You are on page 1of 181

SKRIPSI

STUDI LITERATUR PENGARUH PENERAPAN TERAPI MUSIK


KLASIK DAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK TERHADAP
PENURUNAN GEJALA PERILAKU KEKERASAN PADA
PASIEN SKIZOFRENIA

OLEH :
CINTHIA CAROLINA DAHOKLORY
NPM : 12114201170020

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2021
STUDI LITELATUR PENGARUH PENERAPAN TERAPI MUSIK
KLASIK DAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK TERHADAP
PENURUNAN GEJALA PERILAKU KEKERASAN PADA PASIEN
SKIZOFRENIA

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan

OLEH :
CINTHIA CAROLINA DAHOKLORY
NPM. 12114201170020

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Kami menyatakan menerima dan menyetujui Skripsi ini yang disusun oleh (Cinthia
Carolina Dahoklory NPM 12114201170020) untuk diuji.

Ambon, Juli 2021

Pembimbing I Pembimbing II

ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Cinthia Carolina Dahoklory


NPM : 12114201170020
Judul Skripsi : Studi Literatur Pengaruh Penerapan Terapi Musik Klasik
Dan Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap Penurunan
Gejala Pada Pasien Skizofrenia
Program Studi : Keperawatan
Fakultas : Kesehatan
Universitas : Universitas Kristen Indonesia Maluku
Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Karya tulis ini adalah karya orinsil sendiri melalui proses penelitian, dan
dalam karya tulis ini terdapat karya atau pendapat orang lain, kecuali secara
tertulis penulis menyebutkan penulis dari sumber aslinya atau dari sumber
orang lain, sebagaimana tercantum dalam daftar pustaka.
2. Saya menyerahkan hak milik atas karya tulis ini kepada Universitas Kristen
Indonesia Maluku berhak melakukan pengolaan atas karya tulis ini sesuai
dengan norma hukum dan etika yang berlaku.
3. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dan apabila dikemudian
hari terbukti tidak sesuai dengan pernyataan ini, saya bersedia
menerima sanksi
akademik sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Kristen Indonesia
Maluku dan perundang-undangan yang berlaku.
Ambon, Juli 2021
Yang Memberi Penyataan

( Cinthia Carolina Dahoklory )


NPM: 12114201170020

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Essa, atas kasih dan rahmatNya
sehingga penyusunan Skripsi dengan judul “ Studi Literatur Pengaruh penerapan
terapi musik klasik dan terapi aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia ” ini dapat terselesaikan.

Dengan terselesainya skripsi ini, perkenankan penulis mengucapkan terima


kasih kepada :

1. Dr. G. J. Damamain, M.Th selaku Rektor Universitas Kristen Indonesia


Maluku dan Wakil Rektor I, II, III, dan IV.
2. Pembantu Rektor I, II, III, dan IV Universitas Kristen Indonesia Maluku
3. B. Talarima, SKM, M,Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan dan Wakil
Dekan I, II, III.
4. Ns. S. R. Maelissa, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program Studui
Keperawatan sekaligus pembimbing I yang telah banyak meluangkan
waktu untuk memmberikan bimbingan, motivasi dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini.
5. Ns. F. Tasijawa, S.Kep, M. Kep selaku pembimbing II yang telah
meluangkan waktu memberikan bimbingan, motivasi, dan saran demi
kesempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Ns. N. Parinussa, S.Kep, M.Kep selaku penguji I dan Ns. V. Y. Lameky,
S.Kep, M.Kep selaku penguji II atas kesediaan menguji dan membimbing
dalam perbaikan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Program Studi Keperawatan yang sudah memberikan
ilmunya selama proses perkuliahan hingga tahap skripsi.
8. Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan, motivasi, serta doa
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

iv
9. Teman-teman angkatan 2017 yang selalu memberikan dukungan dan
motivasi bagi penulis hingga terselesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyampaikan Terima kasih kepada semua pihak


dengan perannya yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan
hingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang dapat membantu perbaikan dan pengembangan skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khusunya dalam bidang Keperawatan.

Ambon, Juli 2021

Penulis

v
ABSTRAK

Cinthia Carolina Dahoklory, 2021. “Studi Literatur Pengaruh penerapan terapi


musik klasik dan terapi aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala perilaku
kekerasan pada pasien skizofrenia’’ (dibimbing oleh : (S.Maelissa dan
F.Tasijawa ).
Latar Belakang : Skizofrenia merupakan penyakit jiwa yang serius dan kronis,
tergolong sebagai penyakit mental yang parah. Salah satu masalah yang sering timbul
dari gejala skizofrenia ialah, perilaku kekerasan. Dampak yang timbul bahwa tenaga
kesehatan sering mengelola pasien dengan perilaku kekerasan menggunakan restrain
atau pengekangan yang bisa mempengaruhi risiko fisik dan psikologis pasien.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan terapi musik
klasik dan terapi aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan
pada pasien skizofrenia. Metode : Penelitian ini menggunakan metode Systematic
Review. Review dilakukan pada 8 artikel berbahasa Indonesia dengan penelusuran
database Google Scholar. Hasil : Analisis terhadap 8 artikel menunjukkan 3 artikel
terapi musik klasik dan 5 terapi aktivitas kelompok didapatkan bahwa efek terapi
musik pada sistem limbik dan saraf otonom dapat menciptakan suasana rileks, aman
dan menyenangkan sehingga merangsang pelepasan zat kimia Gamma Amino Butyic
Acid (GABA) serta aktivitas yang dilakukan secara berkelompok dalam terapi
aktivitas kelompok meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing)
melalui komunikasi dan umpan balik dengan orang lain serta membangkitkan
motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis, seperti kognitif dan afektif.
Kesimpulan : Adanya pengaruh penerapan terapi musik klasik dan terapi aktivitas
kelompok terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan terhadap pasien skizofrenia.
Dan pada penelitian ini disarankan agar perawat jiwa dapat menggunakan terapi
musik klasik dan terapi aktivitas kelompok sebagai intervensi untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien skizofrenia dan bagi penelitian lainnya hasil studi literatur ini
dapat menjadi referensi untuk diteliti selanjutnya.
Kata kunci: pasien skizofrenia, perilaku kekerasan, terapi aktivitas kelompok,
terapi musik klasik.

vi
ABSTRACT

Cinthia Carolina Dahoklory, 2021. "Literature Study of the Effect of classical


music therapy and group activity therapy on reducing symptoms of violent
behavior in schizophrenia patients'' (supervised by: (S.Maelissa and
F.Tasijawa).

Background : Schizophrenia is a serious and chronic mental illness, classified as a


severe mental illness. One of the problems that often arise from the symptoms of
schizophrenia is violent behavior. The impact that arises is that health workers often
manage patients with violent behavior using restraints or restraints that can affect the
patient's physical and psychological risks. Research Objectives: The purpose of this
study was to determine the effect of classical music therapy and group activity
therapy on reducing symptoms of violent behavior in schizophrenic patients.
Methods: This study uses the Systematic Review method. The sample in this study
amounted to 8 national journals about schizophrenic patients with violent behavior.
The source of the database used is Google Scholar with reference to the inclusion and
exclusion criteria. Results: Based on 8 analyzed articles consisting of 3 articles on
classical music therapy and 5 group activity therapies, it was found that the effect of
music therapy on the limbic system and autonomic nervous system can create a
relaxed, safe and pleasant atmosphere so as to stimulate the release of the chemical
Gamma Amino Butyic Acid (GABA). ) and activities carried out in groups in group
activity therapy increase the ability to test reality (reality testing) through
communication and feedback with others and generate motivation for the
advancement of psychological functions, such as cognitive and affective.
Conclusion: The effect of the application of classical music therapy and group
activity therapy on reducing symptoms of violent behavior in schizophrenic patients.
And in this study, it is suggested that psychiatric nurses can use classical music
therapy and group activity therapy as interventions to improve the quality of life of
schizophrenic patients and for other research the results of this literature study can be
a reference for further research.

Keywords: schizophrenia patients, violent behavior, group activity therapy,


classical music therapy.

vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS...........................................................iii

KATA PENGANTAR..............................................................................................iv

ABSTRAK................................................................................................................vi

DAFTAR ISI.............................................................................................................viii

DAFTAR TABEL....................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR................................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................9
C. Tujuan Penelitian...........................................................................................9
D. Manfaat Penelitian.........................................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................11

A. Tinjauan Umum Skizofrenia..........................................................................11


B. Tinjauan Umum Perilaku Kekerasan.............................................................18
C. Tinjauan Umum Terapi Musik Klasik...........................................................24

viii
D. Tinjauan Umum Terapi Aktivitas Kelompok................................................27
E. Kerangka Konsep Penelitian..........................................................................44

BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................45

A. Jenis Penelitian............................................................................................45
B. Tahapan Sytematika Riview........................................................................45
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling......................................................53
D. Variabel Penelitian......................................................................................55
E. Analisa Data................................................................................................55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................56
A. Hasil.............................................................................................................56
B. Pembahasan.................................................................................................75
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................91
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................94
LAMPIRAN ...................................................................................................102

ix
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Fase – fase Perkembangan Kelompok.......................................................33

Tabel 3.1 Ekstrasi Data..............................................................................................50

Tabel 4.1 Hasil Sistematik Riview.............................................................................56

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Rentang Respon Marah.............................................................................19

Gambar 2 Pohon Masalah Diagnosa Perilaku Kekerasan..........................................22

Gambar 3 Diagram Prisma Tahapan Systematic Review...........................................43

xi
LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat SK Pembimbing Skripsi.......................................................103

Lampiran 2. Surat Pengambilan Data Awal.......................................................104

Lampiran 3. Pencarian Pada Situs Google Scholar............................................105

Lampiran 4. Jurnal Penelitian.............................................................................106

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Skizofrenia merupakan penyakit jiwa yang serius dan kronis,

tergolong sebagai penyakit mental yang parah (Popovic et al., 2019). Selain

itu, pasien skizofrenia selalu menghadapi diskriminasi terhadap kebutuhan

dasar sehari-hari, kesulitan untuk belajar dan terbatasnya pengembangan

keahlian, sehingga berdampak pada menurunnya produktivitas (WHO, 2018).

Masalah yang sering timbul dalam gejala skizofrenia ialah, perilaku

mencederai diri sendiri dan orang lain, halusinasi, depresi, rasa bersalah/harga

diri rendah, dan waham.

World Health Organization (2018) mengatakan prevalensi kejadian

gangguan mental mencapai 21 juta jiwa dan secara umum terdapat 23 juta

jiwa di seluruh dunia, ≥ 50% jiwa dengan skizofernia tidak menerima

perawatan yang tepat. Berdasarkan data hasil Riset Kementrian Kesehatan

Tahun 2007, 2013 dan 2018 menunjukan di Indonesia gangguan jiwa dengan

diagnosa skizofernia memiliki prevalensi yang fluktuatif. Dimana ditahun

2007 prevalensi gangguan jiwa di Indonesia sebesar 4.1 per mil, ditahun 2013

mengalami penurunan menjadi 1.7 per mil dan rentang tahun 2013 - 2018

mengalami peningkatan 4 kali lipat selama 5 tahun terakhir menjadi 7 per mil.

Hal ini sejalan dengan data yang didapatkan dari rekam medik di RSKD

1
Provinsi Maluku, dimana jumlah prevalensi pasien skizofernia, yaitu pada

tahun 2018 berjumlah 414 pasien, pada tahun 2019 mengalami penurunan

berjumlah 290 pasien, dan data tiga bulan terakhir di tahun 2020 berjumlah 66

pasien. Data ini tidak sejalan dengan data peningkatan pasien perilaku

kekerasan di RSKD Provinsi Maluku, dimana jumlah pasien perilaku

kekerasan 2 tahun terakhir mengalami peningkatan, pada tahun 2019

berjumlah 82 pasien, dan pada tahun 2020 berjumlah 112 pasien.

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk

melukai dirinya, orang lain bahkan lingkungan sekitarnya baik secara fisik

maupun psikologis. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu

saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan

(Muhith, 2015). Perilaku kekerasan sebagai salah satu gejala skizofrenia perlu

mendapatkan perhatian serius rumah sakit jiwa. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Fisher pada tahun 2016, pada Klinik Psikiatri Amerika Utara,

di dapatkan hasil 25% hingga 35% pasien rawat inap menunjukkan perilaku

kekerasan selama dirawat dirumah sakit. Dampak yang timbul bahwa tenaga

kesehatan sering mengelola pasien dengan perilaku kekerasan menggunakan

restrain atau pengekangan yang bisa mempengaruhi risiko fisik dan psikologis

pasien (Pinna et al., 2016). Dengan hal ini maka pasien dengan perilaku

kekerasan harus di tangani dengan penanganan atau intervensi yang tepat. Jika

tidak, maka dampak dari perilaku kekerasan sangat membahayakan, dimana

2
berdampak pada diri pasien sendiri, orang lain bahkan dapat merusak

lingkungannya.

Penatalaksanaan pasien dengan perilaku kekerasan harus dikaji secara

sistematis. Dari mulai memotivasi, mengkonsumsi obat, dan pemberian

perhatian lebih dari pihak keluarga. Selain itu juga salah satu

penatalaksanaannya yang dapat membantu proses recovery dengan terapi

musik. Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi yang

bertujuan untuk mengurangi agresif, memberikan rasa tenang, sebagai

pendidikan moral, mengendalikan emosi, pengembangan spritual dan

menyembuhkan gangguan psikologis (Aprini dan Prasetya, 2017). Manfaat

dari terapi musik adalah untuk merelaksasi, mempertajam pikiran,

memperbaiki presepsi, konsentrasi, ingatan, menyehatkan tubuh,

meningkatkan fungsi otak, dan dapat meningkatkan kontak intrapersonal serta

meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial di

masyarakat (Campbell, 2010).

Musik yang biasa digunakan untuk terapi ialah musik yang lembut,

memiliki irama dan nada - nada teratur seperti instrumental dan musik klasik.

Musik klasik mempunyai perangkat musik yang beraneka ragam sehingga

didalamnya terangkum warna-warni suara yang rentang variasinya sangat luas

dan musik klasik menyediakan variasi stimulasi yang sedemikian luasnya bagi

pendengar dibandingkan dengan musik lainnya (Campbell,2010). Lama

3
pemberian terapi musik klasik selama 30 menit, dan karakteristik pasien yang

dapat mengikuti pemberian terapi musik ialah pasien yang telah diamati tanda

dan gejala resiko perilaku kekerasan yang terdiri dari 35 item dengan pilihan

jawaban yaitu masuk dalam 3 katagori, katagori ringan <11, katagori sedang

12-24 , katagori berat >24. Dengan lembar kuesioner penilaian tanda dan

gejala resiko perilaku kekerasan meliputi respon fisiologi, respon emosi,

respon perilaku, respon sosial, respon verbal, respon fisik, respon spritual.

Ada beberapa jenis musik klasik seperti Beethoven, Mozart, Richard

Clyderman, Suzanne, Ciani, Yanni, Yiruma dan masi banyak lainnya. (Aprini

dan Prasetya, 2017).

Selain terapi musik, terapi aktivitas kelompok juga merupakan salah

satu penatalaksanaan pasien dengan perilaku kekerasan. Terapi aktivitas

kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat

kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah keperawatan yang

sama. Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas

kelompok stimulasi persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensoris,

terapi aktivitas kelompok sosialisasi dan terapi aktivitas kelompok orientasi

realitas (Yosep, 2013).

Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai

target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang sering

bergantung, saling membutuhkan dan menjadi tempat pasien berlatih perilaku

4
baru yang adiktif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. Terapi

Aktivitas Kelompok (TAK) adalah terapi non farmakologi yang diberikan

oleh perawat terlatih terhadap pasien dengan masalah keperawatan yang sama

(Keliat & Akemat, 2012). Kriteria pasien untuk mengikuti TAK ialah pasien

yang sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif,

waham tidak terlalu berat.

