You are on page 1of 76

LAPORAN OBSERVASI DAN PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT

AKIBAT KERJA DAN HAZARD PADA PEKERJA PERTAMBANGAN TENTANG


CARA MELAKUKAN PERSONAL HYGINE MENCUCI TANGAN UNTUK
MENGURANGI RISIKO KEJADIAN DERMATITIS KONTAK

Di Susun Oleh :

Kelompok 7

Dzakwan Afif 064 STYC20

Eka Rima Melati Suci 065 STYC20

Julian Ade Kantari 073 STYC20

Nurul Aulia Pratiwi 085 STYC20

Syahrul Dwi Pangestu 096 STYC20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan Tugas “Laporan Observasi Dan Pendidikan Kesehatan Tentang
Penyakit Akibat Kerja Dan Kecelakaan Akibat Kerja Pada Pekerja Bengkel Tentang Cara
Mengurangi Risiko Terluka Pada Saat Bekerja”.

Tidak dapat dipungkiri lagi, hambatan demi hambatan selalu kami temui dalam hal
penyusunan setiap laporan. Tapi dengan kerja keras serta tekad yang kuat maka akhirnya kami
dapat menyelesaiakan laporan ini.

Kekurangan demi kekurangan selalu ada, karena kami hanyalah manusia biasa. Oleh sebab
itu, kritik serta saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi perbaikan dimasa
yang akan datang.

Mataram, 22 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2 Tujuan.................................................................................................................................4
1.3 Manfaat................................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................................6
2.1 Konsep Teori K3...............................................................................................................6
2.2 Konsep Teori Penyakit Akibat Kerja................................................................................6
2.3 Konsep Teori Hazard........................................................................................................7
2.4 Konsep Teori Bengkel......................................................................................................8
2.5 Konsep Teori Alat Pelindung Diri (APD).........................................................................8
BAB III HASIL OBSERVASI........................................................................................................9
3.1 Deskripsi Pelaksanaan.......................................................................................................9
3.2 Hasil Pengamatan..............................................................................................................9
3.3 Kesimpulan.....................................................................................................................10
BAB IV PENDIDIKAN KESEHATAN.......................................................................................11
4.1 Latar Belakang................................................................................................................11
4.2 Tujuan.............................................................................................................................12
4.3 Metode Pelaksanaan........................................................................................................13
4.3.1 Tahap Persiapan.......................................................................................................13
4.3.2 Tahap Pelaksanaan...................................................................................................13
4.3.3 Tahap Evaluasi..........................................................................................................14
4.4 Kesimpulan..........................................................................................................................14
LAMPIRAN..................................................................................................................................15
Lampiran 1 : Daftar Pertanyaan Observasi..........................................................................15
Lampiran 2 : Jurnal..............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau disingkat K3 adalah kondisi kerja yang sehat
serta memberikan keselamatan bagi tenaga kerjanya. Menurut Occupational Safety Health
Administrasi (OSHA), pengertian K3 adalah aplikasi ilmu dalam mempelajari risiko
keselamatan manusia dan properti baik dalam industri maupun bukan. Kesehatan
keselamatan kerja merupakan multidisiplin ilmu yang terdiri atas fisika, kimia, biologi dan
ilmu perilaku dengan aplikasi pada manufaktur, transportasi, penanganan material bahaya.
Indonesia juga memiliki undang-undang yang mengatur mengenai K3. Dasar hukum undang
undang K3 adalah UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 86 ayat 1 dan 2
tentang pelaksanaan K3 serta pasal 87 ayat 1 tentang wajibnya perusahaan dalam
menerapkan aturan K3. UU No.13 Tahun 2003 Pasal 86 (1) berbunyi,”Setiap pekerja/buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: keselamatan dan kesehatan kerja;
moral dan kesusilaan; dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.” Selain itu terdapat dasar hukum K3 dari PP 50 Tahun 2012 Pasal 1 Ayat
2 yang berisi,”Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.“ Bengkel adalah
suatu tempat dilakukan perbaikan-perbaikan yang bersifat teknis terhadap suatu produk yang
dalam konteks produk yang dimaksud adalah kendaraan bermotor. Kegiatan perbengkelan
adalah bagian dari kegiatan jaringan layanan purna jual yang sekaligus berfungsi
mendukung pemasaran produk yang dijual (yang dalam hal ini adalah kendaraan bermotor).
Alasan kelompok kami mengambil kecelakaan kerja dan penyakit kerja pada kelompok
pekerja bengkel dikarenakan masih minimnya para pekerja bengkel yang peduli akan
keselamatan kerja pada saat bekerja, kebanyakan dari pekerja bengkel menganggap sepele
itu semua. Jika di tinjau lebih dalam lagi banyak kecelakaan kerja yang dapat terjadi di
bengkel salah satunya yaitu tergelincir dikarenakan sisa dari mengganti oli yang berceceran
atau bisa juga dikarenakan penyimpanan alat yang tidak pada tempatnya sehingga pada saat
pekerja sedang buru-buru tidak melihat dan terjadi kecelakaan tergelincir. Sedangkan untuk
penyakit akibat bekerja di bengkel salah satunya adalah penyakit kulit dermatitis yang
diakibatkan oleh paparan penggunaan air aki (asam sulfat), serta produk minyak bumi
seperti minyak pelumas, bensin, serta cairan pendingin.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui sumber penyakit dan sumber hazard di Bengkel:
1.2.1 Bahaya Kimia
1.2.2 Bahaya Ergonomic
1.2.3 Bahaya Biologi
1.2.4 Bahaya Fisik/Lingkungan

1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa/i dapat mengetahui seberapa tingkat K3 diterapkan di kelompok pekerja
Bengkel
1.3.2 Menambah pengetahuan Mahasiswa/i STIKES Yarsi Mataram mengenai K3
1.3.3 Penulis dan kelompok dapat langsung merasakan pengalaman observasi dan
memberikan pendidikan kesehatan langsung mengenai penerapan K3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori K3


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Purwadarmitnto,1984) penerapan adalah cara
menerapkan. Keselamatan adalah keadaan selamat. Menurut Chaidir Situmorang (2003:1),
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat dideskripsikan secara filosofis dan keilmuan. Secara
filosofis yaitu suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani dan rohaniah tenaga kerja, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan
makmur. Sedangkan secara keilmuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah merupakan
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Menurut Dainur (1993:75) Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah keselamatan yang
berkaitan dengan hubungan tenaga kerja dengan peralatan kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan cara – cara melakukan pekerjaan tersebut.
Menurut Suma’mur (2001:104) keselamatan kerja merupakan suatu rangkaian usaha
untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang berkerja
di perusahaan yang bersangkutan.
Anwar Sutrisno yang dikutip Moenir (1993:201) mengemukakan keselamatan kerja
adalah suatu keadaan dalam lingkungan /tempat kerja yang dapat menjamin secara maksimal
keselamatan serta kesehatan orang – orang yang berada didaerah/ditempat tersebut, baik
orang tersebut pegai maupun bukan pegawai organisasi kerja itu. Keselamatan kerja adalah
keselamatan yang berhubungan dengan peralatan, tempat kerja dan lingkungan, serta cara –
cara melakukan pekerjaan.
Pendapat lain juga diungkapkan oleh H.A.Taslimin (1993:1) bahwa keselamatan dan
kesehatan kerja menyangkut semua unsur yang terkait didalam aktifitas kerja yang
menyangkut subyek (orang yang melakukan pekerjaan), objek (material) yaitu benda – benda
atau barang – barang yang dikerjakan, alat – alat yang dipergunakan dalam bekerja serta
menyangkut lingkungannya.
Dari beberapa definisi dan konsep di atas peneliti menyimpulkan bahwa penerapan dan
keselamatan kerja adalah suatu cara untuk menerapkan diri atau mengatur diri sendiri pada
suatu pekerjaan agar bisa bekerja dengan aman dan sehat baik secara jasmani dan rohani
yang berhubungan dengan proses kerja dan lingkungan kerjanya.

2.2 Konsep Teori Penyakit Akibat Kerja


Menurut Suma’mur (1985) penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini artefisial oleh karena
timbulnya di sebabkan oleh adanya pekerjaan. Kepadanya sering diberikan nama penyakit
buatan manusia (Manmade disease).
Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan penyakit akibat kerja yaitu
penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan
atau lingkungan kerja, dan penyakit akibat kerja. Ketiga istilah tersebut mempunyai
pengertian yang sama dan masing-masing memiliki dasar hukum dan perundang-undangan
yang menjadi landasannya. Penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang penyebabnya adalah
pekerjaan dan atau lingkungan kerja (Suma’mur, 2009).

Ada beberapa jenis penyakit akibat kerja menurut Simposium Internasional oleh ILO
dalam Anizar (2009), yaitu a) Penyakit akibat kerja (occupational disease) Penyakit yang
mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjan, yang pada
umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui, b) Penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan (work related disease) Penyakit yang mempunyai beberapa agen
penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko
lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks, dan
Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working populations) Penyakit
yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat pekerja. Namun
dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk untuk kesehatan.

2.3 Konsep Teori Hazard


Bahaya (hazard) merupakan suatu sumber potensi kerugian atau situasi dengan potensi
yang menyebabkan kerugian (AS/NZS, 1999). Hammer (1989) mengatakan bahwa hazard
merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan injury terhadap orang, kerusakan
peralatan atau struktur bangunan, kerugian material, atau mengurangi kemampuan untuk
melakukan suatu fungsi yang telah ditetapkan. Hazard dapat dibedakan berdasarkan
kejadiannya, yaitu hazard yang disebabkan oleh alam (bencana alam) dan disebabkan oleh
manusia. Hazard dapat dikelompokkan menjadi tujuh berdasarkan jenisnya (Hendra. 2006):
a) Biological Hazard (bahaya biologi), seperti virus, jamur, bakteri, tanaman, dan binatang
yang menginfeksi manusia; b) Chemical Hazard (bahaya kimia), seperti bahaya yang
ditimbulkan oleh bahan beracun dan berbahaya (B3), debu, larutan kimia, uap kimia, daya
ledak bahan kimia, oksidasi, dan bahan kimia mudah terbakar; c) Ergonomic Hazard
(bahaya ergonomi), seperti desain tempat kerja yang tidak sesuai, material handling,
pencahayaan yang kurang, gerakan tubuh terbatas, desain pekerjaan yang dilakukan, dan
pergerakan yang berulang-ulang; d) Physical Hazard (bahaya fisika), seperti radiasi, suhu
panas, kebisingan, getaran, dan tekanan; e) Psychological Hazard (bahaya psikososial),
seperti jam kerja panjang, trauma, lingkungan kerja tidak nyaman, dan sebagainya; f)
Mechanical Hazard (bahaya mekanis), merupakan bahaya yang disebabkan benda-benda
bergerak, yang dapat menimbulkan dampak seperti terpotong, tergores, tersayat; g)
Electrical Hazard (bahaya listrik), bahaya yang ditimbulkan oleh arus listrik pendek, listrik
statis.
2.4 Konsep Teori Bengkel
Bengkel adalah tempat di mana seseorang mekanik melakukan pekerjaannya melayani
jasa perbaikan dan perawatan kendaraan. Bengkel umum kendaraan bermotor adalah
bengkel umum yang berfungsi untuk membetulkan, memperbaiki, dan merawat kendaraan
bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan layak jalan (Kulkarni, 2013).

Guna memenuhi tuntutan PP No. 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan pengemudi
pasal 126, 127, 128, dan 129, dinyatakan bahwa setiap kendaraan bermotor harus memenuhi
persyaratan teknis dan kelayakan kendaraan bermotor.

Menurut Yoga (2013), bengkel merupakan suatu usaha jenis wirausaha kecil dan
menengah yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan perbaikan, baik itu sepeda motor atau
mobil.

Usaha bengkel sepeda motor adalah usaha yang melakukan perbaikan sepeda motor
agar dapat kembali berjalan dengan baik sesuai dengan keinginan pemilik atau bentuk asli
dari sepeda motor tersebut (Yuda, 2015).

2.5 Konsep Teori Alat Pelindung Diri (APD)


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Tramsmigrasi Nomor
PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri yang selanjutnya disingkat APD adalah
suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya
mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Perlindungan
keselamatan pekerja melalui upaya teknis pengamanan tempat, mesin, peralatan, dan
lingkungan kerja wajib diutamakan.

Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Association, personal protective
equipment atau alat pelindung diri didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk
melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan
bahaya di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik
dan lainnya.

Alat pelindung haruslah enak dipakai, tidak mengggangu kerja dan memberikan
perlindungan yang efektif. Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap
bahaya kecelakaan. Pakaian pekerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan
pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan
atau pun kerutan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana
panjang, jala atau ikat rambut, baju yang pas dan tidak mengenakan perhiasaan. Pakaian
kerja sintetis hanya baik terhadap bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada
lingkungan kerja dengan bahan yang dapat meledak oleh aliran listrik statis (Suma’mur,
2014).
BAB III

HASIL OBSERVASI

3.1 Deskripsi Pelaksanaan


Kegiatan observasi dilakukan pada :

Hari/Tgl : Rabu, 22 Desember 2021

Tempat : Bengkel “RR Motor”

Alamat : Jln. Panjitilar Negara No.86

3.2 Hasil Pengamatan


Kelompok kami melakukan observasi di Bengkel “RR Motor” di Jln. Panjitilar Negara
No.86 dengan cara meminta izin kepada pemilik bengkel untuk melihat-lihat bagaimana
keadaan bengkel dan izin untuk memotret beberapa keadaan di bengkel tersebut. Kami juga
mewawancarai sedikit para pekerja di bengkel itu tentang apa saja yang dirasakan selama
bekerja di bengkel.

Para pekerja mengeluh merasakan pegal di sekitar area punggung apabila banyak
pelanggan yang datang baik untuk service ataupun mengganti oli dikarenakan posisi para
pekerja saat bekerja itu dengan jongkok tanpa menggunakan kursi untuk duduk jika duduk
secara langsung (lesehan) celana yang digunakan akan kotor dan kadang akan terasa gatal di
bagian bokong para pekerja karena lantai tempatnya bekerja sudah tertutupi oleh bekas oli
atau bahkan kotoran dari motor-motor yang datang untuk di perbaiki.

Dari hasil observasi juga terlihat bahwa para pekerja tidak ada yang menggunakan APD
yang seharusnya dipakai pekerja bengkel seperti kaus tangan, masker, sepatu/boot. Para
pekerja bekerja dengan tangan telanjang dan memakai sandal saja bahkan ada yang tidak
menggunakan alas kaki sama sekali. Kejadian ini tentu saja dapat menjadi sumber
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Seperti dengan tidak menggunakan sarung
tangan saat bekerja tentu tanpa di duga bisa saja tangan para pekerja terluka pada saat
service motor atau bisa juga tangannya akan mengalami penyakit kulit dermatitis
dikarenakan kontak langsung dengan oli, dll. Kami juga mendapati saat bekerja setiap alat
yang telah digunakan tidak disimpan pada tempatnya dan akan di bereskan saat bengkel
akan di tutup dikarenakan buru-buru saat bekerja, hal ini menyebabkan banyak pekerja yang
terluka karena tidak menggunakan alas kaki dan ada pula pekerja yang terpeleset karena
tidak melihat alat-alat yang berserakan tersebut.

Lalu karena bengkel ini terletak di pinggir jalan para pekerja terkena sinar matahari
langsung, sehingga secara tidak langsung mereka akan berkeringat karena terkena sinar
matahari ditambah sedang melakukan aktivitas. Hal tersebut menyebabkan banyak para
pekerja mendapatkan penyakit kulit panu pada kulitnya dikarenakan keringat pada baju
didiamkan dalam waktu lama sehingga meningkatkan kelembapan pada kulit dan
menyebabkan tumbuhnya jamur di tubuh.

3.3 Kesimpulan
Dari observasi yang sudah dilakukan dapat kami simpulkan bahwa kecelakaan akibat
kerja dan penyakit akibat kerja banyak dapat terjadi di kelompok pekerja bengkel tetapi para
pekerja bengkel masih sangat minim menyadari hal-hal tersebut.
Tidak sedikit dari mereka pun menganggap tidak perlu menggunakan APD dikarenakan
wajar jika bekerja mengalami kecelakaan di tempat kerja ataupun sakit yang dirasakan di
anggap sebagai hal yang sangat manusiawi dan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan yang
mereka lakukan.
Sehingga sangat penting sekali untuk melakukan pendidikan kesehatan untuk para
kelompok pekerja bengkel ini agar mereka lebih sadar dan patuh untuk menjaga
kesehatannya sembari bekerja. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti
mendapatkan kecelakaan di tempat kerja ataupun penyakit yang di akibatkan pekerjaan.
Disini kita juga harus bisa membuat para pekerja sadar betapa pentingnya Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) pada saat mereka bekerja.
BAB IV

PENDIDIKAN KESEHATAN

4.1 Latar Belakang


Hazard atau bahaya merupakan sumber potensi kerusakan atau situasi yang berpotensi
untuk menimbulkan kerugian. Sesuatu disebut sebagai sumber bahaya hanya jika memiliki
risiko menimbulkan hasil yang negatif (Cross, 1998). Bahaya diartikan sebagai potensi dari
rangkaian sebuah kejadian untuk muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian. Jika
salah satu bagian dari rantai kejadian hilang, maka suatu kejadian tidak akan terjadi. Bahaya
terdapat dimana-mana baik di tempat kerja atau di lingkungan, namun bahaya hanya akan
menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau eksposur (Tranter, 1999). Penyakit akibat
kerja adalah gangguan kesehatan yang dialami oleh seseorang akibat rutinitas atau paparan
zat tertentu di tempat kerja. Ada beragam jenis penyakit akibat kerja, dan masing-masing
memiliki pemicu atau penyebab yang berbeda. Penyakit akibat kerja penting untuk
diketahui, karena banyak orang tidak sadar bahwa keluhan yang mereka alami merupakan
dampak dari pekerjaan mereka sehari-hari.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang merupakan kepanjangan dari K3 adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui
upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP 50 Tahun 2012). Dengan
diterapkan nya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bengkel akan sangat membantu
para pekerja agar terhindar dari Hazard selama mereka bekerja dan akan mengurangi risiko
terjadi penyakit akibat kerja yang akan menyusahkan para pekerja ini di masa yang akan
datang. Dengan diterapkan K3 juga dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman dan
nyaman bagi para pekerja.

