You are on page 1of 7

Nama : Putu Ayu Dessita Maheswari

Absen : 31
Kelas : X IPA 4

SRI Sagening was the king of Klungkung Kingdom, Bali. He had a lot of wives.
His last wife was Ni Luh Pasek. She was the most beautiful wife and that made the
other wives were jealous. They often told bad things to the king. Sadly, the king
was influenced and he finally asked Ni Luh Pasek to leave the palace. Ni Luh
Pasek was very sad, but she had no other choice. She became very sad when she
knew that she was pregnant! Ni Luh Pasek arrived at a village. An old man felt
very sorry with her condition. His name was Jelantik Bogol. He was a holy man
and had supernatural power. He married Ni Luh Pasek. And when the baby was
born, Jelantik Bogol named him I Gusti Gede. He loved I gusti Gede just like his
own son.

I Gusti Gede grew as a strong man. He also mastered a lot of skills such as martial
arts and supernatural power. His step father taught him the skills. One day his step
father asked him to go to a jungle in Den Hill. It was the place Ni Luh Pasek was
born. Jelantik Bogol asked him to go there to get more supernatural power. Before
he left, his step father gave him two weapons, a spear and a keris, it’s a traditional
wavy double-bladed dagger. I Gusti Gede did it. He went to the Den Hill and
meditated. While he was meditating, a spirit of the jungle came to him. The spirit
spoke to him.

“You will be a great king. Go to Panumbang beach, help the people there.”

I Gusti Gede continued his journey. When he arrived at Panombangan Beach, there
was an incident. There was a ship from Bugis sinking at the beach. The people had
tried to help, but they did not succeed.

I Gusti Gede wanted to help. He asked the people to stay away from the ship. He
prayed and took out hos weapons. Suddenly, two big spirits came out of the spear
and the keris.

I Gusti Gede asked the spirits to pull the sinking ships back to sea. The people
could not see the spirits. They only saw I Gusti Gede moving his hands. The spirits
slowly pulled the ship. In just a minute, a ship just back in the sea. The owner was
very happy. He gave some of his wealth to I Gusti Gede. People were amazed with
his power. they named him as I Gusti Panji Sakti.

I Gusti Panji Sakti went back to Den Hill. He started to build a village. People
came one by one. I Gusti panji Sakti protected them from bad people. Slowly the
village became a kingdom. I Gusti Panji Sakti became the king and he named the
kingdom as Sukasada.

sukasada became a big kigdom, I Gusti Panji Sakti planned to make another
kingdom. He opened up a new area. It was full of buleleng trees. Therefore he
named the kingdom as Buleleng Kingdom.

He also build a great palace. People named it Singaraja. Singa means lion and Raja
means king. With his power I Gusti Panji Sakti was like a lion. He always
protected his people from bad people. While he became a king, Buleleng Kingdom
was safe and prosperous. ***
Terjemahan The Legend of Singaraja

SRI Sagening adalah raja Kerajaan Klungkung, Bali. Dia punya banyak istri. Istri
terakhirnya adalah Ni Luh Pasek. Dia adalah istri terindah dan istri-istri lainnya
cemburu. Mereka sering menceritakan hal buruk kepada raja. Sayangnya, sang raja
sangat terpengaruh dan akhirnya dia meminta Ni Luh Pasek untuk meninggalkan
istana. Ni Luh Pasek sangat sedih, tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia menjadi
sangat sedih saat mengetahui bahwa dia hamil! Ni Luh Pasek tiba di sebuah desa.
Seorang tua merasa sangat menyesal dengan kondisinya. Namanya Jelantik Bogol.
Dia adalah orang suci dan memiliki kekuatan supranatural. Ia menikahi Ni Luh
Pasek. Dan saat bayinya lahir, Jelantik Bogol menamainya I Gusti Gede. Dia
mencintai saya gusti Gede seperti anaknya sendiri.