Menurut hasil riset penelitian Aprini dan Prasetya (2017), didapatkan

adanya penurunan perilaku kekerasan pada kedua subjek penelitian , dilihat

dari hasil kuesioner pada hari pertama pasien A sebanyak 28% mengalami

penurunan perilaku kekerasan pada hari kedua menjadi 25% dari perilaku

kekerasaan sedang menjadi ringan, sedangkan pasien B, pada hari pertama

dan kedua mengalami penurunan perilaku kekerasaan dari respon kuesioner

resiko perilaku kekerasan 31% menjadi 20%. Teknik pengumpulan data

dalam penelitian ini ialah dengan cara pengamat dan memberikan tanda check

list pada daftar kuesioner yang berisi 35 poin tanda dan gejala resiko perilaku

kekerasan serta pemberian terapi musik klasik selama 30 menit. Setelah

responden diberikan terapi, selanjutnya dilakukan kembali pengamatan tanda

dan gejala resiko perilaku kekerasan yang terdiri dari 35 item dengan pilihan

jawaban yaitu masuk dalam 3 kategori - kategori ringan <11, kategori sedang

12-24, kategori berat >24. Lembar kuesioner tanda dan gejala resiko perilaku

5
kekerasan meliputi respon fisiologik, respon emosi, respon perilaku, respon

sosial, respon verbal, respon fisik, respon spritual.

Penelitian yang sama oleh Widya Arisandy dan Sunarmi (2018),

didapatkan adanya hubungan bermakna antara Terapi Aktivitas Kelompok

(TAK) dengan kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan p-

value=0,01 < α (α=0,05). Dengan hasil sebagian besar responden yang

mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi secara

lengkap sebesar 18 responden (78,3%), sebagian besar responden dengan

kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan sebesar 13 responden

(56,5%). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ialah teknik

purposive sampling yang diperoleh dari 23 responden, kriteria inklusi pada

sampel penelitian ini adalah pasien dengan gangguan perilaku kekerasan yang

sudah kooperatif, tidak sedang mengalami perilaku kekerasan, bersedia

menjadi responden, tidak sedang mengalami gaduh gelisah.

Berdasarkan data rekam medis di RSKD Provinsi Maluku, adanya

peningkatan pasien perilaku kekerasan pada dua tahun terakhir yaitu, 82

pasien pada tahun 2019 dan meningkat menjadi 112 pasien di tahun 2020. Hal

ini sejalan dengan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di RSKD. Hasil

wawancara dengan kepala ruangan sub akut laki di RSKD Provinsi Maluku

pada tanggal 4 mei 2021 di dapatkan, penanganan pasien perilaku kekerasan

di RSKD belum pernah dilakukan terapi musik klasik oleh perawat, dengan

6
alasan, terapi musik klasik hanya dilakukan oleh Koas atau setara dengan

Profesi Dokter.

Ungkapan ini tidak sejalan dengan hasil penelitian oleh Sentosa

(2020), Sentosa mengatakan prinsip tindakan keperawatan untuk pasien

perilaku kekerasan yaitu manajemen krisis, yang dilakukan ketika pasien

sudah mampu mengendalikan dirinya. Tindakan manajemen perilaku

kekerasan yang dilakukan perawat yaitu mengidentifikasikan penyebab

perilaku kekerasan, tanda dan gejala, cara yang biasa dilakukan pasien ketika

marah, mengidentifikasikan cara baru yang konstruktif, melatih cara baru

pada situasi yang nyata. Dan untuk meningkatkan kemampuan dan memberi

motivasi pasien melakukan cara kontruktif, pasien dilibatkan dalam terapi

modalitas dengan teknik terapi musik klasik. Dengan hal ini, maka

disimpulkan bahwa terapi musik klasik dapat dilakukan oleh Pe rawat.

Berdasarkan hasil penelitian Svetllana Solascriptura Lewerissa, pada

tahun 2019 di RSKD Provinsi Maluku, bahwa terapi musik klasik secara

signifiktan dapat menurunkan gejala dan meningkatkan fungsi dimana hasil

skor GAF Scalle yaitu 51-60 (sedang), halusinasi mulai berkurang, gelisah

ringan, cukup kooperatif, komunikasi relevan, kontak mata dan verbal positif,

memiliki kesukaran ringan dalam fungsi sosial, perawatan diri, interpersonal,

dengan p-value=0,004 < α (α=0,05). Penelitian ini merupakan penelitian

analitik dengan pendekatan eksperimental. Subyek penelitian berjumlah 10

7
orang pasien skizofrenia yang diambil dengan teknik purposive sampling dan

dikelompokan dalam one group pretest-posttest. Pengumpulan data dilakukan

dengan cara observasi menggunakan Global Assessment of Functioning Scale

(GAF Scale) sebelum dan sesudah diterapi musik klasik Symphony Nomor 9

karya Ludwig Van Beethoven, dalam waktu 30 menit, setiap sesi selama tujuh

kali pada pasien skizofrenia.

Selain terapi musik, terapi aktivitas kelompok juga merupakan salah

satu intervensi untuk pasien perilaku kekerasan. Berdasarkan hasil wawancara

dengan kepala ruangan sub akut wanita pada tanggal 6 mei 2021 di RSKD

Provinsi Maluku, didapatkan bahwa terapi aktivitas kelompok sudah

seringkali dilakukan, namun hasilnya tidak efektif, karena penerapannya tidak

dilakukan secara terus menerus, dan ketika melakukan kegiatan pada setiap

sesi tidak dapat diselesaikan, karena tergantung kondisi dan kesehatan mental

pasien. Dari hasil yang didapatkan adanya perbedaan tanggapan terhadap

teknik dan penentuan kriteria pasien yang mengikuti TAK. Menurut Struat

(2016) bahwa, kriteria pasien untuk mengikuti TAK ialah pasien yang sudah

punya diaknosis yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak

terlalu berat. Jadi dapat disimpulkan bahwa setiap sesi terapi aktivitas

kelompok harus diselesaikan agar dapat memaksimalkan hasil dari tindakan

yang diberikan, karena sudah pasti, pasien yang dapat melakukan terapi

aktivitas kelompok, ialah pasien yang sudah lolos sesuai dengan kriteria untuk

8
dilakukan terapi aktivitas kelompok. Dan belakangan ini terapi aktivitas

kelompok tidak dilakukan, karena adanya pandemi Covid-19.

Berdasarkan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “ Studi Literatur Pengaruh Penerapan Terapi Musik

Klasik dan Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap Penurunan Gejala

Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia “.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut maka dapat

dirumuskan masalah penelitian yaitu “ Bagaimana perbandingan terapi musik

klasik dan terapi aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala perilaku

kekerasan pada pasien skizofrenia. ?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui pengaruh penerapan terapi musik klasik dan terapi

aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien

skizofrenia.

D. MANFAAT PENELITIAN

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan kajian bagi Ilmu

Keperawatan terkhususnya Keperawatan Jiwa, guna menambah wawasan

dan menjadi sumber bacaan mahasiswa tentang pengaruh penerapan terapi

9
musik klasik dan terapi aktivitas kelompok terhadap penurunan perilaku

kekerasan.

b. Manfaat praktis

a. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk

melakukan penelitian sejenis dan lebih lanjut dalam bidang yang sama.

b. Bagi perawat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan

informasi bagi tenaga kesehatan khususnya perawat jiwa dalam

memberikan penanganan bagi pasien perilaku kekerasan.

c. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi instansi

pendidikan, yakni Fakultas Keperawatan Universitas Kristen

Indonesia Maluku khususnya pada mahasiswa tentang pengaruh

penerapan terapi musik klasik dan terapi aktivitas kelompok terhadap

penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Skizofrenia

1. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia merupakan kumpulan dari berbagai reaksi psikotik yang

mempengaruhi berbagai area fungsi dalam kehidupan pasien seperti fungsi

berpikir, berkomunikasi, interpretasi realaitas, menerima, merasakan,

menunjukkan emosi dan berperilaku secara rasional (Stuart, 2014).

2. Etiologi Skizofrenia

Penyebab skizofrenia multikausal dan penyebab secara spesifik tidak

diketahui secara pasti. Menurut Suryani (2013) skizofrenia tidak

disebabkan oleh satu faktor penyebab saja, akan tetapi dari berbagai

faktor. Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami

skizoprenia diantaranya:

a. Pengalaman traumatis sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh Croft J, Heron J, Teufel C, et al. (2019)

terhadap 4000 pasien psikosis menemukan bahwa pada usia 18 tahun,

83,8% dari responden pernah mengalami trauma pada masa kecil.

Penelitian ini juga menemukan responden yang mengalami 3 atau lebih

jenis trauma (sexual abuse, physical abuse, emotional abuse, and

11
substance abuse) pada masa kanak-kanak berisiko 4,7 kali mengalami

gejala psikotik.

Penelitian lainnya oleh Trauelsen AM, Bendall S, Jansen JE, et al (2015)

juga mengungkapkan dari 101 pasien psikosis episode pertama (FEP)

berusia 18 sampai 35 tahun, 89% pasien psikosis episode pertama

melaporkan riwayat trauma masa kanak-kanak. Risiko psikosis

meningkat 5 kali bagi mereka yang mengalami 3 atau lebih peristiwa

traumatis dan diperbesar 2,5 kali lipat untuk setiap trauma tambaan.

b. Faktor biologis

1) Faktor genetik : Menurut Tan et al., (2011) mengungkapkan bahwa

faktor keturunan memiliki peranan dalam gangguan jiwa melalui

variasi genetik yang diturunkan. Faktor genetik tersebut sangat

ditunjang dengan pola asuh yang diwariskan sesuai dengan

pengalaman yang dimiliki oleh anggota keluarga pasien yang

mengalami gangguan jiwa (Direja, 2011).

2) Gangguan struktur dan fungsi otak : Penelitian yang dilakukan oleh

Ripke et al., (2014) mengungkapkan bahwa pada skizofrenia terjadi

kelainan pada struktur otak (misalnya, pembesaran rongga berisi

cairan, yang disebut ventrikel, di bagian dalam otak, dan adanya

penurunan ukuran dibagian tertentu pada otak) atau terjadi kelainan

pada fungsi seperti penurunan aktivitas metabolik di daerah tertentu

12
pada otak). Namun kelainan tersebut bukanlah menjadi faktor utama

terjadinya skizofrenia dan bukan merupakan karakteristik dari semua

orang dengan skizofrenia karena hal tersebut tidak hanya terjadi pada

skizofrenia saja.

3) Neurotransmiter : Menurut Addington et., al (2014) yang

mengungkapkan bahwa kelebihan dopamine dan kerusakan

metabolisme serotin menyebabkan transmisi abnormal pada otak dan

mempengaruhi prilaku pada penderita skizoprenia. Terganggunya

serotonin yang meupakan neurotransmitter menyebabkan

terganggunya perilaku yang berkaitan dengan ketegangan,

kesenangan dan pereda nyeri. Kelebihan aktifitas dopamine di jalur

mesolimbik diduga paling relevan menjadi penyebab skizofrenia.

4) Stressor psikososial : Faktor stressor berkonstribusi terhadap

terjadinya gangguan jiwa. Banyaknya dan seringnya seseorang

terpapar stressor berpengaruh terhadap respon dan koping, dimana

seseorang yang mengalami banyak masalah berbeda dengan otrang

yang tidak mempunyai banyak masalah (Suryani, 2013).

3. Tanda dan Gejala Skizofrenia

Menurut Frankenburg (2014) gejala dari skizofrenia dapat

dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu:

13
a. Gejala positif, yaitu gejala psikosis seperti halusinasi, delusi, dan

kemampuan bicara dan kelakuan yang tidak teratur.

b. Gejala Negatif, yaitu penurunan tingkat emosi, sedikit bicara, dan

menurunnya rasa keterkaitan serta ambisi. Penderitaan skizofrenia

yang mengalami gejala negatif akan merasa malas untuk melakukan

berbagai hal.

c. Gejala Kognitif, yaitu defisit neurokognitif di mana biasanya pasien

akan mengalami penurunan memori dan atensi. Pasien juga akan

kesusahan dalam memahami sesuatu yang detail.

d. Gejala Mood, yang ditunjukan dengan kegembiraan atau kesedihan

berlebihan yang sulit untuk dipahami. Hal tersebut sering

menimbulkan depresi pada pasien.

Selain menurut Frankenburg, gejala pada pasien skizofrenia

menurut Juvita, Maria (2020) yaitu :

1. Gejala positif yang sering menjadi ketakutan tersendiri bagi

masyarakat di sekitar individu skizofrenia adalah tindakan-

tindakan agresif pasien, seperti tindakan kekerasan, bunuh diri,

atau membunuh. Perilaku kekerasan ini dipengaruhi oleh banyak

hal, yang meliputi interaksi antara perkembangan, pola pikir, dan

sistem sosial-ekologi, termasuk riwayat hidup, status kesehatan,

dan interaksi dengan lingkungan sosial disekitar.

14
2. Gejala agresif, para klinis membagi gejala perilaku agresif menjadi

lima kelompok, yaitu impulsivity (aksi cepat dan tanpa berpikir),

affective instability (aksi menyerang hanya dengan sedikit

provokasi), anxiety/hyperarousal (tindakan agresif karena

kecemasan dan frustasi yang berlebihan), cognitive

disorganization (tindakan agresif yang membingungkan dan tidak

terorganisasi), predatory/planned aggression (tindakan agresif

yang direncanakan)

c. Penatalaksanaan Skizofrenia

Yosep (2014) menyatakan bahwa penatalaksanaan pada pasien dengan

skizofrenia dapat berupa terapi biologis dan terapi psikososial yaitu :

a. Terapi Biologis

Pada penatalaksanan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu

terapi dengan menggunakan obat anti psikosis, terapi elektrokonvulsif

dan pembedahan otak. Terapi dengan menggunakan obat anti psikosis

dapat meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang digunakan

adalah chloropromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate

(prolixin). Kedua obat tersebut temasuk kelompok obat

phenothiazines, reserpine (serpasif) dan haloperidol (haldol). Obat ini

disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa

kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur lelap, sekalipun

15
dalam dosis yang tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah

terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang

tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan. Terapi

elektrokonvulsi juga dikenal dengan terapi lektroshock pada

penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930an, elektrokonvulsive

therapy (ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia

tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan

masyakat karena berbagai alasan. ECT ini digunakan di berbagai

Rumah Sakit Jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia.

Videbeck (2011) menyatakan antusiasme awal terhadap ECT semakin

memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan

lagi bagi sebagian besar penderita skizofrenia meskipun terapi masih

dilakukan hingga saat ini. Sebelum proses ECT yang lebih manusiawi

dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan

pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah listrik dialirkan

kedalam tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara serta

seringkali menderita keracunan pikiran dan hilangnya ingatan setelah

itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan

otak mengakibatkan berbagai cacat fisik (Stuart 2016).

16
b. Terapi Psikososial

Gejala-gejala skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi

pengobatan didalam maupun diluar Rumah Sakit Jiwa menjadi

monoton dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan

psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia yang

mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan

akibat masalah adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman

yang dialami di usia dini. Pada terapi psikososial terdapat dua bagian

yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga (Yosep 2014).

Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik.

Pada terapi ini, beberapa pasien berkumpul dan saling berkomunikasi

dan terapis berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah

didalamnya. Para peserta terapi saling memberikan feedback tentang

pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi

sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat

memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi.

Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi

kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang keluar dari

Rumah Sakit Jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga

berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang biasa

mengakibatkan penyakit klien kambuh kembali. Dalam hal ini,

17
keluarga diberi informasi tentang cara-cara mengekspresikan

perasaan-perasaan, baik yang postif maupun negatif secara

konstruktif dan jelas untuk memecahkan setiap persoalan secara

bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan pasien

dan cara-cara untuk menghadapinya.

B. Tinjauan Umum Perilaku Kekerasan

1. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk

melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

tingkah laku tersebut (Direja, 2011). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk

perilaku yang bertujuan melukai seseorang secara fisik maupun psikologis

dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat berlangsung kekerasan atau riwayat

perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari

marah akibat tidak mampu klien untuk mengatasi stressor lingkungan yang

didalamnya. (Pardede 2020).

2. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala perilaku kekerasan: muka merah dan tegang, mata

melotot/ pandangan tajam, mengepalkan tangan, mengatupkan rahang dengan

kuat, bicara kasa, suara meninggi, menjerit dan berteriak, mengancam secara

verbal dan fisik, melempar atau memukul benda/ orang lain, merusak barang

18
atau benda, tidak mempunyai kemampuan mencegah/ mengontrol perilaku

kekerasan (Riska, Eka, febtrina & Maulinda, 2020).