Bentuk Hazard dan PAK di Bengkel

No. Sumber Hazard Kegiatan


1. Ergonomic Karena keadaan bengkel yang ramai, para pekerja bekerja
dengan secepat mungkin. Dari situasi itu menyebabkan
alat-alat yang telah digunakan disimpan begitu saja tidak
dikembalikan ke tempat semula sehingga beberapa pekerja
yang sedang buru-buru pula tidak sedikit kaki nya terluka
karena para pekerja tidak menggunakan alas kaki saat
bekerja, jika memakai juga mereka hanya menggunakan
sandal tipis sehingga alat-alat itu bisa tembus di kaki para
pekerja tersebut.
2. Fisik/Lingkungan Karena sudah terbiasa setelah mengganti oli lantai tempat
bekerja tidak langsung di bersihkan, lantai di bengkel itu
menjadi licin dan sudah tertimbun dengan kotoran motor
yang datang. Ini mengakibatkan para pekerja tergelincir
saat bekerja.

No. Sumber Penyakit Kegiatan


1. Biologis Keringat pada para kerja yang didiamkan terlalu lama
tanpa di lap menyebabkan kelembaban pada kulit sehingga
para pekerja banyak mendapatkan panu pada kulitnya
2. Kimia Dampak dari para pekerja yang tidak menggunakan APD
kaus tangan maka tangan para pekerja bersentuhan
langsung dengan bahan kimia seperti air aki (asam sulfat),
minyak pelumas, bensin, oli serta cairan pendingin yang
mengakibatkan para pekerja mengalami gejala dermatitis
kontak seperti kulit kasar, panas, nyeri, dan kulit kering.
3. Ergonomic Karena pada saat pekerja men-service motor tidak
disediakan tempat untuk duduk maka pekerja melakukan
pekerjaan dengan posisi jongkok ataupun dengan
menunduk seperti sedang rukuk, sehingga para pekerja
banyak yang merasakan pegal pada bagian punggung nya.
Menurut penelitian Al Hadi dan kawan-kawan pada jurnal “Hubungan Faktor Risiko
Kejadian Dermatitis Kontak Pada Tangan Para Pekerja Bengkel Motor Di Kecamatan Plaju”
dan jurnal penelitian La Ode Alifariki dan kawan-kawan pada jurnal “Determinan Kejadian
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bengkel Di Kota Kendari” kedua jurnal tersebut
mendapatkan hasil kesinambungan antara lama kontak, masa kerja, riwayat penyakit kulit,
penggunaan APD, dan personal hygiene terhadap kejadian Dermatitis Kontak pada tangan
para pekerja bengkel.

Pada jurnal terakhir yaitu jurnal penelitian Trisna Jayati dan kawan-kawan dengan
jurnal “Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada
Pekerja Bengkel Motor Di PT. Acapella Honda” mendapatkan hasil penelitian yang salah
satunya yaitu terdapat hubungan anatara pengetahuan dan penggunaan APD pada pekerja
bengkel motor PT. Acapella Honda tahun 2020, dapat disimpulkan bahwa dengan
melakukan pendidikan kesehatan mengenai K3 ini akan membuat para pekerja lebih sadar
akan keselamatan dan kesehatannya selama bekerja dimulai dari hal yang sederhana yaitu
melakukan personal hygiene mencuci tangan setelah melakukan kontak dengan bahan kimia.

4.2 Tujuan
1. Untuk menyadarkan para pekerja penting personal hygine
2. Untuk menyadarkan para pekerja bahaya kontak langsung dengan bahan kimia (air aki,
bensin, oli)
3. Untuk menyadarkan para pekerja posisi yang salah saat bekerja bisa mengakibatkan
pegal
4. Untuk menyadarkan para pekerja untuk selalu merapikan lokasi bekerja nya
5. Untuk menyadarkan para pekerja memakai APD saat bekerja dapat mengurangi risiko
terluka
6. Untuk menyadarkan para pekerja untuk tidak membiarkan keringat lebih lama agar tidak
tumbuh bakteri di badan

4.3 Metode Pelaksanaan

4.3.1 Tahap Persiapan


1. Kelompok kami melakukan penentuan lokasi pekerjaan yang akan di observasi
2. Kelompok mendatangi lokasi yang sudah di tentukan
3. Kelompok meminta izin kepada pemilik lokasi untuk memotret lokasi pekerjaan
4. Kelompok memberikan beberapa pertanyaan kepada para pekerja
5. Kelompok melakukan observasi terlebih dahulu sebelum melakukan pendidikan
kesehatan
6. Kelompok menyusun materi yang akan disampaikan saat pendidikan kesehatan

4.3.2 Tahap Pelaksanaan


Job deskripsi :

1. Julian Ade Kantari : Moderator


2. Eka Rima Melati S : Pemateri
3. Nurul Aulia Pratiwi : Anggota
4. Dzakwan Afif : Anggota
5. Syahrul Dwi P : Anggota

No. Tahapan Pelaksanaan


1. Tahap Pembukaan - Moderator memperkenalkan seluruh
anggota kelompok terlebih dahulu
- Moderator menyampaikan tujuan
- Moderator menanyakan kesediaan
para pekerja
- Moderator melakukan kontrak waktu
2. Tahap Kerja - Anggota kelompok melakukan pemeriksaan
kesehatan (tensi) para pekerja
- Pemateri memberikan pre-test mengenai K3,
PAK, dan Hazard
- Anggota membagikan leaflet materi
dan konsumsi
- Pemateri mulai menjelaskan mengenai K3,
PAK, dan Hazard (macam-macamnya,
penyebab nya, dan cara menghindarinya/cara
mengurangi kejadiannya)
- Kedua anggota sambil mendemonstrasikan
cara melakukan personal hygiene
(mencuci tangan) kepada para pekerja
dengan air mengalir dan hand sanitizer
- Pemateri memberikan kesempatan para
pekerja untuk bertanya mengenai
materi
- Pemateri memberikan post test mengenai
materi yang disampaikan
3. Tahap Penutup - Semua anggota melakukan
pendokumentasian bersama para
pekerja
- Pemateri melakukan evaluasi

4.3.3 Tahap Evaluasi


Kelompok melakukan evaluasi pengetahuan para pekerja mengenai K3, PAK,
dan Hazard (macam-macamnya, penyebab nya, dan cara menghindarinya/cara
mengurangi kejadiannya) dengan memberikan pre-test dan post-test dan menilai dari
hasil jawaban kedua test tersebut.

4.4 Kesimpulan
LAMPIRAN

NO. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA YA TIDAK


1. KEPENGURUSAN K3
a. Terdapat organisasi kepengurusan K3 
b. Terdapat struktur organisasi K3 
c. Terdapat team pengawas / monitoring 
d. Terdapat dasar keamanan / perundangan 
e. Terdapat program rencana keadaan darurat di tempat

kerja
f. Terdapat SOP 
g. Dilakukan SMK3 oleh auditor K3 industri 
h. Monitoring dan pelatihan dilaksanakan dengan baik 
i. Terdapat kebijakan umum tentang K3 yang

dikeluarkan pimpinan secara tertulis
j. Tersedia rambu – rambu / tanda – tanda khusus jalan

keluar untuk evakuasi jika terjadi bahaya
k. Terdapat tanda – tanda dilarang merokok dipajang
ditempat kerja yang memiliki resiko bahaya 
kebakaran
l. Tanda – tanda peringatan dipasang di tempat

berbahaya
m. Perusahaan telah ikut serta dalam jamsostek 
n. Terdapat petunjuk tekhnis untuk melaksanakan

pekerjaan berbahaya
o. Terdapat progam dan jadwal pelatihan untuk semua
pekerja perusahaan di bidang keselamatan kerja ,

kebakaran , dan kewaspadaan bencana dan kesehatan
lingkungan
p. Perusahaan memberikan pelatihan terhadap pekerja
tentang cara – cara menangani dan menggunakan 
bahan kimia
q. Terdapat penyuluhan terhadap pekerja tentang

pentingnya hygine dan kesehatan kerja
r. Bagian – bangian dari mesin yang berputar / bergerak

diberi pelindung yang baik
s. Dilakukan pemeliharaan alat 
t. Dilakukan pengaturan waktu kerja 
u. Penempatan tenaga kerja sudah sesuai 
v. Dilakukan medical check up secara rutin terhadap

pekerja
2. PENANGGULANGAN KEBAKARAN
a. Terdapat hydrant di area industry 
b. Terdapat APAR 
c. APAR harus ditempatkan pada posisi yang mudah

dilihat dengan jelas
d. APAR mudah dicapai dan diambil 
e. Terdapat cara menggunakan APAR 
f. Jarak antara APAR yang satu dengan yang lainnya
atau kelompok satu dengan lainnya tidak boleh 
melebihi 15 meter
g. APAR tidak cacat 
h. APAR ditempatkan dalam lemari atau peti yang

dikunci
i. Terdapat petunjuk jalur evakuasi apabila terjadi
kebakaran 

3. KLINIK/RUANG PELAYANAN KESEHATAN


a. Tersedia ruang pelayanan kesehatan 
b. Tersedia tenaga medis (dokter) 
c. Terdapat tandu 
d. Terdapat AC 
e. Terdapat obat-obatan 
f. Terdapat westafel 
4. P3K
a. Tersedia kotak P3K pada setiap unit kerja 
b. Kotak P3K terisi dengan lengkap 
5. PEKERJAAN DAN CARA KERJA
a. Pekerja menggunakan alat pelindung diri yang

dipersyaratkan
b. APD yang digunakan layak pakai 
c. APD terpelihara kebersihannya 
d. Pekerja bekerja sesuai dengan prosedur kerja yang

ditetapkan
e. Pekerja telah mendapat pelatihan sesuai tugasnya 
f. Adanya rambu – rambu peringatan jelas 
g. Menggunakan peralatan kerja yang benar 
h. Posisi tubuh benar saat mengangkat beban 
i. Adanya pembatasan izin masuk pada daerah – daerah

berbahaya/resiko
6. ALAT PELINDUNG DIRI

1. Menggunakan APD:

a. Baju Khusus 

b. Masker 

c. Sarung tangan 

d. Safety shoes 

e. Alat pelindung telinga 

f. Alat pelindung kepala 

g. Kacamata 

2. APD yang digunakan:

a. Sesuai dengan jumlah karyawan 

b. Nyaman digunakan 

c. Dapat mengurangi risiko bahaya 

d. Tidak membatasi ruang gerak 

3. Ada peraturan untuk penggunaan APD 

4. Ada pengawasan terhadap penggunaan APD 

5. Adanya sanksi jika tidak menggunakan APD 

7. PENANGGULANGAN BENCANA
a. Terdapat rambu evakuasi 
b. Terdapat pintu emergency 
c. Terdapat titik kumpul 
MONITORING LINGKUNGAN

8. PENCAHAYAAN DI RUANGAN

a. Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak


menimbulkan kesilauan dan memiliki intensitas sesuai 
dengan peruntukannya
b. Kontras sesuai kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan 
atau bayangan
c. Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar 
dianjurkan untuk tidak menggunakan lampu neon
d. Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran 
yang optimum dan bola lampu sering dibersihkan
9. KEBISINGAN DI RUANGAN

a. Tingkat kebisingan dalam ruang kerja sesuai persyaratan 


yang ditetapkan.
b. Pengaturan tata letak ruang harus sedemikian rupa agar 
tidak menimbulkan kebisingan
c. Sumber bising dapat dikendalikan dengan beberapa cara
antara lain : meredam, menyekat, pemindahan,
pemeliharaan, penanaman pohon, peninggian tembok, 
pembuatan bukit buatan dan lain-lain, maupun rekayasa
peralatan (engineering control)
d. Ruang pekerja tidak berdekatan dengan sumber 
kebisingan
e. Pekerja menggunakan earplug ketika dalam ruangan yang 
kebisingannya melebihi NAB
f. Ruang produksi menggunakan alat peredam pada alat 
produksinya
10. Getaran

a. Melengkapi ruang kerja dengan peredam getar 

b. Memperbaiki atau memelihara 18a nad penahan getaran 

c. Mengurangi getaran pada sumber, misalnya dengan 


memberi bantalan pada sumber getaran
11. Radiasi

Tingkat pajanan oleh radiasi medan listrik dan medan


magnet listrik adalah sebagai berikut :
1. Medan Listrik

a. Sepanjang hari kerja : maksimal 10 Kv/m 

b. Waktu singkat sampai dengan 2 jam per hari : 


maksimal 30 Kv/m
2. Medan Magnet Listrik
a. Sepanjang hari kerja : maksimal 0,5 Mt (miliTestla ) 

b. Waktu singkat sampai dengan 2 jam perhari : 5 Mt 

3. Menyediakan alat pelindung (Isolasi) radiasi pada 


sumber
13. INSTALASI LISTRIK

1. Instalasi listrik, pemadam kebakaran, air bersih, air kotor,


air limbah, air hujan, harus dapat menjamin keamanan 
sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku
2. Bangunan kantor yang lebih tinggi dari 10 m atau lebih
tinggi dari bangunan lain disekitarnya harus dilengkapi 
dengan penangkal petir
3. Instalasi untuk masing-masing peruntukan sebaiknya
menggunakan kode warna dan label 

4. Diupayakan tidak terjadi hubungan silang dan aliran balik


antara jaringan distribusi air limbah dengan air bersih 
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
5. Jaringan instalasi agar ditata sedemikian rupa agar 
memenuhi syarat estetika
6. Jaringan instalasi tidak menjadi tempat perindukan 
serangga dan tikus
7. Pengoperasian instalasi sesuai dengan prosedur tetap 
yang telah ditentukan
8. Apakah akses ke panel listrik jelas dan tidak terhalang ? 

9. Apakah semua saklar listrik & pemutus sirkuit



diidentifikasi ?

10. Apakah semua wadah listrik dan penutup piring dalam 


kondisi baik ?
11. Apakah kabel listrik dan colokan dalam kondisi baik ?
Periksa isolasi yang rusak, memotong tali, splices, dan 
tape melilittali – tidak ada yang harus hadir.
12. Hanya menyatu strip daya kabel ekstensi, pelindung

lonjakan arus, digunakan (semua 3 pin pada steker) ?

13. Apakah semua peralatan listrik di daerah tampak dalam 


kondisi baik ?
14. LABORATORIUM

1. Ada tempat mandi darurat, tempat pencuci mata, dan alat



pemadam kebakaran diakses?

2. Apakah gang yang jelas dan terhalang untuk


memungkinkan akses siap keluar dari daerah dalam 
kasus kebakaran atau keadaan darurat lain ?
3. Apakah lemari penyimpanan yang mudah terbakar

terletak dari lorong-lorong dan jalan keluar?

4. Apakah corrosives disimpan hanya di rak terendah? 

5. Apakah mudah terbakar, asam, dan basa semua disimpan 


secara terpisah dari satu sama lain?
6. Apakah semua lemari es label untuk menunjukkan
apakah atau tidak mereka aman untuk penyimpanan 
mudah terbakar ?

7. Apakah semua non-ledakan lemari es bukti sepenuhnya



bebas dari flammables ?

8. Apakah semua bahan kimia berlabel untuk menunjukkan



isinya ?

9. Apakah semua wadah bahan kimia berlabel untuk


menunjukkan setiap bahaya yang mungkin ada, yaitu 
TOXIC, CORROSIVE, FLAMMABLE, dll ?

10. Apakah Material Safety Data Sheets (MSDS) tersedia



untuk semua produk di laboratorium ?

11. Adalah produk makanan, termasuk minuman apapun,


terus keluar dari lingkungan kerja laboratorium 
setiap saat ?

12. Selama 20a nad, semua staf mengenakan pakaian lab



yang sesuai ?

13. Tidak ada sepatu berujung terbuka, tidak ada celana



pendek

14. Ada tempat mandi darurat, tempat pencuci mata, dan alat

pemadam kebakaran mudah di akses ?
15. Apakah jalur/jalan yang jelas dan tidak terhalang untuk
memungkinkan akses siap keluar dari daerah dalam 
kasus kebakaran atau keadaan darurat lain ?
15. KENDARAAN

1. Bahan bakar tersedia 

2. Baterai, Radiator, Rem dan penyeprot air pada Kaca



Depan kendaraan dalam kondisi baik

3. Tempat accu dan penyaring udara dalam kondisi baik 

4. Ban dalam kondisi baik 

5. Selang Karet, Belt – (Fan, Generator, Alternatif) OK 

6. Pintu, cermin, kaca depan dan kaca lainnya dalam



kondisi baik

7. Kepala lampu, signal lampu,lampu rem, dan lampu 


lainnya dalam kondisi baik
8. Mesin penggerak wiper dalam kondisi baik 

9. Safety Belt untuk Setiap Penumpang 

10. Kondisi klakson baik 

11. Produk lain (Kondisiteknis, cat, dll) dalam kondisi baik 

12. Keamanan peralatan – (dongkrak, kunci inggris, APAR,



tali pengaman)

13. Speedometer dalam kondisi baik 21a nada catatan bukti



pemeliharaan

16. KORIDOR, TANGGA, DAN PINTU DARURAT

1. Jalur evakuasi bebas dari halangan? 

2. Apakah semua lantai basah ditandai dengan “AWAS,



LANTAI BASAH” (atau semacamnya) ?

3. Apakah lantai ditutupi oleh karpet yang permukaannya


rata sehingga bebas dari bahaya tersandung, dan dalam 
kondisi baik ?
4. Apakah lantai permukaan keras, aman dan bebas dari

bahaya tersandung dan tergelincir ?

5. Apakah ada permukaan lantai yang tidak rata atau 


membutuhkan perbaikan ?
6. Apakah lampu tanda-tanda EXIT menyala ? 

7. Apakah handel pintu berfungsi dengan baik ? 

8. Apakah pegangan tangan tangga dalam kondisi baik? 

9. Apakah pijakan tangga dalam kondisi baik ? 

10. Apakah tangga bebas dari kerusakan dan gangguan ? 

11. Apakah house keeping di area tersebut



memenuhi syarat ?

Gambar Observasi Bengkel

Posisi saat bekerja Kondisi lantai bengkel Kondisi atap luar


selama bekerja bengkel
DAFTAR PUSTAKA

Abidah, I. N. (2017). Cheklist Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

Admin. (2020, November 23). Pengertian Observasi : Pengertian, Fungsi, Tujuan dan
Manfaatnya. Retrieved Desember 22, 2021, from idCloudHost:
https://idcloudhost.com/pengertian-observasi-pengertian-fungsi-tujuan-dan-manfaatnya/

admin. (2021, Maret 26). Penyakit Akibat Kerja. Retrieved Desember 25, 2021, from SPSI
Bekasi: https://spsibekasi.org/2021/03/26/penyakit-akibat-kerja/

Budiari, L. (2020). BAB II. 7.

damkar. (2020, Juli 13). Pengertian (Definisi) Bahaya dan 5 Faktor Bahaya K3 di Tempat Kerja.
Retrieved Desember 25, 2021, from damkar.bandaacehkota:
http://damkar.bandaacehkota.go.id/2020/07/13/pengertian-definisi-bahaya-dan-5-faktor-
bahaya-k3-di-tempat-kerja/

dr. Nareza, M. (2020, Februari 7). Penyakit Akibat Kerja yang Patut di Waspadai. Retrieved
Desember 27, 2021, from ALODOKTER: https://www.alodokter.com/penyakit-akibat-
kerja-yang-patut-diwaspadai

Griya. (2017, April 23). Pengertian Bengkel. Retrieved Desember 24, 2021, from griyakublog:
https://griyakublog.wordpress.com/2017/04/23/pengertian-bengkel/

Hardianty, S., Tarigan, L., & Salmah, U. (2015). faktor-faktor yang berhubungan dengan
dermatitis - Neliti. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Dermatitis Kontak
Pada Pekerja Bengkel Di Kelurahan Merdeka Kota Medan Tahun 2015, 2-3.

