You are on page 1of 10

Manajemen Konflik

Sri Raflin Hadiu

Ismet Pipii
MPI 6 C

Abstract
Throughout human life, they are always faced with and struggle with conflicts,
both individually and in organizations. In the old paradigm, many people believed
that conflict would prevent organizations from growing. But in the new paradigm
there is a different view. Conflict can be an obstacle if it is not managed properly, but
if it is managed properly, conflict can be a trigger for the development of a more
productive organization.
Conflict management is very influential for members of the organization.
Organizational leaders are required to master conflict management so that conflicts
that arise can have a positive impact on improving the quality of the organization.
Conflict management is a series of actions and reactions between actors and external
parties in a conflict, including a process-oriented approach that directs the forms of
communication (including behavior) from actors and external parties and how they
influence interests and interpretations.

Keywords: Management, Conflict


Abstrak

Sepanjang kehidupan manusia senantiasa diadapkan dan bergelut dengan


konflik baik itu secara individu maupun organisasi. Dalam paradigma lama,
banyak orang percaya bahwa konflik akan menghambat organisasi berkembang.
Namun dalam paradigma baru ada pandangan yang berbeda. Konflik bisa
menghambat jika tidak dikelola dengan baik, namun jika dikelola dengan baik
konflik bisa menjadi pemicu berkembangnya organisasi menjadi lebih produktif.

Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota orgnisasi. Pemimpin


organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul
dapat berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi. Manajemen
konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar
dalam suatu konflik, termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada
proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari
pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
dan interpretasi.

Kata Kunci: Manajemen, Konflik

PENDAHULUAN
Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling
memiliki ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya
ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada
dasarnya ketika terjadi suatu orgnaisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak
kemungkinan timbulnya konflik.
Konflik dalam suatu organisasi atau dalam hubungan antar kelompok adalah
sesuatu yang tidak dapat kita hindari. Konflik dapat menjadi masalah yang serius
dalam suatu organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas
organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian.
Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan
atau manajer organisasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Konflik juga dapat diartikan sebagai hubungan
antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki tujuan
atau kepentingan yangberbeda. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu
proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara
bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti
ada konflik.1 Sedarmayanti memberikan difinisi konflik sebagai perjuangan
antara kebutuhan, keinginan, gagasan, kepentingan ataupun pihak yang saling
bertentangan, sebagai akibat dari adanya perbedaan sasaran (goals); nilai
(values); pikiran (cognition); perasaan (affect); dan perilaku (behavior).2
Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber
pengalaman positif. Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana
pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik
tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran
dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran
itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak
terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi
konflik yang sama apabila sewaktu-waktu terjadi kembali.
Secara lebih terperinci, terdapat tiga pandangan mengenai kkonflik dalam
organisasi yaitu pandangan tradisional, behavioral (perilaku), dan iteraksionis.
1. Pandangan tradisional
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu tidak perlu dan
berbahaya, karena konflik merupakan sesuatu yang jelek (negative).
Dengan demikian, apabila timbul konflik harus segera diatasi. Disisi

1
Myers Gail E, KOMUNIKASI DALAM MANAJEMEN, (New York : McGraw-Hill Book
Company, 1982) hlm 234
2
Sedarmayanti, Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi untuk Menghadapi Dinamika
Perubahan Lingkungan Ditinjau dari Beberapa Aspek Esensial dan Aktual, (Bandung: CV Mandar
Maju, 2000) hlm 175
lain dikatakan bahwa apabila timbul konflik berarti gagal
melaksanakan tugas dalam menerapkan asas-asas manajemen.
Pandangan ini menganggap bahwa semua konflik adalah berbahaya
dan oleh karenanya harus dihindari.konflik dilihat sebagai hasil yang
disfungsional sebagai akibat dari buruknya komunikasi, kurangnya
keterbukaan dan kepercayaan diantara anggota organisasi, dan
kegagalan manajer untuk memberikan respon atas kebutuhan dan
aspirasi dari para pekerja.
2. Pandangan Behavior (Perilaku)
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu tidak baik apabila
sungguh-sungguh timbul, tetapi apabila terjadi konfli, bisa diterima
agar bisa mengetahui masalah-masalah organisasi. Dengan mengetahui
masalah ini, maka terdorong untuk mencari jalan pemecahan.
Pandangan ini menganggap bahwa konflik adalah sesuatu yang lumrah
dan terjadi secara alami dalam setiap kelompok dan organisasi. Karena
keberadaan dari konflik dalam organisasi tidak dapat dihindari, maka
aliran hubungan manusiawi mendukung dan menerima konflik
tersebut, dan menyadari adanya konflik tersebut bermanfaat bagi
prestasi suatu kelompok.
3. Pandangan Interaksionis
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik memang tidak mungkin
dihindarkan dan justru perlu terjadi. Dari satu sisi, memang konflik
menghambat pencapaian tujuan organisasi, tetapi disisi lain, konflik
bermanfaat bagi organisasi. Pandangan interaksionis ini mendorong
konflik pada keadaan yang harmonis artinya mendorong pimpinan
organisasi untuk selalu mempertahankan tingkat konflik yang optimal
agar mampu menimbulkan semangat dan kreativitas kelompok.
Sebagai konsekuensinya, maka manajer atau pemimpin organisasi
bertugas untuk menemukan, mengendalikan dan memecahkan konflik
yang terjadi.