Menurut Ismaya & Asti (2019), Tanda dan gejala pasien yang mengalami

perilaku kekerasan adalah:

1. Mata melotot atau pandangan tajam.

2. Tangan mengepal.

3. Rahang mengatup dengan kuat.

4. Rahang mengatup dengan kuat.

5. Postur tubuh kaku.

6. Jalan mondar-mandir.

7. Nada suara tinggi.

8. Mengancam orang lain.

9. Bicara kasar.

10. Memaksakan kehendak.

3. Rentang Respon Marah

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Gambar 2.1 Rentang Respon Marah

19
1. Assersif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai

perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.

2. Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau

keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan

kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan

kemarahan.

3. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan

perasaan yang di alami

4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat

dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui

hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung

untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perilakuan

yang sama dari orang lain.

5. Amuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai

kehilangan control diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak

dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

4. Proses Terjadinya Masalah Perilaku Kekerasan

Menurut Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya

Manusia Kesehatan, (2013) proses terjadinya perilaku kekerasan

20
dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi Struart yang

meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi.

a. Faktor Predisposisi

1) Faktor Biologis : Meliputi adanya faktor herediter mengalami

gangguan jiwa, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat

penggunaan NAPZA

2) Faktor Predisposisi : Pengalaman marah adalah akibat dari respon

psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun

lingkungan. Perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi

frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai

sesuatu menemui kegagalan atau terhambat, seperti kesehatan fisik

terganggu, hubungan sosial yang terganggu. Salah satu kebutuhan

manusia adalah “berperilaku” apabila kebutuhan tersebut tidak

dapat dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan

muncul adalah individu tersebut berperilaku destruktif.

3) Faktor Sosiokultural : Fungsi dan hubungan sosial yang terganggu

disertai lingkungan sosial yang mengancam kebutuhan individu,

yang mempengaruhi sikap individu dalam mengeksperikan marah.

Norma dan budaya dapat mempengaruhi individu untuk berperilaku

asertif atau agresif.

21
b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada

setiap individu bersifat unik, berbeda satu orang dengan orang yang

lain. Stressor tersebut dapat merupakan penyebab yang bersifat

faktor eksternal maupun internal dari individu. Faktor internal

meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan kehilangan dan

kegagalan dalam kehidupan (pekerjaan,pendidikan, dan kehilangan

orang yang tercinta), kekhawatiran terhadap penyakit fisik. Faktor

ekternal meliputi kegiatan atau kejadian sosial yang berubah seperti

seragan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina,

lingkungan yang terlalu ribut, atau putusnya hubugan sosial/sekolah.

5. Pohon Masalah Diagnosa Perilaku Kekerasan

Risiko tinggi mencidrai orang lain


Perubahan persepsi
sensori halusinasi
Perilaku kekerasan

Infeksi proses terapi Gangguan harga diri rendah kronis Isolasi sosial

Koping keluarga Berduka disdungsional


tidak efektif
Sumber: (Yosep, 2014)

Gambar 2.2 Pohon Masalah Diagnosa Perilaku Kekerasan

22
6. Penatalaksanaan

Penatalaksaan perilaku kekerasan dengan melakukan terapi restrain.

Restrain adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa injin

individu tersebut, untuk mengatasi kebebasan gerak, terapi ini melibatkan

penggunaan alat mekanis atau manual untuk membatasi mobilitas fisik

pasien. Terapi restrain dapat diindikasikan untuk melindungi pasien atau

orang lain dari cidera pada saat pasien lagi marah ataupun amuk (Hastuti,

Agustina, & Widiyatmoko 2019).

Penanganan yang dilakukan untuk mengontrol perilaku kekerasan

yaitu dengan cara medis dan non medis. Terapi medis untuk pasien

dengan perilaku kekerasan perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.

Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif

tinggi dan ada yang digunakan dosis efektif rendah, tetapi meskipun

demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti

agitasi (Eko Prabowo, 2014). Untuk terapi non medis seperti terapi

generalis,untuk mengenal masalah perilaku kekerasan serta mengajarkan

pengendalian amarah kekerasan secara fisik : nafas dalam dan pukul

bantal, minum obat secara teratur, berkomunikasi verbal dengan baik-

baik, spritual : beribadah sesuai keyakinan pasien dan terapi aktivitas

kelompok, (Hastuti, Agustina, & Widiyatmoko 2019).

a. Terapi Medis

23
Fsikomarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk

mengurangi atau menghilanggan gejala gannguan jiwa. Dengan

demikian kepatuhan mium obat adalah mengonsumsi obat yang

direspkan oleh dokter pada waktu dan dosis yang tepat karena

pengobatan hanya akan efektif apabila penderita memenuhi aturan

dalam penggunaan obat (Pardede, Keliat & Yulia, 2015).

b. Tindakan Keperawatan:

Strategi pelaksanaan (SP) yang dilakukan oleh pasien dengan perilaku

kekerasan adalah diskusi mengenai cara mengontrol perilaku

kekerasan secara fisik, obat, verbal, dan spiritual. Mengontrol perilaku

kekerasan secara fisik dapat dilakukan dengan cara latihan tarik nafas

dalam, dan pukul kasur atau bantal. Mengontrol secara verbal yaitu

dengan cara menolak dengan baik, meminta dengan baik, dan

mengungkapka dengan baik. Mengontrol perilaku kekerasan secara

spiritual dengan cara shalat dan berdoa. Serta mengontrol perilaku

kekerasan dengan minum obat secara teratur dengan prinsip lima

benar (benar klien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar

waktu minum obat, dan benar dosis obat), (Sujarwo & Livana, 2019).

24
C. Tinjauan Umum Terapi Musik Klasik

1. Pengertian Terapi Musik Klasik

Terapi adalah upaya untuk mengoptimalkan kesehatan pasien (Kenneth E

Bruscia, 2014). Sendangkan musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau

bunyi secara berurutan, dalam kombinasi, dan dalam hubungan temporal

untuk menghasilkan komposisi yang memiliki kesatuan dan kontinuitas

(Merriam-Webster's Collegiate Dictionary, edisi online). Kemudian menurut

(KBBI) klasik adalah bersifat seperti seni klasik, yaitu sederhana, serasi dan

tidak berlebihan. Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa terapi musik

klasik adalah suatu ilmu atau seni yang menyusun bunyi atau nada secara

berurutan, dalam kombinasi dan dalam hubungan temporal untuk

menghasilkan kesatuan yang sederhana, serasi dan tidak berlebihan dalam

upaya mengoptimalkan kesehatan kesehatan pasien.

2. Manfaat Terapi Musik Klasik

Menurut Campbell. Efek Mozart (2010) manfaat dari terapi musik adalah

untuk merelaksasi, mempertajam pikiran, memperbaiki presepsi, konsentrasi,

ingatan, menyehatkan tubuh, meningkatkkan fungsi otak, dan dapat

meningkatkan kontrak interpersonal serta meningkatkan kemampuan untuk

beradaptasi dengan lingkungan sosial di masyarakat. Musik juga bermanfaat

bagi kesehatan dan fungsi kerja otak yang telah diketahui sejak zaman dahulu.

Para dokter yunani dan romawi kuno mengajurkan metode penyembuhan

25
dengan mendengarkan permainan alat musik seperti harpa secara psikologis

pengaruh penyembuhan musik pada tubuh adalah pada kemampuan saraf

dalam menangkap efek terapi musik pada sistem kerja tubuh.

Efek terapi musik pada sistem limbik dan saraf otonom adalah

menciptakan suasana rileks, aman dan menyenangkan sehingga merangsang

pelepasan zat kimia Gamma Amino Butyic Acid (GABA). Enkefallin atau

beta endorphin yang dapat mengeliminasi neurotransmiter rasa tertekan,

cemas dan memperbaiki suasana hati (mood) pasien (Djohan, 2016). Musik

yang dapat digunakan untuk terapi musik pada umumnya musik yang lembut,

memiliki nada-nada dan irama yang teratur atau instrumentalia, yaitu musik

klasik. Musik klasik mempunyai perangkat musik yang beraneka ragam

sehingga didalamnya terangkum warna-warni suara yang rentang variasinya

sangat luas. Dengan kata lain variasi bunyi pada musik klasik jauh lebih kaya

daripada variasi bunyi yang lainya, karena musik klasik menyediakan variasi

stimulasi yang sedemikian luasnya bagi pendengar (Campbell,2010).

3. Implikasi Terapi Musik

Menurut Kenneth E Bruscia, 2014. Terapi musik saat ini digunakan di

sekolah, klinik, rumah sakit, pusat, rumah kelompok, panti jompo, pusat

penitipan anak, penjara, pusat komunitas, institut, dan praktik swasta.

Populasi klien termasuk anak-anak autis dan gangguan emosi, orang dewasa

26
dengan gangguan kejiwaan, anak-anak dan orang dewasa yang cacat

intelektua, individu dengan gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, atau

motorik, anak-anak dengan ketidakmampuan belajar; anak-anak yang

dilecehkan, anak-anak dengan gangguan perilaku, pecandu, pasien medis,

orang dewasa neurotik, kelompok yang mengalami trauma dan komunitas.

Terapi musik juga digunakan untuk membantu individu yang sehat dalam

pengurangan stres, persalinan, teknik biofeedback, manajemen nyeri,

aktualisasi diri, dan perkembangan spiritual.

Secara alami, tujuan dan metode bervariasi dari satu pengaturan ke

pengaturan berikutnya, dari satu populasi pasien ke yang lain, dan dari satu

terapis musik ke yang berikutnya. Tujuan mungkin pendidikan, rekreasi,

rehabilitasi, pencegahan, atau psikoterapi, dengan fokus pada kebutuhan

fisik, emosional, intelektual, sosial, atau spiritual pasien. Metode

pengobatan mungkin menekankan pada mendengarkan,

berimprovisasi, tampil, menggubah, menggerakkan, atau berbicara.

Terapis musik di rumah sakit atau pengaturan perawatan paliatif dapat

bekerja dalam orientasi penyembuhan biopsikososial atau

transpersonal; beberapa mungkin fokus untuk mempengaruhi proses

penyakit dan efeknya, dan beberapa mungkin membahas sisi

kesehatan. Psikoterapis musik dapat beroperasi dalam berbagai teori

27
psikologis, mulai dari psikoanalitik hingga eksistensial hingga kognitif

hingga humanistik dan transpersonal.

D. Tinjauan Umum Terapi Aktifitas Kelompok

1. Pengertian TAK

Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan

perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan

yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan kelompok

digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika

interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi

laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk

memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. Penggunaan kelompok

dalam praktik kesehatan jiwa memberikan dampak positif dalam upaya

pencegahan, pengobatan atau terapi pemulihan kesehatan seseorang.

Keuntungan yang dapat diperoleh pasien melalui terapi aktivitas

kelompok meliputi dukungan, meningkatkan kemampuan memecah

masalah, meningkatkan hubungan interpersonal dan juga menggunakan uji

realitas pada pasien dengan gangguan orientasi realitas (Keliat & Akemat,

2010).

Menurut Yosep (2014) jumlah minimun anggota terapi aktivitas

kelompok adalah 4 orang dan maksimum 10 orang. Kriteria anggota

28
memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah sudah punya diagnosa

yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat.

Stuart (2016) menyebutkan delapan komponen yang harus dipenuhi dalam

pembentukan kelompok terapi, antara lain:

a. Struktur

Komponen ini adalah hal yang mendasari kelompok, termaksud

batasan kelompok, komunikasi, dan proses pengambilan keputusan,

serta hubungan otoritas, menawarkan stabilitas dan membantu

mengatur perilaku serta pola interaksi.

b. Ukuran

Ukuran yang disarankan untuk sebuah kelompok yang beroirentasi

interpersonal adalah 7-10 anggota. Komposisi jumlah anggota yang

tepat akan memberikan kesempatan pada anggota untuk menerima

validasi kesepakatan bersama dan mendengar sudut pandang yang

berbeda.

c. Lamanya sesi

Lamanya sesi yang ideal adalah 20-40 menit untuk kelompok fungsi

rendah dan 60-120 menit untuk kelompok fungsi yang tinggi.

d. Komunikasi

29
Tugas utama pemimpin kelompok adalah mengobservasi dan

menganalisis pola komunikasi dalam kelompok. Elemen komunikasi

yang dapat diamati secara verbal dan non verbal meliputi:

1) Pengaturan tata ruangan dan tempat duduk

2) Tema umum yang diungkapkan dalam kelompok

3) Seberapa sering dan kepada siapa anggota kelompok saling

berkomunikasi

4) Bagaimana anggota saling mendengar dalam kelompok

5) Apa proses pemecahan masalah yang terjadi dalam kelompok, serta

6) Gerakan wajah dan tangan yang dapat menunjukkan konten

emosional.

e. Peran

Ditentukan oleh perilaku dan tanggung jawab yang ditanggung

anggota kelompok. Menurut Benne dan Sheats (Stuart, 2016),

seseorang dapat memerankan tiga jenis peran dalam kelompok: peran

pemeliharaan, peran tugas, dan peran individu. Peran pemeliharaan

melibatkan proses dan fungsi kelompok. Jenis peran ini dipecah lagi

menjadi penyemangat, penyelaras, penyeimbang, penjaga gawang,

pengikut, pembuat aturan, dan pemecahan masalah dengan fungsi

masing-masing. Sementara itu, peran tugas lebih berhubungan dengan

penyelesaian tugas kelompok. Peran tugas dibagi menjadi pemimpin,

30
penanya, fasilitator, pembuat kesimpulan, penilaian dan penggagas.

Berbeda dengan tugas atau pemeliharaan kelompok; mereka dapat

berfokus pada diri sendiri dan menggangu kelompok. Peran individu

ini terbagi menjadi beberapa, antara lain korban, menguasai, perayu,

bisau, berkeluh kesah, bolos atau terlambat, dan bermoral.

f. Kekuatan

Kemampuan anggota untuk mempengaruhi kelompok secara

keseluruhan dan anggota lainnya secara individu. Kekuatan dalam

kelompok dapat diasumsikan berdasarkan sejumlah faktor, termaksud

jenis kelamin, usia, pengalaman sebelumnya, lamanya waktu dalam

kelompok, atau keinginan berbicra dalam kelompok.

g. Norma

Norma adalah standar perilaku dalam kelompok yang mempengaruhi

komunikasi perilaku, dikomunikasikan secara terbuka atau

tersembunyi, norma kelompok dibuat untuk memfasilitasi pencapaian

tujuan atau tugas kelompok, mengontrol konflik interpersonal,

menginterpretasi realitas sosial, serta mempererat ketergantungan

dalam kelompok.

h. Kohesi

Kohesi adalah kekuatan keinginan anggota kelompok untuk bekerja

bersama mencapai tujuan bersama. Faktor-faktor yang berkontribusi

31
terhadap tingkat kohesi antara lain kesepakatan anggota pada tujuan

kelompok, daya tarik interpersonal antara anggota, sejauh mana

kelompok memenuhi kebutuhan individu, kesamaan anggota

kelompok, serta kepuasan anggota dengan gaya kepemimpinan dalam

kelompok.

2. Manfaat TAK

Menurut Yosep (2014) secara umum terapi aktivitas kelompok

bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan menguji kenyataan

(reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari

orang lain. Selain itu, terapi ini juga dapat meningktakan kesadaran

tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku

defensif (bertahan terhadap stres) dan adaptasi, serta membangkitkan

motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis, seperti kognitif dan

afektif.

Selain manfaat secara umum, terapi aktivitas kelompok juga

memiliki manfaat khusus, antara lain meningkatkan identitas diri,

menyalurkan emosi secara konstruktif, meningkatkan ketrampilan

hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari, meningkatkan

kemampuan ekspresi diri, ketrampilan sosial, kepercayaan diri,

kemampuan empati, serta meningkatkan kemampuan tentang masalah-

masalah kehidupan dan pemecahannya.

32
3. Tahapan Perkembangan TAK

Menurut Stuart (2016), setiap kelompok berkembang sesuai

dengan rangkaian tiga tahapan antara pribadi, yaitu:

a. Keterlibatan: berada di dalam atau di luar kelompok

b. Kontrol: menjadi anggota di level atau di luar kelompok

c. Pengaruh: menjadi dekat atau jauh.