I Gusti Gede tumbuh sebagai orang yang kuat. Ia juga menguasai banyak
keterampilan seperti bela diri dan kekuatan supernatural. Ayah tirinya mengajarkan
kepadanya keterampilan. Suatu hari ayah tirinya memintanya pergi ke hutan di
Den Hill. Itu adalah tempat Ni Luh Pasek lahir. Jelantik Bogol memintanya untuk
pergi ke sana untuk mendapatkan lebih banyak kekuatan gaib. Sebelum dia pergi,
ayah tirinya memberinya dua senjata, tombak dan keris, itu adalah belati bermata
dua bergelombang tradisional. I Gusti Gede yang melakukannya. Dia pergi ke Den
Hill dan bermeditasi. Saat sedang bermeditasi, semangat rimba datang kepadanya.
Semangat berbicara kepadanya.

“Anda akan menjadi raja yang hebat. Pergilah ke pantai Panumbang, bantulah
orang-orang di sana.”

I Gusti Gede melanjutkan perjalanannya. Saat tiba di Pantai Panombangan, ada


sebuah kejadian. Ada kapal dari Bugis yang tenggelam di pantai. Orang-orang
telah mencoba membantu, tapi mereka tidak berhasil.

I Gusti Gede ingin membantu. Dia meminta orang-orang untuk menjauh dari kapal.
Dia berdoa dan mengambil senjata hos. Tiba-tiba, dua roh besar keluar dari tombak
dan keris.

I Gusti Gede meminta roh untuk menarik kapal tenggelam kembali ke laut. Orang
tidak bisa melihat rohnya. Mereka hanya melihat I Gusti Gede menggerakkan
tangannya. Semangat perlahan menarik kapal. Hanya dalam semenit, sebuah kapal
baru saja kembali ke laut. Pemiliknya sangat senang. Dia memberikan sebagian
kekayaannya kepada I Gusti Gede. Orang kagum dengan kekuatannya. mereka
menamainya sebagai I Gusti Panji Sakti.

I Gusti Panji Sakti kembali ke Den Hill. Dia mulai membangun sebuah desa.
Orang datang satu per satu. I Gusti panji Sakti melindungi mereka dari orang jahat.
Perlahan desa tersebut menjadi sebuah kerajaan. I Gusti Panji Sakti menjadi raja
dan dia menamai kerajaan tersebut sebagai Sukasada.

sukasada menjadi kigdom besar, I Gusti Panji Sakti berencana membuat kerajaan
lain. Dia membuka area baru. Itu penuh dengan pohon buleleng. Oleh karena itu ia
menamai kerajaan tersebut sebagai Kerajaan Buleleng.

Dia juga membangun sebuah istana besar. Orang menamakannya Singaraja. Singa
berarti singa dan Raja berarti raja. Dengan kekuatannya I Gusti Panji Sakti seperti
singa. Dia selalu melindungi bangsanya dari orang jahat. Sementara ia menjadi
raja, Kerajaan Buleleng aman dan sejahtera. ***
Nama : Putu Ayu Dessita Maheswari
Absen : 31
Kelas : X IPA 4

RADEN AJENG KARTINI

Orientasi

Raden Ajeng Kartini atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibu Kartini. Dia
merupakan keturunan dari keluarga yang terpandang dan lahir pada tanggal 21
April 1879. Satu hal yang diwariskan oleh keluarganya adalah pendidikan.

Kartini pernah merasakan duduk dibangku sekolah dasar hingga ia tamat di


sekolah dasar. Karakternya yang haus akan ilmu pengetahuan, membuatnya untuk
terus melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Namun, ayahnya tidak memberikan izin kepada Kartini untuk dapat melanjutkan
pendidikannya. Mengetahui sikap ayahnya, Kartini sangat sedih namun dia tidak
bisa mengubah keputusan ayahnya.