Kusumawardhani, D. (2021, September 20). K3 (Kesehatan, Keselamatan Kerja), Mengenal


peran HRD di Dalamnya. Retrieved Desember 22, 2021, from HR NOTE.asia:
https://id.hrnote.asia/personnel-management/k3-kesehatan-keselamatan-kerja-210623/

Marwan, D. (2019). BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 05.2 bab 2, 5.

Purwanto, P. (2016). BAB_II, 9-10.

Samuel. (2015). jiunkpe-is-s1-2014-25410007-30937-penyusunan-chapter2, 4-5.

Septa. (2021). 6.

Suci, E. (2020). BAB II, 7.

Susilaningsih, E. (2012). bab 2- 08513245015, 8-19.


Toshiba. (2018). 4 BAB II, 10-11.
LAMPIRAN
JURNAL
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
HUBUNGAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN DERMATITIS
KONTAK PADA TANGAN PEKERJA BENGKEL MOTOR
DI KECAMATAN PLAJU

Al Hadi1, Raden Pamudji2, Melinda Rachmadianty3


1
Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
2
Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
3
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Submitted: February 2021 Accepted:June 2021 Published: June 2021

ABSTRAK

Dermatitis kontak adalah suatu keadaan inflamasi atau radang non infeksi pada kulit yang diakibatkan
oleh senyawa yang kontak dengan kulit yang bersifat iritan atau alergen. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara lama kontak, masa kerja, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat
personal hygiene, dan riwayat penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel
motor di Kecamatan Plaju. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif analitik dengan pendekatan
cross sectional yang dilakukan pada pekerja bengkel di Kecamatan Plaju kota Palembang. Jumlah sampel
sebanyak 30 pekerja dengan total sampling. Pada penelitian didapatkan 27 orang (90,0%) pekerja yang
mengalami dermatitis kontak dan 3 orang (10,0%) pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak. Ada
hubungan antara lama kontak (p=0,009, CI 1.070-1.390, mean 1.233), masa kerja (p=0,005, CI 1.050-
1.350, mean 1.200), riwayat atopi (p=0,009, CI 1.070-1390, mean 1.233), dan personal hygiene
(p=0,002, CI 1.030-1.310, mean 1.167) dengan kejadian dermatitis kontak. Tidak ada hubungan antara
riwayat penyakit kulit (p=0,537, CI 1.180-1.550, mean 1.367) dan penggunaan APD (p=0,548, CI 1.210-
1.590, mean 1.400) dengan kejadian dermatitis kontak.

Kata Kunci: dermatitis kontak, lama kerja, masa kerja, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, personal
hygiene, penggunaan APD

ABSTRACT

Contact dermatitis is a condition of inflammation or non-infectious inflammation of the skin caused by


compounds in contact with the skin that are irritants or allergens. This study was conducted to determine
the relationship between length of contact, length of service, history of skin disease, history of atopy,
personal hygiene history, and history of PPE use with the incidence of contact dermatitis among
motorbike repair workers in Plaju District. This study used a quantitative analytic design with approach
cross sectional which was carried out on workshop workers in Plaju District, Palembang city. The sample
size was 30 workers, taken by total sampling. Results showed that 27 workers (90%) experienced contact
dermatitis and 3 workers (10%) did not. There was a correlation between duration of contact (p=0,009,
CI 1.070-1.390, mean 1.233), working period (p=0,005, CI 1.050-1.350, mean 1.200), history of atopi
(p=0,009, CI 1.070-1390, mean 1.233), and personal hygiene (p=0,002, CI 1.030-1.310, mean 1.167)
with contact dermatitis. There was no correlation between history of skin diseases (p=0,537, CI 1.180-
1.550, mean 1.367) and use of PPE (p=0,548, CI 1.210-1.590, mean 1.400) with contact dermatitis.

Keywords: contact dermatitis, length of work, working period, history of skin diseases, history of atopy,
personal hygiene, use of PPE

Korespondensi: abdulhadi17073@gmail.com

13 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
Pendahuluan yaitu tahap induksi (sensitivitasi) dan
Kulit merupakan organ pemisah tahap elisitasi.2
antara bagian di dalam tubuh dengan Gejala DKI sangat beragam,
lingkungan di luar tubuh. Kulit secara bergantung pada sifat iritan. Dermatitis
terus menerus terpajan terhadap faktor kontak iritan akut disebabkan oleh iritan
lingkungan, berupa fisik, kimiawi kuat, misalnya larutan asam sulfat dan
maupun biologik. Oleh karena itu hidroklorid atau basa kuat, misalnya
apabila terjadi kerusakan yang natrium dan kalium hidroksida.
melampaui kapasitas toleransi daya Reaksinya terbatas hanya pada tempat
penyembuhan maka akan terjadi kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa
penyakit. Penyakit kulit akibat kerja terbakar, kelainan yang terlihat berupa
(occupational dermatitis) merupakan eritema edema, bula, mungkin juga
suatu peradangan kulit yang nekrosis. Tepi kelainan berbatas tegas,
diakibatkan oleh suatu pekerjaan dan pada umumnya asimetris.
seseorang. 1
Dermatitis kontak iritan kronik
Dermatitis kontak adalah respons kumulatif disebabkan oleh kontak
dari kulit dalam bentuk peradangan berulang dengan iritan lemah (misalnya
yang dapat bersifat akut maupun kronik, deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan
karena pajanan dari bahan iritan juga air) gejala klasik berupa kulit
maupun alergen eksternal yang kering, disertai skuama, eritema, yang
mengenai kulit. Dermatitis Kontak lambat laun kulit menjadi tebal dengan
dibagi menjadi Dermatitis Kontak Iritan likenifikasi yang difus. Bila kontak terus
(DKI) dan Dermatitis Kontak Alergen berlangsung akhirnya kulit dapat retak
(DKA). Dermatitis kontak iritan seperti luka iris (fisura), misalnya pada
merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit tumit. Sedangkan pada dermatitis
kulit yang bersifat non imunologik, kontak iritan subyektif juga disebut
ditandai dengan adanya eritema dan dengan DKI sensori, karena kelainan
edema setelah terjadi pajanan bahan kulit tidak terlihat namun pasien merasa
kontaktan dari luar. Sedangkan seperti tersengat (pedih) atau terbakar
dematitis kontak alergik didasari oleh (panas) setelah berkontak dengan bahan
reaksi imunologis berupa reaksi kimia tertentu.8
hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV). Gejala DKA pada umumnya pasien
Ada dua tahap dalam terjadinya mengeluh gatal. Kelainan kulit
dermatitis kontak alergik,
14 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
bergantung pada tingkat keparahan dan Dermatitis kontak dapat terjadi
lokasi dermatitisnya. Pada stadium akut pada hampir semua jenis pekerjaan.
dimulai dengan bercak eritematosa Penyakit ini menyerang pekerja yang
berbatas tegas kemudian diikuti edema, sering terpapar dengan bahan-bahan
papulovesikel, vesikel atau bula. yang bersifat toksik maupun alergik.15
Vesikel atau bula dapat pecah Pekerja di bengkel motor merupakan
menyebabkan erosi dan eksudasi salah satu pekerja yang memiliki risiko
(basah). Dermatitis kontak alergi akut di besar untuk terpapar bahan kimia
tempat tertentu. misalnya kelopak mata, sehingga memiliki risiko mengalami
penis, skrotum, lebih didominasi oleh berbagai masalah kulit, misalnya
eritema dan edema. Pada DKA kronis Dermatitis Kontak Akibat Kerja
terlihat kulit kering, berskuama, papul, (DKAK).3 Dermatitis kontak akibat
likenifikasi dan mungkin juga fisur, kerja dapat memberikan gangguan
berbatas tidak tegas. Dermatitis kontak ringan hingga berat dalam beraktivitas
alergi dapat meluas ke tempat lain, sehari-hari bagi penderita, sehingga
misal dengan cara autosensitasi. 8
dapat menurunkan angka produktivitas
Di Indonesia, prevalensi dermatitis pada pekerja. Padahal di lain sisi
mencapai angka 6,78%. Prevalensi produktivitas sangatlah dituntut dalam
dermatitis kontak sangat bervariasi, bekerja.10
sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja Kecamatan Plaju adalah salah satu
merupakan dermatitis kontak, baik kecamatan yang berada di Kota
iritan maupun alergik. Penyakit kulit Palembang. Kecamatan Plaju memiliki
akibat kerja yang merupakan dermatitis lokasi yang sangat strategis karena
kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% dekat dengan berbagai universitas di
karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kota Palembang. Lokasi yang strategis
kulit karena sebab lain. 1
Data studi ini telah dimanfaatkan banyak orang
epidemiologi di Indonesia untuk mendirikan suatu usaha. Contoh
memperlihatkan bahwa 97% dari 389 usaha- usaha yang terdapat di
kasus adalah dermatitis kontak. Enam Kecamatan Plaju yaitu percetakan, kos,
puluh enam koma tiga (66,3%) di toko alat tulis, rumah makan, dan
antaranya adalah DKI dan 33,7% adalah bengkel. Bengkel merupakan salah satu
DKA. 1
usaha informal yang berada di
Kecamatan Plaju. Keberadaan bengkel

15 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
di Kecamatan Plaju sangat Penelitian

menguntungkan bagi pengusaha

16 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
bengkel, mahasiswa, dan masyarakat. menarik lainnya yang perlu diperhatikan
Keuntungan bagi mahasiswa dan adalah adanya DKI dapat meningkatkan
masyarakat yaitu dapat memperbaiki kejadian DKA. Hal tersebut terjadi
kendaraan mereka dengan jarak yang akibat adanya gangguan fungsi sawar
tidak terlalu jauh dari kampus maupun kulit yang terjadi sebelumnya akan
dari rumah, sedangkan keuntungan bagi meningkatkan penetrasi alergen.
pengusaha bengkel banyak pelanggan Dermatitis kontak awalnya terdapat
seperti mahasiswa dan masyarakat yang pada area kulit yang terpajan. Namun
menggunakan jasa bengkel. Bengkel dalam perkembangannya, dapat
yang menjadi lokasi penelitian di menyebar ke tempat lain yang lebih
Kecamatan Plaju ini adalah bengkel jauh, baik dengan kontak yang tidak
yang bergerak dalam bidang perbaikan disengaja, atau dalam kondisi tertentu,
dan penggantian suku cadang motor. misalnya
Pada dasarnya kegiatan di bengkel autosensitisasi.12
terbagi atas perbaikan dan penggantian Salah satu faktor yang berpengaruh
suku cadang dan semua kegiatan ini terhadap kejadian dermatitis kontak
menggunakan bahan kimia. pada pekerja bengkel adalah personal
Penegakkan diagnosis kasus hygiene dan pemakaian Alat Pelindung
dermatitis memerlukan beberapa Diri (APD). Personal hygiene yang baik
tahapan seperti anamnesis, pemeriksaan bagi pekerja bengkel di antaranya
fisik, dan pemeriksaan penunjang. adalah mencuci tangan sebelum
Informasi yang perlu diketahui saat melakukan pekerjaan, mencuci tangan
anamnesis berupa gejala utama (nyeri, sesudah melakukan pekerjaan, mencuci
gatal, eritema, rasa terbakar, dan rasa tangan sesuai dengan 6 (enam) langkah
tidak nyaman), onset gejala, riwayat menurut WHO, menyiapkan kain
alergi, riwayat pekerjaan, riwayat khusus untuk mengelap tangan setelah
terpapar faktor iritan, dan riwayat mencuci tangan, mencuci pakaian kerja
pengobatan. Pemeriksaan fisik dan mandi setiap selesai bekerja, serta
berdasarkan efloresensi kulit yang membersihkan sarung tangan dan sepatu
terlihat seperti adanya makula eritema jika menggunakan. Pekerja bengkel
berbatas tegas, hiperkeratosis, fisura, dikategorikan memiliki Personal
vesikel, penampilan epidermis yang hygiene baik jika memenuhi minimal
mengkilap, kering atau melepuh. Hal 11
tiga kriteria yang sudah disebutkan

17 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
sebelumnya. Selain itu seorang Penelitian

pekerja

18 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
bengkel harusnya menggunakan APD paparan serta faktor lingkungan seperti
yang baik yaitu dengan menggunakan
sepatu kerja, baju kerja yang menutupi
seluruh badan, tangan, dan kaki, serta
sarung tangan kerja. Pekerja bengkel
dikategorikan memiliki riwayat
penggunaan APD baik jika memenuhi
minimal tiga kriteria yang sudah
disebutkan sebelumnya. Pekerja
bengkel non formal sering
kali tidak menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD).
Saat bekerja mereka hanya
menggunakan baju kaos, celana pendek
dan sandal jepit. Selain itu, kebersihan
pekerja bengkel selama bekerja sangat
sulit untuk dijaga. Pekerja selalu
menggunakan oli untuk memperbaiki
sepeda motor, oli yang menempel pada
kulit sangat sulit dibersihkan, sehingga
mereka membersihkan kulit yang
terkena oli dengan menggunakan
bensin. Hal ini meningkatkan risiko
terjadinya kejadian dermatitis kontak
akibat kerja.4 Selain personal
hygiene dan penggunaan APD,
beberapa faktor yang mempengaruhi
kejadian dermatitis
kontak adalah faktor eksogen dan
endogen. Faktor eksogen adalah faktor-
faktor yang berasal dari luar seperti
karakteristik bahan kimia, karakteristik
paparan yakni lama paparan per hari,
masa kerja, jenis pekerjaan, frekuensi
19 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
temperatur ruangan dan faktor pada pekerja denganPenelitian
lama bekerja ≤ 2
mekanik (tekanan, gesekan, tahun. 2
luka). Faktor endogen adalah Sampai saat ini, belum ada data
faktor-faktor yang berasal dari yang melaporkan gambaran kejadian
dalam diri individu yaitu faktor dermatitis kontak pada tangan dan
genetik, jenis kelamin, umur, ras, hubungan faktor risiko dengan kejadian
lokasi kulit yang terpapar,
riwayat atopi, riwayat penyakit
kulit, dan riwayat alergi.5
Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Pasal 17 bab IV mengenai waktu
kerja dan istirahat dijelaskan
bahwa waktu kerja buruh
idealnya adalah 8 (delapan) jam
dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat
puluh) jam dalam 1 (satu)
minggu untuk 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu. Ini
artinya maksimal lama kontak
pekerja bengkel dalam sehari
bekerja adalah 8 jam.
Pekerja dengan lama bekerja
≤ 2 tahun dapat menjadi salah
satu faktor yang mengindikasikan
bahwa pekerja tersebut belum
memiliki pengalaman yang
cukup dalam melakukan
pekerjaan. Jika pekerja ini masih
sering ditemui melakukan
kesalahan dalam prosedur
penggunaan bahan kimia, maka
hal ini berpotensi meningkatkan
angka kejadian dermatitis kontak

20 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
dermatitis kontak pada tangan pekerja nomor 17/EC/KBHKI/FK-
bengkel motor di Kecamatan Plaju kota UMP/XI/2020. Analisis data bivariat
Palembang sehingga mendorong menggunakan uji Fisher’s Exact.
peneliti untuk melakukan penelitian ini. Variabel pada penelitian ini
adalah: Dermatitis kontak, lama kontak,
Metode Penelitian masa kerja, riwayat penyakit kulit,
Penelitian ini adalah penelitian riwayat atopi, personal hygiene, dan
kuantitatif analitik dengan pendekatan penggunaan APD. Dermatitis kontak
cross sectional yang dilakukan di adalah keadaan inflamasi atau infeksi
Kecamatan Plaju Kota Palembang pada pada kulit yang diakibatkan radang oleh
bulan Oktober hingga Desember 2020. senyawa yang kontak dengan kulit.
Semua populasi pekerja bengkel di Lama kontak adalah lama waktu
Kecamatan Plaju dipilih secara total responden kontak dengan bahan kimia
sampling. Kemudian, subjek yang dalam satu hari kerja. Masa Kerja
terpilih disesuaikan dengan kriteria adalah lamanya seseorang bekerja di
inklusi yaitu pekerja bengkel yang bengkel dari awal masuk sampai pada
melakukan kontak langsung dengan saat waktu penelitian. Riwayat penyakit
bahan kimia yang ada di bengkel, serta kulit adalah peradangan pada kulit
memenuhi kriteria eksklusi seperti dengan gejala berupa gatal, rasa
pekerja memiliki riwayat dermatitis terbakar, kemerahan, bengkak,
kronik sebelum bekerja di bengkel dan pembentukan lepuh kecil pada kulit,
yang tidak menyelesaikan pengisian kulit bersisik, kulit kering, dan
kuesioner. penebalan pada kulit atau kelainan kulit
Pengambilan data dilakukan lainnya yang sebelumnya pernah atau
dengan pengisian kuesioner dan lembar sedang diderita oleh pekerja sebelum
pemeriksaan fisik yang telah disetujui bekerja di bengkel. Riwayat atopi
dan ditegakkan diagnosis oleh dokter adalah penyakit pada pekerja yang
Spesialis Kulit dan Kelamin. Penelitian mempunyai riwayat kepekaan dalam
ini telah mendapatkan surat keterangan keluarganya atau diturunkan dari
layak etik dari Komisi Bioetika, keluarganya, seperti asma, rhinitis
Humaniora, dan Kedokteran Islam alergi, atau dermatitis atopi. Personal
Fakultas Kedokteran Universitas hygiene adalah kebiasaan pekerja untuk
Muhammadiyah Palembang dengan membersihkan tangan enam langkah