Selain tahapan pribadi, perkembangan kelompok juga tidak bisa

lepas dari fase-fase perkembangan kelompok itu sendiri. (Stuart,2016)

merumuskan empat fase perkembangan kelompok sebagai berikut.

a. Fase Prakelompok

Hal pertama dan utama dalam pembentukan kelompok adalah

menentukan tujuan kelompok, baik tujuan primer maupun tujuan

sekunder. Setelah menetapkan tujuan, kelompok harus

menunjukan pemimpin dan keahlian yang dimiliki. Pemimpin akan

bertanggung jawab mengurus izin administrasian menemukan

ruang di mana kelompok dapat bertemu. Tanggung jawab lainnya

yang harus dilakukan pemimpin kelompok adalah memilih

anggota. Pemimpin harus memutuskan apakah keanggotaan

kelompok akan tertutup atau terbuka sebelum skrining anggota.

b. Fase Awal

33
Tahap awal mencakup pertemuan dimana anggota kelompok mulai

menetap bekerja. Fase ini ditandai dengan kecemasan yang

diterima dalam kelompok, pengaturan norma, yang melakukan

berbagai peran.

Fase Pengertian Aktivitas Tugas Aktivitas Interpersonal

Orientasi Anggota Mengidentifikasi Hubungan diuji, batas


kelompok tugas dan batas- interpersonal
Memperhatik batas yang diidentifikasi, hubungan
an orientasi berkaitan dengan tergantung dengan
tugas pemimpin, anggota
kelompok lainnya, atau
standar yang sudah ada
sebelumnya ditetapkan

Konflik Anggota Merespons Konflik antaranggota


kelompok secara emosional kelompok
menolak terhadap tugas
tugas dan
berpengaruh
pada
kelompok

34
Kohesif Resistensi Mengeskpresika Peran baru diadopsi,
terhadap n pendapat standar baru berkembang
kelompok pribadi tentang dalam kelompok,
diatasi oleh tugas lkekompokan
anggota dikembangkan.

Sumber: prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart, 2016

Tabel. 2.1 Fase-Fase Perkembangan Kelompok menurut Yalom

c. Fase Kerja

Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim yang solid. Perasaan

positif dan negatif dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang

telah dibina, bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah

disepakati, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realitis,

mengeksplorasikan lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas

kelompok, dan penyelesian masalah yang kreatif.

d. Fase Terminasi

Ada dua jenis terminasi, yaitu penghentian kelompok secara

keseluruhan dan pemberhentian individu anggota kelompok.

4. Aktivitas dan Indikasi Terapi Aktivitas Kelompok

Terapi aktivitas kelompok pada pasien dengan perilaku kekerasan

menurut Keliat (2014), dibagi menjadi lima sesi, yaitu :

35
1. Sesi 1: Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

2. Sesi 2: Mencegah perilaku kekerasan secara fisik

3. Sesi 3: Mencegah perilaku kekerasan dengan cara interaksi sosial

asertif (Cara Verbal)

4. Sesi 4: Mencegah perilaku kekerasan spiritual

5. Sesi 5: Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh

mengkonsumsi obat.

5. Langkah Dalam Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok

Menurut Keliat (2014), langkah-langkah dalam kegiatan terapi

aktivitas kelompok sebagai berikut:

1. Persiapan

a. Memilih pasien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif

b. Membuat kontak dengan pasien

c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

a. Salam teraupetik

1) Salam dari terapi kepada pasien

2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan

nama)

3) Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan

nama)

36
b. Evaluasi

1) Menanyakan perasaan pasien saat ini

2) Menanyakan masalah yang dirasakan

c. Kontak

1) Menjelaksan tujuan kegiatan (sesuai sesi yang dilakukan)

2) Menjelaskan aturan main:

 Jika ada pasien yang ingin meninggalkan

kelompok, harus minta izin kepada terapis

 Lama kegiatan 45 menit

 Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai

selesai.

3. Tahap kerja

a. Diskusi (Sesuai Sesi)

1. Tanyakan pengalaman tiap pasien

2. Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard

4. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan pasien ketika mengikuti

terapi aktivitas kelompok

2. Memberikan pujian dan penghargaan atas setiap jawaban

pasien

37
b. Tindak lanjut

1. Menganjurkan pasien untuk menggunakan kegiatan fisik,

interaksi sosial asertif, kegiatan ibadah, dan patuh minum

obat untuk mencegah perilaku kekerasan

c. Kontrak waktu selanjutnya

Mengakhiri pertemuan untuk terapi aktivitas kelompok

perilaku kekerasan, dan disepakati untuk terapi aktivitas

kelompok yang lain.

6. Jenis TAK

a. Terapi aktivitas kelompok stimulus kognitif atau persepsi

Terapi aktivitas kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi

yang bertujuan untuk membantu pasien yang mengalami

kemunduran orientasi, manstimuli persepsi dalam upaya

memotivasi proses berfikir dan afektif serta mengurangi perilaku

maladaptif. Tujuan dari terapi aktivitasi kelompok jenis ini sebagai

berikut:

1) Meningkatkan kemampuan orientasi realitas

2) Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian

3) Meningkatkan kemampuan intelektual

4) Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain

5) Mengemukakan perasaanya.

38
Pasien pada terapi aktivitas kelompok stimulasi

kognitif/persepsi memiliki beberapa karakteristik, antara lain

merupakan penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan

dengan nilai-nilai, menarik diri dari realitas, menginisiasi atau ide-

ide negatif, serta memiliki kondisi fisik sehat, dapat nerkomunikasi

verbal, kooperatif dan mau mengikuti kegiatan.

b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori

Terapi aktivitas kelompok untuk menstimulasi sensori penderita

yang mengalami kemunduran fungsi sensori. Indera dan

kemampuan mengekpresikan stimulus baik dari internal maupun

eksternal. Tujuan terapi ini antara lain:

1) Meningkatkan kemampuan sensori

2) Meningkatkan upaya memusatkan perhatian

3) Meningkatkan kesegaran jasmani

4) Mengekspresikan perasaan.

c. Terapi aktivitas kelompok orientasi realitas

Terapi altivitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan

untuk mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realita).

Umumnya dilaksanakan pada kelompok yang mengalami

gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Teknik yang

digunakan meliputi inspirasi represif, interaksi bebas maupun

39
secara didaktif. Tujuan terapi ini anatara lain agar penderita

mampu mengidentifikasikan stimulus internal (fikiran, perasaan,

sensasi somatik) dan stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi alam

sekitar), penderita dapat membedakan antara lamunan dan

kenyataan, perbicaraan penderita sesuai realita, penderita mampu

mengenali diri sendiri, serta penderita mampu mengenal orang

lain, waktu dan tempat.

Karakteristik klien terapi jenis ini antara lain:

1) Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR);

(halusinasi, ilusi, waham, dan depresonalisasi) yang sudah

dapat berinteraksi dengan orang lain

2) Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang

sudah dapat berinteraksi dengan orang lain

3) Penderita kooperatif

4) Dapat berkomunikasi verbal dengan baik

5) Kondisi fisik dalam keadaan sehat.

d. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi

Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan

keamampuan klien dalam melakukan interaksi sosial maupun

berperan dalam lingkugan sosial. Sosialisasi dimaksudkan

memfasilitasi psikoterapis untuk:

40
1) Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal

2) Memberi tanggapan terhadap orang lain

3) Mengekspresikan ide dan tukar persepsi

4) Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan.

Terapi aktivitas kelompok sosialisasi memiliki tujuan umum dan

tujuan khusus. Tujuan umum terapi ini adalah meningkatkan

hubungan interpersonal antaranggota kelompok, berkomunikasi,

saling memperlihatkan, memberi tanggapan terhadap orang lain,

mengekpresikan ide serta menerima stimulus eksternal.

Sementara, tujuan khususnya antara lain penderita mampu

menyebutkkan identitasnya, menyebutkan identitas penderita lain,

memberi respons terhadap penderita lain, mengikuti aturan main,

serta penderita mampu mengemukakan pedapat dan perasaannya.

7. Peran Perawat Dalam TAK

Sebelum, selama, dan sampai akhir terapi aktivitas kelompok perawat

jiwa profesional memiliki peran penting yang harus di jalankan. Menurut

Struat (2016), perawat bertindak sebagai pemimpin kelompok. Dalam

melaksanakan peran tersebut, perawat harus dapat mempelajari kelompok

dan berpartisipasi di dalamnya pada waktu yang bersamaan. Secara

khusus, kemampuan yang harus dimiliki perawat untuk menjelankan

peran ini adalah sikap responsif dan aktif berempati, memiliki ketulusan,

41
serta kemampuan konfrontasi. Selain itu tanggung jawab dan kualitas

pemimpin kelompok dalam terapi dapat dilihat dari ketrampilan

komunikasi asertif, organisasi, dan rasa humor.

Selain pendapat di atas, ada juga yang membagi peran perawat jiwa

professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok kedalam enam

peran, antara lain:

1. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok

Sebelum melakukan terapi aktivitas kelompok, perawat harus membuat

proposal untuk dijadikan panduan dalam pelaksanaan terapi aktivitas

kelompok. Komponen yang dilakukan meliputi: deskripsi, karakteristik

pasien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan teori, persiapan alat,

jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian tugas

terapis.

2. Tugas sebagai leader dan coleader

Meliputi tugas menganalisis dan mengobservasi pola-pola komunikasi

yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk

menyadari dinamika kelompok, menyadari motivator, membantu

kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan, serta

mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok.

3. Tugas sebagai fasilitator

42
Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai

anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota

kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.

4. Tugas sebagai observer

Tugas ini meliputi mencatat serta mengamati penderita, mengamati

jalannya proses terapi aktivitas, dan menangani peserta/anggota

kelompok yang drop out.

5. Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaa

Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya

subkelompok, kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau

kelompok, serta adanya anggota kelompok yang drop out.

6. Program antisipasi masalah

Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi)

yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan terapi aktivitas

kelompok.

E. Kerangka Konsep

Terapi Musik
Klasik Perubuhan Gejala Perilaku Kekerasan

Terapi aktivitas
kelompok

43
Keterangan

: Variabel Dependen

: Variabel Independen

: Hubungan

44
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode systematic review. Review yang digunakan

merupakan rangkuman menyeluruh beberapa studi penelitian yang

ditentukan berdasarkan tema tertentu. Metode ini juga bertujuan untuk

membantu peneliti lebih memahami terkait “Pengaruh penerapan terapi

musik klasik dan terapi aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala

perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia”.

B. Tahapan Systematic Review

1. Identifikasi pernyataan penelitian

Berdasarkan judul di atas, maka peneliti dapat menetapkan PICO

sebagai berikut :

a. P (populasi) : Pasien Perilaku kekerasan (PK).

b. I (intervensi) : Musik Klasik dan Terapi Aktivitas Kelompok.

c. C (comparator) : Treatment as Usual/intervensi yang biasa

dilakukan dirumah sakit.

d. O (outcome) : Terdapat penurunan gejala perilaku kekerasan pada

pasien skizofrenia.

45
Pertanyaan penelitian berdasarkan PICO adalah Bagaimana

perbandingan terapi musik klasik dan terapi aktivitas kelompok

terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien

skizofrenia?.

2. Menyusun Protokol

Untuk menyusun Protokol review penulis menggunakan metode

PRISMA (Preferred Reporting Items For Systyematic Reviews and

Meta Analyses).

a. Pencarian data

Pencarian literatur dilakukan pada bulan april - mei 2021 dengan

menggunakan sumber database, google scholar. Pencarian artikel

menggunakan kata kunci: “terapi musik klasik” DAN “terapi

aktivitas kelompok” DAN ”perilaku kekerasan”. Kata kunci ini

digunakan untuk memperluas atau menspesifikkan pencarian,

sehingga mempermudah peneliti dalam penentuan artikel yang

digunakan. Pencarian ini dibatasi dalam rentang waktu 2016 –

2020.

b. Screening data

Screening adalah penyaringan atau pemilihan data (artikel

penelitian) yang bertujuan untuk memilih topik yang sesuai dengan

penelitian ini. Screening dilakukan melalui judul artikel yang

46
ditemukan pada pencarian data, kemudian peneliti membaca

abstrak untuk menentukan apakah artikel sesuai dengan topik.

c. Penilaian kualitas atau kelayakan

Penilaian kualitas atau kelayakan artikel pada penelitian ini

didasarkan pada kriteria yang telah ditentukan (insklusi dan

ekslusi)

d. Hasil pencarian data

Semua data (artikel penelitian) berupa artikel penelitian kuantitatif

atau kualitatif yang memenuhi semua syarat dan kriteria untuk

dilakukan analisis lebih lanjut.

47
Gambar 3.1 Diagram PRISMA tahapan Systematic Review

“Pengaruh penerapan terapi musik klasik dan terapi aktivitas kelompok terhadap

penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia .”

Pencarian pada situs

(google Scholar)

Hasil jurnal secara keseluruhan

( n = 848)

Screening

a. Rentang waktu 5 tahun terakhir


2016 – januari 2020.
Screening
b. Tipe review artikel,research
3.(n=485) artikel
c. Jurnal menggunakan bahasa
Indonesia.

Jurnal yang dapat di akses full text


Google Scholar (n=215)

Menyusun Strategi Pencarian


Criteria inklusi
F. a. Jurnal yang berkaitan dengan
Skizofrenia
b. Jurnal berkaitan dengan
Jurnal akhir yang sesuai penerapan Terapi musik klasik
dengan kriteria inklusi pada pasien PK
c. Jurnal berkaitan dengan
(n=8) penerapan Terapi aktivitas
kelompok pada pasien PK

48
3. Ekstraksi Data

Ekstraksi data dapat di lakukan setelah proses protokol telah di

lakukan dengan menggunakan metode PRISMA. Ekstraksi data

dapat di lakukan secara manual dengan membuat formulir yang

berisi tentang tipe artikel, nama jurnal, atau konferensi, tahun,

judul, metode penelitian dan lain-lain.

49
No. Judul Jurnal Tahun Kata Kunci Metode penelitian Lokasi

1. Tanda Gejala Dan Kemampuan Mengontrol 2016 ‘’Terapi musik klasik’’ Kuantitatif Rumah Sakit Jiwa
Perilaku Kekerasan Dengan Terapi Musik
DAN ‘’Perilaku kekerasan’’ Daerah Soerakarta
Klasik Dan Rational Emotive Cognitif
Behavior Therapy

2. Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart 2016 ‘’Terapi musik klasik’’ Deskriptif RSJD Dr. RM
Soedjarwadi Klaten
Orkestra Terhadap Frekuensi Perilaku DAN ‘’Perilaku kekerasan’’
Provinsi Jawa Tengah
kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD

Dr. RM SOEDJARWADI KLATEN.

50
3. Terapi musik klasik terhadap perubahan 2016 ‘’Terapi musik klasik’’ Kuantitatif Kunti Rumah Sakit

gejala perilaku agresif pasien skizofrenia DAN ‘’Perilaku kekerasan’’ Jiwa Provinsi Bali

4. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi 2017 ‘’Terapi aktivitas Cross-sectional Rumah Sakit Ernaldi

berhubungan dengan kemampuan pasien dalam kelompok’’ DAN ‘’Perilaku Bahar, Sumatera

mengontrol perilaku kekerasan Activity therapy kekerasan’’ Selatan

of perception stimulation groups are related

with patient ability to control violence behavior.

5. Efektifitas TAK Stimulasi Persepsi Terhadap 2019 ‘’Terapi aktivitas Kuantitatif RSJ Prof, HB. Sa’

Ekspresi Kemarahan Pada Klien Dengan kelompok’’ DAN ‘’Perilaku anin Padang

Riwayat Perilaku kekerasan Di Ruang MPKP kekerasan’’

Gelatik RSJ Prof, HB, Sa’anin Padang

6. Penurunan Gejala Risiko Perilaku Kekerasan 2020 ‘’Terapi aktivitas Kuantitatif Di Rumah Sakit Jiwa
Pada Pasien Skizofrenia Melalui Terapi Prof.Dr. Muhammad
kelompok’’ DAN ‘’Perilaku
Iidrem Provsu Kota

51
Aktivitas Kelompok kekerasan’’ Medan.

7. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Asertif 2016 ‘’Terapi aktivitas Kuantitatif Rumah Sakit Dr.
Terhadap Perubahan Perilaku Kekerasan Pada Amino Gondo
kelompok’’ DAN ‘’Perilaku
Pasien Perilaku Kekerasan Hutomo
kekerasan’’

8. Terapi Kelompok Suportif Asertif Menurunkan 2016 ‘’Terapi aktivitas Kualitatif Rumah Sakit Jiwa

Nilai Perilaku Kekerasan Pasien Skizofrenia kelompok’’ DAN ‘’Perilaku Menur Surabaya

Berdasarkan Model Keperawatan Interaksi kekerasan’’

King.

