You are on page 1of 10

Nama : Azkah Apriani

NIM : 21909
Mata Kuliah : Hukum Tata Negara
Dosen : Hanafi Tanawijaya, SH.,MH
Tugas : Rangkuman BAB II. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia

A. PERIODESASI SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA


1. Periode Sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
a. Masa Penjajahan Belanda
Indonesia pada masa ini kekuasaan tertingginya ada di tangan Raja Hindia
Belanda. Dan dibantu oleh Gubernur Jendral sebagai pelaksana. Raja Belanda
bertanggung jawab kepada parlemen. Ini menunjukan sitem pemerintahan  yang
dipergunakan di negeri Belanda adalah sistem Parlementer Kabinet.
Adapun peraturan perundang-undangan kerajaan Belanda 1983 adalah:
a. UUD Kearajaan Belanda 1983
1. Pasal 1: Indonesia merupakan bagian dari Kerajaan Belanda;
2. Pasal 62: Ratu Belanda memegang pemerintahan tertinggi atas
Pemerintahan Indonesia, dan Gubernur Jendral atas nama Ratu
Belanda  mejalankan Pemerintahan Umum;
3. Pasal 63: Ketatanegaraan Indonesia ditetapkan dengan Undang-
Undang, soal-soal intern Indonesia diserahkan pengaturannya kepada
badan-badan di Indonesia, kecuali ditentukan lain dengan Undang-
undang.
b. Indische Staatsregeling  (IS)
IS merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Adapun bentuk-
bentuk peraturan perundang-undangan disebut Algemene
Verordeningen (Pearaturan Umum), yang dikenal dimasa berlakunya IS,
adalah:
1. Wet: dibentuk oleh badan pembentuk Undang-Undang Negeri Belanda,
yaitu mahkota dan Parlemen;

1
2. Algemene Maatsregelen van Bestuur (AmvB), dibentuk oleh mahkota
sendiri;
3. Ordonnantie, dibentuk oleh Gubernur Jendral bersama-sama 
dengan Volksraad;
4. Reggering Verordeningen (RV), peraturan yang dibentuk oleh Gubernur
Jendral sendiri.
Pada masa Hindia Belanda ini sistem pemerintahan yang dilaksanakan
adalah Sentralistik. Asas yang dipergunakan adalah dekonsentrasi yang
dilaksanakan dengan seluas-luasnya.

b. Masa Pendudukan Bala Tentara Jepang.


Dalam sejarah perang asia timur raya, dapat digambarkan bahwa
kedudukan Jepang di Indonesia adalah :
a. Sebagai penguasa pendudukan. Jepang hanya meneruskan kekuasaan
Belanda atas Hindia Belanda. Namun kekuasaan tertinggi tidak lagi ada di
tangan pemerintah Belanda, melainkan diganti oleh kekuasaan bala tentara
Jepang.
b. Jepang berusaha mengambil simpati dari bangsa-bangsa yang ada
dikawasan asia timur raya termasuk Indonesia denga menyebut dirinya
sebagai Saudara tua.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang, wilayah Indonesia dibagi
menjadi tiga wilayah besar yaitu :
a) Pulau Sumatera dibawah kekuasaan Pembesar Angkatan darat Jepang
dengan pusat kedudukan di Bukittinggi.
b) Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Angkatan darat yang berkedudukan
di Jakarta.
c) Daerah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut yang
berkedudukan di Makasar.

2
Dari pembagian wilayah ini membuktikan bahwa pada masa pendudukan
Jepang paham militeristik menjadi model bagi pengaturan sistem
ketatanegaraan di Indonesia.
Salah satu peraturan yang menjadi salah satu sumber hukum tata negara
Republik Indonesia sebelum Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah
Undang-Undang No.40 Osamu Seirei tahun 1942. Osamu Seirei adalah
peraturan atau Undang-Undang yang cenderung berbau otoriter/pemaksaan.[2]

