You are on page 1of 59

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktek Kerja Lapangan


Praktek Kerja Lapangan bertujuan untuk menerapkan
pengetahuan praktis yang diperoleh mahasiswa selama
dibangku kuliah kedalam dunia industri, baik berupa
industri jasa maupun barang. Dalam pelaksanaan Praktek
Kerja Lapangan, mahasiswa dituntut untuk dapat
mengaplikasikan dan mengembangkan teori yang sudah
diperoleh pada perkuliahan sebelumnya.
Adapun Praktek Kerja Lapangan ini diawali dengan
observasi, identifikasi masalah, pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara, diskusi dan
pengambilan hardcopy data dari perusahaan tempat
Praktek Kerja Lapangan yang dikelola, dianalisa,
dievakuasi dan dimonitor sehingga dapat diketahui hasil
yang diinginkan.
Dengan menerapkan ilmu yang dipelajari maka
mahasiswa diharapkan lebih jelas terhadap kegunaan
materi kuliah selama masa Praktek Kerja Lapangan
berlangsung.
1
Tujuan dilakukannya kegiatan Praktek Kerja
Lapangan di PT. Semen Indonesia Logistik sebagai
berikut : 
1. Sebagai sarana untuk terjun langsung dalam
mengaplikasikan teori yang diperoleh selama
perkuliahan ke dalam praktek di dunia kerja yang
sebenarnya.
2. Sebagai sarana untuk membandingkan antara teori
dengan praktik terhadap implementasi praktik kerja.
3. Sebagai sarana untuk membandingkan antara teori
yang diperoleh selama perkuliahan dengan kondisi
nyata (lapangan melaksanakan kegiatan Praktek
Kerja Lapangan di PT Semen Indonesia Logistik.
4. Sebagai bekal mahasiswa mempersiapkan diri dalam
dunia kerja, masyarakat dan dunia usaha, untuk
menambah wawasan kami tentang realita kerja
sesungguhnya.

Manfaat Pengalaman Kerja Lapangan:

2
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan
Pengalaman Kerja Lapangan ini yaitu :
1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa dapat memperoleh ketrampilan
bekerja, didukung dengan kemampuan
mahasiswa untuk lebih berkreasi dan
berinovasi pada bidang ilmu yang didapat dari
Fakultas Teknik Prodi Teknik Industri
Universitas Muhammadiyah Gresik secara
formal.
b. Memberi dasar sistem kerja yang berlaku, baik
salam industri manufaktur maupun industri
jasa sehingga dapat memberi bekal dan
motivasi bagi mahasiswa untuk
mengembangkan sistem kerja tersebut
berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki.
c. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme kerja
pada instansi yang bersangkutan.
d. Untuk dapat menjadikan acuan bagi
mahasiswa yang lain, agar tidak hanya menjadi
tenaga terdidik tapi juga terampil.
e. Dapat melatih mahasiswa untuk menganalisa
permasalahan riil yang terjadi.
3
2. Bagi Perusahaan
a. Dapat melaksanakan salah satu bentuk
tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
b. Memperoleh sumbangan pemikiran dan tenaga
dalam rangka meningkatkan kinerja
perusahaan.
c. Diperolehnya bahan masukan bagi peningatan
perusahaan yang terkait.
3. Bagi Fakultas Teknik Prodi Teknik Industri
Universitas Muhammadiyah Gresik
a. Memperluas jaringan kerjasama dengan dinas
dan lembaga lain yang terkait.
b. Meningkatkan relevansi kurikulum berbagai
program studi di Fakultas Teknik dengan dunia
kerja.
c. Diperolehnya bahan masukan bagi peningkatan
atau perluasan kerjasama antara mahasiswa,
dosen, perguruan tinggi dan instansi yang
terkait.

1.2 Sistematika Penyusunan Laporan

4
Dalam bab ini penulis akan memberikan gambaran
singkat dari uraian bab I sampai bab VI, sehingga laporan
ini dapat dengan mudah dibaca dan dipahami maksud
dan isi sebenarnya. Adapun sistematika penyusunan
sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tentang sedikit memberi
pengertian tentang tujuan kerja praktek lapangan secara
umum dan sistematika penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


Pada bab ini menjelaskan tentang gambaran umum
tempat melakuan praktek kerja lapangan, yang meliputi:
sejarah dan struktur organisasi perusahaan.

BAB III TOPIK PEMBAHASAN


Pada bab ini menguraikan mengenai penjelasan latar
belakang dalam pemilihan topik dan skenario
penyelesaian masalah di perusahaan tersebut.

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA


Pada bab ini dikemukakan mengenai landasan teori yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam

5
peneitian praktek lapangan ini dan teori-teori yang
digunakan dlaam menganalisis permasalahan.

BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijabarkan bagaimana cara
mengumpulkan data yang dilakukan oleh peneliti dan
bagaimana cara mengolah data yang akan diperoleh
sehingga akan ada analisis dan interpretasi penilaian.

BAB VI PENUTUP
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang
dituliskan oleh penulis dan diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pembaca dan pihak yang terkait.

6
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Profil Perusahaan

Gambar 2.1 Logo Semen Indonesia Logistik

Perusahaan PT. Semen Indonesia Logistik adalah


transormasi perusahaan dari PT. Varia Usaha menjadi
PT. Semen Indonesia Logistik saat ini. PT. Semen
Indonesia Logistik memiliki kantor pusat yang berada di
Jl. Veteran 129 Gresik 61122 Jawa Timur – Indonesia,
Faximile : (62-31) 3982304, Telepone : (62-31) 3981463,
Email : contact@silog.co.id, Website : www.silog.co.id

7
2.2 Sejarah Singkat Semen Indonesia Logistik
Berangkat dari sebuah Yayasan Sejahtera Semen
Gresik. yang didirikan guna mendukung induk
perusahaan untuk memperlancar pengangkutan dan
distribusi semen ke seluruh pelosok daerah pemasaran PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk. Pada Tahun 1969
merupakan pijakan sukses pertama dengan adanya
keberhasilan yang dicapai oleh Yayasan Sejahtera dalam
mengelola manajemen dan mengembangkan usaha jasa
transportasi dan distribusi semen.
Setelah dipandang perlu dan mampu menjalankan
bisnisnya, Yayasan Sejahtera Semen Gresik bersama
dengan D.A. Karim pada tanggal 13 Februari 1974
mendirikan PT. Varia Usaha sesuai akta pendirian nomor
121 yang dibuat dihadapan Goesti Djohan, Notaris
Surabaya dan berdasarkan Keputusan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia Nomor: Y.A.5/323/11
tanggal 31 Agustus 1974 serta diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia Nomor 105. tambahan nomor
866/1974 tanggal 31 Desember 1974. Selanjutnya
berdasarkan Surat Penyerahan Nomor:
839/PT.VU/S.P./8/’74 tanggal 5 Agustus 1974 dimana

