsung
tampak perdarahan yang nyata, robekan aorta ini tertutup jaringan sekitarnya dan

23
lapisan adventitia. Tetapi ini hanya sementara dan tetap akan rupture dalam
beberapa jam bila tidak dilakukan pembedahan.
Diagnosa ruptur aorta traumatic sulit ditegakkan dilapangan , bahkan di rumah
sakit juga sering terlewatkan. Riwayat/mekanisme kecelakaan merupakan hal
yang sangat penting,karena pada banyak penderita tidak dijumpai tanda-tanda
trauma thorax yang nyata. Informasi seberapa parah mobil, kerusakan kemudi
dengan cedera deseleerasi atau ketinggian berapa penderita jatuh sangat penting.
Pada keadaan yang sangat jarang , mungkin didapatkan hipertensi anggota gerak
atas dan pulsasi yang berkurang pada tungkai bawah.
Penatalaksanaan
1. Pastikan jalan nafas terbuka
2. Beri Oksigen
3. Segera rujuk ke rumah sakit yang tepat
4. Hubungi tempat tujuan pelayanan medis
5. Monitor saturasi oksigen dengan pulse oximeter
6. Monitor jantung bila tersedia

2.2. LAPORAN PENDAHULUAN SYOK

2.2.1. Definisi Syok

Syok didefinisikan sebagai sindrom gangguan patofisiologi berat yang ketika


berlanjut menyebabkan perfusi jaringan yang buruk, hal ini dapat dikaitkan dengan
metabolisme sel yang tidak normal. Selain itu, syok merupakan kegagalan sirkulasi
perifer yang menyeluruh sehingga perfusi jaringan menjadi tidak adekuat.

2.2.2. Etiologi dan Klasifikasi Syok

Berdasarkan bermacam-macam sebab dan kesamaan mekanisme terjadinya,


syok dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu :

A. Syok Hipovolemik, diinduksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi


secara langsung karena perdarahan hebat atau tidak langsung karena
hilangnya cairan yang berasal dari plasma (misalnya diare berat,
pengeluaran urin berlebihan atau keringat berlebihan).

24
B. Syok Kardiogenik, disebabkan oleh kegagalan jantung yang melemah
untuk memompa darah secara adekuat.
C. Syok Distributif, disebabkan oleh vasodilatasi luas yang dicetuskan oleh
adanya zat-zat vasodilator. Terdapat tiga jenis syok vasogenik: Syok
septik dan Syok Anafilaktik yang dapat menyertai infeksi luas,
ditimbulkan oleh zat-zat vasodilator yang dikeluarkan oleh penyebab
infeksi. Demikian juga pengeluaran histhistamineg berlebihan pada reaksi
alergi hebat dapat menyebabkan vasodilatasi luas (syok anafilaktik) dan
syok neurogenik, vasodilatasi terjadi sebagai akibat kehilangan tonus
simpatis
D. Syok Obstruktif, syok yang diakibatkan adanya gangguan pada distribusi
volume sirkulasi baik pada perubahan resistensi pembuluh darah ataupun
akibat permeabilitasnya.

2.2.3. Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):

1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui
vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot
skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor
humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan
volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi
ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk
menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena
ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi
glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi
glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif

25
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah
jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh
tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun,
hipoksia jaringan, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk,
dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah melemah dan
tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik
(venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran
darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati
intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor
dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia
dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari
jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus
menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan
invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksikasi hepar Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas
sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di
jaringan.
3. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi meluas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas
syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa
darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya
respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

2.2.4. Pathway

26
2.2.5. Manifestasi Klinis

1. Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik


<100mmHg atau lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah diketahui.
2. Hipoperfusi perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.
3. Status mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.
4. Oliguria atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.
5. Asidosis metabolik.
6. Pemantauan hemodinamik :
a. Tekanan darah arteri
b. Tekanan vena sentral
c. Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk
pengukuran Pulmonary Catheter Wedge Presure (PCWP).
d. Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu kulit.
(Mansjoer, 2000)
2.2.6. Pencegahan Syok