21 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
sesuai anjuran WHO sebelum Penelitian

dan setelah bekerja, dan

22 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
mencuci pakaian yang digunakan Kecamatan Plaju yaitu sebanyak 35
setelah bekerja. Riwayat penggunaan orang. Pada penelitian ini sampel dipilih
APD adalah penggunaan sarung tangan, secara total sampling. Sampel lalu
seragam dan sepatu oleh pekerja dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan
bengkel saat melakukan tugasnya. eksklusi. Pada penelitian ini didapatkan
jumlah sampel yang memenuhi kriteria
Hasil Penelitian inklusi yaitu sebanyak 30 orang.
Berdasarkan data awal
didapatkan bahwa pekerja bengkel di
Tabel 1. Karakteristik Responden dan hasil analisis bivariat
Karakteristik Responden Jumlah Persentase Nilai RP
(orang) (%) p (95% CI)
Dermatitis Kontak
Dermatitis Kontak 27 90
DKA 12
DKI 15
Bukan Dermatitis Kontak 3 10
Lama Kontak
> 8 Jam 23 76,7 0,009 1.233
≤ 8 Jam 7 23,3 (1.070-1.390)
Masa Kerja
> 2 Tahun 24 80,0 0,005 1.200
≤ 2 Tahun 6 20,0 (1.050-1.350)
Riwayat Penyakit Kulit
Ada 19 63,3 0,537 1.367
Tidak Ada 11 36,7 (1.180-1.550)
Riwayat Atopi
Ada 23 76,7 0,009 1.233
Tidak Ada 7 23,3 (1.070-1.390)
Personal hygiene
Tidak Baik 25 83,3 0,002 1.167
Baik 5 16,7 (1.030-1.310)
Penggunaan APD
Tidak Baik 18 60,0 0,548 1.400
Baik 12 40,0 (1.210-1.590)

Responden yang menderita yang tidak menderita dermatitis kontak


dermatitis kontak di bagian tangan yaitu sebanyak 3 orang (10,0%). Data
sebanyak 27 orang (90,0%), lebih dari 27 responden yang mengalami
banyak dibandingkan dengan responden dermatitis kontak, 15 responden

23 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
mengalami DKI dan 12 responden Responden pada penelitian lebih
mengalami DKA. banyak responden yang memiliki
Onset lama kontak per hari pada riwayat atopi sebanyak 23 orang
responden penelitian lebih banyak pada (76,7%), dibandingkan dengan
onset lebih dari delapan jam sebanyak responden yang tidak memiliki riwayat
23 orang (76,7%), dibandingkan dengan atopi berjumlah 7 orang (23,3%). Nilai
responden dengan onset lama kontak p=0,009 menunjukkan bahwa riwayat
kurang dari atau sama dengan delapan atopi memiliki hubungan bermakna
jam sebanyak 7 orang (23,3%). Nilai dengan kejadian dermatitis kontak.
p=0,009 menunjukkan bahwa lama Responden pada penelitian lebih
kontak memiliki hubungan bermakna banyak responden yang memiliki
dengan kejadian dermatitis kontak. riwayat personal hygiene yang tidak
Onset masa kerja pada responden baik sebanyak 25 orang (83.3%),
penelitian lebih banyak pada onset lebih dibandingkan dengan responden yang
dari dua tahun sebanyak 24 orang memiliki riwayat personal hygiene yang
(80,0%), dibandingkan dengan baik berjumlah 5 orang (16,7%). Nilai
responden dengan onset masa kerja p=0,002 menunjukkan bahwa personal
kurang dari atau sama dengan dua tahun hygiene memiliki hubungan bermakna
sebanyak 6 orang (20,0%). Nilai dengan kejadian dermatitis kontak.
p=0,005 menunjukkan bahwa masa Responden pada penelitian lebih
kerja memiliki hubungan bermakna banyak yang memiliki riwayat
dengan kejadian dermatitis kontak. penggunaan APD yang tidak baik
Responden pada penelitian lebih sebanyak 18 orang (60,0%). Nilai
banyak responden yang memiliki p=0,548 menunjukkan bahwa
riwayat penyakit kulit, sebanyak 19 penggunaan APD tidak memiliki
orang (63,3%), dibandingkan dengan hubungan bermakna dengan kejadian
responden yang tidak memiliki riwayat dermatitis kontak.
penyakit kulit berjumlah 11 orang
(36,7%), nilai p=0,537. Menunjukkan Pembahasan
bahwa riwayat penyakit kulit tidak Tabel 1 menunjukkan bahwa
memiliki hubungan bermakna dengan partisipan yang menderita dermatitis
kejadian dermatitis kontak. kontak berjumlah 27 individu (90.0%),
sedangkan partisipan yang tidak

24 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
menderita dermatitis kontak yaitu Hasil riset ini sejalan dengan
berjumlah 3 individu (10.0%). Data ini temuan riset yang dilaksanakan Witasari
menunjukkan bahwa pekerja bengkel tahun 2014 dalam penelitian yang
motor di Kecamatan Plaju yang dilaksanakan di RSUD Dr. Soetomo
memiliki dermatitis kontak lebih banyak Surabaya bahwa angka kejadian DKAK
dibandingkan dengan pegawai bengkel di Divisi Alergi dan Imunologi URJ
motor yang tidak memiliki dermatitis Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
kontak. Surabaya periode tahun 2010-2012
terbanyak adalah DKI berjumlah 27
(54%) responden, sementara DKA
berjumlah 23 (46%) responden.6
Temuan observasi awal yang
dilaksanakan Putri dan Akifah di bulan
Desember 2016 atas pegawai bengkel
motor di Kota Kendari ditemukan 459
montir mekanik, pegawai yang
mengalami dermatitis dengan keluhan
luka, kulit kering, kemerahan, kulit
Gambar 1. Tangan responden yang mengelupas, serta rasa gatal pada kulit
mengalami dermatitis kontak iritan.
seusai bekerja.4
Abnormalitas kulit akibat materi
Sebanyak 12 responden dari 27
yang mampu mengiritasi menyebabkan
pekerja bengkel di antaranya memiliki
gangguan sel secara fisik maupun
DKA dan 15 individu di antaranya
kimiawi. Materi iritan mengikis lapisan
terkena DKI. Keluhan yang paling
tanduk, denaturasi keratin,
banyak dialami oleh responden yang
menghilangkan lemak lapisan tanduk,
mengalami dermatitis kontak tangan
serta mengacaukan daya ikat kulit atas
adalah rasa gatal, rasa terbakar, kulit
air. Sebagian besar bahan iritan merusak
kemerahan, kulit mengelupas dan kulit
membran lemak keratinosit, meski
pecah-pecah yang terbatas didaerah
beberapa mampu memenetrasi membran
sekitar kulit yang bersentuhan langsung
sel serta menghancurkan lisosom,
dengan zat iritan yang ada di bengkel
mitokondria, maupun unsur inti. Jika
motor.
disandingkan dengan DKI, total

25 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
penderita DKA lebih kecil karena hanya Latambaga Kabupaten Kolaka dengan
berdampak pada individu dengan kulit nilai p=0,027.
yang terlalu sensitif. DKA disebabkan Lama kontak adalah durasi
oleh materi kimiawi sederhana yang pegawai bersinggungan dengan
mempunyai berat molekul kecil (< 1000 senyawa kimia yang diukur dalam
dalton), dikenal dengan hapten, satuan jam setiap harinya. Setiap
memiliki sifat lipofilik, mudah bereaksi, pegawai mempunyai durasi kontak yang
serta mampu memenetrasi stratum beragam sesuai dengan tanggung jawab
korneum dan mencapai sel epidermis individu. Durasi kontak yang semakin
internal. Sistem pembentukan lama dengan materi alergen ataupun
abnormalitas kulit pada DKA sesuai iritan maka peradangan maupun
dengan sistem imunitas yang inflamasi mungkin ditimbulkan dan
diwakilkan oleh cell mediated immune menyebabkan abnormalitas pada kulit.
response atau reaksi imunologik tipe Durasi kontak berpengaruh atas
IV, atau reaksii hipersensitivitas tipe kemunculan dermatitis kontak karena
lambat. Respons ini terlaksana lewat 2 durasi bersinggungan dengan senyawa
fase, yakni fase elisitasi serta fase kimia yang lama akan memenetrasi
sensitisasi. Hanya individu yang sudah hingga ke lapisan terdalam dan
menderita sensitisasi yang bisa terkena meningkatkan risiko dermatitis kontak.1
DKA.7 Waktu kerja yang melebihi dari
Tabel 1 juga memperlihatkan kemampuan serta bertugas terlalu lama
bahwa responden dengan kontak akan menyebabkan kecondongan
melebihi 8 jam mempunyai indikasi mengalami kelelahan, fokus terganggu,
mengalami kejadian dermatitis kontak masalah kesehatan, berpotensi
yang melebihi partisipan yang menyebabkan penyakit, serta terluka
mempunyai durasi singgungan kurang saat bekerja. Dampak dari penurunan
dari atau sama dengan 8 jam (nilai p= konsentrasi dalam bekerja adalah sering
0,009). kali terjadi kecelakaan kerja yang salah
Hasil riset sesuai dengan studi satunya dapat menimbulkan risiko
Zania (2018) bahwa ada relasi antara mengalami dermatitis kontak akibat
durasi bersinggungan dengan penyakit kerja.8
dermatitis kontak yang dialami nelayan
Kelurahan Induha Kecamatan

26 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
Responden yang sudah bekerja lama kerja kejadian dermatitis kontak
selama lebih dari 2 tahun mempunyai juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti
indikasi mengalami kejadian dermatitis unsur mekanis contohnya aktivitas yang
kontak yang lebih banyak dibandingkan berpotensi menimbulkan lecet, gesekan,
dengan responden yang bekerja selama maupun tekanan pada kulit saat
setidaknya 2 tahun (nilai p=0,005). beraktivitas sehingga bisa mempertinggi
Sesuai dengan studi Putri & permeabilitas kulit atas senyawa iritan
Akifah, ada relasi antara durasi bertugas akibat stratum korneum yang rusak.
dengan kejadian dermatitis kontak pada Peningkatan permeabilitas kulit tersebut
pegawai bengkel otomotif dengan nilai mengakibatkan senyawa kimia yang
p value =0,05 namun terdapat dimanfaatkan mudah memenetrasi kulit.
perbedaan hasil data yaitu angka Pada pegawai yang mempunyai durasi
kejadian dermatitis kontak pada kerja >2 tahun maka akan semakin
penelitian tersebut lebih tinggi pada berbagai lecet, gesekan, serta tekanan
pekerja yang bekerja dengan masa kerja yang dialami pada kulit pekerja,
selama kurang dari atau sama dengan 2 ditambah dengan penggunaan APD dan
tahun (53%). Hasil penelitian juga tidak
4
riwayat personal hygiene yang tidak
sesuai teori menurut Utomo bahwa baik maka akan semakin meningkatkan
pekerja dengan durasi kerja kurang dari risiko timbulnya dermatitis kontak pada
2 tahun mungkin menjadi salah satu pekerja bengkel yang bertugas lebih dari
aspek yang menandakan bahwa pegawai 2 tahun.5
terkait belum mempunyai pengalaman Hasil penelitian ini menunjukkan
yang memadai untuk bekerja. Apabila bahwa tidak ada hubungan antara
pegawai ini masih sering keliru saat riwayat penyakit kulit dengan dermatitis
menggunakan senyawa kimia, maka hal kontak pada pegawai bengkel (nilai
tersebut mempunyai kemungkinan p=0,537). Sejalan dengan penelitian
mempertinggi jumlah penyakit Zania bahwa tidak ada relasi antara
dermatitis kontak pada pegawai dengan riwayat penyakit kulit atas penyakit
durasi kerja minimal 2 tahun. 5
dermatitis kontak pada nelayan dengan
Perbedaan hasil studi yang nilai p=0,980.1 Hasil penelitian
dilakukan dengan hasil penelitian Putri didukung oleh teori yang menyebutkan
& Akifah dan teori menurut Utomo bahwa pegawai yang terlebih dahulu
karena selain dipengaruhi oleh waktu atau sedang mengalami non dermatitis

27 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
akibat kerja maupun penyakit kulit serta penyesuaian kadar lipid esensial
lainnya berpotensi terkena dermatitis kulit membuat kulit lebih kering dan
karena pekerjaan akibat sistem proteksi lebih sensitif.7
kulit yang melemah dari penyakit yang Tabel 1 memperlihatkan bahwa
dimiliki sebelumnya. Manfaat proteksi partisipan yang mempunyai riwayat
yang melemah itu contohnya absensi personal hygiene yang tidak baik
lapisan pelindung kulit, kerusakan pada mempunyai indikasi mengalami
kelenjar keringat dan minyak serta kejadian dermatitis kontak yang lebih
perbedaan pH kulit. 1
banyak dibandingkan dengan responden
Tabel 1 menunjukkan bahwa yang mempunyai riwayat personal
responden yang mempunyai riwayat hygiene yang baik (nilai p=0,002).
atopi mempunyai indikasi mengalami Sejalan dengan penelitian Sabrina
kejadian dermatitis kontak yang lebih bahwa terdapat relasi signifikan antara
banyak dibandingkan dengan responden personal hygiene dengan kejadian
yang tidak mempunyai riwayat atopi dermatitis kontak. Hal tersebut
(nilai p=0,009). Hasil penelitian ini disebabkan karena kebersihan diri
tidak sesuai dengan studi Nuraga & seseorang bisa menghambat transmisi
Lestari yakni tidak terdapat relasi yang virus dan penyakit, meminimalisir
berarti antara riwayat atopi dengan kontak dengan senyawa beracun,
penyakit dermatitis kontak dengan nilai melaksanakan tindakan preventif alergi
p=0,1999. Riwayat atopi pada kejadian
9
kulit, keadaan kulit, serta kepekaan kulit
dermatitis berhubungan erat dengan atas senyawa beracun, supaya jauh dari
hambatan pada peran sawar kulit yang penyakit kulit karena bekerja, pegawai
disebabkan oleh penurunan fungsi disarankan untuk menjaga kebersihan
genetik yang mengatur amplop keratin diri saat bertugas, contohnya dengan
(filagrin dan lorikrin), volume seramid mencuci tangan sebelum dan sesudah
yang menurun dan peningkatan enzim bekerja serta membasuh bagian tubuh
proteolitik serta trans-epidermal-water yang kontak dengan senyawa berbahaya
loss (TEWL). Penyesuaian sawar kulit dan memakai pakaian bersih selama
menimbulkan kenaikan daya serap serta menjalankan tugas. 13
hipersentivitas. Kenaikan pada TEWL Hasil penelitian ini melaporkan
serta pelemahan kapabilitas bahwa tidak ada hubungan antara
penampungan air (skin capacintance) penggunaan APD dengan kejadian

28 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
dermatitis kontak (nilai p=0,548). terhindar dari kontak langsung dengan
Sejalan dengan penelitian Sabrina senyawa beracun.1
bahwa tidak terdapat hubungan Tidak satupun pekerja bengkel
signifikan antara penggunaan APD motor yang menjadi responden yang
dengan kejadian dermatitis kontak pada menggunakan sarung tangan untuk
pekerja bengkel di kelurahan Merdeka melindungi tangan pekerja dari pajanan
Kota Medan dengan nilai p=1,000. Hal langsung dengan bahan kimia, sehingga
ini terjadi karena kejadian dermatitis hal ini sangat mempengaruhi
tidak hanya dipengaruhi oleh pemakaian peningkatan risiko kejadian dermatitis
APD saja namun juga kerentanan kulit kontak pada pekerja bengkel motor.
pekerja bengkel terhadap zat iritan. Sebaiknya pekerja bengkel harus
Namun penelitian Putri menggunakan sarung tangan khusus
melaporkan bahwa terdapat hubungan untuk melindungi tangan dari pajanan
antara penggunaan APD dengan langsung bahan kimia.
kejadian dermatitis kontak pada pekerja Perbedaan hasil juga disebabkan
bengkel motor dengan nilai p=0,007). oleh kesesuaian APD yang dipakai
Angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja. APD yang sesuai standar sudah
penelitian tersebut lebih tinggi pada sepatutnya bisa memperkecil
pekerja yang memiliki riwayat probabilitas pegawai mengalami
penggunaan APD yang tidak baik. Hasil dermatitis kontak. Jika pegawai masih
yang dilaporkan oleh Putri yaitu merasakan singgungan dengan senyawa
responden yang memiliki riwayat beracun meskipun sudah memakai
penggunaan APD yang tidak baik APD, hal tersebut mengindikasikan
(95%) mempunyai indikasi mengalami bahwa APD yang dipakai tidak
kejadian dermatitis kontak yang lebih memenuhi standar proteksi terhadap
banyak dibandingkan dengan responden kulit. Selain itu kebersihan dari APD itu
yang memiliki riwayat penggunaan sendiri juga sangat perlu diperhatikan.
APD yang baik (5%) yang mengalami Contoh tindakan preventif yang
dermatitis kontak. 4
bisa dilaksanakan untuk meminimalisir
Pemakaian APD adalah contoh dermatitis kontak yakni dengan
metode untuk memperkecil probabilitas menggunakan alat pelindung diri (APD)
dermatitis kontak akibat kerja, karena saat beraktivitas. APD berguna untuk
dengan memanfaatkan APD bisa memberikan proteksi bagi sebagian

29 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
maupun seluruh tubuh pekerja dari pada nelayan di Kelurahan Induha
Kecamatan Latambaga Kabupaten Kolaka
bahaya yang mungkin mengancam.
tahun 2017. Jurnal Ilmiah
APD yang dimaksud dapat berupa
pakaian, sepatu, serta sarung tangan
khusus kerja. Selain APD, perilaku
yang wajib dilakukan yakni menjaga
higienitas serta kesehatan pribadi untuk
menghindari penyakit dermatitis kontak.
14

Simpulan dan Saran


Terdapat 27 pekerja bengkel yang
mengalami dermatitis kontak tangan
dari
30 pekerja bengkel yang menjadi
responden penelitian. Ada hubungan
yang signifikan antara lama kontak,
masa kerja, riwayat atopi dan personal
hygiene dengan kejadian dermatitis
kontak tangan. Tidak ada hubungan
yang signifikan antara riwayat penyakit
kulit sebelumnya dengan dengan
kejadian dermatitis kontak tangan pada
pekerja bengkel motor di Kecamatan
Plaju.

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak bengkel yang berkenan
menjadi mitra penelitian ini.