8
D.A. Karim menyerahkan kepemilikan sahamnya kepada
PT Semen Gresik (Persero).
Keberhasilan PT Varia Usaha diraih secara bertahap
dengan prinsip bersaing dan berprestasi demi kemajuan,
terlihat jelas dengan ditandai oleh pengembangan usaha
ke bidang-bidang usaha yang lain, baik secara langsung
maupun tidak langsung berkaitan dengan produksi dan
distribusi semen. PT Varia Usaha yang semula hanya
memiliki tiga bidang usaha yaitu usaha jasa angkutan,
perdagangan dan perindustrian dimana pada tahun 1977
menambah 1 bidang usaha yaitu bidang usaha
pertambangan untuk memanfaatkan peluang bisnis yang
masih terbuka disertai dengan peningkatan aset dan
peningkatan kemampuan manajemennya.
Sebagai upaya peningkatan sinergisitas serta
pengembangan usaha maka berdasarkan akta Nomor 70
tanggal 17 November 1981 dilakukan pengalihan
kepemilikan saham dari Yayasan Sejahtera Semen Gresik
kepada Koperasi Warga Semen Gresik dan pada tanggal
9 Juli 1986 Yayasan Dana Pensiun Karyawan PT Semen
Gresik turut bergabung menjadi Pemegang Saham PT
Varia Usaha dengan melakukan pembelian saham yang

9
dikeluarkan oleh PT Varia Usaha untuk memperbesar
modal guna meningkatkan daya saing perusahaan.
Dengan memperhatikan kinerja PT Varia Usaha
yang terus tumbuh dari tahun ke tahun maka pada tahun
2016 PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. melakukan
pembelian saham dari Dana Pensiun Semen Gresik untuk
meningkatkan kinerja grup serta mendorong percepatan
pertumbuhan PT Varia Usaha. Salah satu langkah besar
yang dilakukan adalah transformasi parusahaan dari PT
Varia Usaha menjadi PT Semen Indonesia Logistik.

2.3 Visi dan Misi Perusahaan


2.3.1 Visi
Menjadi perusahaan distribusi dan jasa logistik
terintegrasi terbaik di industri bahan bangunan nasional

2.3.2 Misi
1. Menyiapkan jasa transportasi dan distribusi
terintegrasi serta kedistributoran bahan bangunan
secara mayoritas minimal 60% dari kapasitas sMi
grup.
2. Menyediakan jasa logistik, perdagangan bahan
bangunan dan barang tambang, serta memproduksi
10
barang industri yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan.
3. Menerapkan supply chain management untuk
menciptakan keunggulan daya saing.
4. Mensinergikan seluruh aktifitas perseroan, anak
perusahaan dan afiliasi untuk meningkatkan nilai
tambah secara berkesinambungan.
5. Memiliki komitmen terhadap peningkatan
kesejahteraan para pemangku kepentingan terutama
pemegang saham, karyawan dan masyarakat
sekitar.

11
2.4 Badan Usaha dan Bidang Usaha
2.4.1 Transportasi Darat
Transportasi Darat merupakan divisi andalan PT
Semen Indonesia Logistik, karena sebagian besar produk
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. termasuk produk-
produk industri lainnya telah dipercayakan dan mampu
dikirim ke seluruh pelanggan yang tersebar di seluruh
wilayah Pulau Jawa & Luar Jawa.
Untuk tercapainya kepuasan pelanggan yang
memanfaatkan jasa ini dan menyesuaikan dengan
bermacam-macam jenis barang yang dapat dilayani,
Divisi Transportasi telah memiliki lebih dari 2000
armada truk dengan berbagai jenis. Secara terencana
terus dilakukan pengadaan unit-unit armada truk baru,
baik untuk mengganti unit-unit lama juga untuk
menambah dan meningkatkan kapasitas angkut.
Dukungan sumber daya manusia yang profesional dan
kompeten, sistem administrasi dan teknologi informasi
berbasis ERP menjadikan Divisi Transportasi mampu
memberikan kontribusi maksimal terhadap distribusi
produk Semen Gresik, Semen Tonasa & Semen Padang
dan berbagai produk industri, antara lain :
1. Semen Bag, Semen Jumbo Bag, Semen Curah
12
2. Gypsum, Batu Trass, Batubara, Pasir, Feldspare
3. Barang-barang Fabrikasi
4. Angkutan Limbah B3 (Barang Beracun dan
Berbahaya)
5. Kertas, Besi, Cement Board
PT Semen Indonesia Logistik juga bekerja sama
dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero), untuk
angkutan multi komuditi meliputi distribusi semen dan
barang lainnya dengan menggunakan sistem block train.

2.4.2 Perdagangan Barang Industri dan Fabrikasi


Divisi ini bergerak di bidang perdagangan barang-
barang industri, Jasa pemasangan Listrik & Instrumen
dan produk Fabrikasi. Dengan memiliki 3 (tiga) unit
bisnis terdiri dari :
1. Perdagangan Barang Industri
Unit ini bergerak di bidang perdagangan barang
barang industri, barang keagenan dan barang umum.
Beberapa barang yang diageni oleh PT Semen Indonesia
Logistik adalah :
 Bucket Elevator REXNORD, dari Rexnord Inc,
USA

13
 Rubber Belt Conveyor SEMPERITRANS, dari
Semperit France
 Power Transmission FLENDER, dari Siemens
Jerman
 Pneumatic Pruduct NORGREN, dari Norgen
USA
 Weight Feeder MERRIKS, dari Merrick
Industries USA
 Mechanical & Electrical Scales and Belt
Feeders, Volumetric Screw Feeders, Lime
Slakers, Water Treatment & Silo Systems
2. Kontraktor Listrik & Instrumen
Unit ini adalah pemasok barang dan jasa
pemasangan Listrik dan Instrumen yang sudah
mendapatkan kepercayaan dalam berbagai proyek
kelistrikan dan Instrumentasi di Indonesia untuk Industri
Semen, Pupuk, Kertas,Tambang, Eternit, Makanan,
Power Plant, Oil & Gas. Didukung Surat Ijin Kelistrikan
(SIKA) di mana dalam pelaksanaannya dapat
mengerjakan instalasi Listrik & Instrumen, jaringan
tegangan tinggi dan gardu induk. Dengan didukung
tenaga dan peralatan yang lengkap.