2. Periode setelah proklamasi 17 Agustus 1945


a. Pasca pemberlakuan UUD 1945 sejak 18 Agustus 1945
Sehari setelah proklamasi 17 Agustus 1945, UUD 1945 disahkan pertama
kali oleh PPKI, pada saat itu dimulailah babak baru penyelenggaraan
ketatanegaraan. Dengan adanya usaha-usaha sebagai berikut:
1. Menetapkan UUD Negara Republik Indonesia
2. Penetapan Soekarno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden
oleh PPKI
3. Pembentukan Dapartemen-dapatemen oleh Presiden
4. Pengangkatan anggota KNIP
5. Pembentukan delapan provinsi oleh PPKI.
Proklamasi terus mengalami kemajuan, pada tanggal 16 Oktober 1945
Wakil Presiden menerbitkan Maklumat Wakil Presiden No. X Tahun 1945 yang
berisi:
1. KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) diserahi kekuasaan legislatif dan
ikut membuat atau menetapkan Garis-garis Besar daripada Haluan Negara
sebelum terbentuknya MPR dan DPR
2. Pekerjaan sehari-hari KNIP dilakukan oleh Badan Pekerja KNIP.
3. KNIP bersama-sama Presiden menetapkan Undang-Undang yang boleh
mengenai segala urusan pemerintah.

b. Ketatanegaraan di Bawah Konstitusi Indonesia Serikat

3
Terbentuknya negara RIS diawali dari Konferensi Meja Bundar anatara
Belanda dan Indonesia di Den Haag dari tanggal 23 Agustus - 2 November
1949, Dalam konfrensi tersebut disepakati tiga hal yaitu:
1. Mendirikan Negara RIS
2. Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang berisi tiga hal yaitu: (a) piagam
penyerahan kedaulatan dari kerajaan Belanda kepada pemerintahan RIS, (b)
status uni, (c) persetujuan perpindahan.
3. Mendirikan uni antara RIS dan kerajaan Belanda

Negara Serikat yang berbentuk federal merupakan baentukan dari Belanda


seperti Negara Indonesia Timur, Negara Sumatra Timur, Negara Pasundan,
Negara Sumatra Selatan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, dan lain-lain.
Akan tetapi walaupun berbentuk Negara Serikat yang terpisah-pisah rakyat
tetap merasakan sebagai Negara kesatuan yang tujuan  utamanya mempertahan
Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.

c. Ketatanegaraan di Bawah Undang Undang Dasar Sementara 1950


UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1950, tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat,
menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang
Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara,
menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun
konstitusi baru. Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan
Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada
kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang
diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk
kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden
Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22

4
April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei
1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara
menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan
setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah
suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada
tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal
mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses
yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD. Pada 5 Juli 1959
pukul 17. 00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam
upacara resmi di Istana Merdeka. 

3. Ketatanegaraan dibawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


(Dekrit presiden 5 Juli 1959).
Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945, serta mengingat bahwa lembaga-
lembaga Negara sebagaimana digariskan oleh UUD 1945 belum lengkap, maka
dilakukanlah beberapa langkah sebagai berikut:
1. Pembaharuan susunan Dewan Perwakilan Rakyat melalui penetapan presiden
No.3 Tahun 1960.
2. Penyusunan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dengan
penetapan presiden No.5 Tahun 1960 yang antara lain menentukan bahwa
anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat diberhentikan dengan hormat dari
jabatanny terhitung mulai tanggal pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong
Royong oleh Presiden.
3. Untuk melaksanakan dekrit presiden oleh presiden dikeluarkan penetapan
presiden No.2 Tahun 1959 : tentang majelis permusyawaratan rakyat sementara
dan dilanjutkan dengan
4. Penyusunan majelis permusyawaratan rakyat sementara dengan penetapan
presiden No.12 Tahun 1960.
5. Dikeluarkan penetapan presiden No.3 Tahun 1959 tentang Dewan
Pertimbangang sementata.

5
Dengan demikian sejak berlakunya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UUD 1945
belum dapat dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Banyak penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi,seperti :
1. lembaga-lembaga Negara seperti MPR, DPR dan DPA belum dibentuk
berdasarkan Undang-undang serta lembaga-lembaha yang ada masih bersifat
sementata.
2. Pengangkatan Presiden Soekarno sebagai Presiden seumur hidup melalui
ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963.