Tabel 3.1 Ekstrasi Data

52
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2013).

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah jurnal

nasional yang berkaitan dengan pengaruh penerapan terapi musik

klasik dan terapi aktivitas kelompok pada pasien perilaku kekerasan.

2. Sampel

Sampel adalah keseluruhan objek yang diteliti memiliki kualitas dan

karakter tertentu yang ditentukan oleh penelitian (Sugiyono,2013).

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 10 jurnal nasional yang

berkaitan dengan pengaruh penerapan terapi musik klasik dan terapi

aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan pada

pasien skizofrenia.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara-cara yang digunakan dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang sesuai dari

keseluruhan subjek penelitian, peneliti menentukan subjek penelitian

dengan teknik purposive sampling. Menurut (Sugiyono, 2010)

Purposive sampling adalah teknik untuk menentukan sampel.

53
Penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar

data yang diperoleh nantinya bisa lebih representativ.

a. Kriteria inklusi

1) Artikel penelitian Nasional yang berkaitan dengan pengaruh

penerapan terapi musik klasik dan terapi aktivitas kelompok

terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien

skizofrenia.

2) Artikel penelitian yang penulis gunakan diterbitkan dalam

rentang waktu 2016-2020.

3) Tipe artikel peneliti yang digunakan ialah review

artikel,research artikel

4) Artikel penelitian yang dapat di akses secara penuh.

b. Kriteria Ekslusi

1) Artikel penelitian nasional yang tidak berkaitan dengan

pengaruh terapi musik klasik dan terapi aktivitas kelompok

terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien

skizofrenia

2) Artikel penelitian diterbitkan dalam rentang waktu 5 tahun.

3) Artikel penelitian yang dapat diakses secara penuh.

54
D. Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh suatu

informasi untuk hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2013). Variabel penelitian ini meliputi :

1. Variabel independen/bebas

Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Dependen).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah terapi musik klasik dan

terapi aktivitas kelompok

2. Variabel dependen/terikat

Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah penurunan gejala perilaku kekerasan.

E. Analisa Data

Setelah melewati tahap protokol sampai pada ekstraksi data, maka analisis

data dilakukan dengan menghubungkan semua data yang telah memenuhi

kriteria inklusi menggunakan teknik secara deskriptif untuk memberikan

gambaran sesuai permasalahan penelitian yang diteliti.

55
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil systematic review pengaruh penerapan terapi musik klasik, dan terapi aktivitas kelompok terhadap
penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia

NO Judul Penelitian Tahun Lokasi Tujuan Desain Jumlah Metode Teknik Intervensi Hasil
Peneliti responden Penguku analisis
an ran
Kuantitatif Hari Pertama : Hasil menunjukan
1. Tanda Gejala Dan 2016 Rumah Untuk quasi 64 lembar Analisis - Berikan terapi
adanya penurunan
Kemampuan Sakit mengetahui experim responden kuesioner Inferensial musik,
- Identifikasi nilai ambang marah
Mengontrol Jiwa efektifitas ent with kejadian dan respons
sebelum dan
Perilaku Kekerasan Daerah terapi musik control terhadap kejadian
sesudah terapi yaitu
Dengan Terapi Soeraka klasik dan group Hari Kedua :
- Berikan terapi nilai ambang marah
Musik Klasik Dan rta rational
musik, sebelum terapi
Rational Emotive emotive - Diskusi dan latihan
melawan keyakinan adalah 8 untuk
Cognitif Behavior cognitive
irasional terhadap kasus I dan 10
Therapy behaviour kejadian
untuk kasus II,

56
sesudah terapi
therapy Hari Ketiga :
- Berikan terapi ambang marah
terhadap
musik, turun menjadi 2
perubahan - Diskusi dan
latihan melawan pada kasus I dan 3
tanda dan
pikiran negatif yang pada kasus II.
gejala pertama
Semakin rendah
kemampuan
Hari Keempat : ambang marah
klien - Berikan terapi
musik, maka semakin
mengontrol
- Diskusi dan bagus pasien dalam
perilaku latihan melawan
pikiran negatif yang mengontrol marah.
kekerasan
kedua Terapi musik, dzikir

Hari Kelima : dan rational


-Berikan terapi emotive cognitive
musik
-Diskusi dan behaviour terbukti
mengubah perilaku menurunkan
negatif yang
pertama. ambang marah,
memberikan
Hari Keenam : ketenangan dan
- Terapi musik, meningkatkan
- Diskusi dan
mengubah perilaku berfikir positif

57
negatif yang kedua. klien.

2. Pengaruh Terapi 2016 di untuk Quasy 12 Kuesioner Kuantitatif - Bina hubungan Ada pengaruh
Musik Klasik RSJD mengetahui eksperi responden Analisis saling percaya terapi musik klasik
Mozart Orkestra Dr. RM pengaruh mental Deskriptif dengan pasien Mozart terhadap
Terhadap Frekuensi Soedjar terapi musik dengan - Kontrol marah frekuensi perilaku
Perilaku kekerasan wadi klasik kelomp dengan relaksasi kekerasan pada
Pada Pasien Klaten mozart ok musik. pasien skizofrenia
Skizofrenia Di Provins orkestra kontrol - Ukur vital sign Hasil menunjukan
RSJD Dr. RM i Jawa terhadap dan - Evaluasi setiap adanya perubahan
SOEDJARWADI Tengah frekuensi kelomp tindakan frekuensi perilaku
KLATEN. perilaku ok kekerasan sebelum
kekerasan interve dan sesudah
pada pasien nsi. dilakukan terapi
skizofrenia musik klasik
di RSJD Dr. Mozart orkestra
RM yaitu dengan

58
Soedjarwadi kategori rendah
Klaten sebanyak 7
Provinsi responden
Jawa (58,33%), sedang
Tengah sebanyak 3
responden (25%)
dan kategori tinggi
sebanyak 2
responden (16,66%)
sebelum dilakukan
terapi musik klasik
mozart orkestra,
dan 12 responden
dengan kategori
rendah sesudah
dilakukan terapi
music klasik
orkestra
Berdasarkan uji

59
statistik Wilcoxon
Match Paired Test
menunjukan hasil
yang bermakna
dengan signifikasi
p=0,011 dengan α=
0,05. Data ini
menunjukan H0
ditolak sehingga
terjadi penurunan
perilaku kekerasan
setelah dilakukan
terapi musik klasik
Mozart orkestra.
Rerata pretest 3,08
dan posttest 0,67
sehingga selisih
rata-rata pretest-
postest sebesar

60
2,41.

3 Terapi musik klasik 2016 Ruang untuk One- 15 observasi Kuantitatif Perilaku agresif
terhadap perubahan Kunti mengetahui group responden Analisis pasien skizofrenia
gejala perilaku RSJ pengaruh pretest- Inferensial setelah diberihkan
agresif pasien Provins terapi musik posttest terapi musik
skizofrenia i Bali klasik design. sebagian besar
terhadap yaitu sebanyal 12
perubahan orang (80%) dalam
gejala kategori ringan.
perilaku Hasil uji statistik
agresis pada Wilcoxon Sign
pasien Rank Test
skizofrenia didapatkan p=0,000
< α 0,010 berarti
ada pengaruh yang
sangat signifikan
pemberian terapi
musik klasik

61
terhadap perubahan
gejala perilaku
agresif pada pasien
skizofrenia.

4 Terapi aktivitas 2017 di Untuk Kuantit 23 Kusioner Ada hubungan


kelompok stimulasi Rumah mengetahui atif responden bermakna antara
persepsi Sakit hubungan yang Terapi Aktivitas
berhubungan Ernaldi terapi bersifat Kelompok (TAK)
dengan kemampuan Bahar, aktivitas observa dengan kemampuan
pasien dalam Sumate kelompok sional pasien mengontrol
mengontrol ra stimulasi perilaku kekerasan.
perilaku kekerasan Selatan persepsi Berdasarkan uji
Activity therapy of dengan statistik didapatkan
perception kemampuan p-value=0,01. Hasil
stimulation groups pasien tersebut
are related with mengontrol menunjukkan
patient ability to perilaku adanya hubungan
control violence kekerasan di yang bermakna

62
behavior. Rumah antara terapi
Sakit aktivitas kelompok
Ernaldi stimulasi persepsi
Bahar, dengan kemampuan
Sumatera pasien mengontrol
Selatan perilaku kekerasan.
Sebagian besar
responden yang
mengikuti Terapi
Aktivitas
Kelompok (TAK)
stimulasi persepsi
secara lengkap
sebesar 18
responden (78,3%),
sebagian besar
responden dengan
kemampuan pasien
mengontrol

63
perilaku kekerasan
sebesar yaitu 13
responden (56,5%).
Ada hubungan
bermakna antara
Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK)
dengan kemampuan
pasien mengontrol
perilaku kekerasan
dengan p-
value=0,01 >α
(α=0,05).

5 Efektifitas TAK 2019 di RSJ Untuk Pra- 18 Interview Kuantitatif Berdasarkan hasil
Stimulasi Persepsi Prof, mengetahui eksperi responden dan Analisis penelitian dapat
Terhadap Ekspresi HB. keefektifan men observasi Inferensial dilihat bahwa
Kemarahan Pada Sa’ terapi dengan terdapat perbedaan
Klien Dengan anin aktivitas pendek rata-rata tingkat
Riwayat Perilaku kelompok atan ekspresi kemarahan

64
kekerasan Di Padang stimulasi pre- klien perilaku
Ruang MPKP persepsi post kekerasan antara
Gelatik RSJ Prof, terhadap test sebelum dan
HB, Sa’anin ekspresi group sesudah dilakukan
Padang kemarahan design terapi aktivitas
pada klien kelompok :
dengan stimulasi persepsi
riwayat yaitu dari 10,22
perilaku menjadi 6,39
kekerasan di artinya terdapat
ruang perbedaan nilai
gelatik RSJ rata-rata 3, 83.
Prof. HB. Berdasarkan hasil
Sa’anin analisis dengan uji
Padang t-paried melalui
program SPSS
diperoleh nilai p
Value = 0,000
artinya ada

65
perbedaan yang
signifikan antara
ekspresi kemarahan
sebelum dan
sesudah diberikan
terapi aktivitas
kelompok stimulasi
persepsi sehingga
Ha diterima.

Hasil penelitian
6. Penurunan gejala 2020 Di Untuk Quasi 17 Kuesioner Kuantitatif
didapatkan rata-rata
perilaku kekerasan Rumah mengetahui eksperi Responden dan Analisis
sebelum terapi
pada pasien Sakit pengaruh mental lembaran Inferensial
aktivitas kelompok
skizofrenia melalui Jiwa terapi pre- observasi
meliputi respon
terapi aktivitas Prof.Dr aktivitas post
kognitif sebesar
kelompok . kelompok test.
18.35, respon
Muham stimulasi
afektif sebesar
mad persepsi
21.82, respon sosial
Iidrem terhadap

66
sebesar 23.00,
Provsu perubahan
respon perilaku
Kota gejala risiko
sebesar 18,71 dan
Medan.
nilai komposit
sebesar 81.81.
Gejala risiko
perilaku kekerasan
pasien skizofrenia
dirata-ratakan
setelah terapi
aktivitas kelompok
meliputi respon
kognitif sebesar
10.88, respon
afektif sebesar
11.94, respon sosial
sebesar 12.18,
respon perilaku
sebesar 110,00 dan
nilai komposit

67
sebesar 45 dan
Pengaruh Terapi Quasi 71 metode Kuantitatif
Hasil Uji Paired
7. Aktivitas 2016 Rumah Untuk eksperi responden wawancar Analisis
Sample Test
Kelompok Asertif sakit mengetahui ment a dan Inferensial
menunjukkan
Terhadap Dr. pengaruh dengan mengisi
bahwa ada
Perubahan Perilaku Amino terapi mengg kuesioner
pengaruh yang
Kekerasan Pada Gondo aktivitas unakan
signifikan pada
Pasien Perilaku Hutom kelompok pendek
perubahan gejala
Kekerasan o asertif atan
risiko perilaku
one
kekerasan pada
group
pasien skizofrenia
sebelum dan setelah
dilakukan terapi
aktivitas kelompok
dengan nilai p-
value = 0,000 (p≤
0,05).
8. 2016 24 Kuantitatif Sesi 1.
Terapi Kelompok Kuesioner
quasi Lakukan cara untuk
Responden dan Analisis
Suportif Asertif Rumah Untuk
ekspem mengendalikan

68
Hasil uji wilcoxon
Menurunkan Nilai Sakit menganalisa ent lembaran Inferensial perilaku kekerasan
menunjukan ada
Perilaku Kekerasan Jiwa pengaruh dengan observasi Sesi 2.
pengaruh yang
Pasien Skizofrenia Menur terapi mengg Demontrasi
signifikan antara
Berdasarkan Model Suraba kelompok unakan cara berperilaku
terapi aktivitas
Keperawatan ya suportif pendek asertif,
kelompok asertif
Interaksi King. asertif atan Sesi 3.
terhadap perubahan
terhadap one Latih pasien
perilaku pada
perilaku group menggunakan sistem
pasien perilaku
kekerasan pre test dukungan kelompok
kekerasan Terlihat
pada pasien and (support system)
dari nilai p value
skizofrenia post Sesi 4.
sebesar 0,000 (p<
berdasarkan test Evaluasi pengalaman
0,05), perubahan
interaksi design. yang dipelajari
perilaku dari buruk
King berkaitan dengan
ke baik tampak
penggunaan system
pada hasil
dukungan
penurunan sebelum
mendapat terapi
dan setelah

69
mendapat terapi.

Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa sebelum
diberikan terapi
kelompok suportif
asertif, rerata nilai
perilaku kekerasan
kelompok
perlakuan adalah
96,1, sedangkan
pada kelompok
kontrol adalah 75,1.
Setelah diberikan
terapi kelompok
suportif asertif,
rerata nilai perilaku
kekerasan
kelompok

70
perlakuan adalah
58,4, sedangkan
kelompok kontrol
54,8. Hasil uji
didapatkan pada
kelompok
perlakuan ada
perbedaan nilai
perilaku kekerasan
sebelum dan
sesudah diberikan
terapi kelompok
suportif asertif (p=
0,005), dan pada
kelompok kontrol
ada perbedaan
antara nilai perilaku
kekerasan sebelum
dan sesudah
diberikan terapi

71
(p=0,000), serta ada
pengaruh
pemberian terapi
kelompok suportif
asertif terhadap
perilaku kekerasan
(p= 0,045).

Tabel 4.1 Hasil Systematik Review pengaruh penerapan terapi musik klasik, dan terapi aktivitas
kelompok terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia.

72
Hasil penelitian dari Heri Setiawan, Budi Anna Keliat dan Ice Yulia Wardani

(2016) tentang Tanda Gejala Dan Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan

Dengan Terapi Musik Klasik Dan Rational Emotive Cognitif Behavior Therapy.

Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment with control group, dengan

teknik analisis purposive sampling dan teknik pengukuran data kusioner. Jumlah

populasi 64 responden. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan tanda gejala

komposit yang lebih tinggi pada kelompok intervensi yang mendapat terapi musik

dibandingkan dengan kelompok kontrol, di mana rata-rata kemampuan dalam

mengontrol perilaku kekerasan yang dimiliki oleh kelompok yang diberikan terapi

musik lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan terapi musik.

Uji statistik menggunakan korelasi pearson menghasilkan nilai sebesar 0,003 (p value

< 0,05) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dan negatif antara

kemampuan mengontrol perilaku kekerasan dengan tanda gejala perilaku kekerasan.

Nilai r menunjukkan negatif artinya semakin tinggi kemampuan maka tanda gejala

perilaku kekerasan semakin menurun, dengan keeratan hubungan yang kuat (r > 0,5).