14
3. Perdagangan Produk Fabrikasi (Mechanical &
Civil Structure)

Unit ini adalah unit yang memproduksi barang-barang


mesin diantaranya: Belt Conveyor System, Screw
Conveyor, Bucket Elevator, Batching Plant, Coal
Crusher, Cement Tanker & Bulk, Silo Cement, Storage
Tank, Steel Stucture, Pump House, Piping Instalation dan
lain-lain
Kegiatan produksi ini didukung Workshop yang
dimilik PT Semen Indonesia Logistik, bertempat di Jl.
Indro Gresik, dengan luas area 75 x 125 M², serta
tersedianya alat-alat produksi seperti Cutting Machine,
Bending Machin, Rolling Machine, Lathe Machine,
dengan kemampuan Produksi 200 Ton/Bulan untuk Plate
Work dan 300 Ton/Bulan untuk Structure.
Implementasi K3 di Workshop dengan menggunakan
SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan).
Bidang Usaha ini telah meraih sertifikat ISO 9001:2015
yang menjadi bukti kualitas produk dan mutu layanan
agar dapat menjamin kepuasan pelanggan.

15
2.4.3 Stuktur Organisasi PT Semen Indonesia
Logistik
Organisasi merupakan sekumpulan orang yang bekerja
untuk mencapai suatu tujuan yang sama dan diantara
mereka diberikan pembagian tugas untuk pencapaian
tujuan tersebut. Struktur organisasi merupakan gambaran
skematis tentang hubungan hubungan dan kerjasama
diantara fungsi fungsi, bagian bagian yang mengerakan
organisasi untuk mencapai tujuan . Berikut gambaran
gambaran stuktur organisasi di Perusahaan PT Semen
Indonesia Logistik.

16
Gambar 2.2 Struktur Kepemilikan Saham 2019

17
Gambar 2.3 Struktur Organisasi BUBI PT. Semen Indonesia
Logistik

18
BAB III
TOPIK PEMBAHASAN
3.1 Latar Belakang
Setiap perusahaan harus selalu melakukan
peningkatan secara berkelanjutan disetiap departemen
agar mampu bersaing dalam era globalisasi, khususnya di
lini produksi. Pada lini produksi terdapat berbagai hal
yang harus ditingkatkan produktivitasnya. Salah satu cara
atau usaha perbaikan dalam dunia manufaktur, dari segi
peralatan dan permesinan adalah dengan meningkatkan
perawatan seoptimal mungkin. Apalagi hasil produksi
PT. Semen Indonesia Logisik banyak melibatkan
permesinan.
PT. Semen Indonesia Logisik merupakan anak cabang
dari PT. Semen Indonesia (persero), yang memiliki tiga
bidang usaha salah satunnya bidang usaha barang
industri. Bidang tersebut untuk memproduksi barang-
barang antara lain: Dump hopper kapasitas 15 ton,
overhead crane 60 ton area cement mill, Belt Conveyor
System, Screw Conveyor, Bucket Elevator, Batching
Plant, Coal Crusher, Cement Tanker & Bulk, Silo
Cement, Storage Tank, Steel Stucture, Pump House,
Galery, Piping Instalation dll.
19
Banyaknya produksi yang dihasilkan dan perawatan
mesin yang kurang optimal menyebabkan banyaknya
mesin yang mengalami kerusakan. Mesin-mesin yang
mengalami kerusakan diantaranya mesin bubut sebanyak
5 kali, mesin scrap sebanyak 2 kali, mesin frais sebanyak
2 kali, mesin bor sebanyak 1 kali, mesin potong plate
sebanyak 1 kali, mesin roll sebanyak 1 kali ( PT. Semen
Indonesia Juli 2018 – Desember 2018). Dari data tersebut
menunjukan bahwa mesin yang sering mengalami
kerusakan adalah mesin bubut.

Prinsip kerja mesin bubut di PT. Semen Indonesia


Logistik sama dengan prinsip kerja mesin bubut lainnya
ialah menghilangkan bagian dari benda kerja untuk
memperoleh bentuk tertentu. Benda kerja diputar dengan
kecepatan, bersamaan dengan dilakukannya proses
pemakanan oleh pahat yang digerakkan secara sejajar
dengan sumbu putar benda kerja menghasilkan benda
kerja yang diinginkan.

Penggunaan mesin bubut setiap hari digunakan selama


kurang lebih 10 jam, menyebabkan mesin sering
mengalami breakdown. Tidak dilakukannya pencatatan
ketika breakdown mesin mengakibatkan tidak ada
20
persiapan jika terjadi sesuatu yang membuat mesin itu
sendiri tidak dapat berfungsi, sedangkan mesin yang
digunakan sudah cukup tua yang dibuat pada tahun
1980an. Seringkali peningkatan yang dilakukan tidak
tertuju pada akar masalah yang menyebabkan terjadinya
pemborosan. Akhirnya banyak kerugian yang terjadi,
diantaranya waktu dan biaya. Oleh karenanya diperlukan
suatu metode yang mampu melakukan perbaikan masalah
produktivitas peralatan.

Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)


merupakan salah satu metode yang digunakan
mengidentifikasi proses produksi yang melakukan
pencatatan (check list) setiap permasalahan yang timbul
pada proses produksi dengan memberikan penilaian
terhadap permasalahan-permasalahan tersebut
berdasarkan severity, occurance, detection.

3.2 Batasan dan Asumsi Penelitian


Agar penelitian lebih terarah dan spesifik perlu adanya
pembatasan persoalan. Adapun batasan dan asumsi
permasalannya sebagai berikut:
1. Biaya pembelian penggantian komponen-komponen
yang rusak tidak dibahas.
21
2. Operasional mesin satu hari adalah 10 jam.
3. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2018 – Desember
2018
3.3 Skenario Penyelesaian

3.3.1 Identifikasi Permasalahan

Tahap ini merupakan kegiatan peninjauan untuk


mengidentifikasikan permasalahan. Apa yang hendak
diamati dalam penelitian yang akan dilakukan. Pada
identifikasi masalah dilakukan di area fabrikasi PT.
Semen Indonesia Logistik. Memasukkan dan
merekomendasi mengenai permasalahan dari
perusahaan yang bersangkutan, yang di jabarkan pada
latar belakang. Kemudian dilakukan perumusan
masalah penelitian.