Peristiwa dan Masalah

Kartini tidak boleh lagi keluar rumah sampai waktunya dia menikah atau istilahnya
dipingit. Untuk menghilangkan rasa jenuhnya itu, Kartini menghabiskan waktunya
untuk membaca buku ilmu pengetahuan yang ia miliki.

Hobbinya yang suka membaca ini menjadi rutinitas harian Kartini. Bahkan, dia
tidak segan untuk bertanya kepada ayahnya bila ada hal yang ia tidak mengerti atau
kurang paham.

Lambat laun, pengetahuan yang ia miliki semakin bertambah dan wawasannya pun
menjadi lebih luas.
Peristiwa dan Masalah

Banyak karya dan pemikiran wanita Eropa yang ia kaguminya. Terlebih kebebasan
mereka untuk bisa terus bersekolah. Rasa kagum itu sangat menginspirasinya
untuk dapat memajukan wanita di Indonesia.

Dalam sudut pandangnya, wanita tidak hanya harus bisa dalam urusan belakang
rumah tangga saja. Tapi lebih dari itu, wanita juga harus bisa dan punya wawasan
dan ilmu yang lebih luas lagi.

Dia pun mulai bergerak untuk mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk


diajari baca dan menulis. Semakin hari, Kartini semakin disibukkan dengan
aktivitas membaca dan mengajarnya.

Peristiwa dan Masalah

Kartini juga mempunyai banyak teman di Belanda dan sering sekali berkomunikasi
dengan mereka. Bahkan dia sempat memohon kepada Mr. J.H. Abendanon untuk
dapat memberinya beasiswa untuk bersekolah di Belanda.

Belum sempat permohonan tersebut dikabulkan, dia sudah dinikahkan dengan


Adipati Rembang yang bernama Raden Adipati Oyodiningrat.

Berdasarkan data sejarah, R.A Kartini ikut dengan suaminya ke Rembang setelah
mereka menikah. Walau begitu, cita-cita Kartini tidak padam begitu saja.
Beruntung sekali ia memiliki suami yang sangat mendukung cita-citanya.

Berkat kegigihan serta dukungan oleh sang suami, Kartini mampu mendirikan
sekolah wanita di berbagai daerah. Seperti di daerah Semarang, Surabaya,
Yogyakarta, Madiun, Malang, Cirebon, dan daerah yang lainnya. Waktu itu,
sekolah wanita dikenal dengan sebutan Sekolah Kartini.

Peristiwa dan Masalah

Kartini adalah seorang wanita Jawa yang mempunyai pandangan melebihi


zamannya pada saat itu. Meski dia sendiri terbelenggu oleh zaman yang
mengikatnya dengan adat istiadat. Pada tanggal 17 September 1904, Kartini
meninggal dunia pada usia 25 tahun, setelah melahirkan anak pertama dan satu-
satunya.

Dia adalah salah satu wanita yang menjadi pelopor emansipasi wanita di tanah
Jawa. Surat-surat korespondensinya dengan teman-temannya di Belanda kemudian
dibukukan oleh Abendanon dengan judul “Door Duistemis Tot Licht” atau yang
biasa kita kenal sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Buku ini merupakan salah satu buku yang banyak menginspirasi wanita di
Indonesia. Tidak hanya wanita pada zamannya, namun hingga pada saat ini.

Reorientasi

Sesuai dengan Keppres No.108 Tahun 1964, Kartini resmi diberi gelar menjadi
seorang pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia. Keppres ini juga
menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini.

Namanya kini, diabadikan sebagai nama jalanan dibeberapa daerah di Indonesia.


Tidak hanya di kota-kota di Indonesia saja, melainkan di kota-kota di Belanda.
Seperti di kota Trecht, Venlo, Amsterdam, dan Harleem.

Dan bahkan WR. Supratman membuatkan sebuah lagu untuk mengenang jasa-jasa
yang sudah dilakukan oleh RA. Kartini. Lagunya berjudul “Ibu Kita Kartini”.

You might also like