Hasil penelitian dari Ruthy Ngapiyem (2016) tentang Pengaruh Terapi Musik

Klasik Mozart Orkestra Terhadap Frekuensi Perilaku kekerasan pada Pasien

Skizofrenia di RSJD Dr. RM Soedjarwadi Klaten. Desain penelitia ini menggunakan

Quasy eksperimental dengan teknik analisis yaitu, Uji ststistik menggunakan

Wilcoxon Match Paired Test kelompok kontrol dan kelompok intervensi dan teknik

pengukuran data kusioner , dengan jumlah populasi 12 responden, dengan hasil yang

73
didapatkan ada pengaruh terapi musik klasik Mozart terhadap frekuensi perilaku

kekerasan pada pasien skizofrenia, dari adanya perubahan frekuensi perilaku

kekerasan sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik klasik Mozart orkestra yaitu

dengan kategori rendah sebanyak 7 responden (58,33%), sedang sebanyak 3

responden (25%) dan kategori tinggi sebanyak 2 responden (16,66%) sebelum

dilakukan terapi musik klasik mozart orkestra, dan 12 responden dengan kategori

rendah sesudah dilakukan terapi musik klasik orkestra. Berdasarkan uji statistik

Wilcoxon Match Paired Test menunjukan hasil yang bermakna dengan signifikasi

p=0,011 dengan α= 0,05. Data ini menunjukan H0 ditolak sehingga terjadi penurunan

perilaku kekerasan setelah dilakukan terapi musik klasik Mozart orkestra. Rerata

pretest 3,08 dan posttest 0,67 sehingga selisih rata-rata pretest-postest sebesar 2,41

Hasil penelitian dari I Wayan Candra, I Gusti Ayu dan I Ketut (2016) tentang

Terapi Musik Klasik Terhadap Perubahan Gejala Perilaku Agresif Pasien Skizofrenia.

Desain penelitian ini menggunakan desain One-group pretest-posttest desig dengan

teknik analisis consecutive sampling dan metode pengukuran dari hasil observasi,

dengan jumlah populasi 15 responden. Dari hasil penelitian didapatkan adanya

peningkatan kategori dari sebelum dan sesudah tindakan, dengan kategori sebelum

ialah kategori sedang (73,3%) dan kategori sesudah (80%) menjadi kategori ringan.

Hasil uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test didapatkan p=0,000 < α 0,010 berarti ada

pengaruh yang sangat signifikan pemberian terapi musik klasik terhadap perubahan

gejala perilaku agresif pada pasien skizofrenia.

74
Hasil penelitian dari Widya Arisandy dan Sunarmi (2017) tentang Terapi

Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi berhubungan dengan Kemampuan Pasien

dalam Mengontrol Perilaku Kekerasan Activity Therapy of Perception Stimulation

Groups are Related With Patient Ability to Control Violence Behavior. Desain

penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif yang bersifat observasional

dengan teknik analisis metode study cross-sectional dan teknik pengukuran data yaitu

kusioner. Jumlah populasi 23 responden. Hasil penelitian Ada hubungan bermakna

antara Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dengan kemampuan pasien mengontrol

perilaku kekerasan. Berdasarkan uji statistik didapatkan p-value=0,01. Hasil tersebut

menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi dengan kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan.

Sebagian besar responden yang mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

stimulasi persepsi secara lengkap sebesar 18 responden (78,3%), sebagian besar

responden dengan kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan sebesar yaitu 13

responden (56,5%). Ada hubungan bermakna antara Terapi Aktivitas Kelompok

(TAK) dengan kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan p-

value=0,01 >α (α=0,05).

Hasil penelitian dari Rosa Fitri Amalia (2019) tentang Efektifitas TAK

Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi Kemarahan pada Klien dengan Riwayat

Perilaku Kekerasan di Ruang MPKP Gelatik RSJ Prof, HB. Sa’anin Padang. Desain

penelitian ini menggunakan kuantitatif yang bersifat observasional, dengan teknik

75
analisa Uji t-paired dan teknik pengukuran data interview dan observasi. Jumlah

populasi 18 responden. Hasil penelitian didapatkan adanya perbedaan rata-rata tingkat

ekspresi kemarahan klien perilaku kekerasan antara sebelum dan sesudah dilakukan

terapi aktivitas kelompok : stimulasi persepsi yaitu dari 10,22 menjadi 6,39 artinya

terdapat perbedaan nilai rata-rata 3, 83. Berdasarkan hasil analisis dengan uji t-paried

melalui program SPSS diperoleh nilai p Value = 0,000 artinya ada perbedaan yang

signifikan antara ekspresi kemarahan sebelum dan sesudah diberikan terapi aktivitas

kelompok stimulasi persepsi sehingga Ha diterima.

Hasil penelitian dari Jek Amidos Pardede dan Bijaksana Laia (2020) tentang

Penurunan Gejala Risiko Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia Melalui Terapi

Aktivitas Kelompok. Desain penelitian ini Quasi eksperimental pre-post test dengan

teknik analisis Uji Paired T-Test dan teknik pengukuran data dengan kuesioner dan

lembaran observasi. Jumlah populasi 17 responden. Hasil penelitian didapatkan rata-

rata sebelum terapi aktivitas kelompok meliputi respon kognitif sebesar 18.35, respon

afektif sebesar 21.82, respon sosial sebesar 23.00, respon perilaku sebesar 18,71 dan

nilai komposit sebesar 81.81. Gejala risiko perilaku kekerasan pasien skizofrenia

dirata-ratakan setelah terapi aktivitas kelompok meliputi respon kognitif sebesar

10.88, respon afektif sebesar 11.94, respon sosial sebesar 12.18, respon perilaku

sebesar 110,00 dan nilai komposit sebesar 45 dan Hasil Uji Paired Sample Test

menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada perubahan gejala risiko

76
perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia sebelum dan setelah dilakukan terapi

aktivitas kelompok dengan nilai p-value = 0,000 (p≤ 0,05).

Hasil penelitian dari Danny Irvanto, Anjas Surtiningrum, dan Ulfa Nurulita

(2016) tentang Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Asertif Terhadap Perubahan

Perilaku Kekerasan Pada Pasien Perilaku Kekerasan. Desain penelitian Quasi

eksperimental pre-post test dengan teknik analisis simple random sampling. dan

teknik pengukuran data dengan menggunakan metode wawancara. Jumlah populasi

71 responden. Hasil uji wilcoxon menunjukan ada pengaruh yang signifikan antara

terapi aktivitas kelompok asertif terhadap perubahan perilaku pada pasien perilaku

kekerasan terlihat dari nilai p value sebesar 0,000 (p< 0,05), perubahan perilaku dari

buruk ke baik tampak pada hasil penurunan sebelum mendapat terapi dan setelah

mendapat terapi. Maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, artinya ada pengaruh

terapi aktivitas kelompok asertif terhadap perubahan perilaku pada pasien perilaku

kekerasan.

Hasil penelitian dari Khamida (2016) tentang Terapi Kelompok Suportif

Asertif Menurunkan Nilai Perilaku Kekerasan Pasien Skizofrenia Berdasarkan Model

Keperawatan Interaksi King. Desain penelitian pre-post test control group dengan

teknik analisis uji statistik Paired t Test, Wilcoxon Signed Ranks Test, dan Mann

Whitney dan teknik pengukuran data dengan Kuesioner dan lembaran observasi.

Jumlah populasi 20 responden. Hasil uji didapatkan pada kelompok perlakuan ada

perbedaan nilai perilaku kekerasan sebelum dan sesudah diberikan terapi kelompok

77
suportif asertif (p= 0,005), dan pada kelompok kontrol ada perbedaan antara nilai

perilaku kekerasan sebelum dan sesudah diberikan terapi (p=0,000), serta ada

pengaruh pemberian terapi kelompok suportif asertif terhadap perilaku kekerasan (p=

0,045)

B. Pembahasan

Berdasarkan tabel 4.1 yang didapatkan dari jurnal melalui sumber Google

Scholar, mengenai penerapan terapi musik klasik dan terapi aktivitas kelompok

terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia. Pada

penelitian ini ditemukan 8 artikel yang terdiri dari 3 artikel jurnal terapi musik

klasik, dan 5 artikel jurnal terapi aktivitas kelompok. Serta jumlah responden

dalam penelitian ini berjumlah 244 responden. Desain penelitian dan metode

analisis dalam penelitian ini sangat beragam, namun kesamaan dalam setiap

penelitian yaitu menilai keefektifan intervensi terapi musik klasik dan terapi

aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien

skizofrenia.

Setiap intervensi pada berbagai penelitian dilakaukan secara tunggal dan

bersamaan dengan intervensi lainnya. Penelitian yang hanya menggunakan salah

satu intervensi baik terapi musik klasik atau terapi aktivitas kelompok,

memperoleh hasil yang positif dimana hasil pada setiap artikel jurnal ditemukan

adanya pengaruh pada penurunan perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia dan

78
dapat disimpulan bahwa, terapi musik klasik dan terapi aktivitas kelompok dapat

menurunkan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofren.

1. Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Gejala Perilaku

Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia

Pada penelitian ini, terdapat 3 artikel jurnal yang membahas terkait

penerapan terapi musik klasik terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan

pada pasien skizofrenia. Terapi musik adalah penggunaan musik atau elemen

musik (suara, irama, melodi, dan harmoni) oleh seorang terapis musik yang

telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau kelompok dalam proses

membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar,

meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau untuk

mencapai berbagai tujuan terapi lainnya (Ruthy Ngapiyem, 2016).

Salah satu sumber yang paling besar untuk menstimulasi pendengaran,

yang dikendalikan oleh musik pada manusia, ialah otak. Mendengarkan musik

adalah proses yang kompleks bagi otak, hal tersebut memicu kognitif dan

komponen emosional pada manusia dengan substrat neural yang berbeda.

Penelitian terbaru mengenai gambaran otak telah menunjukkan bahwa

aktivitas neural dengan mendengarkan musik memperpanjang melebihi

korteks pendengaran dengan melibatkan sebuah jaringan bilateral yang

tersebar luas pada area frontal, temporal, parietal dan subkortikal yang

79
berhubungan dengan perhatian, bahasa atau logika dan proses analisis,

memori dan fungsi penggerak, seperti bagian limbik dan pralimbik yang

berhubungan dengan proses emosional (Dara & Soraya, 2016).

Terapi musik klasik ialah terapi yang menggunakan musik yang lembut,

sehingga membuat kenyamanan serta ketenangan saat mendengarkannya. Saat

seseorang dengan persoalan hidup, dengan perasaan yang tidak nyaman dan

dengan perilaku yang beresiko menyakiti orang lain, ketika mendengarkan

atau melakukan terapi musik ini dapat membuat tenang, dapat bertindak

dengan baik dan aman, mampu berkomunikasi serta dapat memecahkan

masalah persoalan hidupnya dengan mengambil keputusan dengan benar.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Svetlana Solascriptura Lewerissa,

Sherly Yakobus dan Christiana R. Titaley (2019) menunjukkan, setelah

diberikan terapi musik klasik selama tujuh kali, terdapat perbedaan skor GAF

Scale. Pada penelitian ini 50% pasien memiliki skor 71-80 (Tinggi), pasien

terlihat tenang, kooperatif, gejala halusinasi atau waham sudah berkurang

bahkan tidak ada lagi, dapat berkonsentrasi saat terapi musik klasik, fungsi

kognitif baik, komunikasi baik, dan fungsi secara umum baik.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Ismaya & Asti

pada tahun 2019, setalah dilakukan terapi musik klasik selama 5 kali

pertemuan, Partisipan 1 (P1) mengalami penurunan tanda dan gejala RPK dari

11 menjadi 8 sedangkan Partisipan 2 (P2) mengalami penurunan tanda dan

80
gejala RPK dari 11 menjadi 7. Selain itu, kedua partisipan mengalami

peningkatan kemampuan melakukan terapi musik klasik dari 50% (cukup)

menjadi 100% (baik). Dapat disimpulkan bahwa partisipan 2 mengalami

penurunan tanda dan gejala serta mengalami peningkatan kemampuan dalam

melakukan terapi musik klasik lebih banyak dibandingkan partisipan 1.

Musik klasik terdiri dari berbagai jenis musik klasik, salah satunya

ialah musik klasik mozart. Mozart mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan

dan persepsi spasial. Pada gelombang otak, gelombang alfa mencirikan

perasaan ketenangan dan kesadaran yang gelombangnya mulai dari 8 hingga

13 herts (Campbell, 2016). Semakin lambat gelombang, maka pikiran dan

perasaan semakin santai, puas dan damai. Jika seseorang melamun atau

merasa dirinya berada dalam suasana hati yang emosional atau tidak terfokus,

musik klasik dapat membantu memperkuat kesadaran dan meningkatkan

organisasi mental seseorang, dan hasilnya lebih efektif jika didengarkan

sekurang-kurangnya selama sepuluh hingga lima belas menit.

Hasil penelitian dari Ruthy Ngapiyem (2016) didapatkan ada pengaruh

terapi musik klasik Mozart terhadap frekuensi perilaku kekerasan pada pasien

skizofrenia, dari sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik klasik Mozart

orkestra dengan lama pemberian terapi selama lima belas menit. Berdasarkan

uji statistik Wilcoxon Match Paired Test menunjukan hasil yang bermakna

dengan signifikasi p=0,011 dengan α= 0,05. Data ini menunjukan H0 ditolak

81
sehingga terjadi penurunan perilaku kekerasan setelah dilakukan terapi musik

klasik Mozart orkestra. Rerata pretest 3,08 dan posttest 0,67 sehingga selisih

rata-rata pretest-postest sebesar 2,41.

Musik klasik juga dapat menurunkan gejala negatif pada pasien

skizofrenia, dimana dapat memberikan semangat atau motivasi seseorang

terhadap aktivitas rutin, mampu untuk berelasi sosial, mampu untuk

mengembalikan minat dan niat, dapat mengendalikan emosi, dan mampu

melakukan proses kognitif seperti mengambil keputusan dan menggunakan

logika. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Jonas Danny, Monty

Satiadarma, dan Denrich Suryadi (2017) tentang penerapan terapi musik

untuk menurunkan gejala negatif pada pasien skizofrenia di salah satu panti

sosial Jakarta Barat. Penerapan terapi musik yang dilakukan sebanyak delapan

kali dengan setiap sesi berlangsung selama 20 sampai 45 menit, terbukti

efektif dapat menurunkan gejala negatif pada pasien skizofrenia. Perubahan

ini terlihat dari menurunnya skor dari tiga partisipan dengan menggunakan

alat ukur Positive and Negative Syndrom Scale(PANSS)

Temuan pada penelitian ini mengungkapkan bahwa, terapi musik

klasik dapat menjadi salah satu intervensi untuk penurunan gejala perilaku

kekerasan bagi pasien skizofrenia, karena sudah sangat terbukti

keefektifannya dalam membantu proses recovery pasien. Dimana efek terapi

musik pada sistem limbik dan saraf otonom yang dapat menciptakan suasana

82
rileks, aman dan menyenangkan sehingga merangsang pelepasan zat kimia

Gamma Amino Butyic Acid (GABA) serta terapi musik klasik merupakan

terapi yang menggunakan instrumen musik yang lembut dan tidak berlebihan,

sehingga dapat menciptakan suasana hati yang tenang, damai yang mampu

untuk mengendalikan emosional, memperbaiki suasana mood serta mampu

mengurangi perilaku marah pada pasien dengan perilaku kekerasan.

2. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap Penurunan Gejala

Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia.

Pada penelitian ini, terdapat 5 artikel jurnal yang membahas terkait

penerapan terapi aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala perilaku

kekerasan pada pasien skizofrenia Terapi aktivitas kelompok adalah terapi

yang dapat dilakukan pada sekelompok klien yang mempunyai masalah

keperawatan yang sama. Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat,

yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi, terapi aktivitas kelompok

stimulasi sensoris, terapi aktivitas kelompok sosialisasi dan terapi aktivitas

kelompok orientasi realitas, (Rosa Fitri Amalia 2019).

Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara

bersama atau berkelompok dengan tujuan memberikan stimulasi bagi pasien

dengan gangguan interpersonal maupun personal. Terapi aktivitas kelompok

merupakan salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapi terhadap

83
sejumlah pasien pada waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan

hubungan antar anggota.

Salah satu terapi aktivitas kelompok pada pasien dengan perilaku

kekerasan adalah terapi aktivitas stimulasi persepsi. Terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulasi

dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam

kelompok.