3.3.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi dan latar belakang yang
telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Komponen mesin bubut mbb-04 apa saja yang
sering terjadi kerusakan/kegagalan dilihat dari
besarnya nilai RPN?

22
2. Bagaimana model kegagalan pada komponen
mesin bubut mbb-04?
3. Bagaimana rekomendasi untuk menambah
keandalan mesin bubut mbb-04?

3.3.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, yang telah di
sebutkan di atas maka tujuan penelitian FMEA ini
adalah:
1. Untuk mengetahui Komponen mesin bubut mbb-
04 yang sering terjadi kerusakan/kegagalan dilihat
dari besarnya nilai RPN.
2. Mengetahui model kegagalan pada komponen
mesin bubut mbb-04.
3. Merekomendasi untuk menambah keandalan
mesin bubut mbb-04.

Adapun metode yang digunakan dalam


memperoleh data yang berhubungan dengan
penyelesaian pembahasan sebagai berikut :

A. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui secara teoritis mengenai metode-metode

23
yang dapat digunakan untuk penyelesaian
permasalahan yang ada. Bersamaan dengan itu, pada
tahapan ini juga dilakukan eksplorasi terhadap
penelitian dan artikel yang telah dilakukan oleh pihak
yang sudah menerapkan untuk dijadikan sebagai
referensi bagi penelitian yang akan dilakukan.

B. Studi Lapangan

Tahapan ini dilakukan dan berjalan secara


beriringan dengan studi kepustakaan. Studi lapangan
ini dilakukan dalam rangka untuk mengetahui dan
mengenali kondisi sistem dan fasilitas yang
sebenarnya berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Pada pengamatan ini dilakukan pada mesin
Bubut (MBB-04 Type D-015). Untuk menentukan
objek yang akan diteliti dengan jalan mempelajari
data-data kerusakan yang didapat pada PT. Semen
Indonesia Logisik sehingga di sini dapat diketahui
peralatan-peralatan kritis atau peralatan yang memiliki
pengaruh yang besar pada sistem produksi.

24
3.3.3 Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan kegiatan untuk


memperoleh data sebagai bahan evaluasi yang akan
dilakukan. Dalam proses pengumpulan data dan
informasi ini, data yang diperlukan adalah data
kerusakan pada komponen mesin bubut (MBB-04
Type D-015), kegagalan fungsi yang mungkin terjadi
dan bagaimana perawatannya.

3.3.4 Pengolahan Data


Informasi yang diperoleh dari wawancara pada
pihak produksi maupun data detail komponen dan
sistem selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan
tahap-tahap metode FMEA. Pengolahan data yang
dilakukan diantaranya menghitung nilai Severity,
Occurance, Detection pada Mesin Bubut (MBB-04
Type D-015), Menghitung Nilai RPN.

3.3.5 Analisa Data

Pada bab analisa data dapat digunakan untuk


menganalisa data mengenai faktor penyebab
kerusakan tiap komponen yang mengalami kegagalan
pada saat proses produksi berjalan.
25
3.3.6 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan berisi tentang hasil dari analisa data


secara keseluruhan dari permasalahan yang terjadi di
PT. Semen Indonesia Logisik. Saran berisi masukkan
diajukan oleh peneliti untuk perusahaan guna
memperbaiki selanjutnya dengan efisiensi
penjadwalan perawatan secara baik.

26
3.4 Kerangka Pemecahan Masalah

Identifikasi Permasalahan

Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Studi Pustaka Studi Lapangan

Pengumpulan Data :

- Identifikasi Aktivitas Maintenance


- Nama komponen mesin dan fungsinya
- Gambaran komponen mesin
- Data kerusakan komponen mesin
bubut

Pengolahan Data :

- Metode FMEA
- Menghitung nilai Severity,
Occurance, Detection pada Mesin
Bubut MBB-04 Type D-015
- Menghitung Nilai RPN

Analisa Data

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1 Skenario Penyelesaian

27
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 PERAWATAN
Menurut Sehwarat dan Narang (2001) dalam
bukunya “Production Management” Perawatan adalah
sebuah pekerjaan secara berurutan untuk menjaga atau
memperbaiki fasilitas yang ada sehingga sesuai dengan
standart (sesuai dengan standart fungsional dan kualitas).
Suatu mesin produksi yang digunakan secara terus-
menerus akan mengalami penurunan, karena itu perlu
dilakukannya suatu perawatan. Perawatan dilakukan agar
semua peralatan atau sistem produksi bisa berfungsi
dengan baik dan efisien sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Perawatan yang optimal hendaknya dilakukan
secara continue dan periodik agar mesin dapat berfungsi
secara maksimal.

Pada industri yang selalu berorientasi pada


optimasi produksi yang tidak menentu dan terkadang
memproduksi lebih banyak dari biasanya, diharuskan
mesin siap siaga dalam kondisi yang baik sehingga target
yang ditetapkan oleh perusahaan bisa tercapai. Peralatan

28
berfungsi dengan baik bila bisa memenuhi kriteria-
kriteria di bawah ini:

1. Peralatan / sistem siap dilakukan saat diperlukan


2. Peralatan / sistem tidak mengalami gangguan atau
kerusakan selama produksi berjalan.
3. Peralatan / sistem harus beroperasi secara efisien
pada tingkat produksi yang telah ditetapkan.
4. Waktu untuk melakukan perbaikan atau
perawatan tidak mengganggu jadwal produksi.
4.1.1 Tujuan Utama Perawatan
1. Untuk memperpanjang kegunaan asset, yaitu setiap
bagian dari suatu tempat kerja,bangunan dan isinya.
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan
yang dipasang untuk produksi atau jasa dan
mendapatkan laba maksimum.
3. Untuk menjamin kesiapan operasional seluruh
peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat
setiap waktu.
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang
menggunakan sarana tersebut.