B. Penyebab Terjadinya Konflik


Menurut Mada Sutapa, konflik muncul karena ada kondisi yang melatar
belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga
sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi,
struktur, dan variabel pribadi.3 Komunikasi, komunikasi yang buruk antar
individu, dalam arti perbedaan persepsi atau pandangan terhadap suatu hal, ide,
maupun gagasan dalam organisasi, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang
tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang
terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
Struktur, struktur dalam konteks yag akan dibahas adalah mencakup ukuran
(kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan oleh organisasi terhadap
anggotanya, kejelasan dalam pembagisn tugas seorang individu didalam
organisasi, kecocokan antara tujuan individu dengan tujuan kelompok
organisasi, sistem imbalan dan derajat ketergantungan antar kelompok. Hal-hal
diatas dapat menjadi penyebab timbulnya sebuah konflik, ukuran kelompok dan
derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik.
Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin
besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Variabel Pribadi. Sumber konflik
lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang
dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan
individu memiliki keunikan dan berbeda dengan individu yang lain. Hal-hal
diatas berbeda dalam tiap diri individu, sehingga akan cenderung menyebabkan
terjadinya sebuah konflik dalam organisasi.
Menurut Sopiah dari beberapa penyebab konflik yang ada, tiga penyebab
berikut dipandang sebagai penyebab dasar atas terjadinya konflik dalam
organisasi yaitu :4
a. Saling bergantungan. Saling bergantung dalam pekerjaan terjadi jika dua
orang atau dua kelompok dalam organisasi saling membutuhkan satu
sama lain guna menyelesaian tugas namun mereka tidak saling
mendukung.
b. Perbedaan tujuan. Perbedaan tujuan yang ada diantara satu bagian dengan
bagian yang lain, seperti unit produksi yang bertujuan semaksimal
mungkin biaya produksi dan mengusahakan sesedikit mungkin kerusakan
produk, sementara bagian penelitian dan pengembangan berurusan
3
Mada Sutapa, 2007, Stres dan Konflik Dalam Organisasi, Jurnal Manajemen Pendidikan, No.
01/Th III/April/2007, hal : 71
4
Sopiah, Perilaku Organisasional (Yogyakarta: Andi Offset, , 2008) hlm 45-46
dengan pengembangan ide-ide baru untuk mengubah dan
mengembangkan produk yang berhasil secara komersial. Hal ini dapat
menjadi potensi munculnya konflik diantara mereka.
c. Perbedaan persepsi. Dalam menghadapi suatu masalah, jika terjadi
perbedaan persepsi maka hal itu dapat menyebabkan munculnya konflik.

C. Jenis-jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konfli, tergantung pada dasar yang
digunakan untuk membuat klasifikasi.
1. Konflik di lihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Ada empat jenis
konflik ini yaitu sebagai berikut :
- Konflik vertical, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang
memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya,
antara atasan dan bawahan.
- Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang
memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi.
Misalnya, konflik antar karyawan atau antar departemen yang setingkat.
- Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang
biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya
berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
- Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang
mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
2. Konflik dilihat dari pihak yang terlibat di dalamnya
- konflik dalam diri individu, yaitu konflik ini terjadi jika seseorang harus
memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas
yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik ini
adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan.
- Konflik antar-individu, yaitu terjadi karena perbedaan kepribadian
antara individu yang satu dengan individu yang lain.
- Konflik antara individu dan kelompok, yaitu terjadi jika individu gagal
menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
- Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, yaitu konflik ini
terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda
dan masing-masing berupaya untuk mencapainya. Masalah ini terjadi
karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan dan
norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan
berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, karenanya hal ini
mempengaruhi organisasi secara keseluruhan.
- Konflik antar organisasi, yaitu konflik ini terjadi jika tindakan yang
dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negative bagi
organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumber daya yang sama.