Daftar Pustaka
1. Zania E, Junaid, dan Ainurafiq. 2018.
Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Dermatitis Kontak
30 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Mahasiswa Kesehatan 9. Nuraga W, Penelitian
Lestari F, dan
Masyarakat. 3(3):1-8. Kurniawidjaja L. 2008. Dermatitis
2. Lestari F dan Utomo. 2007. kontak pada pekerja yang terpajan
Formation of methane-air open dengan bahan kimia di Perusahaan
flame on the surface of a Industri Cibitung Jawa Barat.
porous ceramic plate. Jurnal Makara Kesehatan. 12(2):63-69.
Makara. 11(2):61-68. 10. Budiarisma PY dan Suryawati N.
3. Hardianty S, Tarigan L, dan Salmah
U. 2015. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan gejala
dermatitis kontak pada pekerja
bengkel di Kelurahan Merdeka
Kota Medan Tahun 2015.
Lingkungan dan Kesehatan
Kerja. 4(1):21-22.
4. Putri SA, Nirmala F, dan
Akifah. 2017. Faktor-faktor
yang berhubungan
dengan gejala dermatitis
kontak pada pekerja bengkel
motor di wilayah Kota
Kendari tahun 2016. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat. 2(6):1-10.
5. Rahma GA, Setyaningsih Y,
dan Jayanti S. 2017. Analisis
hubungan faktor eksogen dan
endogen terhadap kejadian
dermatitis akibat kerja pada
pekerja penyamakan kulit PT.
Adi Satria Abadi Piyungan,
Bantul. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 5(5): 173- 183.
6. Witasari D dan Sukanto H.
2014. Dermatitis kontak
akibat kerja : penelitian
retrospektif. Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit Dan Kelamin.
26(3):161-167.
7. Sularsito. 2018. Dermatitis.
Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, edisi ke-
7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
8. Rosdiana. 2019. Hubungan
stres kerja, jam kerja, dan
kelelahan kerja dengan tingkat
konsentrasi pada pekerja
pengguna komputer di PT.
Telekomunikasi Witel Medan.
Jurnal Kesehatan Global.
3(2):131-141.
31 e-ISSN 2776-8147
OKUPASI: Scientific Journal of Occupational Safety & Health, Vol. 1, No.1, 13-27

Artikel
Penelitian
2019. Profil dermatitis kontak keselamatan kerja.
akibat kerja pada karyawan Yogyakarta:Graha Ilmu.
pencucian mobil dan sepeda motor 14. Fielrantika S dan Dhera A. 2017.
di Kota Denpasar Selatan pada Hubungan karakteristik pekerja,
tahun 2016. E-Jurnal Medika. 8(3). kelengkapan dan higienitas apd dengan
11. Iswara WI, Darmada I, dan Rusyati kejadian dermatitis kontak (Studi kasus
L. 2016. Edukasi dan di Rumah Kompos Jambangan
penatalaksanaan dermatitis kontak Surabaya). The Indonesian Journal of
iritan kronis di RSUP Sanglah Occupational Safety and Health.
Denpasar Bali tahun 2014/2015. E- 6(1):16-26.
Jurnal Medika Udayana. 5(8):2014- 15. Adly. 2015. Hubungan antara lama
2017. kontak karyawan bengkel cuci
12. Sulistyaningrum SK, Widaty S, kendaraan bermotor dengan
Triestianawati W, dan Daili ESS. kejadian dermatitis kontak akibat
2011. Dermatitis kontak iritan dan kerja di Kecamatan Banjarsari Kota
alergik pada geriatri. MDVI. 38(1): Surakarta. [Skripsi]. Universitas
29-40. Muhammadiyah Surakarta,
13. Widayana W. 2014. Kesehatan dan Surakarta.

32 e-ISSN 2776-8147
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019

Jurnal Keperawatan Muhammadiyah


Alamat Website: http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM

Determinan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bengkel di Kota Kendari

La Ode Alifariki1, Adius Kusnan2, Saida3


1
Departemen Keperawatan Kesehatan Komunitas, Fakultas Kedokteran, Univ Halu Oleo, Kendari, Indonesia
2
Departemen Epidemiologi, Fakultas Kedokteran, Univ Halu Oleo, Kendari, Indonesia
3
Departemen Keperawatan Kesehatan Komunitas, Fakultas Kedokteran, Univ Halu Oleo, Kendari, Indonesia

INFORMASI ABSTRAC T
Korespondensi: One of the problems in occupational health is occupational diseases.
ners_riki@yahoo.co.id Occupational disease is a disease caused by a job or work environment.
Occupational disease that often occurs is contact dermatitis. Contact dermatitis is
DOI Artikel: dermatitis caused by material or substance that sticks to the skin. The study
results of the Indonesian Ministry of Health in 2016 for informal workers were
44.2%. Allergic contact dermatitis. Like- wise, in 2017 the 2017 Profile of
Worker Health Problems in Indonesia obtained 50.5% of work related to
work, one of which was skin disorders of 5.3%. This study aims to determine the
factors associated with the incidence of contact dermatitis in motorbike
workshop workers in Kendari City 2018. This study was quantitative with cross
sectional study design. The populations in this study were all The mechanics of
motorcycle workshop in Kendari city in 2016, amounting to 459 people. The
sam- ples in this study were 58 people. The Results showed that, there was a
Keywords: relationship between long contact and symptoms of contact dermatitis with ρ
Dermatitis Incident, Work value = 0.000, there was no relationship between a history of skin disease and
Period, Skin Disease symptoms of contact derma- titis with ρ value = 0.174, there was relationship
Histo- ry, Personal between personal hygiene and symp- toms of contact dermatitis with ρ value =
Hygiene, The use of PPE 0.026, and there was a relationship between the use of PPE and symptoms of
contact dermatitis with ρ value 0,003.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019
31
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019

Pendahuluan melakukan pencegahan alergi


Terjadinya penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan dan penyakit akibat kerja sering terjadi 32
pada pekerja, terutama pada kelompok pekerja
sektor informal. Salah satu masalah dalam
kesehatan kerja adalah penyakit akibat kerja.
Penyakit Akibat Kerja yaitu penyakit yang
disebabkan oleh perkerjaan atau lingkungan kerja
(Kepmenakertrans Nomor 609 Tahun 2012).
Penyakit akibat kerja yang sering terjadi adalah
dermatitis kontak. Dermatitis kontak adalah
dermatitis disebabkan bahan atau substansi yang
menempel pada kulit (Djuanda, 2011).
Insiden dari penyakit kulit akibat kerja di beberapa
negara adalah sama, yaitu 50-70 kasus per 100.000
pekerja pertahun (Fathiya, 2011). Health and
Safety Executive/HSE dalam Budiyanto (2010)
menyatakan bahwa antara tahun 2001 sampai 2002
terdapat sekitar 39.000 orang di Inggris terkena
penyakit kulit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau sekitar 80% dari seluruh penyakit akibat
kerja. Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan
akibat kelainan kulit pada pekerja diakibatkan oleh
dermatitis kontak. Konsultasi ke dokter kulit
sebesar 4-7% diakibatkan oleh dermatitis kontak.
Dermatitis tangan mengenai 2% dari populasi dan
20% wanita akan terkena setidaknya sekali seumur
hidupnya. Anak-anak dengan dermatitis kontak
60% akan positif hasil uji tempelnya (Astrianda,
2012).
Pravalensi dari dematitis kontak tidak diketahui
secara pasti, tetapi dari hasil survei sebelumnya
menunjukkan proporsi yang bermakna penyakit
terkait pekerjaan hampir 50% disebabkan oleh
cedera akibat kerja, dan yang paling sering terkena
adalah tangan. Dermatitis kontak memberikan
beban ekonomik yang bermakna. Dari seluruh
penderita dermatitis kontak, 80% disebabkan
karena dermatitis kontak iritan, sedangkan 10-20%
dermatitis kontak alergik.(Sumantri dkk, 2008).
Terjadinya dermatitis kontak akibat kerja pada
umumnya dapat disebabkan oleh faktor-faktor
seperti faktor masa kerja, lama kontak, personal
hygiene, riwayat penyakit kulit dan penggunaan
APD, dari faktor tersebut dapat diketahui bahwa
pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 tahun dapat
menjadi salah satu faktor yang mengindikasikan
bahwa pekerja tersebut belum memiliki
pengalaman yang cukup dalam melakukan
pekerjaannya. Personal hygiene dilihat dari
kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah
penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi
paparan pada bahan kimia dan kontaminasi,
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019
kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan
kimia. Adanya riwayat penyakit kulit sebelumnya
dapat menghasilkan dermatitis yang parah akibat
membiarkan iritan dengan mudah memasuki
dermis. Menggunakan APD dapat terhindar dari
cipratan bahan kimia dan menghindari kontak
langsung dengan bahan kimia (Lestari dan
Utomo, 2007, Sumantri, 2008, Suryani, 2011).
Terjadinya dermatitis kontak dapat juga di
sebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor kimiawi,
faktor mekanis/ fisik, faktor biologis. Dari faktor-
faktor tersebut, faktor yang paling banyak
disebabkan karena faktor kimiawi. Penyebab
dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling
sering berupa bahan kimia dengan berat kurang
dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia
sederhana (Anies, 2005 dalam Astrianda, 2012).
Dermatitits kontak pada pekerja bengkel motor
diakibatkan oleh paparan penggunaan air aki
(asam sulfat), serta produk minyak bumi seperti
minyak pelumas, bensin, serta cairan pendingin.
Accu zuur (H2SO4 pekat) merupakan salah satu
contoh bahan kimia yang dapat menimbulkan
dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor
(Hardianty dkk, 2015). Pada pekerja bengkel
motor didapatkan hasil bahwa sebesar 65,7%
pekerja bengkel motor menderita dermatitis kontak
akibat kerja, dari pekerja yang menderita
dermatitis kontak memiliki kebiasaan mencuci
tangan yang buruk. Pekerja yang memiliki
kebiasaan mencuci tangan yang buruk memiliki
risiko untuk mengalami dermatitis kontak akibat
kerja 18,791 kali lebih besar daripada pekerja yang
memiliki kebiasaan mencuci tangan yang baik
(Nurzakky, 2011).
Pekerja di bengkel motor merupakan salah satu
pekerja yang memiliki resiko besar untuk terpapar
bahan kimia. Salah satunya adalah masalah yang
terjadi pada kulit yaitu dermatitis kontak akibat
kerja. Pada tahun 2013, jumlah penderita
dermatitis kontak di kota Kendari yang dilaporkan
sebanyak 13.966 kasus(8,77%). Terjadi
peningkatan jumlah kasus penderita dermatitis
kontak pada tahun 2013. Pada tahun 2015 jumlah
penderita dermatitis kontak dilaporkan sebanyak
13.151 kasus penderita atau setara dengan 7,63%,
angka ini jauh menurun bila dibandingkandengan
tahun 2013. Pada tahun 2016 merupakan tahun
dengan angka penderita dermatitis kontak
terendah dalam beberapa tahun terakhir, jumlah
penderita dermatitis kontak di kota Kendari
dilaporkan sebanyak 2.459 kasus atau setara
dengan
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019

2,75% (Dinkes Kota Kendari, 2017).


Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan ini semua berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 59
pada bulan Agustus tahun 2018, jumlah bengkel responden (100%).
motor di Wilayah Kota Kendari terdapat 198 b. Variabel Penelitian
bengkel, diantaranya bengkel formal terdapat 12 Tabel 2 Distribusi variabel penelitian
bengkel, dan bengkel non formal terdapat 186 Variabel Jumlah (n) Persentase
bengkel, sedengkan pekerja bengkel motor di (%)
Wilayah Kota Kendari Kejadian dermatitis
terdapat 459 pekerja mekanik, beberapa pekerja Dermatitis 47 79,7
mengeluhkan rasa gatal pada kulit, kulit tangan Tidak dermatitis 12 20,3
mengelupas, muncul kemerahan, kulit kering dan Lama kontak
luka pada tangan setelah bekerja. Selain itu Berisiko 37 62,7
terdapat Tidak berisiko 22 37,3
5 orang pekerja bengkel motor yang mengalami
dermatitis kontak setelah mereka terpapar atau Riwayat penyakit kulit
kontak dengan bahan Berisiko 40 67,8
kimia. Tidak berisiko 19 32,3
Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional Personal hygiene
dengan pendekatan cross sectional study Tidak baik 45 76,3
(Notoatmodjo, 2010). Populasi pada penelitian Baik 14 23,7
ini adalah semua pekerja bengkel di Kota Kendari. Penggunaan APD
Sedangkan sampel adalah sebagian pekerja bengkel Tidak lengkap 52 88,1
di di bengkel motor di Wilayah Kota Kendari. Lengkap 7 11,9
Adapun teknik pengambilan sampel dengan
menggunakan
teknik proportional random sampling 59 bengkel motor berusia 15-30 sebanyak 78,0%.
responden. Data diolah dengan program SPSS 2) Jenis Kelamin
16.0 for windows untuk penyajian data dalam
bentuk tabel dan narasi berdasarkan variabel yang Distribusi jenis kelamin responden dalam penelitian
diteliti. Data dianalisi dengan univariat dan
bivariat (Chi square dan phi test) pada batas
kemaknaan α = 0,05 (Arikunto, 2010).
Hasil Penelitian
1.1.1 Analisis Univariat
Pada tahap ini dilakukan analisis distribusi
frekwensi berdasarkan masing-masing variabel,
yang sajikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai
berikut:
a. Karakteristik Responden

1) Usia
Distribusi Responden Menurut Usia Pada
Pekerja Tabel 1 Bengkel Motor di Wilayah Kerja Kota
Kendari
Tahun 2018
No Usia (Tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
1 15–30 46 78,0
2 31–45 13 22,0
Total 59 100

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 59 responden


(100%), mayoritas usia responden yang bekerja di
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019
Berdasarkan tabel di atas semua yang bekerja di a) Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian
bengkel motor, lebih banyak kategori berisiko Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bengkel Motor
yaitu 62,7%. Sebagian besar responden yang di Wilayah Kerja Kota Kendari Tahun 2018.
bekerja di bengkel motor 67,8% berisiko
mempunyai riwayat penyakit kulit. Personal Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa, 37
hygiene pada responden di bengkel motor Kota responden berisiko berdasarkan lama kontak,
Kendari hampir semua tidak baik, yaitu 76,3%. 94,6% menderita dermatitis kontak dan yang tidak
Sebagian besar pekerja bengkel kurang mengalami kejadian dermatitis kontak sebanyak
memperhatikan kebersihan tubuh mereka. Hampir 5,4%. Berdasarkan analisis fisher exact test,
100% pekerja bengkel motor yang tidak diperoleh hasil ρ value = 0,000 dengan
menggunakan APD pada saat bekerja yaitu menggunakan α = 0,05. Oleh karena ρ value
sebesar 88,1%. Sebagian besar pekerja bengkel < 0,05, maka H0 ditolak yaitu ada hubungan antara
motor mengalami dermatitis kontak yaitu sebesar lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak
79,7%. pada pekerja bengkel motor di Wilayah kerja Kota
Kendari tahun 2018.
d. Analisis Bivariat
33
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019

Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian Wilayah kerja Kota Kendari tahun 2018.
Tabel Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bengkel Motor di
3 Wilayah Kerja Kota Kendari Tahun 2018 Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis
Tabel 5 Kontak Pada Pekerja Bengkel Motor di Wilayah Kerja Kota
Kendari Tahun 2018
Dermatitis
Jumlah Dermatitis
Lama Ya Tidak nρ Jumlah
No Tidak dermatitis
Dermatitis
Kontak value ρ value
% n % n % No Personal
1 Berisiko 35 94,6 2 5,4 37 100 Hygiene
n % n % n %
Tidak
2 12 54,5 10 45,5 22 100 0,000 1 Berisiko 39 86,7 6 13,3 45 100
berisiko
Tidak
2 8 57,1 6 42,9 14 100 0,026
Total 47 79,7 12 20,3 59 100 berisiko
Total 47 79,7 12 20,3 59 100

b) Hubungan Riwayat Penyakit Kulit dengan


Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja
Bengkel Motor di Wilayah Kerja Kota Kendari f ) Hubungan Penggunaan APD dengan
Tahun 2018 Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja
Bengkel Motor di Wilayah Kerja Kota Kendari
Hubungan Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis
Tabel 4 Kontak Pada Pekerja Bengkel Motor di Wilayah Kerja Kota
Tahun 2018
Kendari Tahun 2018
Dermatitis Hubungan Penggunaan APD dengan Kejadian Derma-
Tabel 6 titis Kontak Pada Pekerja Bengkel Motor di Wilayah
Tidak Jumlah
Riwayat Dermatitis Kerja Kota Kendari Tahun 2018
dermatitis ρ
No Penyakit
value Dermatitis
Kulit
n % n % n %
Tidak Jumlah
Dermatitis ρ value
1 Berisiko 34 85 6 15 40 100 dermatitis
No Penggu-
Tidak naan
2 13 68,4 6 31,6 19 100 0,174 n % n % n %
APD
berisiko
Total 47 79,7 12 20,3 59 100 Tidak
1 45 86,5 7 13,5 52 100
lengkap
0,003
2 Lengkap 2 28,6 5 71,4 7 100
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa, 40 responden Total 47 79,7 12 20,3 59 100
berisiko berdasarkan riwayat penyakit kulit, 85%
menderita dermatitis kontak dan yang tidak 0,05, maka H0 ditolak yaitu ada hubungan antara
mengalami kejadian dermatitis kontak sebanyak personal hygiene dengan kejadian dermatitis
6%. Berdasarkan analisis fisher exact test, diperoleh kontak pada pekerja bengkel motor di 34
hasil ρvalue = 0,174 dengan menggunakan α =
0,05. Oleh karena ρvalue > 0,05, maka H0
diterima yaitu tidak ada hubungan antara riwayat
penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak
pada pekerja bengkel motor di Wilayah kerja Kota
Kendari tahun 2018.

d) Hubungan Personal Hygiene dengan


Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja
Bengkel Motor di Wilayah Kerja Kota Kendari
Tahun 2018

Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa, 45


responden tidak baik berdasarkan personal hygiene
dan 86,7% menderita dermatitis kontak dan yang
tidak mengalami kejadian dermatitis kontak
sebanyak 6%. Berdasarkan analisis fisher exact test,
diperoleh hasil ρ value = 0,026 dengan
menggunakan α = 0,05. Oleh karena ρ value <
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019
Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa, 52 responden
tidak baik berdasarkan penggunaan APD, 86,5%
menderita dermatitis kontak dan yang tidak
mengalami kejadian dermatitis kontak sebanyak
7%. Berdasarkan analisis fisher exact test,
diperoleh hasil ρ value = 0,003 dengan
menggunakan α = 0,05. Oleh karena ρ value <
0,05, maka H0 ditolak yaitu ada hubungan antara
penggunaan APD dengan kejadian dermatitis
kontak pada pekerja bengkel motor di Wilayah
kerja Kota Kendari tahun 2018.

Pembahasan
1. Hubungan lama kontak dengan
Kejadian Dermatitis Kontak

Pada paparan akut, biasanya respon mukosa


terhadap pelumas menyebabkan kerusakan kulit,
iritasi dan rambut kulit mudah rontok karena
kerusakan akar. Ditandai dengan mulainya reaksi
akut pada permukaan punggung tangan, jari, dan
kaki, dapat berkembang kemudian menjadi
gangguan kulit, yang disebut dengan perifoliculate
papules. Pada beberapa
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019

individu dapat menyebabkan sensitisasi kulit. Adanya pekerja yang mempunyai lama kontak > 8
Sedangkan pada paparan kronik yang berulang jam dan tidak menderita dermatitis kontak dapat
atau dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit, misalnya
menyebabkan dermatitis, dan efek seperti pada
paparan akut.