29
4.1.2 Jenis - Jenis Perawatan
Menurut Bambang Setiyo Hari Purwoko (2015) sistem
perawatan terbagi menjadi beberapa jenis sistem
perawatan. Dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Jenis Perawatan

a. Planned Maintenance (Perawatan terencana)


Merupakan suatu tindakan atau kegiatan
perawatan yang pelaksananya telah direncanakan
terlebih dahulu. Pada perawatan ini dibagi atas:
1. Preventive Maintenance (Perawatan
pencegahan) Perawatan pencegahan adalah
perawatan yang dilakukan sebelum suatu
peralatan mengalami kerusakan. Perawatan
pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi
kemungkinan kerusakan sehingga seminimal

30
mungkin, untuk pencegahan terjadinya
kerusakan, penggantian terencana dapat
dilaksanakan bahkan dengan melakukan
penggantian terhadap beberapa komponen
tertentu dari peralatan sebelum komponen-
komponen tersebut mengalami kerusakan agar
dapat menjamin fungsi dari peralatan tersebut.
2. Breakdown Maintenance (Perawatan
pencegahan)
Adalah suatu jenis perawatan yang dilakukan
setelah terjadi kerusakan .Sistem perawatan ini
tidak melakukan kegiatan perawatan apapun
sebelum kerusakan terjadi.
a. Condition based maintenance
(Perawatan berdasarkan kondisi) Dalam
konsep ini keputusan untuk mengganti
komponen atau tidak diambil setelah
melakukan studi tentang kerusakan dari
suatu komponen.
b. Time based maintenance
(Perawatan yang terjadwal) dimana
komponen tertentu diganti dalam interval

31
waktu tertentu apabila mengalami keausan
atau using.
c. Corrective Maintenance
(Perawatan Koreksi) Perawatan ini hanya
dilakukan setelah terjadi kerusakan. Hal ini
tidak menjadi masalah jika distribusi
kerusakan mesin atau komponen pada
mesin sudah diketahui, sehungga dapat
diusahakan adanya komponen cadangan
dapat menggantinya segera setelah terjadi
kerusakan. Namun hal ini akan menjadi
masalah bila kerusakan yang terjadi tidak
diketahui sebelumnya.
d. Uplanned Maintenance
(Perawatan tak terencana) Merupakan salah
satu tindakan atau kegiatan perawatan yang
pelaksanaanya tidak terencana.
4.2 Failure Mode (Kerusakan atau Kegagalan)
Merupakan masa dimana suatu mesin kehilangan
kemampuan untuk berfungsi seperti seharusnya atau
kehilangan kemampuannya untuk memenuhi permintaan
yang telah ditentukan. Kerusakan ini biasanya
disebabkan oleh faktor-faktor yang ada hubungan
32
dengan proses pembuatan produk. Biasanya merupakan
kombinasi dari beberapa faktor yang tidak
menguntungkan.
Kemampuan pada mesin biasanya membutuhkan
biaya yang cukup besar dalam melakukan perbaikan.
Selain itu, juga dapat mengakibatkan kerugian bagi
pihak perusahaan yang disebabkan oleh penghentian
proses. Produksi sementara waktu untuk melakukan
perbaikan, oleh karena itu untuk menghindari kerugian
yang besar penting sekali bagi pihak perusahaan untuk
melakukan perancangan dalam penjadwalan perawatan
sebelum mesin mengalami kerusakan, Maxer
merekomendasikan sebuah metode untuk memastikan
bahwa suatu kerusakan tidak akan terjadi lagi dengan
Sembilan langkah sebagai berikut:
1. Pelajari kondisi kerusakan dengan teliti.
2. Membuat diagnosa mengenai kerusakan secara
lengkap.
3. Mengambil keputusan, faktor utama penyebab
kerusakan.
4. Memeriksa kembali dari keputusan yang diambil
bahwa penyebab utama kerusakan adalah benar.
5. Perbaikan kerusakan tersebut.
33
6. Memastikan sekali lagi bahwa perbaikan benar-
benar dapat mengatasi kerusakan tersebut.
7. Mencari akar penyebab kerusakan dan perbaiki.
8. Mencari efek dari tindakan perbaikan terakhir
yang dilakukan.
9. Mencatat semua kegiatan dan langkah yang diambil
dalam membentuk sebuah laporan untuk
diarsipkan.

4.2.1 Functional Failure (Kegagalan Fungsi)


Tujuan dari perawatan adalah menentukan fungsi-
fungsi dan dihubungkan dengan performasi harapan
dari asse-asset tersebut dengan pertimbangan tertentu.
Tapi bagaimanakah kegiatan perawatan dapat
mencapai tujuan tersebut? Satu-satunya kejadian yang
dapat menghentikan asset dalam melakukan
performasinya sesuai dengan standart yang
dikehendaki adalah beberapa jenis beberapa jenis
kegagalan (Failure). Agar kegiatan perawatan dapat
mencapai tujuannya dengan menerapkan metode yang
sesuai terhadap manajemen kegagalan (Management
of Failure). Meskipun demikian, sebelum kita dapat
menerapkan berbagai failure management tools yang

34
sesuai kita harus mengidentifikasi kegagalan-
kegagalan apa saja yang mungkin terjadi.
Setelah sebelumnya dilakukan identifikasi
terhadap kegagalan fungsinya (Failure Mode), maka
langkah berikutnya yaitu identifikasi terhadap semua
kejadian yang terbukti menyebabkan terjadinya
Functional Failure. Ini disebut juga sebagai Failure
Mode atau jenis-jenis kegagalan.

4.2.2 Failure Effect (Akibat dari kegagalan)


Membuat daftar akibat dari kegagalan yang
menjelaskan apa saja yang terjadi ketika masing-
masing Failure Mode. Penjelasan tersebut harus
mencakup semua informasi yang dibutuhkan untuk
mendukung evaluasi terhadap konsekuensi dari
kegagalan tersebut yang meliputi:
1. Bukti ( jika ada ) kegagalan terjadi.
2. Dengan cara bagaimana (jika ada) kegagalan
berakibat pada produksi dan lingkungan.
3. Dengan cara bagaimana (jika ada) kegagalan
berakibat pada produksi dan operasional.
4. Kerusakan fisik apa (jika ada) yang berakibat
oleh kegagalan tersebut.