Sejarah ketatanegaraan indonesia mencatat bahwa penyimpangan konstitusi


ini mencapai puncaknya dibidang politik dengan terjadinya pemberontakan G30 S
PKI. Peristiwa G 30 S PKI telah menimbulkan kekacauan sosial budaya dan
instabilitas pemerintahan serta meninggalkan sejarah hitam dalam peta politik dan
hukum ketatanegaraan indonesia. Puncak pada peristiwa ini adalah jatuhnya
Legitimasi Presiden Soekarno dalam memegang tampak kepemimpinan nasional.
legitimasi tersebut semakin terpuruk dengan dikeluarkannya surat pemerintah 11
Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang pada hakikatnya merupakan perintah Presiden
Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengembalikan segala tindakan
dalam menjamin keamanan dan ketentraman serta stabilitas jalannya pemerintah.
Keberadaan SUPERSEMAR itu sendiri sampai sekarang masih tetap misterius,
bahkan penerbitan SUPERSEMAR itu sendiri kemunculannya dari kontroversi
sejarah yang berbeda-beda

4. Ketatanegaraan Indonesia Pada Masa Orde Baru.


Di era ini konsentrasi penyelenggaraan pemerintahan negara menitik
beratkan pada aspek stabilitas politik. Dalam rangka menunjang pembangunan
nasional. Maka dilakukanlah upaya-upaya pembenahan system ketatanegaraan dan
format politik dengan menonjolkan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Konsep Dwi Fungsi ABRI

6
b. Pengutamaan Golongan Karya
c. Magnifikasi kekuasaan di tangan ekskutif.
d. Diteruskannya system pengangkatan dalam lembaga-lembaga perwakilan
rakyat.
e. Kebijakan depolitisasi khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masa
mengambang (floating mass);dan
f. Kontrol Abriter atas kehidupan pers.
Disamping itu juga disarankan oleh Presiden Soeharto agar partai-partai
mempergunakan asas Pancasila dan UUD 19945  . Berdasarkan gagasan
inilah,maka disarankan pembentukan dua kelompok, yaitu :
a. Kelompok materiil-sprituil yang terdiri atas partai—partai yang menekankan
pembangunan matteriil tanpa mengabaikan aspek sprituil . Kelompokk ini
terdiri dari PNI,Murba,IPKI,partai katolik , Parkindo.
b. kelompok sprituil materiil yang terdiri dari  partai-partai yang menekankan
pembangunan.
Disamping kedua kelompok partai tersebut ternayata terdapat golongan-
golongan fungsional yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu kelompok
partai tersebut. Golongan –golongan fungsional ini akhirnya membentuk
kelompok sendiri yang disebut GOLKAR (GOLONGAN KARYA ). Kondisi
semacam ini mengakibatkan adanya tiga fenomena ketatanegaraan di
Indonesia,yaitu:
1. Sistem Ketatanegaraan yang dijalankan pada waktu itu lebih menekankan pada
stabilitas politik dan memang berhasil.
2. Terjadinya pemasungan hak-hak politik bagi warganegara,khususnya dalam
hal berserikat atau berkumpul karena adanya pembatasan partai politik dan
pengawasan terhadap seluruh organisasi kemasyarakatan seluruh organisasi
kemasyrakatan ,termasuk pengawasan terhadap Media massa.
3. Terpilihnya Suharto sebagai presiden yang berulang kali mengakibatkan
karakter kepemimpinan makin lama semakin otoriter dan tidak terkontrol,
akibatnya gejala Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme semakin merajalela.

7
5. Ketatanegaraan Indonesia Setelah Reformasi 1998: Menuju Konsolidasi
Sistem Demokrasi.
Dengan tumbangnya rezim Orde Baru, maka dimulailah penataan sistem
ketatanegaraan menuju konsolidasi sistem demokrasi di Indonesia. Konsolidasi
yang paling penting disini tidak lain adalah dengan melakukan perubahan dan
penggantian berbagai peraturan perundang-undangan yang dirasa tidak
memberikan ruang gerak bagi kehidupan demokrasi dan prinsip-prinsip kedaulatan
rakyat. Peraturan  Perundang-undangan yang dimaksud antara lain:
Ketetetapan MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Reperendum;
Undang-Undang No. 5 tahun 1985 Tentang Referendum;
Undang-Undang No. 5 tahun 1974 Tentang Pemerintahan Di daerah;
Paket Undang-Undang Bidang Politik (UU Susduk MPR, DPR, DPRD,UU
Pemilihan Umum, dan UU Politik dan Golongan Karya).
Di samping melakukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan
tersebut diatas maka sesuai amanat reformasi, dilakukanlah langkah-langkah untuk
mengamanden UUD 1945. Amandemen UUD 1945 merupakan prasyarat utama
bagi terselenggaranya sistem ketatanegaraan yang demokratis. Hal ini mengingat
sistematika yang tertuang didalam UUD 1945 tidak memberikan ruang yang cukup
untuk mengembangkan konsep demokrasi pemerintahan dan prinsip Negara yang
berkedaulatan rakyat.
Dengan rangka melaksanakan amandemen UUD 1945, MPR menggunakan
dasar hukum pasal 37 UUD 1945. Berkaitan dengan hal inilah, maka dalam kurun
waktu 1999 sampai dengan tahun 2002, dalam setiap tahunnya MPR melakukan
pengesahan terhadap hasil-hasil amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh
panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR. Pengesahan tersebut dilakukan sebanyak 4
kali, yakni setiap MPR melakukan sidang tahunan pada bulan Agustus tahun 1999,
2000, 2001, dan 2002.

