You are on page 1of 7

UNIVERSITAS GUNADARMA

FAKULTAS PSIKOLOGI

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR #1


MANUSIA & KEADILAN

Oleh :
Renanda Lutfiah (15518989)
Rifki Akbar Al Amin (16518138)
Shafira Permatasari (16518633)
Tiara Nabilah Putri (17518076)
Yasmine Karina (17518409)

Kelompok 4

UNIVERSITAS GUNADARMA
PSIKOLOGI
2018
Manusia dan Keadilan
Definisi keadilan :

 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keadilan adalah sifat (perbuatan, perlakuan,
dan sebagainya) yang sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak.
 Menurut Aristoteles, keadilan adalah tindakan yang memberikan sesuatu kepada
orang yang memang menjadi haknya. Ia juga berpendapat bahwa keadilan adalah
kelayakan dalam tindakan manusia, yaitu titik tengah antara kedua ujung ekstrem,
tidak berat sebelah, dan tidak memihak.
 Menurut Socrates, Keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa
pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
 Kong Hu Cu berpendapat bahwa Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah
sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan
kewajibannya.
 Menurut W.J.S Poerwodarminto, kata adil berarti tidak berat sebelah dan tidak
semena – mena serta tidak memihak.
 Secara umum, Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak
dan kewajiban.

Kasus-kasus Manusia dan Keadilan

1. Kisah Nenek yang Mencuri Singkong


Diruang sidang pengadilan, hakim Marzuki duduk tercenung menyimak
tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong, nenek itu
berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya kelaparan. Namun
manajer PT. A* K* (B GRUP) tetap pada tuntutannya, agar menjadi contoh bagi
warga lainnya.
Hakim Marzuki menghela nafas., dia memutus diluar tuntutan jaksa PU, “maafkan
saya”, katanya sambil memandang nenek itu,.
“Saya tidak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi
anda harus dihukum. saya mendenda anda 1jt rupiah dan jika anda tidak mampu
membayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU”.
Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara hakim Marzuki
mencopot topi, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan uang
sejumlah 1jt rupiah ke dalam topi tersebut dan berkata kepada hadirin.
“Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang
hadir diruang sidang ini sebesar 50rb rupiah, sebab menetap di kota ini, yang
membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan
cucunya,”
“Sdr panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi saya ini lalu berikan semua
hasilnya kepada terdakwa.”
“Sampai palu diketuk dan hakim Marzuki meninggalkan ruang sidang, nenek itupun
pergi dengan mengantongi uang 3,5jt rupiah. Termasuk uang 50rb yg dibayarkan oleh
manajer PT. A* K* (B Grup) yang tersipu malu karena telah menuntutnya," begitu
tulis pemilik akun Facebook bernama Noviani Zaini.
Cerita ini menyebar secara viral di media sosial Facebook dan mencuri perhatian para
netizen.
Aksi yang menyentuh dari hakim ini membuat netizen tersentuh. (*/tribunstyle)

Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Hakim Menangis dan Minta
Maaf Hukum Nenek Pencuri Singkong Ini Karena Lapar,
http://bangka.tribunnews.com/2016/09/07/hakim-menangis-dan-minta-maaf-hukum-
nenek-pencuri-singkong-ini-karena-lapar?page=2.
Editor: Hendra

Tanggapan :
Betapa menyedihkan, seorang nenek yang mencuri singkong untuk anak dan
cucunya harus dihukum cukup berat. Walaupun begitu, hukum tetaplah hukum. Tidak
boleh memandang bulu. Tetapi keadilan di Indonesia belum sepenuhnya dijalankan.
Seperti para koruptor yang mencuri uang negara mencapai triliunan tetapi hanya
mendapat hukuman yang relatif ringan. Hukum memang harus ditegakkan tetapi
kebijaksanaan pun harus berperan dalam menegakan keadilan.