35
5. Apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki
kegagalan tersebut.
Proses identifikasi terhadap fungsi Functional
failure, failure mode dan failure effect sangat penting
untuk perbaikan performansi dan keselamatan juga
untuk mengeliminasi waste.
4.2.3 Failure Consequences (Konsekuensi
kegagalan)
Konsekuensi dari kegagalan diklasifikasikan dalam
4 bagian yaitu:
1. Hidden failure consequences
Salah satu kegagalan fungsi yang tidak akan
dapat menjadi bukti bagi operator bahwa telah
terjadi kegagalan, meskipun dalam kondisi normal.
2. Safety and enviromental consequences
Sebuah kegagalan dapat dikatakan mempunyai
konsekuensi terhadap keselamatan yang dapat
melukai atau membunuh seseorang. Sedangkan
dikatakan konsekuensi terhadap lingkungan jika
dapat melanggar standart regulasi lingkungan, baik
regional ataupun nasional.

36
3. Operational consequences
Suatu kegagalan dikatakan memiliki konsekuensi
operasional ketika berakibat pada produksi atau
opersional (output, kualitas produk, pelayanan
terhadap konsumen atau biaya operasioanal untuk
perbaikan komponen).
4. Non-operational consequences
Bukti kegagalan pada kategori ini adalah yang
bukan tergolong dalam konsekuensi keselamatan
atau produksi, tetapi kegagalan ini hanya
melibatkan biaya perbaikan komponen.
4.2.4 Management Failure
Action yang dilakukan terhadap kegagalan dapat
dibagi menjadi 2 kategori:
1. Proactive task
Tindakan ini dapat dilakukan sebelum terjadi
kegagalan, dalam rangkah untuk menghindarkan
item dari kondisi yang dapat menyebabkan
kegagalan (Failed state). Kegiatan ini dikenal
dengan Predictive atau preventive, akan tetapi
langkah ini dapat dibatasi dengan:
a. Scheduled on-condition maintenance task

37
Adalah kegiatan pemeriksaan terhadap potensial
Failure sehingga tindakan dapat diambil untuk
mencegah terjadinya Functional failure atau untuk
menghindari konsekuensi dari Functional failure,
dimana potensial Failure didenifisikan dengan
sebuah kondisi yang dapat mengidentifikasikan
sedang terjadi kegagalan atau proses Functional
failure.
b. Scheduled restoration task
Adalah tindakan pemulihan kemampuan item atau
komponen pada saat atau sebelum batas umur yang
ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisinya saat
itu.
c. Scheduled discard task
Adalah tindakan yang mengganti item atau
komponen pada saat atau sebelum batas umur yang
ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi saat ini.
2. Default Action Tindakan ini dilakukan ketika sudah
berada dalam Failed stase dan dipilih ketika
tindakan proactive task, yang efektif tidak mungkin
dapat didefinisikan. Default action meliputi:
a. Sceduled failure finding Meliputi tindakan
cheking secara periodik atau interval waktu tertentu
38
terhadap fungsi-fungsi yang tersembunyi untuk
mengetahui apakah item tersebut telah rusak.
b. Redesign
Membuat suatu perubahan untuk membangun
kembali kemampuan suatu sistem. Hal ini
mencakup modifikasi terhadap perangkat keras dan
perubahan prosedur.
c. No scheduled maintenance
Seperti namanya, pada kegiatan tidak ada usaha
untuk mengantisipasi atau preventive terhadap
suatu failure mode yang terjadi, sehingga failure
tersebut dibiarkan terjadi, baru kemudian
diperbaiki. Tindakan ini juga disebut sebagai run to
failure.

4.3 Diagram Sebab Akibat


Diagram sebab akibat digunakan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor permasalahan yang
berpengaruh secara signifikan terhadap output
perusahaan. Diagram ini membantu perusahaan untuk
mengetahui akar penyebab dari permasalahan:

39
a. Melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor
utama penyebab kecacatan dan setiap penyebab
lebih rinci dihubungkan dengan cabang panah.
b. Melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor
utama penyebab kecacatan, lalu dihubungkan
kecabang panah utama.

4.4 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


Pada tahap ini dilakukan proses penganalisis
komponen yang bersifat kritis dan sering mengalami
kerusakan yang terjadi pada komponen mesin tertentu
yang memiliki pengaruh terhadap fungsi sistem secara
keseluruhan yang mengakibatkan proses produksi
terhambat dan dilakukan tindakan perbaikan mesin
secara langsung.
Menurut Atika Andriyani (2015) menjelaskan
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan
salah satu metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi proses produksi dengan melakukan
pencatatan (check list) setiap permasalahan yang timbul
pada proses produksi. Penilaian diberikan terhadap
permasalahan- permasalahan tersebut berdasarkan
severity, occurance, detection dengan skala 1-4

40
kemudian menghitung RPN (risk priority number)
untuk mencari permasalahan mana yang akan menjadi
prioritas untuk dilakukan tindakan perbaikan pada
komponen mesin yang sering mengalami kerusakan.

4.4.1 Tujuan Failure Mode and Effect Analysis


Menurut Ansori (2014) Failure Mode and Effect
Analysis (FMEA) didenifisikan suatu kumpulan
aktifitas sistematik yang bertujuan:

a. Mengidentifikasi model-model kegagalan pada


komponen, peralatan dan sistem.
b. Menentukan akibat yang potensial pada
komponen, peralatan dan sistem yang
berhubungan setiap model kegagalan.
c. Membuat rekomendasi untuk menambah
keandalan komponen, peralatan dan sistem.
4.3.2 Manfaat Pengunaan FMEA
Manfaat pengunaan FMEA adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan reputasi dan penjualan produk.
2. Mengurangi kebutuhan untuk perubahan-
perubahan rekayasa sehingga menurunkan

