Professional Documents
Culture Documents
NIM : 21909
Mata Kuliah : Hukum Tata Negara
Dosen : Hanafi Tanawijaya, SH.,MH
Tugas : Rangkuman BAB II. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia
1
2. Algemene Maatsregelen van Bestuur (AmvB), dibentuk oleh mahkota
sendiri;
3. Ordonnantie, dibentuk oleh Gubernur Jendral bersama-sama
dengan Volksraad;
4. Reggering Verordeningen (RV), peraturan yang dibentuk oleh Gubernur
Jendral sendiri.
Pada masa Hindia Belanda ini sistem pemerintahan yang dilaksanakan
adalah Sentralistik. Asas yang dipergunakan adalah dekonsentrasi yang
dilaksanakan dengan seluas-luasnya.
2
Dari pembagian wilayah ini membuktikan bahwa pada masa pendudukan
Jepang paham militeristik menjadi model bagi pengaturan sistem
ketatanegaraan di Indonesia.
Salah satu peraturan yang menjadi salah satu sumber hukum tata negara
Republik Indonesia sebelum Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah
Undang-Undang No.40 Osamu Seirei tahun 1942. Osamu Seirei adalah
peraturan atau Undang-Undang yang cenderung berbau otoriter/pemaksaan.[2]
3
Terbentuknya negara RIS diawali dari Konferensi Meja Bundar anatara
Belanda dan Indonesia di Den Haag dari tanggal 23 Agustus - 2 November
1949, Dalam konfrensi tersebut disepakati tiga hal yaitu:
1. Mendirikan Negara RIS
2. Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang berisi tiga hal yaitu: (a) piagam
penyerahan kedaulatan dari kerajaan Belanda kepada pemerintahan RIS, (b)
status uni, (c) persetujuan perpindahan.
3. Mendirikan uni antara RIS dan kerajaan Belanda
4
April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei
1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara
menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan
setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah
suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada
tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal
mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses
yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD. Pada 5 Juli 1959
pukul 17. 00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam
upacara resmi di Istana Merdeka.
5
Dengan demikian sejak berlakunya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UUD 1945
belum dapat dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Banyak penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi,seperti :
1. lembaga-lembaga Negara seperti MPR, DPR dan DPA belum dibentuk
berdasarkan Undang-undang serta lembaga-lembaha yang ada masih bersifat
sementata.
2. Pengangkatan Presiden Soekarno sebagai Presiden seumur hidup melalui
ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963.
6
b. Pengutamaan Golongan Karya
c. Magnifikasi kekuasaan di tangan ekskutif.
d. Diteruskannya system pengangkatan dalam lembaga-lembaga perwakilan
rakyat.
e. Kebijakan depolitisasi khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masa
mengambang (floating mass);dan
f. Kontrol Abriter atas kehidupan pers.
Disamping itu juga disarankan oleh Presiden Soeharto agar partai-partai
mempergunakan asas Pancasila dan UUD 19945 . Berdasarkan gagasan
inilah,maka disarankan pembentukan dua kelompok, yaitu :
a. Kelompok materiil-sprituil yang terdiri atas partai—partai yang menekankan
pembangunan matteriil tanpa mengabaikan aspek sprituil . Kelompokk ini
terdiri dari PNI,Murba,IPKI,partai katolik , Parkindo.
b. kelompok sprituil materiil yang terdiri dari partai-partai yang menekankan
pembangunan.
Disamping kedua kelompok partai tersebut ternayata terdapat golongan-
golongan fungsional yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu kelompok
partai tersebut. Golongan –golongan fungsional ini akhirnya membentuk
kelompok sendiri yang disebut GOLKAR (GOLONGAN KARYA ). Kondisi
semacam ini mengakibatkan adanya tiga fenomena ketatanegaraan di
Indonesia,yaitu:
1. Sistem Ketatanegaraan yang dijalankan pada waktu itu lebih menekankan pada
stabilitas politik dan memang berhasil.
2. Terjadinya pemasungan hak-hak politik bagi warganegara,khususnya dalam
hal berserikat atau berkumpul karena adanya pembatasan partai politik dan
pengawasan terhadap seluruh organisasi kemasyarakatan seluruh organisasi
kemasyrakatan ,termasuk pengawasan terhadap Media massa.
3. Terpilihnya Suharto sebagai presiden yang berulang kali mengakibatkan
karakter kepemimpinan makin lama semakin otoriter dan tidak terkontrol,
akibatnya gejala Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme semakin merajalela.
7
5. Ketatanegaraan Indonesia Setelah Reformasi 1998: Menuju Konsolidasi
Sistem Demokrasi.
Dengan tumbangnya rezim Orde Baru, maka dimulailah penataan sistem
ketatanegaraan menuju konsolidasi sistem demokrasi di Indonesia. Konsolidasi
yang paling penting disini tidak lain adalah dengan melakukan perubahan dan
penggantian berbagai peraturan perundang-undangan yang dirasa tidak
memberikan ruang gerak bagi kehidupan demokrasi dan prinsip-prinsip kedaulatan
rakyat. Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud antara lain:
Ketetetapan MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Reperendum;
Undang-Undang No. 5 tahun 1985 Tentang Referendum;
Undang-Undang No. 5 tahun 1974 Tentang Pemerintahan Di daerah;
Paket Undang-Undang Bidang Politik (UU Susduk MPR, DPR, DPRD,UU
Pemilihan Umum, dan UU Politik dan Golongan Karya).