Dalam terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi, pasien

dilatih mempersiapkan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah

dialami. Tujuan dari terapi aktivitas untuk memantau dan meningkatkan,

hubungan interpersonal antar anggota, kemampuan memusatkan perhatian,

dapat mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain serta

mengemukakan perasaannya (Maulana, hernawati & Syalahuddin, 2021).

Berdasarkan hasil penelitian dari Widya Arisandy dan Sunarmi (2017)

di dapatkan adanya hubungan bermakna antara terapi aktivitas kelompok

(TAK) dengan kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan. Dengan

hasil uji statistik didapatkan p-value=0,01. Hasil tersebut menunjukkan

adanya hubungan yang bermakna antara terapi aktivitas kelompok stimulasi

persepsi dengan kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan. Dengan

p-value=0,01 >α (α=0,05).

84
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Putri (2017),

didapatkan setelah diberikan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi yang

diberikan pada pasien resiko perilaku kekerasan memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap kemampuan mengenal dan mengontrol resiko perilaku

kekerasan baik secara fisik maupun secara sosial.

Adanya kemampuan pasien dalam melakukan aktivitasnya secara

adaptif dengan diberihkannya terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.

Karena dalam terapi, pasien dilatih untuk bersosialisasi dengan benar, pasien

dilatih untuk menerima pendapat orang lain, serta pasien di tuntut untuk

memberikan pengalaman atau berbagai perasaanya bagi orang lain.

Jek Amidos Pardede dan Bijaksana Laia (2020) mengatakan bahwa

terapi aktivitas kelompok sangat efektif untuk dijadikan salah satu terapi pada

pasien dengan perilaku kekerasan. Karena aktivitas yang dilakukan dalam

terapi ini dapat pasien dapat mempersepsikan stimulus yang dirasakan, pasien

dapat memanfaatkan media dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok serta

dapat mengungkapkan perilaku kekerasannya.

Temuan pada penelitian ini mengungkapkan bahwa, terapi aktivitas

kelompok dapat menjadi salah satu intervensi untuk menurunkan gejala

perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia. Karena sudah sangat terbukti

dapat menurunkan gejala perilaku kekerasan, dimana terapi aktivitas

kelompok ialah terapi yang digunakan oleh sekelompok pasien dengan

85
diagnosa yang sama dan sebagai aktivitas kelompok yang digunakan sebagai

target asuhan untuk membantu proses recovery pasien. Adanya aktivitas

bersama atau kelompok yang dilakukan yang dapat membantu meningkatkan

interaksi hubungan sosial, dapat menyalurkan emosi secara konstruktif,

meningkatkan kemampuan ekspresi, meningkatkan kepercayaan diri,

kemampuan empati, serta meningkatkan kemampuan tentang cara

memecahkan masalah dengan benar. Maka diharuskan setiap terapi aktivitas

kelompok yang diberihkan harus secara tuntas, atau diberihkan sampai sesi

akhir, agar tujuan dari tindakan yang dilakukan dapat tercapai dan

mendapatkan hasil yang maksimal.

3. Hubungan Penerapan Terapi Musik Klasik dan Penerapan Terapi

Aktivitas Kelompok Terhadap Penurunan Gejala Pada Pasien

Skizofrenia.

Pada penelitian ini ditemukan ada 8 artikel jurnal yang diteliti, yang

terdiri dari 3 artikel jurnal yang membahas penerapan terapi musik klasik dan

5 artikel jurnal yang membahas terapi aktivitas kelompok. Pada setiap artikel

jurnal, didapatkan hasil bahwa, adanya penurunan gejala perilaku kekerasan

pada pasien skizofrenia, baik terapi musik klasik maupun terapi aktivitas

kelompok dan ada yang didapatkan dari peneliti bahwa, terapi musik klasik

lebih efektif dan lebih cepat pengaruhnya terhadap penurunan perilaku

kekerasan pada pasien skizofrenia.

86
Berdasarkan 3 jurnal yang membahas terkait penerapan terapi musik

klasik, didapatkan adanya hubungan antara terapi musik klasik terhadap

penurunan gejala perilaku kekerasan, karena terapi dengan menggunakan

musik yang lembut, dapat membuat kenyamanan serta ketenangan saat

mendengarkannya. Sehingga ketika mendengarkan atau melakukan terapi

musik ini dapat membuat tenang, dapat berkomunikasi secara baik serta dapat

memecahkan masalah persoalan hidupnya dengan mengambil keputusan

dengan benar.

Temuan pada penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya oleh

Fitriana (2017), didapatkan hasil berdasarkan uji statistic Wilcoxon Match

Paired Test menunjukan hasil yang bermakna dengan signifikasi p=0,011

dengan α= 0,05. Data ini menunjukan H0 ditolak sehingga terjadi penurunan

perilaku kekerasan setelah dilakukan terapi musik. Rerata pretest 3,08 dan

posttest 0,67 sehingga selisih rata-rata pretest-postest sebesar 2,41.

Selain terapi musik klasik, terapi aktivitas kelompok juga dapat

menurunkan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia, dilihat dari

setiap hasil pada 5 artikel jurnal yang membahas terapi aktivitas kelompok,

Aktivitas yang digunakan secara bersama atau berkelompok dapat

menciptakan interaksi dari setiap pasien, adanya timbal balik, yang membuat

pasien dapat berinteraksi dengan baik, dapat berani mengungkapkan

pendapatnya, dan mampu untuk mengekpresikan perilakunya.

87
Temuan pada penelitian ini, sejalan dengan penelitian oleh Eni

Hidayati (2016), hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat yang bermakan

terhadap respon perilaku setelah mendapatkan terapi kelompok suportif. Hasil

analis penelitian menunjukkan p value lebih kecil dari alpa, dengan nilai p

sebesar 0.000 (p > a ; 0.05). Dalam pemberian terapi perilaku kekerasan

melatih klien kemampuan mengatasi secara perilaku berupa pemahaman

tentang perilaku kekerasan, afektif berupa kemampuan mengatasi untuk

mengontrol perilaku kekerasan yang dilatih dan psikomotor berupa cara

mengontrol perilaku kekerasan secara kontruktif.

Dalam penelitian ini juga didapatkan penatalaksanaan yang sering

perawat jiwa lakukan untuk menangani pasien dengan perilaku kekerasan

ialah dengan cara restrain atau pengekangan, yang dapat menimbulkan

masalah psikologis maupun fisik pada paisen. Temuan pada penelitian ini

sejalan dengan ungkapan oleh Sujarwo & Livana (2017), pasien yang

direstrain mereka merasa diberikan suatu hukuman, dan dengan adanyan

restrain membuat mereka merasa terancam dan ingin mati. Dan dari hasil

penelitiannya didapatkan bahwa dampak tindakan restrain pada pasien

gangguan jiwa ialah dampak fisik positif sebanyak 60% sedangkan dampak

fisik negatif yaitu 66,7%, dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa lebih

banyak dampak negatif yang dialami pasien ketika diberihkan restrain.

88
Sehingga pada penelitian ini menegaskan bahwa intervensi yang

mampu menurunkan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia dan

tidak menimbulkan masalah baru ialah terapi musik klasik dan terapi aktivitas

kelompok. Dan dari kedua intervensi ini yang lebih cepat menimbulkan

perubahan penurunan gejala perilaku kekerasan ialah terapi musik klasik.

Dengan adanya pemberian terapi musik klasik dan terapi aktivitas

kelompok, dapat membatasi pemberian terapi seperti restrain atau

pengekangan kepada pasien skizofrenia, yang bisa mempengaruhi risiko fisik

dan psikologis pada pasien. Dengan terapi musik klasik, tidak adanya resiko

fisik yang timbul setelah pemberian terapi, malah menurunkan gejala perilaku

kekerasan, karena musik klasik yang diperdengarkan kepada pasien

membantu menstimulasi pikiran, suasana hati menjadi tenang dan

meningkatkan kemampuan kognitif. Sama halnya juga dengan terapi aktivitas

kelompok, ketika digunakan terapi aktivitas secara bersama atau berkelompok

ini dapat menurunkan gejala perilaku kekerasan karena dapat meningkatkan

kemampuan pasien dalam bersosialisasi dengan orang lain secara baik, pasien

dapat berekspresi secara adaptif dan dapat menerima keadaannya. Sehingga

pasien dapat produktif dan tidak lagi melakukan perilaku kekerasan yang

berdampak pada dirinya, orang sekitarnya bahkan lingkungan sekitarnya.

Selain terapi musik klasik dan terapi aktivitas kelompok yang sangat

efektif digunakan bagi pasien skizofrenia terkhususnya pasien dengan gejala

89
perilaku kekerasan. Kedua terapi ini juga sering digunakan sebagai terapi oleh

perawat dirumah sakit. Seperti pemberian terapi musik klasik untuk

penurunan nyeri pasien post operasi. Nyeri sendiri dapat menimbulkan

perasaan atau keadaan yang tidak nyaman yang dapat menggangu aktivitas

atau pergerakan pasien, terlihat dari salah satu hasil penelitian oleh Astuti dan

Merdekawati (2016), adanya penurunan skala nyeri pada pasien post operasi,

rata-rata skala nyeri pada pasien post operasi adalah 6 dan setelah diberikan

terapi musik klasik rata-rata skala nyeri pada pasien post operasi adalah 3.

Ungkapan ini sejalan dengan penelitian oleh Basri dan Lisbetty

(2019), bahwa pasien pre operasi yang mengalami kecemasan. Kecemasan

yang dialami pasien dapat mengganggu kejiwaan dan emosional pasien,

dengan pemberian terapi musik ketika diberikan terapi musik klasik terdapat

penurunan tingkat kecemasan, karena musik klasik yang mempunyai kategori

alfa dan tetha 5000-8000 Hz dapat merangsang tubuh pikiran menjadi lebih

rileks sehingga merangsang otak menghasilkan hormon serotonim dan

hormon endorphin yang menyebabkan tubuh menjadi stabil. Dengan adanya

pemberian terapi musik klasik dan mendapatkan hasil yang efektif membantu

tenaga medis dalam halnya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien.

Musik membantu mengatasi suasana hati seperti kecemasan,

membantu menstimulasi pikiran, suasana hati menjadi tenang dan

90
meningkatkan kemampuan kognitif pada seseorang. Aktivitas secara

berkelompok dapat membantu meningkatkan kemampuan seseorang dalam

berinteraksi dengan orang lain, dapat mendorong seseorang untuk berekspresi,

serta dapat menerima masukan atau tanggapan orang lain.

4. Perbandingan Terapi Musik Klasik dan Terapi Aktivitas Kelompok

Terhadap Penurunan Gejala Pada Pasien Skizofrenia.

Terapi musik klasik dapat menjadi salah satu intervensi untuk

penurunan gejala perilaku kekerasan bagi pasien skizofrenia. Dimana pasien

diberikan terapi musik klasik, dengan kriteria pasien sudah mulai komperatif

dan bersedia untuk diberikan terapi. Dan dilihat pada efek terapi musik yang

bekerja pada sistem limbik dan saraf otonom yang dapat menciptakan

suasana rileks, aman dan menyenangkan sehingga merangsang pelepasan zat

kimia Gamma Amino Butyic Acid (GABA) serta terapi musik klasik

merupakan terapi yang menggunakan instrumen musik yang lembut dan tidak

berlebihan, sehingga dapat menciptakan suasana hati yang tenang, damai yang

mampu untuk mengendalikan emosional, memperbaiki suasana mood serta

mampu mengurangi perilaku marah pada pasien dengan perilaku kekerasan.

Temuan pada peneliti sejalan dengan hasil penelitian oleh Endang

(2016), menunjukan pasien skizofrenia dengan perilaku kekerasan yang

91
mendapatkan terapi musik klasik jauh lebih baik dalam mengontrol emosi

dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan terapi.

Selain terapi musik klasik, terapi aktivitas kelompok dapat menjadi salah

satu intervensi untuk menurunkan gejala perilaku kekerasan pada pasien

skizofrenia. Dimana pasien dikelompokan berdasarkan diagnosa yang sama

dan yang siap untuk diberikan intervensi. Dillihat pada setiap hasil penelitian

selalu mendapatkan hasil yang efektif, dikarenakan adanya aktivitas bersama

atau kelompok yang dilakukan sehingga dapat membantu meningkatkan

interaksi hubungan sosial, dapat menyalurkan emosi secara konstruktif,

meningkatkan kemampuan ekspresi, meningkatkan kepercayaan diri,

kemampuan empati, serta meningkatkan kemampuan tentang cara

memecahkan masalah dengan benar.

Temuan pada peneliti sejalan dengan hasil penelitian oleh Pardede &

Ramadia (2021), menunjukan adanya kemampuan pasien dalam mengontrol

emosi dan memberikan stimulus semua panca indra sehingga terjadi

perubahan perilaku dan memberikan respon yang adekuat.

Asumsi peneliti berdasarkan setiap hasil dan cara pemberian kedua

terapi, dimana terapi musik klasik lebih efektif dibandingkan dengan terapi

aktivitas kelompok disebabkan karena dalam pemberian terapi musik klasik

tidak perlu pasien dikelompokan atau digabungkan dengan sebayanya, dan

juga dalam lama pemberian terapi musik klasik tidak terlalu lama

92
dibandingkan dengan pemberian terapi aktivitas kelompok yang diharuskan

melalui setiap sesi sampai tuntas agar dapat mendapatkan hasil yang

maksimal. Namun dengan demikian terapi aktivitas kelompok tetap menjadi

alternatif dalam penurunan perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia.

5. Implikasi Dalam Keperawatan

Berdasarkan hasil penelitian, adanya pengaruh penerapan terapi musik

klasik dan terapi aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala perilaku

kekerasan pada pasien skizofrenia. Maka dapat diimplikasikan hasil studi

literatur terhadap pemberian asuhan keperawatan.

a. Sebagai Pemberi Perawatan

Perawat sebagai pemberi perawatan atau pelaksana setiap intervensi

kepada pasien. Maka dengannya perawat jiwa dapat memberikan

intervensi terapi musik klasik dan terapi aktivitas kelompok kepada pasien

skizofrenia guna meningkatkan kualitas hidup pasien dengan skizofrenia.

b. Sebagai Salah Satu Terapi Dalam Praktek Asuhan Keperawatan Jiwa

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya bahwa adanya keefektifan terapi

musik klasik dan terapi aktivitas kelompok dalam penurunan gejala

perilaku kekeraan pada pasien skizofrenia, dan sebagai terapi tunggal

maupun campuran, serta beberapa manfaat dalam lingkup keperawatan

jiwa telah dipaparkan dalam peneliti sebelumnya. Dan berdasarkan hasil

studi literatur oleh peneliti didapatkan hal yang sama, yaitu adanya

93
pengaruh penerapan kedua terapi terhadap penurunan gejala perilaku

kekerasan pada pasien skizofrenia. Oleh karena itu terapi musik klasik dan

terapi aktivitas kelompok dapat ditetapkan sebagai terapi dalam pemberian

asuhan keperawatan jiwa untuk membantu proses recovery pasien.

6. Keterbatasan Dalam Penelitian

Dalam sebuah hasil penelitian maupun studi literatur tidak terlepas

pisah dari sebuah keterbatasan. Dengannya maka peneliti meyakini bahwa

adanya keterbatasan dalam studi literatur. Yakni minimnya jumlah artikel

jurnal yang diteliti, karena kebanyakan yang didapatkan ialah jurnal yang

dibawah 6 tahun terakhir, dan dalam pencarian data dalam buku-buku yang

terkait keperawatan jiwa sesuai topik sangat minim, karena hampir semua

buku terbitan 6 tahun terakhir. Selain itu dalam studi literatur ini hanya

menggunakan jurnal nasional, karena penulis terbatas mengakses jurnal

internasional sehingga database yang dipakai hanya berbahasa Indonesia pada

sumber google scholar.

Selain itu temuan ini belum dapat menggambarkan pengalaman di

lapangan, karena penelitian ini merupakan penelitian literatur. Namun esensi

dari penelitian ini dapat menjadi acuan bahwa terapi aktivitas kelompok dan

terapi musik klasik harus tetap dipertahankan karena memiliki dampak yang

signifikan bagi pasien. Dengan keterbatasan dalam penelitian ini peneliti

berusaha untuk mencari artikel yang up to date dan peneliti berusaha untuk

94
membaca artikel dengan baik, namun peneliti tidak menjamin bias dalam

penelitian ini. Hal ini karena peneliti baru belajar terkait sistematik review.