41
biaya dan mengurangi waktu siklus
pengembangan produk.
3. Mengidentifikasi masalah-masalah potensial
sebelum produk di produksi
4. Membantu menghindari scrap pengerjaan
ulang.
5. Mengurangi banyaknya kegagalan yang
dialami oleh pelanggan sehingga akan
meningkatkan kepuasan pelanggan.
6. Menjamin suatu star-up produksi yang lebih
mulus.
4.3.3 Tahap Awal FMEA
1. Mengetahui secara jelas proses produksi dari
produk tersebut. Dilakukan pembuatan flow chart
proses produksi dari produk tersebut.
2. Mengidentifikasi seluruh kerusakan yang mungkin
terjadi pada mesin tersebut dan dianalisa
berdasarkan kriteria:
a. Severity (S) menyatakan tingkat keseriusan dari
setiap kerusakan yang terjadi dilihat dari sudut
pandang keseluruhan sistem proses produksinya
(analisa resiko yang berdampak pada output
proses). Pencarian nilai mesin yang sering
42
mengalami kerusakan dengan nilai skala terkecil
sampai nilai terbesar merupakan yang berdampak
terburuk.
b. Occurance (O) menyatakan kemungkinan bahwa
penyebab tersebut akan terjadi dan akan
menghasilkan bentuk kegagalan selama masa
penggunaan mesin. Penerapan Occurance dapat
mencegah terjadinya kegagalan mesin
dikarenakan mengetahui sejak dini faktor-faktor
yang menyebabkan kerusakan mesin dan
dilakukan upaya perbaikan mesin secara
langsung.
c. Detection (D) menyatakan kemampuan
mengendalikan atau mengontrol kegagalan yang
akan terjadi. Pendeteksian terhadap kegagalan
pada kerusakan mesin serta upaya perbaikan
mesin dapat dilakukan sehingga waktu perbaikan
waktu perbaikan mesin tidak menghambat proses
produksi karena dilakukan dengan baik.

43
3. Dari 3 kriteria dapat dilakukan perhitungan
risk priority number (RPN) untuk setiap
kerusakan tersebut dengan rumus:
RPN = SxOxD
....Rumus 4.1

4. Dari hasil perhitungan ini diurutkan mulai


yang terbesar sampai yang terkecil. Urutan
komponen tersebut merupakan urutan
tingkatan kerusakan potensial kritis yang
terjadi pada mesin tersebut.

4.4.4 Penilaian RPN (Risk Priority Number)


Terdapat 3 tabel yang digunakan untuk kriteria
penilaian RPN yaitu : Severity, Occurence dan
Detection. Berikut dapat dilihat pada tabel 4.1 sampai
tabel 4.3.

44
Tabel 4.1 Kriteria Penilaian Severity

Dampak Tingkat Keseriusan Dampak Peringkat

Tinggi Mesin tidak dapat diopersikan 4

Sedang Mesin dapat dioperasikan 3


dengan tingkat kinerja yang
banyak berkurang

Rendah Mesin dapat dioperasikan 2


tetapi sebagian item tambahan
(fungsi sekunder) tidak dapat
berfungsi

Sangat Mesin dapat dioperasikan 1


Rendah dengan tingkat kinerja yang
sedikit berkurang

45
Tabel 4.2 Kriterian Penilaian Occurrence
Probabilitas Frekuensi Peringkat
kejadian
resiko

Tinggi 1 ≥ 10 4

Sedang 1 in 20 3

Rendah 1 in 30 2

Sangat 1 in 40 1
Rendah

46
Tabel 4.3 Kriterian Penilaian Detection

Deteksi Kemungkinan Deteksi Peringkat

Sangat Kemugkinan 4
Rendah pengontrol untuk
mendeteksi kegagalan
sangat rendah

Rendah Rendah kemungkinan 3


pengontrol untuk
mendeteksi kegagalan
rendah

Sedang Sedang kemungkinan 2


pengontrol untuk
mendeteksi kegagalan
sedang

Tinggi Tinggic kemungkinan 1


pengontrol untuk
mendeteksi kegagalan

47
BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA


Pada bab ini dijelaskan data-data yang dibutuhkan
dalam penelitian, meliputi data-data yang diperlukan
untuk melakukan analisa pengolahan data. Selanjutnya
data-data tersebut akan diolah sesuai dengan metode
yang digunakan dan yang telah dijelaskan pada
metodologi penelitian.

5.1 Pengumpulan Data


Pengamatan hanya dilakukan pada mesin bubut.
Adapun jenis dan jumlah kerusakan pada mesin bubut
difabrikasi PT. Semen Indonesia Logisik dapat dilihat
pada tabel 5.1. Dari tabel 5.1 menunjukkan bahwa mesin
bubut MBB-04 yang mengalami kerusakan terbanyak.
Tabel 5.1 Jenis Mesin Bubut dan Frekuensi Kerusakan

48
Pada periode Juli 2018 – Desember 2018

No Mesin Bubut Jumlah


Kerusakan

1 Mesin Bubut MBB - 01 1

2 Mesin Bubut MBB - 02 3

3 Mesin Bubut MBB - 03 1

4 Mesin Bubut MBB – 04 5

5 Mesin Bubut MBB – 05 1

Sumber PT. Semen Indonesia Logistik

5.1.1 Proses Kerja pada Mesin Bubut


Sebelum melakukan pengamatan kita harus
mengetahui proses kerja pada mesin bubut MBB-04.
Adapun proses kerja pada mesin bubut akan tetapi,
sebelum bahan jadi di proses dalam mesin bubut
harus melalui proses atau tahapan yang dapat dilihat
pada gambar 5.1

49
Gambar 5.1 Flow chart Proses Mesin Bubut

50
Proses pembubutan adalah salah satu proses
pemesinan yang menggunakan pahat dengan satu
mata potong untuk membuang meterial dari
permukaan benda kerja yang berputar. Pahat
bergerak pada arah linier sejajar dengan sumbu
putar benda kerja. Dengan mekanisme kerja seperti
itu, maka proses bubut memiliki kekhususan untuk
membuat benda kerja yang berbentuk silinder.
Benda kerja dicekam dengan poros spindel dengan
bantuan chuck yang memiliki rahang pada salah
satu ujungnya. Poros spindel akan memutar roda
gigi pada poros spindel. Melalui roda gigi
penghubung putaran akan disampaikan ke roda gigi
poros ulir. Oleh klem berulir, putaran poros ulir
tersebut diubah menjadi gerak translasi pada eretan
yang membawa pahat. Akibat pada benda kerja
akan terjadi sayatan yang berbentuk ulir.

5.1.2 Komponen Mesin Bubut


Pada mesin bubut ada beberapa bagian dan
fungsinya yang harus diketahui yaitu:

51
1. Kepala Tetap (Head Stock)
Kepala tetap (head stock), terdapat spindle utama
mesin yang berfungsi sebagai dudukan beberapa
perlengkapan mesin bubut diantaranya: cekam
(chuck), kollet, senter tetap, atau pelat pembawa rata
(face plate) dan pelat pembawa berekor (driving
plate). Alat-alat perlengkapan tersebut dipasang pada
spindel mesin berfungsi sebagai pengikat atau
penahan benda kerja yang akan dikerjakan pada
mesin bubut.
2. Kepala lepas (tail stock)
digunakan sebagai dudukan senter putar (rotary
centre), senter tetap, cekam bor (chuck drill) dan
mata bor bertangkai tirus yang pemasanganya
dimasukkan pada lubang tirus (sleeve) kepala lepas.
3. Alas/meja mesin bubut (Bed machine)
digunakan sebagai tempat kedudukan kepala lepas,
eretan, penyangga diam (steady rest) dan merupakan
tumpuan gaya pemakanan pada waktu pembubutan.
Bentuk alas/meja mesin bubut bermacam-macam,
ada yang datar dan ada yang salah satu atau kedua
sisinya mempunyai ketinggian tertentu.