1. Pencegahan primer
Perawat harus berperan dalam promosi kesehatan terkait pencegahan primer
yang dapat dilakukan pasien. Pencegahan ini adalah terkait faktor risiko syok
yang dapat diubah, yakni dengan menjalani gaya hidup sehat dan
mengkonsumsi makanan sehat.
Pencegahan lain yang dapat dilakukan pasien adalah dengan mengontrol

27
penyakit- penyakit yang dapat meningkatkan risiko syok kardiogenik, seperti
hipertensi, diabetes mellitus, dan dislipidemia. Edukasikan pada pasien yang
memiliki penyakit tersebut untuk minum obat secara teratur, tidak putus obat,
serta kontrol teratur.
2. Pencegahan sekunder
Promosi kesehatan untuk pencegahan sekunder pada pasien syok dengan
mempersiapkan obat pada pasien untuk dikonsumsi saat terjadi gejala awal.
3. Pencegahan tersier

 Memberhentikan Pendarahan yang terjadi


 Memberikan cairan yang cukup sesuai perdarahan yang keluar
 Lakukan pemasangan infus dengan mengguyur agar cairan yang masuk
sesuai dengan cairan yang keluar
 Menghindari terjadinya luka bakar
 Banyak minum air putih minimal 2 giga 3 liter per hari.
2.2.7. Penatalaksanaan

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk


memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.

1. Airway dan Breathing


Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a. Jaga dan pertahankan jalan nafas tetap bebas
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg
c. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan bila ada
sekresi.
d. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat
bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).
e. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen
dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi

28
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin. Pemberian
Cairan :
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-
mual, muntah, kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat
trauma pada perut serta kepala (otak) karena bahaya terjadinya
aspirasi cairan ke dalam paru.
b. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma
atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
c. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis
cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti
dengan larutan isotonik.
d. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
cairan yang berlebihan.
e. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian
cairan berlebihan yang akan membebani jantung.
f. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ
majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat
canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, dan
pemeriksaan analisa gas darah Obat-obatan inetropik untuk
mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung tanpa menambah
konsumsi oksigen miocard.
1) Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
2) Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
3) Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
4) Dobtanine : meningkatkan cardiak output.

29
5) Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas
jantung, menurunkan tekanan pembuluh darah sitemik.
3. Letakkan pasien dalan “posisi syok” yaitu mengangkat kedua
tungkai lebih tinggi dari jantung
4. Bila pasien syok karena perdarahan, lakukan penghentian
sumber perdarahan yang tampak dari luar dengan melakukan penekanan,
di atas sumber perdarahan (Mansjoer, 2000)

2.2.8. Komplikasi

1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

2.3. ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN SYOK

1. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk
mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu
untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.
b. Breathing
frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi
suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan
kaji adanya trauma pada dada.
c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup
besar dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat
dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di kepala,
leher dan ekstremitas. Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen
pada fase pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita)

30
dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas inferior, tetapi alat
ini tidak boleh mengganggu pemasangan infus. Pembidaian dan spalk-traksi
dapat membantu mengurangi perdarahan pada tulang panjang.
d. Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan tingkat
kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Data ini diperlukan untuk menilai perfusi otak
1) Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat
sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau orang yang mengetahui
kejadiannya
b. Keluhan utama
Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah dan mual,
kejang-kejang.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Riwayat trauma (banyak perdarahan)
b. Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
c. Riwayat infeksi (suhu tinggi)
d. Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
e. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien
sebelumnya.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara,
karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia), Warna pucat
(kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok
hemoragi terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada
syok septik).
2) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi
pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau
meninggi pada awal syok septik)
31
3) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi)
kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika
kondisi menjelek)
5) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan
orientasi menurun, sopor sampai koma.
6) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
7) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada
awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui).
Alkalosis respirasi akibat takipnea
8) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik,
meninggi pada syok kardiogenik
9) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun
(penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran
pintas di paru)
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,
kreatinin, glukosa darah.
2) Analisa gas darah
3) EKG
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien syok antara lain (Santosa, 2005):
a. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load
dan afterload, kontraktilitas jantung.
b. Perfusi jaringan tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan
konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2,
gangguan aliran arteri dan vena
c. Defisit Volume Cairan Berhubungan dengan:Kehilangan volume cairan secara
aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan.

4. Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan

32
Diagnosa Tujuan dan Kriteria intervensi
Keperawatan/Masalah Hasil
Kolaborasi
Penurunan curah NOC : NIC :
jantung b/d gangguan - Cardiac Pump - Evaluasi adanya nyeri
irama jantung, stroke effectiveness dada
volume, pre load - Circulation - Catat adanya disritmia
dan afterload, Status jantung
kontraktilitas jantung. - Vital Sign - Catat adanya tanda dan
Status gejala penurunan
DO/DS: - Tissue cardiac putput
- Aritmia, perfusion: - Monitor status
takikardia, perifer pernafasan
bradikardia - Monitor balance cairan
- Palpitasi, Setelah dilakukan - Monitor respon pasien
oedem asuhan Selama terhadap efek
- Kelelahan .................penurunan pengobatan
- Peningkatan/pen kardiak antiaritmia
urunan JVP output klien teratasi - Atur periode latihan
- Distensi vena dengan kriteria hasil: dan istirahat untuk
jugularis - Tanda Vital menghindari
- Kulit dingin dan dalam rentang Kelelahan
lembab normal - Monitor adanya
- Penurunan (Tekanan darah, dyspneu, fatigue,
denyut nadi Nadi,respirasi) tekipneu dan ortopneu
perifer - Dapat - Monitor TD, nadi,
- Oliguria, kaplari mentoleransi suhu, dan RR
refill lambat aktivitas, tidak - Monitor VS saat
Nafas ada kelelahan pasien berbaring,
pendek/sesak - Tidak ada duduk, atau berdiri
nafas edema paru, - Monitor TD, nadi,
- Perubahan perifer, dan RR, sebelum,
warna kulit tidak ada asites selama, dan
- Batuk, bunyi - Tidak ada setelah aktivitas
jantung S3/S4 penurunan - Monitor jumlah,
- Kecemasan kesadaran bunyi dan irama
- AGD dalam jantung
batas normal - Monitor frekuensi
- Tidak ada dan irama
distensi vena pernapasan
leher - Monitor suhu,
- Warna kulit warna, dan
normal kelembaban kulit
- Monitor sianosis
- Monitor adanya
tekanan nadi yang
melebar,bradikardi
, peningkatan
sistolik
Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :

33
efektif b/d gangguan - Cardiac pump - Monitor nyeri dada
afinitas Hb oksigen, Effectiveness (durasi, intensitas dan
penurunan konsentrasi Circulation faktor-faktor
Hb, Hipervolemia, status presipitasi)
Hipoventilasi, gangguan - Tissue Prefusion - Observasi perubahan
transport O2, : cardiac, ECG
gangguan aliran arteri periferal - Auskultasi suara
dan vena DS: - Vital Sign Statusl jantung dan paru
- Nyeri dada - Monitor irama dan
- Sesak nafas Setelah dilakukan jumlah denyut jantung
DO asuhan selama… - Monitor angka PT,
- AGD ketidakefektifan PTT dan AT
abnormal perfusijaringan - Monitor elektrolit
- Aritmia kardiopulmonal teratasi (potassium dan
- Bronko dengan kriteria hasil: magnesium)
spasme - Monitor status cairan
- Kapilare refill - Tekanan - Evaluasi oedem perifer
> 3 dtk systole dan dan denyut nadi
- Retraksi dada diastole dalam - Monitor peningkatan
- Penggunaan otot- rentang yang kelelahan dan
otot tambahan diharapkan kecemasan
- CVP dalam - Jelaskan pembatasan
batas normal intake kafein, sodium,
- Nadi perifer kolesterol dan lemak
kuat dan - Kelola pemberian
simetris obat- obat: analgesik,
- Tidak ada anti koagulan,
oedem perifer - nitrogliserin,
dan Asites vasodilator dan
- Denyut diuretik.
jantung, AGD, - Tingkatkan istirahat
ejeksi (batasi pengunjung)
- fraksi dalam
batas normal
- Bunyi jantung
abnormal tidak
ada
- Nyeri dada
tidak ada
- Kelelahan yang
ekstrim tidak
ada
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Berhubungan - Fluid balance - Pertahankan catatan
dengan:Kehilangan - Hydration intake dan output yang
volume cairan secara - Nutritional Status akurat
aktif, Kegagalan : Food and Fluid - Monitor status hidrasi
mekanisme pengaturan Intake - nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika
DS : diperlukan Monitor