Tetapi panduan dari institusi sudah diikuti sesuai tahapannya.

95
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi literatur pada 8 artikel jurnal yang terdiri dari 3 artikel

jurnal Terapi Musik Klasik dan 5 artikel jurnal Terapi Aktivitas Kelompok

terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia dapat

disimpulkan bahwa :

1. Terapi musik klasik dapat menurunkan gejala perilaku kekerasan pada pasien

skizofrenia dan terapi musik klasik lebih cepat menimbulkan efek dan

perubahan pada penurunan gejala perilaku kekerasan. Karena musik klasik

terdiri dari musik yang lembut dan memiliki irama yang teratur, sehingga

menyediakan variasi stimuluasi yang sedemikan luasnya yang dapat

memberikan rasa tenang, dapat mengatasi suasana hati seperti kecemasan,

membantu menstimulasi pikiran, dan meningkatkan kemampuan kognitif

pada seseorang.

2. Terapi aktivitas kelompok dapat menurunkan gejala perilaku kekerasan pada

pasien skizofrenia. Karena aktivitas yang digunakan secara berkelompok atau

bersama dapat meningkatkan kemampuan berinteraksi, dapat mendorong

seseorang dalam berekspresi dengan baik, dapat menerima pendapat orang

lain serta dapat mengemukakan perasaanya.

96
Secara keseluruhan penelitian ini didapatkan, adanya penurunan gejala

perilaku kekerasan dan tidak menimbulkan masalah yang baru, karena

dengan mendengarkan musik yang lembut, dapat menciptakan suasana hati

yang lebih tenang sehingga dapat menstimulasi pikiran yang positif.

Ditambah lagi dengan adanya aktivitas yang berkelompok dapat

memberihkan kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan baik, dapat

menerima pendapat orang lain sehingga dapat menciptakan perilaku yang

adaptif. Dan kedua intervensi ini dapat dilakukan secara bersamaan guna

meningkatkan recovery pasien skizofrenia.

B. Saran

Dari hasil literatur review penulis memberikan saran teoritis dan saran praktis

yaitu :

1. Saran Teoritis

Hasil studi literatur ini, dapat menjadi tambahan referensi untuk diteliti

selanjutnya dan dapat menjadi tambahan kajian bagi Ilmu Keperawatan

terkhususnya Keperawatan Jiwa, guna menambah wawasan dan menjadi

sumber bacaan mahasiswa tentang pengaruh penerapan terapi musik klasik

dan terapi aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan

pada pasien skizofrenia.

2. Saran Praktis

a. Bagi perawat

97
Hasil studi literatur ini, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan informasi

bagi tenaga kesehatan khususnya perawat jiwa, dalam memberikan

penanganan bagi pasien skizofrenia dengan perilaku kekerasan dan

diharapkan perawat melakukan setiap terapi sampai pada tahap akhir agar

mendapatkan hasil yang maksimal kepada pasien.

b. Bagi institusi

Studi literatur ini, dapat menjadi informasi bagi instansi pendidikan, yakni

Fakultas Keperawatan Universitas Kristen Indonesia Maluku khususnya pada

mahasiswa tentang pengaruh penerapan terapi musik klasik dan terapi

aktivitas kelompok terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan pada pasien

skizofrenia.

98
DAFTAR PUSTAKA
Addington, J., Barch, d., braff, d.L., buckley, p.,chen, e. Y., & Davidson,m.(2014).
Skizofrenia research official journal of the skizofrenia international research
society, 153 (april),5-9.
Annisa Ismayal, A. D. (2019). Penerapan Terapi Musik Klasik Untuk Menurunkan
Tanda Dan Gejala Pasien Resiko Perilaku Kekerasan Di Rumah Singgah
Dosaraso Kebumen. Proceeding of The URECOL,
https://repository,urecol.org/index.php/proceeding/article/view/584
Aprini, K T & Prasetya, A S, 2018. Penerapan Terapi Musik Klasik pada Pasien
yang Mengalami Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Lampung dalam jurnal keperawatan Panca Bhakti Volume VI
Ariandy, W., dkk .(2018).Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Berhubungan dengan Kemampuan pasien dalam Mengontrol Resiko Perilaku
Kekerasan (RPK). jurnal keperawatan aisyiyah.14 (1).83-90
Arisandy, W. (2017). Pengaruh Penerapan Terapi Musikal Pada pasien Isolasi
Sosial Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Dirumah Sakit Ernaldi Bahar
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2017.
Badan PPSDM. (2013). Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Basari, Denny Lisbetty Lingga, (2019). Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap
Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Instalasi Bedah Pusat RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2018. Jurnal Keperawatan Priority, Vol.2, No. 2, Juli 2019.
Campbell,2010. EfekMozart:Memanfaatkan kekuatan musik untuk mempertajam
pikiran, meningkatkan kreativitas dan menyehatkan tubuh. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Croft J, Heron J, Teufel C, et al. Association of trauma type, age of exposure, and
frequency in childhood and adolescence with psychotic experiences in early
adulthood. JAMA Psychiatry 2019;76(1):79-80

Danny Irvanto , Anjas Surtiningrum dan, Ulfa Nurulita. (2016). Pengaruh Terapi
Aktivitas Kelompok Asertif Terhadap Perubahan Perilaku Kekerasan Pada Pasien
Perilaku Kekerasan

99
Dara Marissa Widya Purnamal, S. R. (2020). Pengaruh Musik Klasik Dalam
Mengurangi Tingkat Kekambuhan Penderita Skizofernia di Rumah
Derrington, P. (2005). Remaja dan penulis lagu: Mendukung siswa dalam aliran
sekolah menengah. Dalam F.Baker, & T. Wigram (Eds.), Penulisan lagu:
Metode, teknik dan aplikasi klinis untuk klinisi terapi musik, pendidik dan siswa
( hlm. 68–81).
Davison, G. C., Neale, J., Kring, A. M. (2012). Abnormal Psychology 12 Edition.
USA: John Wiley and Sons, Inc
Djohan, 2010. Terapi musik, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Galang pers.
Dhojan, 2016. Psikologi musik. Yogyakarta: Penerbit indonesia cerdas
Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Eni Hidayaty, 2016. Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Terhadap Kemampuan
Mengatasi Perilaku Kekerasan Pada Klien Skizofrenia Di RSKJ Dr. AMINO
GONDOHUTOMO Kota Semarang.
Estika & Wulansari, E. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada pasien Dengan
Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Daerah dr Arif Zainuddin Surakarta
(Doctoral dissertation, Universitas Kusuman Husada Surakarta).
http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1020
Fisher, K. (2016). Inpatient Violence. Psyhiatric Clinics of North America, 39(4),
567-577. http://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.psc.2016.07.005
Fitriana, I. (2017). Penerapan Tindakan Keperawatan Mengontrol Marah Dengan
Musik Dan Religius : Psikoreligius Pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan Di
Wisma Dwarawati RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang. STIKES Muhammadiyah
Gombong
Frankenbrug (2014). SCHIZOPHRENIA,
Https://Emedicine.Medscape.Com/Article/288259-Overview.

Heri Setiawan , Budi Anna Keliat dan Ice Yulia Wardani. (2016). Tanda Gejala Dan
Kemampuan Mengontrol Perilaku Kekerasan Dengan Terapi Musik Klasik Dan
Rational Emotive Cognitif Behavior Therapy

100
Hastuti, R. Y., Agustina, N., & Widiyatmoko, W. (2019). Pengaruh restrain
terhadap penurunan skore panss EC pada pasien skizofrenia dengan perilaku
kekerasan. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(2), 135-144.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/4907/pdf.

Hastomi, I. & Sumaryati, E., (2012). Terapi Musik. Yogyakarta:Javalitera


Haswita & Reni S. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia untuk mahasiswa keperawatan
dan kebidanan Jakarta: CV. Trans Info Media.
Ilham Wahyu. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Risiko
Perilaku Kekerasan di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.
Ismaya, & Asti. (2019). Penerapan Terapi Musik Klasik Untuk Menurunkan Tanda
Dan Gejala Pasien Resiko Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Singgah
Dusaraso Kabumen. Jurnal Keperawatan Panca Bhakti. Di Muat Dalam
Http://Repository.Urecol.Org/Index.Php/Proceeedig/Article/Download/584/570/
Irna Kartini, A. K. (2017). Terapi Musik Dangdut Terhadap Depresi Pada Orang
Dengan Skizofernia Di Rsjd Dr.Arif Zainudin Surakarta.
I Wayan Candra, I Gusti Ayu dan I Ketut. (2016). Terapi Musik Klasik Terhadap
Perubahan Gejala Perilaku Agresif Pasien Skizofrenia.
Jek Amidos Pardede dan Bijaksana Laia (2020) Penurunan Gejala Risiko Perilaku
Kekerasan pada Pasien Skizofrenia Melalui Terapi Aktivitas Kelompok.
Juvita Novia Anggraini Maria, (2020). Peran Atypical Antipsychotic Dalam
Menurunkan Perilaku Agresif Pada Pasien Skizofrenia.
Jonas Danny Margan Kamardi, Monty P. Satiadarma, dan Denrich Surya (2017)
Penerapan Terapi Musik untuk Menurunkan Gejala Negatif pada Penderita
Schizophrenia di Panti Sosial X.
Khamida. (2016) Terapi Kelompok Suportif Asertif Menurunkan Nilai Perilaku
Kekerasan Pasien Skizofrenia Berdasarkan Model Keperawatan Interaksi King.
Keliat, B.A. dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna., Akemat. (2012). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC
Keliat, dkk. (2014). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas kelompok. Jakarta: EGC

101
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (2013). Jakarta:
Kemenkes RI; 2007
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (2013). Jakarta:
Kemenkes RI; 2013
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (2018). Jakarta:
Kemenkes RI; 2018
Kenneth, E Bruscia .2014. Defining Music Therapy. Distributed throughout the
world by: Barcelona Publishers
Kwon, M., Gang, M., dan Oh, K. (2013). Effect of the group music therapy on brain
wave, behavior, and cognitve function among patients with chronic
schizophrenia. Asian Nursing Research, 7 (2013), 168-174
Maulana, Hernawaty, T & Shalahuddin (2021).Terapi Aktivitas Kelompok
menurunkan Tingkat Resiko Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia: Literature
Review. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 9(1),
153-160.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Andi offset
Rohr RV, Alvin NAT. (2016). Journal of Research Fundamental Care Online
Rosa Fitri Amalia (2019) Efektifitas TAK Stimulasi Persepsi Terhadap Ekspresi
Kemarahan pada Klien dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di Ruang MPKP Gelatik
RSJ Prof, HB. Sa’anin Padang
Rumah Sakit Khusus Daerah. Ambon. Medical Record. Ambon: Rumah Sakit
Ambon; 2021
Ruthy Ngapiyem (2016) Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Orkestra Terhadap
Frekuensi Perilaku kekerasan pada Pasien Skizofrenia di RSJD Dr. RM Soedjarwadi
Klaten
Riska Asmini, Eka Malfasari, Rizka Febtrina, Dini Maulinda, 2020. Analisis Tanda
Dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa Volume 3 No1.
Natalia, D, 2013. Terapi Musik Bidang Kesehatan, Jakarta: Mitra Wacana Medika.
Nur Cahyo Sasongko dan Eni Hidayati (2020). Penerapan Terapi Musik Dzikir dan
Rational Emotive Cognitive Behavior Therapy pada Pasien dengan Resiko
Perilaku Kekerasan.

102
Novita Susilawati Barus1, D. S. (2016). Kajian Literatur: Efektifitas terapi Musik
Klasik Terhadap Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofernia
Pardede, J. A., Keliat, B.A., & Yulia, I. (2015). Kebutuhan Dan Komitmen Klien
Skizofrenia Meningkat Setelah Diberkan Acceptance And Commitment Therapy
Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 3(18), 157-166. http://dx.doi.org/10.7454/jki.v18i3.419.
Putri, V. (2017). Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi
terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien skizofrenia di ruang
rawat inap Arjuna Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi. Riset Informasi
Kesehatan, 6(2), 174-183.
Pinna, F., Tusconi, M., Dessi, C., Pittaluga, G., Fiorillo, A,. & Carpiniello, B. (2016).
Violence and mental disorders. A retrospective study of people in charge of a
community mental health center. International Journal of Law and Psyychiatry,
47, 122-128. http://doi.org/https:doi.org/10.1016/j.ijlp.2016.02.015
Popovic, D., Schmitt, A., Kaurani, L., Senner, F., Papiol, S., Malchow, B., … Falkai,
P. (2019).Childhood Trauma in Schizophrenia: Current Findings and Research
Perspectives . Fronitiers in Neuroscience Retrieved from
http://www.frontiersin.org/article/10.3389/fnins.2019.00274
Ripke, S., Neale, B. M., Corvin, A., Walters, J. T. R., Farh, K. H., Holmans, P. A., …
O’Donovan, M. C. (2014). Biological insights from 108 schizophrenia-
associated genetic loci. Nature, 511(7510), 421–427.
https://doi.org/10.1038/nature13595
Sentosa, (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Penerapan Terapi Musik Klasik
Pada Pasien Terhadap Penurunan Tanda Gejala Perilaku Kekerasan Di
Ruangan Merpati RS Jiwa Prof HB Saanin Padang.
Struart, G. W. (2014). Principles and Practice Of Psychiatric Nursing –E-Book.
Elsevier Health Sciences.
Stuart, Gail W. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.
Diterjemahkan oleh Budi Anna Keliat. Singapura: Elseiver.
Svetllana Solascriptura Lewerissa, (2019). Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap
Perubahan Gejala Dan Fungsi Pada Pasien Rawat Inap Skizofrenia Di Rumah
Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku. Published by: Medikal Student of
Pattimura University Ambon, Maluku.
Sujarwo, S., & Livana, P. H. (2019). Studi Fenomenologi: Strategi Pelaksanaan Yang
Efektif Untuk Mengontrol Perilaku Kekerasan Menurut Pasien Di Ruang Rawat

103
Inap Laki Laki. Jurnal Keperawatan Jiwa, 6(1), 29-35.
https://doi.org/10.26714/jkj.6.1.2018.29-35.
Suryani. (2013). Pengalaman Penderita Skizofrenia tentang Proses Terjadinya
Halusinasi The Process of Hallucination as Described by People Diagnosed
with Schizophrenia, 1(April 2013), 1–9.
Sutejo. (2017). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
Tan, W., Wang, Y., Y., Gold, B., Chen, J., Dean, Harrison, P.J., Weinberger, D.R., &
Law, A.J. (2011). Journal of Biology Chemistry. 282(33):24343-24348.
Traulsen AM, Bendall S, Jansen JE, et al. Childhood adversity specificity and dose-
response effect in non-affective first-episode psychosis. Schizophr Res
2015;165(1):52-9.
Videbeck, S. L. (2011). Psychiatric-Mental Health Nursing. 4th Ed. China: Wolters
Kluwe.
Yosep, Iyus, 2013. Keperawatan jiwa (edisi revisi). PT Refika Aditama: Bandung.
Yosep Iyus & Titin Sutini. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.
Refika Adilama
WHO. (2018). Fact sheets schizophrenia. Retrieved May 20, 2019, from
http://www.who.int/newa-room/fact-sheets/detail/schizophrenia.
WHO. (2018). Improving health system and service for mental health : WHO Library
Cataloguing-in-Publication Data
Wuri Try Wijayanto 1, M. A. (2018). Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap
Penurunan Tanda dan Gejala pada Pasien Halusinasi pendengaran.
Widya Arisandy, S. (2018). Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
berhubungan dengan kemampuan pasien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
Widya Arisandy dan Sunarmi (2017) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
berhubungan dengan Kemampuan Pasien dalam Mengontrol Perilaku
Kekerasan Activity Therapy of Perception Stimulation Groups are Related With
Patient Ability to Control Violence Behavior

104
105
106
LAMPIRAN

107
108
Lampiran 1. SK Pembimbing Skripsi

Lampiran 2. Surat Pengambilan Data Awal

109
Lampiran 3. Pencarian pada situs google Scholar

110
Laporan 4. Jurnal Penelitian

111
112
113
114

115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
1.

136
137
138
139
140
o

141
142
143
144
2.

145
146
147
148
149

150
151
152
153
154

155
156
157
158
159

160
161
162
 s

163
164
165
166
167

You might also like