52
4. Eretan (carriage)
Eretan terdiri dari eretan memanjang,eretan
lintang,dan eretan atas.Gerakan eretan itu melalui
roda yang dihubungkan roda batang gigi panjang
yang dipasang dibawah alas melalui penghantar.
terdiri dari tiga bagian/elemen diantaranya:
a. Eretan memanjang (longitudinal carriage)
berfungsi untuk melakukan gerakan pemakanan
arah memanjang mendekati atau menjahui
spindle mesin, secara manual atau otomatis
sepanjang meja/alas mesin dan sekaligus sebagai
dudukan eretan melintang.
b. Eretan melintang (cross carriage) befungsi
untuk melakukan gerakan pemakanan arah
melintang mendekati atau menjaui sumbu senter,
secara manual/otomatis dan sekaligus sebagai
dudukan eretan atas.
c. Eretan atas (top carriage)
berfungsi untuk melakukan pemakanan secara
manual kearah sudut yang dikehendaki sesuai
penyetelannya.

53
5. Poros Transportir dan Poros Pembawa
Poros transportir berfungsi untuk membawa eretan
pada waktu pembubutan secara otomatis. Poros
pembawa adalah poros yang selalu berputar untuk
membawa atau mendukung jalannya eretan dalam
proses pemakanan secara otomatis.
6. Tuas/ handel
Tuas/ handel pada setiap mesin bubut dengan merk
atau pabrikan yang berbeda, pada umumnya
memiliki posisi/letak dan cara penggunaannya. Maka
dari itu, didalam mengatur tuas/handel pada setiap
melakukan proses pembubatan harus berpedoman
pada tabel-tabel petunjuk pengaturan yang terdapat
pada mesin bubut.
7. Penjepit/Pemegang Pahat (Tools Post)
Penjepit/pemegang pahat (Tools Post) digunakan
untuk menjepit atau memegang pahat.
8. Kunci Chuck atau Cekam
Cekam adalah salah satu komponen mesin bubut
yang fungsinya untuk menjepit/mengikat benda kerja
pada proses pembubutan.

54
Berikut merupakan data kerusakan komponen atau
mesin pada bulan Juli 2018 – Desember 2018 dapat
dilihat pada tabel 5.2. Dimana dari data tersebut dapat
diketahui intensitas kerusakan pada komponen –
komponen mesin bubut MBB-04. Terdapat delapan
komponen pada mesin bubut, dan lima kali kerusakan
yang terjadi.

Tabel 5.2 Data Kerusakan Komponen Mesin Bubut


Tanggal Komponen Mesin Bubut
Kerusakan
MBB-04

1 2 3 4 5 6 7 8

06-07-2018 √ √

16-08-2018 √ √ √ √

25-09-2018 √ √ √

14-10-2018 √ √ √

23-11-2018 √ √ √ √

Total 3 2 1 4 1 1 1 3

Sumber: PT Semen Indonesia Logistik


55
Dari tabel 5.2 dapat diketahui komponen mana yang
sering mengalami kerusakan dan berpengaruh atau
menghambat pada proses produksi yaitu: Eretan, Kepala
tetap dan Kunci Chuck. Dari ketiga komponen tersebut
kerusakan yang terjadi adalah sebagai berikut:

1. Eretan
Kesalahan atau kerusakan yang terjadi pada
eretan sebagai berikut:
a. Eretan sangat berat meluncur pada mesin
bubut.
b. Hasil pekerjaan tidak rata, hal ini terjadi karena
adanya ganguan pada pinion gear.
c. Pemakanan pada benda kerja tidak rata pada
waktu langkah otomatis atau penyayatan
otomatis.
d. Terlalu berat pada waktu pemotongan
menyilang.
e. Tidak rata permukaan penyayatan menyilang.
f. Kedudukan toolpost kurang teliti sehingga
pemakanan kurang baik.
g. Pompa pada apron sangat sulit dioperasikan.

56
2. Kepala Tetap
Fungsinya pada mesin bubut adalah memegang
kunci utama pada keberhasilan pekerjaan
mengunakan mesin bubut. Kerusakan yang terjadi
pada kepala tetap mesin bubut di antaranya
adalah:
a. Putaran poros utama tersendat-sendat
b. Putaran poros utama terlalu berat
c. Suhu pada kepala tetap terlalu tinggi
d. Terjadinya suara yang bising pada kepala lepas
e. Tidak center
3. Kunci Chuck
Kerusakan yang terjadi pada kunci chuck adalah
bagian pengencang atau mulut pengunci sering
terjadi aus dan apabila mesin bubut sering
digunakan dan perawatannya tidak maksimal
maka komponen satu ini tidak standard lagi, hasil
pembubutan tidak sesuai dengan yang diinginkan.

57
5.2 Pengolahan Data
Pada table 5.3 dapat dilihat Failure Mode Effect
Analysis (FMEA) Mesin Bubut MBB-04. Pada tabel
tersebut menjelaskan fungsi dari komponen mesin bubut
dan identifikasi kegagalan fungsi (Functional Failure),
Penyebab dari kegagalan (Failure Mode) serta akibat dari
kegagalan tersebut (Failure Effect).
Sedangkan untuk perhitungan Risk Priority Number
(RPN) mesin bubut MBB-04 dapa dilihat pada tabel 5.4.
tabel tersebut menjelaskan fungsi dan Failure Effect.
Serta menghitung nilai dari (Severity) pencarian nilai
mesin yang sering mengalami kerusakan, (Occurance)
menyatakan kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan
terjadi dan akan menghasilkan bentuk kegagalan selama
masa penggunaan mesin dan (Detection) menyatakan
kemampuan mengendalikan atau mengontrol kegagalan
yang akan terjadi. Serta dapat mengetahui komponen
yang memiliki nilai RPN tinggi.

58
59

You might also like