34
- Haus hasil lab yang sesuai
Setelah
dengan retensi cairan
dilakukan
DO: tindakan - (BUN , Hmt ,
- Penurunan turgor keperawatan osmolalitas urin,
kulit/lidah selama…. defisit albumin, total protein
- Membran volume )
mukosa/kulit cairan teratasi - Monitor vital sign
kering dengan kriteria setiap 15menit – 1 jam
- Peningkatan hasil: - Kolaborasi
denyut nadi, pemberian cairan
penurunan - Mempertahankan IV
tekanan darah, urine output sesuai - Monitor status nutrisi
penurunan dengan usia dan - Berikan cairan oral
- volume/tekanan BB, BJ - Berikan penggantian
nadi urine normal, nasogatrik sesuai
- Pengisian vena - Tekanan darah, output (50 –
menurun nadi, suhu tubuh - 100cc/jam)
- Perubahan status dalam batas - Persiapan untuk
mental normal tranfusi
- Konsentrasi urine - Tidak ada tanda - Pasang kateter jika
meningkat tanda dehidrasi, perlu
- Temperatur - Elastisitas turgor - Monitor intake dan
- tubuh meningkat kulit baik, urin output setiap 8
- Kehilangan berat - Membran jam
badan secara mukosa lembab,
tibatiba tidak ada rasa
- Penurunan urine haus yang
output berlebihan
- HMT meningkat - Orientasi
- Kelemahan terhadap waktu
dan tempat baik
- Jumlah dan
irama
pernapasan
dalam batas
normal
- Elektrolit, Hb,
Hmt dalam batas
normal pH urin
dalam batas
normal
- Intake oral dan
intravena
adekuat

35
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas
dan efisiensi kerja kita pada menit-menit pertama pasien mengalami syok. Diagnosis
syok (shock) secara cepat dapat ditegakkan dengan tidak teraba atau melemahnya
nadi radialis/ karotis, pasien tampak pucat, perabaan pada ekstremitas teraba dingin,
basah dan pucat serta memanjangnnya waktu pengisian kapiler (capillary refill time
> 2 detik). Syok merupakan suatu gangguan sirkulasi akibat penghantaran oksigen

36
ke jaringan atau perfusi yang tidak adekuat, ditandai dengan penurunan tahanan
vaskuler sistemik terutama di arteri, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian
ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung (George et al., 2009; Guyton dan Hall,
2010; Sinniah, 2012; Schwarz et al., 2014). Seseorang dikatakan syok bila terdapat
ketidakcukupan perfusi oksigen dan nutrisi ke sel- sel tubuh. Kegagalan
memperbaiki perfusi sehingga menyebabkan kematian sel yang progressif, gangguan
fungsi organ dan akhirnya
kematian penderita.
Asuhan keperawatan dengan kasus Syok memerlukan tindakan cepat sebab
penderita berada pada keadaan Gawat darurat, obat-obat emergensi dan alat bantu
resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena
kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ
tubuh menetap.
3.2 SARAN
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang akan menjadi
seorang perawat mampu mengenali tanda dan gejala syok ketika menemukan klien
yang mengalami syok sehingga dapat melakukan pertolongan segera. Dan
mahasiswa mampu mengaplikasikan teori kegawat daruratan syok sehingga mampu
mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah syok.

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.
Mansjoer, arif. Dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media aesculapius.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Zmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C. 1997. Diagnosis and

37
Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of
Critical
American College of Surgeon (2004). Advance Trauma Life Support. Edisi 7.
Diterjemahkan dan dicetak oleh komisi trauma IKABI
April Purwanto, dkk (2013). Materi Pelatihan General Emergency Life Support edisi
XII. RSUD dr Soetomo Surabaya.
Gadar Medik Indonesia (2013). Materi Pelatihan Basic Cardiac Trauma Life Support.
Jakarta
https://www.academia.edu/33952135/Syok_makalah

38

You might also like