Lamanya seorang bekerja dengan baik dalam


sehari pada umumnya 8 jam. Memperpanjang
waktu kerja lebih dari kemampuan lama kerja
biasanya tidak disertai efisiensi, efektivitas dan
produktivitas kerja yang optimal, bahkan biasanya
terjadi penurunan kualitas dan hasil kerja serta
bekerja dengan waktu berkepanjangan akan
menimbulkan terjadinya kelelahan, gangguan
kesehatan dan penyakit.

Dari 37 responden yang mempunyai riwayat lama


kontak > 8 jam/hari, 94,6% menderita dermatitis
kontak dan yang tidak mengalami kejadian
dermatitis kontak sebanyak 5,4%. Berdasarkan
analisis fisher exact test, diperoleh hasil ρvalue =
0,000 dengan menggunakan α = 0,05. Oleh karena
ρvalue < 0,05, maka H0 ditolak yaitu ada
hubungan antara lama kontak dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor di
Wilayah kerja Kota Kendari tahun 2018.

Menurut Hudyono (2002), pekerja yang berkontak


dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel
kulit lapisan luar, semakin lama berkontak dengan
bahan kimia maka akan semakin merusak sel kulit
lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk
terjadinya dermatitis. Kontak dengan bahan kimia
yang bersifat iritan atau alergen secara terus
menerus akan menyebabkan kulit pekerja
mengalami kerentanan mulai dari tahap yang
ringan sampai tahap yang berat.

Lama kontak dengan bahan kimia yang terjadi


akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak
akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan
kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat
terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit.
Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi
jumlah dan lama kontak yang terjadi perlu
dilakukan. Misalnya seperti upaya pengendalian
lama kontak dengan bahan kimia dengan
menggunakan terminologi yang bervariasi seperti
Occupational Exposure Limits (OELs) atau
Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat
diterapkan bagi pekerja yang melakukan kontak
dengan bahan kimia selama rata-rata 8 jam per
hari.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019
disebabkan oleh banyak bengkel yang 35
mempunyai jumlah tenaga kerja banyak sehingga
dalam mengerjakan pekerjaan bengkel sering
bergantian sehingga lama kontak dengan bahan
kimia tersebut berkurang dan hal inilah kemudian
yang menyebabkan para pekerja tidak menderita
dermatitis kontak.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian


Lestari dan Utomo (2008) yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak
(p-value 0,003). Hasil penelitian Lestari dan
Utomo (2008) menunjukkan bahwa pekerja yang
berkontak lebih lama cenderung lebih banyak
menderita dermatitis kontak daripada pekerja
dengan jangka waktu paparan lebih singkat.

Sejalan pula dengan penelitian dari Putri


Syahriana yang berjudul faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan kelainan pada
pekerja bengkel kendaraan Bermotor di kelurahan
Binjai, Medan, dimana hasil penelitiannya
menjelaskan bahwa ada hubungan antara lama
kerja dengan keluhan kelainan kulit.

1. Hubungan Riwayat Penyakit Kulit


dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Pada penelitian ditemukan bahwa sebagian besar
responden yang bekerja di bengkel motor 67,8%
mempunyai riwayat penyakit kulit. Hasil
wawancara ditemukan bahwa dominan para
pekerja yang sakit rutin melakukan pengobatan
sehingga tidak mempengaruhi terjadinya penyakit
dermatitis kontak lagi.
Berdasarkan hasil penelitian dari 19 responden
yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit dan
mengalami dermatitis kontak sebanyak 28
responden (68,4%), hal ini disebabkan karena
beberapa responden memiliki tingkat sensitifitas
pada kulit kemudian didukung lama bekerja
dalam sehari dan personal hygiene yang buruk.
Berdasarkan analisis fisher exact test, diperoleh
hasil ρvalue = 0,174 dengan menggunakan α =
0,05. Oleh karena ρvalue > 0,05, maka H0
diterima yaitu tidak ada hubungan antara riwayat
penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak
pada pekerja bengkel motor di Wilayah kerja
Kota Kendari tahun 2018.
Tidak adanya hubungan antara riwayat penyakit
kulit pada pekerja bengkel motor dengan kejadian
dermatitis kontak, kemungkinan disebabkan
karena dominan pekerja bengkel melakukan
pengobatan
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019

penyakitnya di Dokter setelah muncul penyakit dipisahkan dari dari baju anggota keluarga
kulit tersebut. Sebab lain adalah setelah para pekerja
pernah menderita penyakit kulit maka pada tubuh 36
pekerja tersebut akan muncul antibody sehingga
hal ini akan menjadi benteng pertahanan jika ada
faktor allergen yang sama masuk ke dalam tubuh
pekerja bengkel.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Kurniawidjaja dkk (2008) bahwa berdasarkan hasil
uji Chi-Square, dengan tingkat signifikansi 5%,
diperoleh nilai p 0,199. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
adanya riwayat atopi dengan tidak ada riwayat
atopi terhadap terjadinya dermatitis kontak.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
dermatitis kontak pada perkerja bagian processing
dan filling PT.Cosmar Indonesia Tanggerang
Selatan yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit
kulit dengan kejadian dermatitis kontak dengan p-
value 0,501 dimana diketahui bahwa jumlah petani
rumput laut yang memiliki riwayat penyakit kulit
lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah petani
rumput laut yang tidak memiliki riwayat penyakit
kulit.
2. Hubungan Personal Hygiene dengan
Kejadian Dermatitis Kontak

Personal hygiene yang diterapkan oleh pekerja


masih kurang baik. Pekerja seharusnya memiliki
kesadaran untuk menjaga dan merawat kebersihan
dirinya masing- masing. Pada kategori pekerja
dengan personal hygiene yang baik, pekerja
diharuskan memenuhi kriteria untuk dapat
menjaga kebersihan dirinya. Jika dalam
permasalahan personal hygiene ini tidak terdapat
perbedaan proporsi yang bermakna mungkin
terdapat beberapa kekurangan dalam menjaga
kebersihan diri.

Berdasarkan hasil observasi dengan responden


ditemukan bahwa dominan pekerja bengkel tidak
menggunakan air mengalir ketika mencuci tangan,
pekerjamengeringkantanganmenggunakanpengering
tetapi pengering yang digunakan masih dalam
kondisi kotor, pakaian yang digunakan juga jarang
dicuci. Kondisi ini secara teoritis akan
meningkatkan kecenderungan atau peluang
munculnya dermatitis kontak. Berdasarkan hasil
observasi terhadap pakaian yang dikenajkan oleh
para pekerja bengkel di Kota Kendari bahwa
dominan pakaian yang digunakan terdapat noda
oli, dan lainnya. Pencucian pakain juga perlu
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019
lainnya, agar keluarga terhindar dari kontaminasi. yang menggunakan APD dengan baik masih lebih
Sebaiknya pakaian dicuci setelah satu kali pakai sedikit dibandingkan dengan yang kurang baik
atau minimal dicuci sebelum di pakai kembali.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa terdapat


responden yang mempunyai status personal
hygiene baik tetapi menderita dermatitis kontak
sebanyak 57,1%, hal ini dapat disebabkan oleh
kebiasaan para pekerja yang kurang
memperhatikan kondisi fisik mereka seperti pada
saat pulang dari tempat kerja langsung baring dan
tertidur tanpa memperhatikan kebersihan dirinya.
Hal ini dikarenakan para pekerja merasa lelah dan
mengantuk, dan tanpa disadari kebiasaan tersebut
dapat menyebabkan kulit rentan cepat terkena
gangguan.

Berdasarkan analisis fisher exact test, diperoleh


hasil ρ value = 0,026 dengan menggunakan α =
0,05. Oleh karena ρ value < 0,05, maka H0
ditolak yaitu ada hubungan antara personal
hygiene dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja bengkel motor di Wilayah kerja Kota
Kendari tahun 2018.

Salah satu hal yang menjadi penilaian adalah


masalah mencuci tangan. Kebiasaan mencuci
tangan ini seharusnya dapat mengurangi potensi
penyebab dermatitis akibat bahan kimia yang
menempel setelah bekerja, namun pada
kenyataannya potensi untuk terkena dermatitis itu
tetap ada. Kesalahan dalam melakukan cuci
tangan dapat menjadi salah satu penyebabnya.
Misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan,
sehingga masih terdapat sisa bahan kimia yang
menempel pada permukaan kulit pekerja.
Pemilihan jenis sabun cuci tangan juga dapat
berpengaruh terhadap kebersihan sekaligus
kesehatan kulit pekerja. Sebaiknya memilih sabun
cuci tangan yang dapat menghilangkan bahan
kimia tangan namun tidak merusak lapisan
pelindung tangan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian


lainnya mengenai faktor kebersihan perorangan
dengan lingkungan terhadap kejadian dermatitis
di Kabupaten Wajo tahun 2015, dinyatakan bahwa
variabel kebiasaan mencuci tangan (p=0,000),
kebiasaan mandi (p=0,000), kebersihan pakaian
(p=0,000) berhubungan dengan kejadian
dermatitis.

3. Hubungan Penggunaan APD


dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa perkerja
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019

dalam memakai APD. Hal ini menunjukkan bahwa


perilaku penggunaan APD oleh pekerja masih kejadian dermatitis kontak (positif ) adalah 8,556.
kurang baik. Masih banyak pekerja yang melepas Artinya pekerja yang kadang-kadang memakai
APD ketika sedang bekerja. Jika hal ini dilakukan APD mempunyai risiko mengalami dermatitis
maka kulit menjadi tidak terlindungi dan bahan kontak 8,556 kali lebih besar dari pekerja yang
kimia menjadi lebih mudah kontak dengan kulit. selalu menggunakan APD.
Melihat fenomena ini, maka perlu adanya suatu Sejalan pula dengan penelitian Kurniawidjaja dkk
usaha promosi yang dilakukan oleh pihak (2008) bahwa berdasarkan hasil uji korelasi
manajemen untuk meningkatakan kesadaran spearman’s rho menunjukkan korelasi positif
pekerja dalam menggunakan APD. (r=0,395; p=0,002) antara kebiasaan menggunakan
Pekerja yang mengeluh gatal-gatal dan bentol- APD dengan kasus dermatitis kontak dimana
bentol disebabkan karena pekerja kontak langsung semakin sering menggunakan APD semakin jarang
setiap harinya dengan sampah ketika mengangkat terjadi dermatitis kontak.
sampah tanpa menggunakan alat pelindung diri Kesimpulan
seperti sarung tangan yang kedap air. Penggunan Kejadian dermatitis berhubungan dengan lama
sarung tangan dapat mencegah penyakit akibat kontak, riwayat penyakit kulit, personal hygiene
kerja khususnya keluhan gangguan kulit karena dan penggunaan APD.
dapat melindungi tangan sehingga tidak kontak
langsung dengan sampah. Penggunaan sarung
tangan yang rendah disebabkan oleh rasa Saran
ketidaknyaman pekerja yang merasa risih dan Bagi pekerja bengkel motor yang mempunyai
panas apabila digunakan. riwayat penyakit kulit agar menghindari pekerjaan
Berdasarkan analisis fisher exact test, diperoleh hasil yang berkontak langsung dengan bahan kimia dan
ρ value = 0,003 dengan menggunakan α = 0,05. melakukan aktivitas di bengkel seperti seperti isi
Oleh karena ρ value < 0,05, maka H0 ditolak yaitu angin, dan melayani penjualan spare part motor
ada hubungan antara penggunaan APD dengan agar mengurangi risiko terkena dermatitis.
kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel
motor di Wilayah kerja Kota Kendari tahun 2018. Daftar Pustaka
Menurut Daryanto (2007), pakaian kerja yang Amrin, Nurhamdayati A. 2015. Faktor-faktor yang
digunakan dapat mengurangi penyakit akibat kerja. Berhubungan dengan Kejadian Stress Kerja
Kesehatan kulit tidak terlepas dari menjaga pada Perawat di Ruang Inap BLUD Rumah
kebersihan pakaian. Pemakaian pakaian kerja yang Sakit Konawe Tahun 2015 (Skripsi). Fakultas
sesuai dengan syarat tempat kerja maka dapat Kesehatan Masyarakat Universits Halu Oleo
mengurangi terjadinya penyakit akibat kerja. Kendari.
Pemakaian sepatu boot sebagai pengaman kaki Astrianda. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
bagi pekerja harus diperhatikan terutama Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada
pemilihan bahan sepatu di daerah kerja yang cocok Pekerja Bengkel Motor Di Wilayah
dengan kondisi kerja. Dalam hal ini sepatu kerja Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2012.
yang cocok digunakan adalah berbahan karet atau (Skripsi). Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
kulit, namun dominan tidak digunakan oleh Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif
pekerja bengkel motor saat bekerja sepanjang hari. Hidayatullah, Jakarta.
Masih adanya responden yang mempunyai kebiasaan http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/
menggunakan APD tetapi menderita dermatitis bitstream/123456789/25961/1/Astrianda-fkik.
kontak dapat diakibatkan oleh faktor lain seperti pdf.
personal hygiene yang kurang baik dan juga lama Aswar, Ewin. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan
kontak dengan bahan iritan atau kimia yang dengan Kecelakaan Kerja Pada Pekerja
lamase hingga tetap berisiko menderita dermatitis Bengkel Mobil Kota Kendari Tahun 2016
kontak. (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat
Penelitian Nuraga (2006), juga menyebutkan Universits Halu Oleo Kendari.
bahwa besarnya risiko kelompok pekerja yang http://sitedi.uho.ac.id/uploads_
kadang- kadang menggunakan APD dibandingkan sitedi/F1D310171_sitedi_abstrak.pdf.
dengan kelompok pekerja yang menggunakan Budiyanto, Cakro. 2010. Penyakit Kulit di
APD terhadap Industri Percetakan. http://ackogtg.wordpress.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019

37
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019

com/2101/12/10/penyakit-kulit-di-industri-
percetakan/#more-475. Teknik Mesin FT, Universitas Negeri
Cahyawati, Imma Nur. 2010. Faktor Yang Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Teknologi dan
Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kejuruan, Volume 20, Nomor 2, Oktober
Pada Nelayan Yang Bekerja di Tempat 2011.
Pelelangan Ikan (Tpi) Tanjungsari Kecamatan Irawan, Irvan Ade. 2014. Faktor-Faktor Yang
Rembang. (skripsi) Fakultas Ilmu Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Kontak Iritan Pada Pekerja Bagain Premix Di
Daulay, rini Andriani. 2016. Faktor-Faktor Yang PT. X Cirebon. Jurnal Kesehatan
Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Masyarakat.Vol.2, No.2. Februari 2014.
Kontak Pada Pekerja Di Pabrik Tahu Desa Kashani, Nassiri Mansour, Kashani Nassiri Hassan
Suka Maju Binjai Tahun 2016. (Tesis), Mohammad, Ghafari Mostafa. 2016.
Universitas Sumatera Utara, Medan. Evaluation Of Occupational Allergic Contact
Djuanda, A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Dermatitis and its Related Factors in Iran. Med
Kelamin. Edisi Keempat. Cetakan Kedua. J Islam Repub Iran 2016 (28 Desember). Vol.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 30: 468.
Djuanda, Suria & Sri Adi Sularsito. 2002. Kokandi, Amal A. 2017. Hand Dermatitis
Dermatitis, dalam: Ilmu Penyakit Kulit Between Nurses At The University Hospital in
danKelamin Edisi Ketiga, editor: Adhi Saudi Arabia. Penelitian Biomed 2017; 28
Djuanda. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. (15): 6687-
Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Individu 6692. www.biomedres.info
dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kondarus, Danggur. 2006. Keselamatan Kesehatan
Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kerja ”Membangun SDM Pekerja Yang Sehat,
Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Paving Produktif, dan Kompetitif”. Jakarta.
Block CV. F. Lhoksumawe. (Skripsi) Lestari, F. dan Utomo H.S. 2007. Faktor-Faktor
Universitas Sumatera Utara. yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak
Fatma, Lestari, Hari Suryo Utomo, 2007, Faktor- pada Pekerja di PT Pantja Press Industry.
Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Jurnal. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 2,
Kontak pada Pekerja di PT Inti Pantja Desember 2007: 61-68.
PressIndustri, Depok: FKM UI. http://journal.ui.ac.id/index.php/
Fathiya, Inda. 2011. Dermatitis Kontak Iritan health/article/download/257/253.
dengan Sekunder infeksi Ec Sabun. Lestari, Ira Cinta. 2008. Penyakit Kulit Akibat
Ferdian, Riska. 2012. Faktor-faktor Yang Kerja. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/
Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis bitstream/123456789/25961/1/Astrianda-fkik.
Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu Di pdf.
Wilayah Ciputat dan Ciputat Timur.Fakultas Lestari, Tara. 2009. Hubungan Accu Zuur dan
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, Universitas Berbagai Faktor Resiko dengan Kejadian
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja Bengkel
Hanum, Zulfa Novia. 2012. Faktor-faktor yang Mobil. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas
Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Indonesia. Jakarta. http://repository.uinjkt.
Stylist dan Kapster di Wilayah Kecematan ac.id/dspace/bitstream/123456789/25961/1/
Ciputat Timur Tahun. Astrianda-fkik.pdf.
Hardianty S., Tarigan L., Salmah U. 2015. Faktor- Nicholson, P. 2010. Evidence-Based Guidelines:
Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Occupational Contac Dermatitis and Urticaria.
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bengkel Di London: Occup. Med. Occupational Medicine,
Kelurahan Merdeka Kota Medan Tahun 2015. Volume 60, Issue 7, 1 October 2010, Pages
Vol 3 (4). Page 1-9. 502–
Hargiyarto, P. 2011. Analisis Kondisi Dan 504. https://doi.org/10.1093/occmed/kqq075.
Pengendalian Bahaya Di Bengkel/Laboratorium Nuraga, Fatma Lestari dan L. Meily
Sekolah Menengah Kejuruan. Jurusan Kurniawidjaja.
Pendidikan 2008. Dermatitis Kontak Pada Pekerja yang
Terpajan dengan Bahan Kimia di Perusahaan
Industri OtomotifKawasan Industri Cibitung
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019
Jawa Barat. Makara Kesehatan, volume 12 Nuraga, Wisnu. 2006. Faktor-faktor yang
No. 2 : 63-69. Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak

38
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019

Pada Pekerja yang Terpajan dengan Bahan


Kimia di PT Moric Indonesia. Tesis. Fakultas Kesehatan Kerja (HIPERKES). Edisi Kedua.
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Cetakan Pertama. CV Sagung Seto, Jakarta.
Depok. http:// repository.ui.ac.id/contents/ Suma’mur., 2009. Hygiene perusahaan dan
Nursyamri. 2015. Faktor Risiko Kejadian kesehatan kerja(hiperkes), Jakarta: CV Sagung
Dermatitis Kontak Alergi pada Pekerja Seto.
Rumput Laut di Wilayah Kerja Puskesmas Suryani, F. 2011. Faktor-Faktor Yang
Lasepang, Kabupaten Bantaeng Tahun. Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada
Nurzakky, Muhammad. 2011. Pengaruh Kebiasaan Pekerja Bagian Processing Dan Filling PT.
Mencuci Tangan Terhadap Kejadian Dermatitis Cosmar Indonesia Tanggerang Selatan Tahun
Kontak Akibat Kerja pada Tangan Pekerja 2011. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Bengkel diSurakarta. Fakultas Kedokteran, Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif
Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hidayatullah Jakarta.
Paendong M. Ristya, Pandaleke Herry, Mawu http://www.repository.uinjkt.ac.id/dspace/
Ferra. Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak bitstream/123456789/1821/1/FEBRIA%20
Akibat Kerja pada Petugas Cleaning Service SURYANI-FKIK.PDF
di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Mando. Utomo, Hari Suryo. 2007. Faktor-Faktor Yang
Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi Berhubungan Dengan DermatitisKontak Pada
Manado. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 5, Pekerja di Bagian Produksi dan Quality
Nomor 2, Juli- Desember 2017. Control PT. Inti PantjaPress Industri. Skripsi.
Prasetyo, Ambang Dwi. 2014. Faktor-faktor yang Universitas Indonesia Depok.
Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Iritan http://repository.uinjkt.
pada Tangan Pekerja Konstruksi yang Terpapar ac.id/dspace/bitstream/123456789/25961/1/
Semen di PT. Wijaya Kusuma Contractors. Astrianda-fkik.pdf.
Profil Data Kesehatan 2017. Xinwang, Lin-Feng, Zhao Da-yu, dan Shen Yi-
dinkes.bantulkab.go.id/ data/hal/1/8/23/48- wei. 2016. Prevalence and Clinical Features of
profil-kesehatan-2017. Atopic Dermatitis in China.. Hindawi. Volume
Ruhdiat, Rudi. 2006. Analisis Faktor-faktor yang 2016, ID Artikel 2.568.301, 6 halaman.
Mempengaruhi Dermatitis Kontak Akibat
kerja Pada Pekerja Laboratorium Kimia di PT
Sucofindo Area Cibitung Bekasi. Tesis.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Siregar, RS. 1996. Dermatitis Akibat Kerja.
Cermin Dunia Kedokteran No. 107 . (skripsi)
Jakarta.
Situmeang, Suryani M Florence. 2008. Analisa
Dermatitis Kontak pada PekerjaPencuci Botol
di PT X Medan. Tesis. Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sonny J. R. Kalangi, Histofisiologi Kulit 2013.
Bagaian Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal
Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 3,
Suplemen, November 2013, hlm. S12-20.
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan.
Alfabeta. Bandung.
Sumantri, Hertanti Trias Febriani, dan Sriwahyuni
T Musa. 2008. Dermatitis Kontak. Yogyakarta.
Fakultas Farmasi UGM.
Suria, Djuanda dan Sri Adi S. 2003. Ilmu Penyakit
Kulit Dan Kelamin, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Suma’mur P.K. 2014. Higiene Perusahaan dan
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (2) 2019

39
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG


DIRI (APD) PADA PEKERJA BENGKEL MOTOR DI PT. CAPELLA HONDA

Trisna Jayati1, Fluorina Oryza2, Astrina Aulia3


1,2,3Politeknik ‘Aisyiyah Sumatera Barat

trisnajayati@gmail.com, fluorina91@gmail.com, astrinaaulia@gmail.com

ABSTRAK
Alat Pelindung Diri (APD) di lingkungan kerja adalah seperangkat alat yang digunakan oleh
tenaga kerja untuk melidungi seluruh/ sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya
potensi bahaya/kecelakan kerja. Terjadinya kecelakaan kerja di bengkel motor sering
menimbulkan resiko bahaya misalnya asap bengkel,bahan kimia, kebisingan, bahaya api,
terjatuh, gangguan pernafasan dan penglihatan karena tidak menggunakan alat pelindung diri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat
pelindung diri (APD) dan diketahuinya hubungan antara pengetahuan, sikap, pelatihan
keselamatan dan pengawasan dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerja
bengkel motor di PT. Capella Honda Tahun 2020. Jenis penelitian ini adalah analitik kuantitatif
dengan menggunakan desain Cross Sectional yang dilaksanakan pada bulan Mei 2020. Populasi
dalam penelitian ini sebanyak 40 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik total
sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data untuk bivariat dengan uji
chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara variabel pengetahuan
dengan Pvalue=0,031 dan OR=6,067 dan (CI 95%= 1,361-27,049), sikap dengan Pvalue=0,012
dan OR=7,286 dan (CI 95%=1,737-30,555), pelatihan keselamatan dengan Pvalue=0,032 dan
OR=0,032 dan (CI 95%=1,350-21,144), pengawasan dengan Pvalue=0,041 dan OR=0,041 (CI
95%= 1,270- 19,685) dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerja bengkel motor
di Capella Honda Tahun 2020. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan bermakna
antara pengetahuan, sikap, pelatihan keselamatan dan pengawasan dengan penggunaan alat
pelindung diri (APD) serta saran perlu adanya kebijakan secara tertulis seperti surat keputusan
maupun bentuk kebijakan terutama dengan manajemen kebijakan dan lebih sering lagi
mensosialisasikan kebijakan terutama mengenai penggunaan alat pelindung diri agar
mempengaruhi sikap pekerja lebih disiplin memakai alat pelindung diri.
Kata Kunci : Bengkel Motor, Alat Pelindung Diri

ABSTRACT
Personal Protective Equipments (PPE) in the work environment is a set of tools used by workers to protect
all/ most of his body against the possibility of any potential dangers/ accident. Accidents work in a
motorcycle workshops often generates the risk of harm for example smoke workshop, chemicals, noise,
danger fire, fell, respiratory disorders and sight because they did not use the self protection. Research aims
to understand factors that deals with a personal protective equipments (PPE) and it knew the relationship
between knowledge, attitude, training safety and supervision with the use of a personal protective
equipments (PPE) on workers motorbike workshop in district kampar left 2020 The kind of research this is
analytic quantitative by using design research cross sectional that was held in may 2020 in district
kampar left 2020. Population in this study some 40 people. Sampling techniques used is a technique total
of sampling. a measuring instrument used is the questionnaire. Data analysis to bivariate by test chi-
square .The research results show that there was a correlation between variables knowledge with

375
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

Pvalue=0,031 and OR = 6,067 and ( CI 95 % = 1,361-27,049 ), attitude with Pvalue=0,012 OR = 7,286


and ( CI 95 % = 1,737-30,555 ), training safety with and OR = 0,032 and ( CI 95 % = 1,350-21,144 ) ,
supervision with Pvalue=0,041 and OR = 0,041 ( CI 95 % = 1,270-19,685 with the use of a personal
protective equipments (PPE) on workers motorbike workshop in district left 2020 .The conclusion of this
research is there was a correlation meaningful between knowledge, attitude, training safety and
supervision with the use of a personal protective equipments (PPE) and advice need to there was a policy
in writing such as a decree and forms of especially with management policy and more often socialize policy
especially over the use of a protective self that affect attitude workers more disciplined wearing instrument
protective self.
Keywords: Motorcycle workshops, Personal Protective Equipments (PPE) .

PENDAHULUAN Internasional Labour Organization (ILO)


Menurut Occupational Safety and tahun 2015, diseluruh dunia setiap hari
Health Administration (OSHA), Alat terjadi 6.000 kecelakaan kerja fatal di
Pelindung Diri (APD) diartikan sebagai dunia. Angka kecelakaan kerja di Indonesia
alat yang digunakan untuk melindungi dari tahun 2011-2015 cukup tinggi, dimana
pekerja dari luka atau penyakit yang kejadian kasus kecelakaan kerja pada tahun
diakibatkan oleh adanya kontak 2011 terjadi 9.891 kasus, tahun 2012
sebanyak 21.735 kasus, tahun 2013
dengan bahaya (hazard) di tempat kerja,
sebanyak 35.917 kasus, tahun 2014
baik yang bersifat kimia, biologis,
sebanyak 53.319 kasus dan tahun 2015
radiasi, elektrik, mekanik dan lainnya.
sebanyak 50.089 kasus (BPJS
Dalam undang-undang keselamatan
Ketenagakerjaan Tahun 2015).
kerja No.1 Tahun 1970 tertulis tentang
Angka kecelakaan yang melibatkan
keharusan yang dilakukan oleh
tenaga kerja di Provinsi Riau tahun 2016
perusahaan untuk melakukan usaha
berjumlah 1.291 kasus, baik yang
pencegahan terjadinya kecelakaan
kecelakaan ringan maupun berat. Dari
diantaranya menyediakan APD.
angka itu, terdata sebanyak 225 orang
Banyak upaya yang dapat
pekerja wafat (meninggal dunia) (Akibat
dilakukan untuk menjamin dan
Kecelakaan Kerja di Riau, yang Wafat
melindungi keselamatan dan kesehatan
Sebanyak 225 orang Pekerja, 2016).
tenaga kerja di tempat kerja seperti
Kecelakaan kerja dapat terjadi karena
penggunaan APD. APD merupakan
disebabkan beberapa faktor antara lain
kelengkapan yang wajib digunakan
adanya faktor lingkungan dan manusia.
saat bekerja sesuai bahaya dan risiko
Faktor lingkungan terkait dengan
kerja untuk menjaga keselamatan
peralatan, kebijakan, pengawasan,
pekerja itu sendiri dan orang di
peraturan, dan prosedur kerja mengenai
sekelilingnya dari potensi bahaya
pelaksanaan K3, sedangkan faktor manusia
kecelakaan kerja pada tempat kerja.
yaitu pengetahuan dan perilaku atau
Penggunaaan APD tergolong masih
kebiasaan kerja yang tidak aman seperti
rendah sehingga resiko terjadinya
tidak menggunakan APD (Suma’mur,
kecelakaan kerja yang dapat
2009).
membahayakan pekerja cukup besar
(Buntarto, 2015). Untuk mencegah kecelakaan kerja
sangatlah penting diperhatikannya
Angka kecelakaan kerja menurut “Keselamatan Kerja”. Hindarkanlah
melamun dan sikap tidak peduli dalam

376
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

bekerja. Janganlah berbuat suatu tenaga kerja bengkel masih banyak tenaga
kebodohan yang mempengaruhi terjadinya kerja yang masih belum lengkap
kecelakaan. Pada hierarki pengendalian menggunakan alat pelindung diri seperti
risiko dalam upaya pencegahan kecelakaan masker, sarung tangan, kacamata, safty
5 tahap, salah satunya adalah penggunaan shoes saat bekerja dan pekerja tersebut
alat pelindung diri. Alat pelindung diri pernah mengalami luka-luka pada tangan,
berperan penting terhadap kesehatan kerja. sakit mata, gangguan pernapasan dan
(Sucipto, 2014). terjatuh di lingkungan kerja. apabila tidak
Alat Pelindung Diri (APD) di segera ditanggulangi maka dapat berisiko
lingkungan kerja adalah seperangkat alat besar kerugian bagi pekerja dan bengkel itu
yang digunakan oleh tenaga kerja untuk sendiri.
melindungi seluruh atau sebagian Berdasarkan uraian di atas, maka
tubuhnya terhadap kemungkinan adanya peneliti tertarik mengangkat masalah ini
potensi bahaya atau kecelakaan kerja. alat untuk dijadikan bahan penelitian yang
ini lebih sering digunakan ditempat kerja, berjudul “Faktor yang Berhubungan
namun juga dibutuhkan pula untuk dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri
melindungi diri dalam kegiatan sehari-hari. (APD) pada Pekerja Bengkel Motor PT.
APD tidak mencegah insiden bahaya, tetapi Capella Honda Kecamatan Kampar Kiri.
mengurangi akibat dari kecelakaan yang
akan terjadi (Kurniawati, 2013). METODE PENELITIAN
Bengkel motor merupakan salah satu
usaha yang bergerak di bidang perbaikan, Jenis penelitian ini bersifat survey
mengganti yang baru atau rusak, analitik dengan pendekatan cross sectional.
memperbaiki dan bertujuan untuk Penelitian ini dilaksanakan di bengkel
merubah sesuatu menjadi lebih baik motor di PT.Capella Honda. Populasi
sehingga masa benda bisa bertahan dalam dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja
jangka panjang atau lebih lama. Selama bengkel motor di Kampar dari bulan
proses ini berlangsung sering Agustus-Desember 2020. Teknik
menimbulkan risiko bahaya misalnya luka- pengambilan sampel dilakukan dengan
luka tangan, debu, asap knalpot atau CO. Total Sampling dengan jumlah sampel
Untuk menghindari hal tersebut salah satu sebanyak 40 responden. Proses selama
upaya pencegahan yang dapat dilakukan persiapan, pengambilan data, penelitian
yaitu dengan cara menggunakan APD. dan Publikasi telah mendapat persetujuan
Berdasarkan hasil penelitian dari bengkel motor di PT.Capella Honda
Noviandry (2013) terdapat Hubungan Instrumen pengumpulan data pada
antara Pengetahuan, Sikap, Pelatihan, dan penelitian ini adalah dengan menggunakan
Pengawasan dengan Penggunaan Alat Kuesioner memuat pertanyaan-pertanyaan
Pelindung Diri pada Industri Pengelasan untuk menggali informasi tentang variabel
Informal di Kelurahan Gondrong, dependen (Penggunaan APD) dan variabel
Kecematan Cipondoh, Kota Tanggerang independen (pengetahuan, sikap, pelatihan,
Tahun 2013. pengawasan). Menggunakan analisis
Berdasarkan Survey awal yang penulis Univariat dan Bivariat dengan
lakukan di Bengkel motor di PT. Capella menggunakan uji Chi Square.
Honda dilakukan wawancara kepada 13

377
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

HASIL PENELITIAN Karakteristik responden pada pekerja


Analisis Univariat bengkel motor PT.Capella Honda Tahun
2020 terdiri dari umur, pendidikan dan
Analisis univariat yang dilakukan masa kerja.
dengan menganalisis hasil dari tiap-tiap
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa
variabel peneliti yang terdiri dari
mayoritas pekerja bengkel motor >25 tahun
penggunaan APD, pengetahuan, sikap,
sebanyak 22 orang (55,0), pekerja bengkel
pengawasan dan pelatihan keselamatan.
motor dengan pendidikan SMA sebanyak
Karakteristik Responden 25 orang (62,5%) dan pekerja bengkel
motor masa kerja > 3 tahun sebanyak 29
orang (72,5%).
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Karakteristik Pada Pekerja Bengkel Motor PT.Capella Honda
Tahun 2020

Keterangan Frekuensi (n=40) %


Umur
< 25 tahun 18 45,0
≥ 25 tahun 22 55,0
Pendidikan
SD 8 20,0
SMP 7 17,5
SMA 25 62,5
Masa Kerja
< 3 tahun 11 27,5
> 3 tahun 29 72,5

Variabel Dependen dan Independen (42,5%). Proporsi pekerja bengkel motor


berdasarkan sikap dimana sikap negatif
Variabel independen terdiri dari
sebanyak 21 orang (52,5%) sedangkan yang
pengetahuan, sikap, pelatihan keselamatan
memiliki sikap positif sebanyak 19 orang
dan pengawasan. Sedangkan variabel
(47,5%). Proporsi pekerja bengkel motor
dependen adalah penggunaan APD.
berdasarkan pelatihan keselamatan dimana
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa
pelatihan keselamatan tidak pernah
pekerja bengkel motor yang tidak
sebanyak 22 orang (55%) sedangkan yang
mnggunakan APD sebanyak 24 orang
memiliki pelatihan keselamatan pernah
(60%) dan menggunakan APD sebanyak 16
sebanyak 18 orang (45%). Proporsi pekerja
orang (40%). Proporsi pekerja bengkel
bengkel motor berdasarkan pengawasan
motor berdasarkan pengetahuan dimana
dimana pengawasan tidak ada sebanyak 24
pengetahuan tinggi sebanyak 23 orang
orang (60%) sedangkan yang memiliki
(57,5%) sedangkan yang memiliki
pengawasan ada sebanyak 16 orang (40%).
pengetahuan rendah sebanyak 17orang

378
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

Tabel 5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Dependen
dan Independen Pada Pekerja Bengkel Motor PT.Capella Honda Tahun 2020

No Variabel Frekuensi %
(n=40)
1 Penggunaan APD
Tidak Menggunakan APD 24 60,0
Menggunakan APD 16 40,0
2 Pengetahuan
Rendah 17 42,5
Tinggi 23 57,5
3 Sikap
Negatif 21 52,5
Positif 19 47,5
4 Pelatihan Keselamatan
Tidak Pernah 22 55,0
Pernah 18 45,0
5 Pengawasan
Tidak Ada 24 60,0
Ada 16 40,0

Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis untuk sebanyak 10 (43,4%) dengan tidak


melihat hubungan antara variabel menggunakan APD.
independen dengan variabel dependen. Hasil uji statistik diperoleh
Variabel independen terdiri dari Pvalue=0,031 atau P<0,05 artinya bahwa
pengetahuan, sikap, pelatihan keselamatan, ada hubungan pengetahuan terhadap
dan pengawasan. Sedangkan variabel penggunaan alat pelindung diri (APD)
dependen adalah penggunaan Alat pada pekerja bengkel motor serta didapat
Pelindung Diri (APD). OR=6,067 dan 95% Confidence Interval
Hubungan Pengetahuan dengan
(CI)=1,361-27,049 artinya pekerja bengkel
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
motor dengan berpengetahuan rendah
Pada tabel 6 dapat diketahui bahwa
berpeluang 6 kali untuk tidak
dari 17 orang pekerja bengkel motor yang
menggunakan APD dibandingkan dengan
berpengetahuan rendah terdapat 14 orang
pekerja bengkel motor yang memiliki
(82,4%) dengan tidak menggunakan APD,
pengetahuan tinggi.
sedangkan dari 23 orang pekerja bengkel
motor yang berpengetahuan tinggi

Tabel 6

379
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja
Bengkel Motor PT.Capella Honda Tahun 2020

Alat Pelindung Diri


(APD) Pvalu OR
Pengetahua Tidak Total
Mengguna e (95%CI)
n Mengguna
kan
kan
n % n % n %
Rendah 14 82,4 3 17, 17 100
6 6,067
Tinggi 10 43,5 13 56, 23 100 0,031 (1,361-
5 27,049)
Total 24 60,0 16 40, 40 100
0