2. Eksekusi mati TKW indonesia tanpa pemberitahuan kepada Indonesia.


Tuti Tursilawati, seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dieksekusi mati oleh
Arab Saudi pada hari Senin 29 Oktober 2018. Hal yang membuat masyarakat dan
pemerintah terkejut adalah ketika eksekusi mati tersebut dilaksanakan tanpa
pemberitahuan sebelumnya kepada Indonesia.
Pada Senin malam, tim Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
langsung berjumpa dan memberitahu Ibunda Tuti Tursilawati di Desa Cikeusik,
Majalengka, Jawa Barat tentang peristiwa yang menimpa anaknya. Tuti yang
berprofesi sebagai asisten rumah tangga ditangkap oleh otoritas Arab saudi sejak
bulan Mei 2010, dia dituduh melakukan pembunuhan berencana kepada majikannya,
Suud Mulhak Al Utaibi.
Menurut informasi bahwa Tuti sering mengalami pelecehan oleh majikannya,
dan kemungkinan besar Tuti menyimpan dendam kepada majikannya. Hal itu terbukti
dari persidangan yang membuktikan bahwa Tuti melakukan pembunuhan berencana
kepada majikannya.
Secara singkat, kronologisnya, yaitu Tuti memukul majikannya dari belakang
menggunakan kayu yang telah disiapkan sebelumnya hingga tidak sadarkan diri. Tuti
melakukan aksinya pada saat majikannya, yang sudah lanjut usia, tidak melakukan
kekerasan atau pelecehan kepadanya, sehingga hal itu tidak bisa dijadikan pembelaan
kepada Tuti.
Tidak ada asap kalau tidak ada api, yakni tidak ada akibat tanpa adanya sebab.
Hal itu yang dialami oleh Tuti Tursilawati ketika ia kerapkali dilecehkan oleh
majikannya, sehingga dia menyimpan sakit hati dan dendam kepada majikannya.
Perbuatan Tuti patut dicermati dari sebab utama (pelecehan dan kekerasan) yang
membuatnya berani melakukan aksinya, karena suatu aksi kejahatan (pembunuhan)
tidak akan terjadi kalau tidak ada sebabnya.
Pihak pemerintah Republik Indonesia selama ini mendampingi Tuti
Tursilawati dalam masa hukuman penjara di Kota Taif, Arab Saudi, yang sudah
dijalani sejak tahun 2011-2018. Dalam menjalani masa hukuman, melalui Konsulat
jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, pemerintah sudah melakukan upaya
terbaik dalam membela dan menghadirkan keadilan bagi Tuti Tursilawati, yakni
dengan mengajukan banding sebanyak tiga kali dan mengajukan peninjauan kembali
(PK) sebanyak tiga kali. Namun, semua usaha dan upaya yang dilakukan oleh KJRI
tidak memberi hasil yang memuaskan, karena hakim tetap memvonis Tuti dengan
hukuman mati.

Tanggapan :
Setiap manusia, tanpa terkecuali, sudah sepatutnya mendapat perlakuan yang
manusiawi, karena setiap tindakan pidana tidak lepas dari sifat kemanusiaan itu
sendiri tapi apa boleh hukuman yang sudah di tetapkan di negara arab sudah seperti
itu, tetapi tetap saja Ketika ada salah satu anggota keluarga yang dihukum mati tanpa
adanya pemberitahuan terlebih dahulu, sudah tentu, hal itu membuat keluarga kecewa.
Apalagi pemerintah Republik Indonesia sungguh merasa kecewa karena tidak
dihargai oleh Arab Saudi. Pemerintah harus tegas terhadap sikap Arab Saudi yang
sewenang-wenang melakukan hukuman mati kepada Warga Negara Indonesia tanpa
adanya pemberitahuan sebelumnya. Hal ini menjadi evaluasi bagi pemerintah
Republik Indonesia agar berani untuk menyerukan dan menyelamatkan buruh migran
Indonesia dari hukuman mati.