D. Gaya Manajemen Konflik


Kenneth W Thomas dan Ralp H Kilmann mengembangkan taksonomi gaya
manajemen konflik berdasarkan dua dimensi. Dimensi yang pertama yaitu kerja
sama (cooperativeness) yang dipahami sebagai upaya seseorang untuk
memuaskan orang lain dalam menghadapi konflik dan dimensi yang kedua
yaitu keasertifan (assertiveness) dipahami sebagai upaya seseorang untuk
memuaskan diri sendiri dalam menghadapi konflik. Berdasarkan kedua dimensi
ini, Thomas dan Kilmann (dalam Wirawan,) mengemukakan lima jenis gaya
manajemen konflik yaitu5 :
1. Kompetisi (competing)
Gaya manajemen konflik dengan keasertifan tinggi dan tingkat kerja
sama rendah. Gaya ini merupakan gaya yang berorientasi pada
kekuasaan dimana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang
dimilikinya untuk memenangkan konflik dengan biaya lawannya.
2. Kolaborasi (collaborating)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerja sama
yang tinggi. Tujuannya adalah untuk mencapai alternatif dasar bersama
dan sepenuhnya memenuhi harapan kedua belah pihak yang terlibat
konflik. Gaya manajemen konflik kolaborasi merupakan upaya
bernegosiasi untuk menciptakan solusi yang sepenuhnya memuaskan
pihak-pihak yang terlibat konflik.
3. Kompromi (compromising)
Gaya manajemen konflik tengah atau menengah, di mana tingkat

5
Wirawan, 2010. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta:
Salemba Humanika. Hlm 121
keasertifan dan kerjasama sedang. Dengan menggunakan strategi give
and take kedua belah pihak yang terlibat konflik mencari alternatif titik
tengah yang memuaskan sebagian keinginan mereka. Gaya manajemen
konflik kompromi berada di tengah antara gaya kompetisi dan
kolaborasi.
4. Menghindar (avoiding)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerja sama
rendah. Dalam gaya manajemen konflik ini, kedua belah pihak yang
terlibat konflik berusaha menghindari konflik. Menurut Thomas dan
Kilmann bentuk penghindaran tersebut bisa berupa menjauhkan diri dari
pokok masalah, menunda pokok masalah hingga waktu yang tepat atau
menarik diri dari konflik yang mengancam dan merugikan.
5. Mengakomodasi (accomodating)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan rendah dan
tingkat kerja sama tinggi. Seseorang mengabaikan kepentingan dirinya
sendiri dan berupaya memuaskan kepentingan lawan konfliknya.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Gaya Manajemen Konflik


Menurut Wirawan gaya manajemen konflik yang digunakan pihak-pihak
yang terlibat konflik dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut
antara lain adalah6 :
a. Pengalaman menghadapi situasi konflik
Proses interaksi konflik dan gaya manajemen konflik yang
digunakan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik dipengaruhi oleh
pengalaman mereka dalam menghadapi konflik dan menggunakan gaya
manajemen konflik tertentu.
b. Kecerdasaan emosional
Penelitian yang dilakukan oleh Ming mengemukakan bahwa
kesuksesan manajemen konflik memerlukan ketrampilan yang berkaitan
dengan kecerdasan emosional. Dalam penelitian tersebut disimpulkan
bahwa gaya manajemen konflik integrating dan compromising memiliki
korelasi positif dengan kecerdasan emosional.
c. Kepribadian
6
Ibid, hlm 125
Kepribadian individu akan memengaruhi gaya manajemen konflik
yang digunakan untuk menyelesaikan konflik. Kilmann dan Thomas
dalam penelitiannya yang mengkorelasikan tipe kepribadian dan gaya
manajemen konflik menghasilkan kesimpulan bahwa individu dengan
tipe kepribadian introvert cenderung menyukai gaya manajemen konflik
akomodasi dan mengindar, sedangkan individu dengan tipe kepribadian
ekstrovert cenderung menyukai gaya manajemen konflik kompetisi atau
kolaborasi.
d. Budaya organisasi dan sistem sosial
Budaya organisasi dan sistem sosial dengan norma perilaku yang
berbeda menyebabkan para anggotanya memiliki kecenderungan untuk
memilih gaya manajemen konflik yang berbeda.
e. Situasi konflik dan posisi konflik
Seseorang dengan kecenderungan gaya manajemen konflik
berkompetisi akan mengubah gaya manajemen konfliknya jika
menghadapi situasi konflik yang tidak mungkin ia menangkan.

Kesimpulan
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang
atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik
dapat terjadi dalam organisasi manapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan
dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi
secara baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang
menciptakan terjadinya konflik.
Terdapat banyak cara dalam panganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan
harus mampu mendiagnosis sumber konfli serta memilih strategi pengelolaan
konflik yang sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan
pola pengelolaan konflik yang baik maka akan diperoleh pengalamn dalam
menangani berbagai macam konflik yang akan selalu terus terjadi dalam
organisasi.
Rujukan
Myers Gail E. 1982. Komunikasi Dalam Manajemen, New York : McGraw-Hill Book
Company
Sedarmayanti, 2000, Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi untuk Menghadapi
Dinamika Perubahan Lingkungan Ditinjau dari Beberapa Aspek Esensial dan Aktual,
CV Mandar Maju, Bandung
Mada Sutapa, 2007, Stres dan Konflik Dalam Organisasi, Jurnal Manajemen
Pendidikan, No. 01/Th III/April/2007
Sopiah, 2008, Perilaku Organisasional, Yogyakarta Andi Offset
Wirawan. (2010). Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian.
Jakarta: Salemba Humanika.

You might also like