Hubungan Sikap dengan Penggunaan ada hubungan sikap terhadap penggunaan


Alat Pelindung Diri (APD)
alat pelindung diri (APD) pada pekerja
Pada tabel 7 dapat diketahui bahwa
bengkel motor serta didapat OR=7,286 dan
dari 21 orang pekerja bengkel motor yang
95% Confidence Interval (CI)=1,737-30,555
sikap negatif terdapat 17 orang (81%)
artinya pekerja bengkel motor dengan
dengan tidak menggunakan APD,
sikap negatif berpeluang 7 kali untuk tidak
sedangkan dari 19orang pekerja bengkel
menggunakan APD dibandingkan dengan
motor yang sikap positif sebanyak 7
pekerja bengkel motor yang memiliki sikap
(36,8%) dengan tidak menggunakan APD.
positif.
Hasil uji statistik diperoleh
Pvalue=0,012 atau P<0,05 artinya bahwa
Tabel 7
Hubungan Sikap dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja Bengkel
Motor PT.Capella Honda Tahun 2020
Alat Pelindung Diri
(APD) Pvalu OR
Sikap Tidak Total
Mengguna e (95%CI)
Mengguna
kan
kan
n % n % n %
Negatif 17 81,0 4 19, 21 100
0 7,286
Positif 7 36,8 1 63, 19 100 0,012 (1,737-
2 30,555)
Total 24 60,0 16 40, 40 100
0

380
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

381
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

Hubungan Pelatihan Keselamatan dengan ada hubungan pelatihan keselamatan


Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap penggunaan alat pelindung diri
Pada tabel 8 dapat diketahui bahwa (APD) pada pekerja bengkel motor serta
dari 22 orang pekerja bengkel motor didapat OR=5,343 dan 95% Confidence
pelatihan keselamatan yang tidak pernah Interval (CI)=1,350-21,144 artinya pekerja
terdapat 17 orang (77,3%) dengan tidak bengkel motor dengan pelatihan
menggunakan APD, sedangkan dari 18 keselamatan yang tidak pernah berpeluang
orang pekerja bengkel motor yang
5 kali untuk tidak menggunakan APD
pelatihan keselamtan pernah sebanyak 7
dibandingkan dengan pekerja bengkel
(38,9%) dengan tidak menggunakan APD.
motor memiliki pelatihan keselamatan
Hasil uji statistik diperoleh yang pernah.
Pvalue=0,032 atau P<0,05 artinya bahwa

Tabel 8
Hubungan Pelatihan Keselamatan dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada
Pekerja Bengkel Motor PT.Capella Honda Tahun 2020

Alat Pelindung Diri


Pelatihan (APD) Pvalu OR
Keselamata Tidak Total e (95%CI)
Mengguna
m Mengguna
kan
kan
n % n % n %
Tidak 17 77,3 5 22, 22 100
Pernah 7 5,343
Pernah 7 38,9 11 61, 18 100 0,032 (1,350-
1 21,144)
Total 24 60,0 16 40, 40 100
0

Hubungan Pengawasan dengan ada hubungan pelatihan keselamatan


Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap penggunaan alat pelindung diri
Pada tabel 8 dapat diketahui bahwa dari
(APD) pada pekerja bengkel motor serta
22 orang pekerja bengkel motor pelatihan
didapat OR=5,343 dan 95% Confidence
keselamatan yang tidak pernah terdapat 17
Interval (CI)=1,350-21,144 artinya pekerja
orang (77,3%) dengan tidak menggunakan
bengkel motor dengan pelatihan
APD, sedangkan dari 18 orang pekerja
keselamatan yang tidak pernah berpeluang
bengkel motor yang pelatihan keselamtan
5 kali untuk tidak menggunakan APD
pernah sebanyak 7 (38,9%) dengan tidak
dibandingkan dengan pekerja bengkel
menggunakan APD.
motor memiliki pelatihan keselamatan
Hasil uji statistik diperoleh
yang pernah.
Pvalue=0,032 atau P<0,05 artinya bahwa

Tabel 9
382
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

Hubungan Pengawasan dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja
Bengkel Motor PT.Capella Honda Tahun 2020
Alat Pelindung Diri
(APD) Pvalu OR
Pengawasa Tidak Total
Mengguna e (95%CI)
n Mengguna
kan
kan
n % n % n %
Tidak Ada 18 75,0 6 25, 24 100
0 5,000
Ada 6 37,5 10 62, 16 100 0,041 (1,270-
5 19,685))
Total 24 60,0 16 40, 40 100
0

Pada tabel 9 dapat diketahui bahwa penggunaan alat pelindung diri (APD) pada
dari 24 orang pekerja bengkel motor yang pekerja bengkel motor serta didapat
pengawasan tidak ada terdapat 18 orang OR=5,00 0dan 95% Confidence Interval
(75%) dengan tidak menggunakan APD, (CI)=1,270-19,685 artinya pekerja bengkel
sedangkan dari 16 orang pekerja bengkel motor dengan pengawasan tidak ada
motor yang pengawasan ada sebanyak 6 berpeluang 5 kali untuk tidak
(37,5%) dengan tidak menggunakan APD. menggunakan APD dibandingkan dengan
Hasil uji statistik diperoleh pekerja bengkel motor memiliki
Pvalue=0,041 atau P<0,05 artinya bahwa pengawasan yang ada.
ada hubungan pengawasan terhadap

PEMBAHASAN menggunakan APD dibandingkan dengan


Hubungan Pengetahuan dengan pekerja bengkel motor yang memiliki
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pengetahuan tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian tentang
Menurut teori Notoatmodjo (2012)
hubungan pengetahuan dengan
pengetahuan (Knowledge) merupakan
penggunaan alat pelindung diri (APD)
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
pada pekerja bengkel motor PT.Capella
melakukan pengindraan terhadap suatu
Honda Tahun 2020, didapat hasil uji
objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
statistik Chi Square diperoleh P
pancaindra manusia, yakni indra
value=0,031< α (0,05) maka disimpulkan
penglihatan, pendengaran, penciuman,
Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
hubungan antara pengetahuan penggunaan
manusia diperoleh melalui mata dan
alat pelindung diri (APD) pada pekerja
telinga. Pengetahuan atau kognitif
bengkel motor PT.Capella Honda Tahun
merupakan domain yang sangat penting
2020 dengan nilai OR= 6,067 dan CI 95%=
dalam membentuk tindakan seseorang
1,361-27,049 yang artinya pekerja bengkel
(Over Behaviour).
motor dengan berpengetahuan rendah
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
berpeluang 6 kali untuk tidak
penelitian yang dilakukan oleh
383
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

Berdasarkan penelitian Wahyuni (2015) (2013) diketahui bahwa pekerja yang


Hasil uji statistik (Chi Squere) di peroleh bersikap setuju yang menggunakan Alat
nilai P value 0,022 yang berarti P value < Pelindung Diri (APD) lebih banyak yaitu 24
0,05 dapat disimpulkan bahwa ada orang (58,5%) dari pada pekerja yang
hubungan pengetahuan terhadap bersikap tidak setuju yang tidak
kepatuhan pekerja las dalam menggunakan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
alat pelindung diri. yaitu 7 orang (100%), dengan
Asumsi peneliti menyatakan bahwa menggunakan Uji Chi Squere (X²) pada
pekerja bengkel motor yang mengetahui variabel sikap di dapatkan P value yaitu
pentingnya penggunaan alat pelindung diri 0,003 yang berarti nilai P value< 0,05. Hal
(APD) akan cenderung menggunakan alat ini menyatakan terdapat hubungan antara
pelindung diri saat bekerja, sehingga akan sikap dengan penggunaan APD pada
dapat mengurangi risiko terjadinya industri pengelasan informal.
penyakit akibat kerja dan gangguan Asumsi peneliti menyatakan bahwa
kesehatan yang berasal dari saat bekerja. sikap merupakan faktor risiko atau
Pengetahuan pekerja tentang APD kecenderungan terjadinya sebuah perilaku.
mencakup manfaat, penggunaan APD dan Jika, bersikap negatif maka perilaku akan
resiko tidak menggunakan APD. cenderung tidak menggunakan alat
pelindung diri, namun pekerja bengkel
Hubungan Sikap dengan Penggunaan motor memiliki skap positif masih ada
Alat Pelindung Diri (APD) perilaku yang tidak menggunakan alat
Berdasarkan hasil penelitian tentang pelindung diri dan hal ini dapat
hubungan sikap dengan penggunaan alat dikarenakan adanya kebiasaan bekerja
pelindung diri (APD) pada pekerja bengkel tanpa menggunakan APD. Oleh karena itu
motor PT.Capella Honda Tahun 2020, positif atau negatif tergantung individu,
didapat hasil uji statistik Chi Square sikap ini dapat dimantapkan juga oleh
diperoleh P value = 0,012< α (0,05) maka pengetahuan, kebijakan, dan juga
disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima pengawasan.
artinya ada hubungan antara
sikappenggunaan alat pelindung diri Hubungan Pelatihan Keselamatan dengan
(APD) pada pekerja bengkel motor Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
PT.Capella Honda Tahun 2020 dengan nilai Berdasarkan hasil penelitian tentang
OR= 7,286 dan CI 95%= 1,737-30,555 yang hubungan pelatihan keselamatan dengan
artinya pekerja bengkel motor dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada
sikap negatif berpeluang 7 kali untuk tidak pekerja bengkel motor PT.Capella Honda
menggunakan APD dibandingkan dengan Tahun 2020, didapat hasil uji statistik Chi
pekerja bengkel motor yang memiliki sikap Square diperoleh P value = 0,032< α (0,05)
positif. maka disimpulkan Ho ditolak dan Ha
Menurut teori Notoatmodjo (2012), diterima artinya ada hubungan antara
sikap adalah penilaian seseorang terhadap pelatihan
stimulus atau objek. Setelah seseorang keselamatanpenggunaan alat pelindung
mengetahui stimulus atau objek, proses diri (APD) pada pekerja bengkel motor
selanjutnya akan menilai atau bersikap PT.Capella Honda Tahun 2020 dengan nilai
terhadap stimulus atau objek kesehatan 5,343 dan 95% Confidence Interval
tersebut. (CI)=1,350-21,144 artinya pekerja bengkel
Hasil penelitian ini sesuai dengan motor dengan pelatihan keselamatan yang
penelitian yang dilakukan oleh Noviandry tidak pernah berpeluang 5 kali untuk tidak

384
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

menggunakan APD dibandingkan dengan 0,041< α (0,05) maka disimpulkan Ho


pekerja bengkel motor memiliki pelatihan ditolak dan Ha diterima artinya ada
keselamatan yang pernah.. hubungan antara pengawasan
Menurut teori Noviandry (2013), denganpenggunaan alat pelindung diri
pelatihan adalah salah satu cara yang baik (APD) pada pekerja bengkel motor
untuk mempromosikan keselamatan di PT.Capella Honda Tahun 2020 dengan nilai
tempat kerja adalah dengan memberikan OR=5,000dan 95% Confidence Interval
pelatihan bagi pekerja. Pelatihan awal (CI)=1,270-19,685 artinya pekerja bengkel
keselamatan awal harus menjadi bagian
motor dengan pengawasan tidak ada
proses orientasi pekerja baru. Pelatihan
berpeluang 5 kali untuk tidak
selanjutnya diarahkan pada pembentukan
menggunakan APD dibandingkan dengan
pengetahuan yang baru, spesifik yang lebih
pekerja bengkel motor memiliki
dalam serta memperbaharui pengetahuan
pengawasan yang ada.
yang sudah ada. Pelatihan memberikan
Menurut Tardianto (2005),
manfaat ganda dalam promosi
pengawasan adalah mendorong semangat
keselamatan. Pelatihan dimaksudkan untuk
bawahan melaksanakan tugas dalam arti
meningkatkan pemahaman kerja terhadap
yang luas. Maksud dari pengawas adalah
hazard dan risiko. Dengan adanya
lapisan pengawas dalam organisasi
peningkatan kesadaran terhadap risiko,
manajemen, atau kepala-kepala dari
pekerja dapat menghindari kondisi tertentu
organisassi yang ada dilapisan bawah.
dengan mengenali pajanan dan
Mereka secara lansung mengatur bahan,
modefikasinya dengan mengubah prosedur
sarana, mesin dan peralatan ditempat kerja.
kerja dengan lebih aman.
Pelaksanaan tugas tersebut dengan pasti
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan juga diberikan tangggung jawab dan
penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni wewenang
(2015) diperoleh adanya hubungan yang Hasil penelitian ini sejalan dengan
signifikan antara pelatihan keselamatan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni
dengan kepatuhan penggunaan alat (2015) diperoleh bahwa adanya hubungan
pelindung diri yang ditunjukkan oleh nilai yang sinifikan antara pengawasan dengan
P value 0,030. penggunaan APD yang ditunjukkan oleh
Asumsi peneliti menyatakan bahwa nilai P value 0,024.
pelatihan merupakan salah satu bentuk Asumsi peneliti menyatakan bahwa
proses pendidikan memperoleh penyebab langsung terjadinya kecelakaan
pengalaman-pengalaman belajar yang adalah tindakan dan kondisi yang tidak
akhirnya akan merubah perilaku mereka. aman. Penyebab langsung ini timbul
Dalam melakukan pelatihan keselamatan karena pengawasan jelek dari pihak
upaya yang dilakukan hanya belajar secara manajemen. Pengawasan ini sangat penting
otodidak. karena perilaku para pekerja bengkel motor
terhadap penggunaan alat pelindung diri
Hubungan Pengawasan dengan ada perbedaan antara pengawasan yang
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) baik dan tidak baik. Pengawasan tersebut
Berdasarkan hasil penelitian tentang dilakukan oleh pemilik bengkel dan
hubungan pengawasan dengan pengawasannya dilakukan setiap hari.
penggunaan alat pelindung diri (APD) pada
pekerja bengkel motor PT.Capella Honda
Tahun 2020, di dapat hasil uji statistik Chi
Square diperoleh P value =

385
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

diri;
KESIMPULAN DAN SARAN Pihak atasan/perusahaan sebaiknya
Kesimpulan lebik meningkatkan lagi pengawasan
Berdasarkan hasil penelitian tentang terhadap pekerja terutama dalam hal
faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat pelindung diri ketika
penggunaan alat pelindung diri (APD) sedang melaksanakan pekerjaan.
pada pekerja bengkel motor PT.Capella
DAFTAR PUSTAKA
Honda tahun 2020, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Ada hubungan antara pengetahuan Buntarto, (2015). Panduan Praktis
dengan penggunaan alat pelindung diri Keselamatan Kesehatan dan Kerja Untuk
(APD) pada pekerja bengkel motor Industri. Yogyakarta: Pustakabarupress.
PT.Capella Honda tahun 2020; BPJS Ketenagakerjaan Tahun 2015 dari:
Ada hubungan antara sikap dengan [http://www.bpjsketenagakerjaan. go.
penggunaan alat pelindung diri (APD) Id/berita kecelakaan kerja]. Diakses 02
pada pekerja bengkel motor PT.Capella Februari 2020.
Honda tahun 2020; Daryanto, D. (2010). Keselamatan Kerja
Ada hubungan antara pelatihan Peralatan Bengkel dan Perawatan Mesin.
keselamatan dengan penggunaan alat Jakarta: ALFABETA.
pelindung diri (APD) pada pekerja Detak Riau.com Tahun 2016.
bengkel motor PT.Capella Honda tahun
[http://m.riau24.com/berita/baca/59855-
2020;
waduh-kecelakaan-kerja-di-riau-yang-
Ada hubungan antara pengawasan
wafat-sebanyak-225-orang-pekerja/].
dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) pada pekerja bengkel motor Kurniawati, D. (2013). Taktis Memahami
PT.Capella Honda tahun 2020. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang
Teknologi Informasi, Surakarta: Aksarra
Saran Sinergi Media.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, Kurniawidjaja, L. M. (2010). Teori dan
beberapa saran yang dapat disampaikan Aplikasi Kesehatan Kerja, Jakarta: (UI-
peneliti antara lain: Press), 2010.
Bagi pekerja bengkel motor sebaiknya Kepmen RI NO 51/Men/1999, Tentang
lebih meningkatkan lagi pengetahuan Nilai Ambang Batas Fisika ditempat Kerja.
dan kesadaran mengenai pentingya
penggunaan alat pelindung diri untuk Notoatmodjo. (2010). Promosi
mejaga keselamatan dalam bekerja; Kesehatan Teori & Aplikasi, Jakarta: Rineka
Perlu memberikan contoh dari atasan Cipta.
untuk melengkapi penggunaan APD Notoatmodjo. (2011). Kesehatan
pada saat bekerja sehingga Masyarakat: Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka
mempengaruhi sikap bagi bawahan Cipta.
untuk menggunakan APD saat bekerja; Notoatmodjo. (2012). Promosi
Sebaiknya pelatihan keselamatan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta:
diadakan langsung di lapangan serta Rineka Cipta.
melibatkan seluruh pekerja lebih
mengetahui sumber bahaya yang ada Noviandry, I. (2013). Faktor-Faktor yang
bila tidak menggunakan alat pelindung Berhubungan Dengan Perilaku Pekerja
Dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) Pada Industri Pengelasan Informal
386
Jurnal Kesehatan Lentera ‘Aisyiyah, 4(1)

di Kelurahan Gondrong, Kecematan Tardianto, T. (2005). Sistem Manajemen


Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013. dan Standar Pemeriksaan Keselamatan dan
Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Kesehatan Kerja (K3). PB Panca Bhakti,
Islam Negri. Jakarta. (Online) Diakses Jakarta.
Tanggal 10 Februari Tahun 2020.
Undang-Undang No 1 Tahun 1970
Muninjaya, A. A. (2011). Manajemen Tentang Keselamatan Kerja. (Online).
Kesehatan, Jakarta: EGC, 2011. Diakses Tanggal 04 April 2020.
Peraturan Undang-Undang tentang Vitriansya, B. (2012) Analisis Faktor-
Pemakaian Alat Pelindung Diri pasal 14 faktor yang mempengaruhi Perilaku
NO. 1 Tahun 1970 (2012). (Online). Diakses Pekerja Pengelasan Industri Informal
Tanggal 12 Maret 2020. Dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri
Saputra, M. R. (2015). Faktor-Faktor (APD) di Jalan Raya Bogor-Dermaga, Kota
yang Berhubungan Dengan Perilaku Bogor 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri Universitas Indonesia, Jakarta. (Online)
(APD) Pada Pekerja Pengolahan Buah Diakses Tanggal 4 Maret Tahun 2020.
Sawit di PT Kebun Pantai Raja (KPR) Wahyuni, A.I. (2015). Faktor-Faktor
Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Kuantan Singingi Tahun 2015.Program Pekerja Las Dalam Penggunaan Alat
S1Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes Pelindung Diri di PTPN V Sei Galuh
Hang Tuah Pekanbaru: Pekanbaru. Kabupaten Kampar Tahun 2015. Skripsi ini
tidak diterbitkan. Program S1Ilmu
Suma’mur, (2009). Higiene Perusahaan
Kesehatan Masyarakat STIKes Hang Tuah
dan Kesehatan Kerja (HIPERKES) Jakarta.
Pekanbaru: Pekanbaru.
Sagung Seto.
Sucipto, C. D. (2014). Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.

387

You might also like