3. Pencurian Sandal
Perkara dan sidang pengadilan atas kasus ”pencurian” sandal sudah dibuka
lebar-lebar oleh berbagai media, baik media cetak maupun elektronik. AAL (15
tahun), pelajar SMK di Palu itu, dinyatakan terbukti mencuri sandal jepit polisi Polda
Sulteng. Walau bersalah, dia tidak dihukum, tetapi dikembalikan ke orangtuanya.
Publik tergagap-gagap dan bertanya, beginikah penegakan hukum di Indonesia? Pro
dan kontra atas kasus itu pun berlangsung dalam perdebatan yang tak jelas
juntrungnya. Perdebatan bukan hanya pada lapisan masyarakat yang ”awam” hukum,
melainkan juga mereka yang ”ahli” hukum.
Publik menafsirkan dan memaknai kasus sandal itu sesuai tingkat kepahaman
masing-masing tentang hukum dan pengadilan. Tak bisa dimungkiri, kekuatan publik
dan media sangat berpengaruh pada penanganan kasus ini. Aksi pengumpulan ribuan
sandal jepit ke Kapolri pun tak luput dari perhatian presiden meski tanpa diikuti
tanggapan apa pun. Secara sosiologis, aksi tersebut pasti berpengaruh terhadap sikap
hakim ataupun kualitas vonis yang dijatuhkannya. Kasus yang tergolong ”kecil” dan
dialami orang awam, anak-anak, remaja, atau orang miskin/lemah seperti ini memberi
pelajaran berharga bagi publik bahwa hukum dan pengadilan negara itu amat esoterik,
hanya dapat dipahami oleh profesional di bidang hukum.
Langkah ibu AAL yang mendorong agar kasusnya dibuka di pengadilan untuk
membuktikan bahwa anaknya tak mencuri tanpa disadari sudah menceburkan dirinya
ke dalam dunia lain dan asing bagi dirinya, yaitu pengadilan. Logika awam tak
mencukupi untuk memahami bahasa, istilah, konsep, dan berbagai doktrin hukum
positif yang berlaku di dunia pengadilan. Wajar ada pertanyaan, kok, putusannya
seperti itu? Seto Mulyadi, Ketua Komisi Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak
Indonesia, kecewa atas vonis hakim ini.
Terbayangkan, betapa berat beban psikologis AAL harus menanggung stigma
sebagai ”pencuri” yang melekat sepanjang hidupnya. Logika awam vs hukum, Kasus
ini membuktikan, logika awam dan logika hukum positif memang berbeda. Ketika
kedua logika itu berada dalam jurang pemisah, kekecewaan publik akan muncul
dalam berbagai bentuk, baik halus maupun dengan kekerasan. Di situlah semestinya
ada kesadaran bagi semua profesional hukum untuk mempersempit jurang pemisah
logika hukum tersebut.
Pelajaran terbaik dari kasus ini adalah perlunya pembenahan terhadap sistem
peradilan pidana. Profesional hukum (polisi, jaksa, hakim, dan pengacara) bekerja
berdasarkan sistem itu, padahal kewenangan masing-masing berpotensi besar
berbenturan dengan keinginan publik. Indonesia perlu mengubah sistem itu menjadi
social juctice system. Apabila sistem ini terbangun, semua kekuatan publik dan
profesional hukum dapat berangkulan dalam satu panggung penegakan hukum
sehingga logika publik dan logika hukum positif dapat dipertemukan. Bukankah
penegakan hukum itu wajib berdasarkan Pancasila, yang sila kelima berbunyi:
”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”?

Sumber:
artikel:http://nasional.kompas.com/read/2012/01/06/17550755/Keadilan.Sosial.Kasus
.Sandal