8
Setelah amandemen IV UUD 1945 dikukuhkan pada sidang tahunan MPR
Tahun 2000 maka sistem ketatanegaraan Indonesia secara singkat dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Bentuk (bangunan) Negara kesatuan tetap dipertahankan dan sudah merupakan
keputusan yang final;
Sistem pemerintahan Negara republik Indonesia adalah sistem presidensiil
murni, dimana presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat yang
calonnya diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang
memperoleh 20% kursi di DPR-RI atau 25% memperoleh suara sah dalam pemilu
legislatif
Sistem keparlemenan mempergunakan soft bicameral system, bahkan bisa
dianggap sistem keparlemenan dengan 3 kamar, karena MPR, DPR dan DPD
masing-masing memiliki wewenang sendiri-sendiri serta masing-masing
mempunyai ketua;
Seluruh anggota parlemen (DPR dan DPD) dipilih melalui pemilihan umum.
Tidak dikenal lagi adanya cara penunjukan atau pengangkatan;
Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi mernjadi lembaga tertinggi
Negara melainkan hanya merupakan sarana bergabungnya DPR dan DPD.
Wewenang dari lembaga ini hanya mengubah UUD, mengangkat atau melantik
presiden dan wakil presiden hasil pemilihan umum, memberhentikan presiden
dan/atau wakil presiden jika menurut keputusan mahkamah konstitusi dianggap
telah melakukan pelanggaran hukum berat;
Sistematika UUD 1945 hanya terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal;
hubungan alat perlengkapan Negara dalam garis vertikal mempergunakan asas
desentralisasi dan tugas pembantuan dengan otonomi luas;
Dijumpai adanya mahkamah konstitusi yang mempunyai wewenang untuk
melakukan judicial review undang-undang terhadap UUD 1945 penyelesaian
sengketa pemilihan umum, memeriksa presiden dan/atau wakil presiden atas
pemerintahan DPR, jika mereka dianggap telah melakukan pelanggaran dihukum
berat, dan menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga Negara.

9
Dari gambaran sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat ditarik garis
pemahaman bahwa sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, konsolidasi
sistem demokrasi terus dilakukan dengan berbagai pasang surut yang terkandung
didalamnya. Hal ini membuktikan bahwa konsolidasi sistem demokrasi di
Indonesia masih terus mencari bentuk yang paling ideal dan sesuai dengan jiwa
bangsa Indonesia.
Proses konsolidasi sIstem demokrasi yang terus berlanjut ini memang
memberikan kesan kuat bahwa langkah-langkah eksperimentasi sistem
ketatanegaraan Indonesia terus dilakukan. Hal ini wajar, karena membangun
sistem, demokrasi tidak akan pernah selesai. Mengingat demokrasi itu sendiri
bukanlah suatu tujuan melainkan merupakan hanya sarana untuk mencapai tujuan
yang di cita-citakan bangsa Indonesia sebaimana terangkum dalam pembukaan
UUD 1945.

B. Kesimpulan
Sejarah ketatanegaraan Indonesia sudah terjadi sejak masa pra Proklamasi
kemerdekaan yang dimana ada beberapa perubahan sistem ketatanegaraan. Pada
masa penjajahan sistem ketatanegaran Indonesia masih diperlakukan oleh
kekuasaan para penjajah. Pada masa pasca Proklamasi Indonesia sudah mulai
membenah dalam sistem ketatanegaraan yang buktinya telah terjadi beberapa
sitem ketatanegaraan yang telah ditetapkan seperti pemberlakuan UUD 1945 pada
tanggal 18 Agustus 1945, Konstitusi Indonesia Serikat, Undang-Undang Dasar
Negara Sementara Tahun 1950, Sistem ketatanegaraan Orde Baru, dan yang
terbaru setelah Reformasi menuju Konsolidasi sistem Demokrasi.

10

You might also like