Di samping melakukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan
tersebut diatas maka sesuai amanat reformasi, dilakukanlah langkah-langkah untuk
mengamanden UUD 1945. Amandemen UUD 1945 merupakan prasyarat utama
bagi terselenggaranya sistem ketatanegaraan yang demokratis. Hal ini mengingat
sistematika yang tertuang didalam UUD 1945 tidak memberikan ruang yang cukup
untuk mengembangkan konsep demokrasi pemerintahan dan prinsip Negara yang
berkedaulatan rakyat.
Dengan rangka melaksanakan amandemen UUD 1945, MPR menggunakan
dasar hukum pasal 37 UUD 1945. Berkaitan dengan hal inilah, maka dalam kurun
waktu 1999 sampai dengan tahun 2002, dalam setiap tahunnya MPR melakukan
pengesahan terhadap hasil-hasil amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh
panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR. Pengesahan tersebut dilakukan sebanyak 4
kali, yakni setiap MPR melakukan sidang tahunan pada bulan Agustus tahun 1999,
2000, 2001, dan 2002.
8
Setelah amandemen IV UUD 1945 dikukuhkan pada sidang tahunan MPR
Tahun 2000 maka sistem ketatanegaraan Indonesia secara singkat dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Bentuk (bangunan) Negara kesatuan tetap dipertahankan dan sudah merupakan
keputusan yang final;
Sistem pemerintahan Negara republik Indonesia adalah sistem presidensiil
murni, dimana presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat yang
calonnya diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang
memperoleh 20% kursi di DPR-RI atau 25% memperoleh suara sah dalam pemilu
legislatif
Sistem keparlemenan mempergunakan soft bicameral system, bahkan bisa
dianggap sistem keparlemenan dengan 3 kamar, karena MPR, DPR dan DPD
masing-masing memiliki wewenang sendiri-sendiri serta masing-masing
mempunyai ketua;
Seluruh anggota parlemen (DPR dan DPD) dipilih melalui pemilihan umum.
Tidak dikenal lagi adanya cara penunjukan atau pengangkatan;
Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi mernjadi lembaga tertinggi
Negara melainkan hanya merupakan sarana bergabungnya DPR dan DPD.
Wewenang dari lembaga ini hanya mengubah UUD, mengangkat atau melantik
presiden dan wakil presiden hasil pemilihan umum, memberhentikan presiden
dan/atau wakil presiden jika menurut keputusan mahkamah konstitusi dianggap
telah melakukan pelanggaran hukum berat;
Sistematika UUD 1945 hanya terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal;
hubungan alat perlengkapan Negara dalam garis vertikal mempergunakan asas
desentralisasi dan tugas pembantuan dengan otonomi luas;
Dijumpai adanya mahkamah konstitusi yang mempunyai wewenang untuk
melakukan judicial review undang-undang terhadap UUD 1945 penyelesaian
sengketa pemilihan umum, memeriksa presiden dan/atau wakil presiden atas
pemerintahan DPR, jika mereka dianggap telah melakukan pelanggaran dihukum
berat, dan menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga Negara.
9
Dari gambaran sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat ditarik garis
pemahaman bahwa sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, konsolidasi
sistem demokrasi terus dilakukan dengan berbagai pasang surut yang terkandung
didalamnya. Hal ini membuktikan bahwa konsolidasi sistem demokrasi di
Indonesia masih terus mencari bentuk yang paling ideal dan sesuai dengan jiwa
bangsa Indonesia.
Proses konsolidasi sIstem demokrasi yang terus berlanjut ini memang
memberikan kesan kuat bahwa langkah-langkah eksperimentasi sistem
ketatanegaraan Indonesia terus dilakukan. Hal ini wajar, karena membangun
sistem, demokrasi tidak akan pernah selesai. Mengingat demokrasi itu sendiri
bukanlah suatu tujuan melainkan merupakan hanya sarana untuk mencapai tujuan
yang di cita-citakan bangsa Indonesia sebaimana terangkum dalam pembukaan
UUD 1945.
B. Kesimpulan
Sejarah ketatanegaraan Indonesia sudah terjadi sejak masa pra Proklamasi
kemerdekaan yang dimana ada beberapa perubahan sistem ketatanegaraan. Pada
masa penjajahan sistem ketatanegaran Indonesia masih diperlakukan oleh
kekuasaan para penjajah. Pada masa pasca Proklamasi Indonesia sudah mulai
membenah dalam sistem ketatanegaraan yang buktinya telah terjadi beberapa
sitem ketatanegaraan yang telah ditetapkan seperti pemberlakuan UUD 1945 pada
tanggal 18 Agustus 1945, Konstitusi Indonesia Serikat, Undang-Undang Dasar
Negara Sementara Tahun 1950, Sistem ketatanegaraan Orde Baru, dan yang
terbaru setelah Reformasi menuju Konsolidasi sistem Demokrasi.
10