Tanggapan :
Pendapat Penulis tentang artikel diatas adalah keadilan yang diterapkan di
Indonesia belum terlaksana dengan baik dan belum sempurna, keadilan yang
didefinisikan sebagai suatu sikap, perilaku dan tindakan untuk tidak memihak kesalah
satu pihak atau orang tidak terlaksankan disini, kenapa orang yang mencuri sendal
saja harus dihukum lama sedangkan para koruptor yang mencuri uang rakyat tidak
dihukum seberat – beratnya walaupun dia dihukum  tapi mereka masih mendapat
fasilitas yang cukup baik walaupun dipenjara, keadilan yang ada dinegara ini harus
segera ditegakan supaya keadaan dan suasana di Indonesia menjadi lebih terkendali
dan lebih nyaman, mereka para penegak keadilan harusnya lebih paham dan lebih
tidak memihak kaum berduit saja tetapi adil tidak memihak antara kaum berduit dan
kaum yang tidak berduit juga. Pembaharuan sebaiknya harus segera dilaksankan
untuk menjadikan bangsa dan negara ini lebih maju dan lebih baik lagi.
4. Nenek dan Buah Kakao
Nenek Minah (55) tak pernah menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah
kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) akan menjadikannya
sebagai pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan untuk perbuatannya itu dia diganjar 1
bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan. Ironi hukum di Indonesia ini
berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo,
Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2
Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam
kakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah
kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya
untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu
tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor
itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku
hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan
karena sama saja mencuri.
Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan
berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia
serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali
bekerja. Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang.
Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses
hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa
kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.
Dan hari ini, Kamis (19\/11\/2009), majelis hakim yang dipimpin Muslih
Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama
3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362
KUHP tentang pencurian. Selama persidangan yang dimulai pukul 10.00 WIB, Nenek
Minah terlihat tegar. Sejumlah kerabat, tetangga, serta aktivis LSM juga menghadiri
sidang itu untuk memberikan dukungan moril.
Hakim Menangis
Pantauan detikcom, suasana persidangan Minah berlangsung penuh keharuan.
Selain menghadirkan seorang nenek yang miskin sebagai terdakwa, majelis hakim
juga terlihat agak ragu menjatuhkan hukum. Bahkan ketua majelis hakim, Muslih
Bambang Luqmono SH, terlihat menangis saat membacakan vonis. "Kasus ini kecil,
namun sudah melukai banyak orang," ujar Muslih.
Vonis hakim 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan disambut
gembira keluarga, tetangga dan para aktivis LSM yang mengikuti sidang tersebut.
Mereka segera menyalami Minah karena wanita tua itu tidak harus merasakan
dinginnya sel tahanan.
Sumber : https://news.detik.com/berita/1244955/mencuri-3-buah-kakao-nenek-minah-
dihukum-1-bulan-15-hari

Tanggapan
Pendapat saya artikel di atas membuat saya sedih, karena seorang nenek yang
sudah tua dan ekonomi yang kurang harus di penjara 1 bulan 15 hari dengan masalah
kecil, padahal nenek itu sudah meminta maaf dan tidak akan mengulanginya lagi,
tetapi masih saja harus di perpanjang ke jalur hukum. Saran saya sebaiknya di
maafkan saja tidak usah di perpanjang apa lagi harus ke jalur hukum, dan ini
tindakkan yang kurang tepat.

5. Koin untuk Prita

Koin Keadilan adalah berawal dari perseteruan antara Prita Mulyasari dengan
Rumah Sakit Omni Internasional yang pada 7 Agustus 2008 Prita Mulyasari saat itu
dirawat di unit gawat darurat Rumah Sakit Omni Internasional Serpong, Tangerang,
Banten dan selama perawatannya tampaknya tidak puas dengan layanan yang
diberikan oleh rumah sakit tersebut dan ketidakpuasannya itu dituliskannya dalam
sebuah surat elektronik lalu menyebar secara berantai dalam jejaring internet dari
milis ke milis. Dalam putusan peradilan perdata diharuskan membayar denda
sejumlah Rp 204.000.000,00,- inilah merupakan cikal bakal gerakan sosial Koin
Keadilan yang mengunpulkan uang berasal dari sejumlah uang recehan berupa koin
dalam jumlah Rp 605 juta.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Koin_Keadilan

Tanggapan :

Saudari Prita Mulyasari hanya ingin menyuarakan haknya sebagai konsumen


yang tidak dilayani dengan seharusnya. Dalam kasus ini, Saudari Prita menulis surat
elektronik untuk saudaranya tentang salah diagnosis penyakit dan kinerja para tenaga
medis di rumah sakit tersebut. Harus dipelajari dari kasus ini, jika salah lebih baik
mengaku salah dan harus menerima saran ataupun kritik yang diberikan oleh orang
lain.

You might also like