You are on page 1of 18

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAYATI DAN


PENGELOLAAN HABITAT

TEKNIK ISOLASI AGENS HAYATI TRICHODERMA


SP. DARI RHIZOSFER DAN FILOSFER

MARIA SIMANJUNTAK
193030401133
KELOMPOK I

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGENDALIAN


HAYATI DAN PENGELOLAAN HABITAT
TEKNIK ISOLASI AGENS HAYATI TRICHODERMA SP.
DARI RHIZOSFER DAN FILOSFER

Telah diperiksa dan disetujui oleh Asisten Praktikum pada


Hari : .....................
Tanggal : .....................

ASISTEN PRAKTIKUM

ANDI ARIP BAHARUDIN ARSAD


CAA 117 103
ii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang............................................................................ 1
I.2. Tujuan Praktikum........................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Rhizosfer Sebagai Habitat Agensia Hayati................................ 3
II.2. Filosfer Sebagai Habitat Agensia Hayati.................................... 4
II.3. Agensia Hayati Trichoderma sp................................................. 5
III. BAHAN DAN METODE
III.1.......................................................................Waktu dan Tempat
8
III.2............................................................................Bahan dan Alat
8
III.3....................................................................................Cara Kerja
8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1........................................................................Hasil Pengamatan
10
IV.2.................................................................................Pembahasan
11
V. PENUTUP
V.1. Kesimpulan................................................................................. 14
V.2. Saran........................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

iii
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pengendalian hayati merupakan suatu pemanfaatan mikroorganisme dengan
bertujuan mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman yaitu mikroorganisme
antagonis (termasuk bakteri dan jamur guna menekan patogen penyebab penyakit)
Secara alamiah mikroorganisme antagonis ini banyak dijumpai pada tanah-tanah
pertanian sehingga menciptakan tingkat pengendalian hayati itu sendiri terhadap
satu atau banyak jenis patogen tumbuhan, tanpa adanya campur tangan manusia.
Kedudukan agens hayati pada tanaman sendiri diperakaran suatu tanaman sangat
unik, terkait dengan eksudat akar. Agens pengendali hayati berkedudukan sebagai
penyeimbang antar tanaman dengan patogen. Peran Agens hayati dalam menekan
populasi patogen, berakibat pada perbaikan pertumbuhan tanaman.
Mengingat rizosfer merupakan daerah utama tempat dimana akar tanaman
mudah terpapar serangan patogen, maka mikroorganisme yang hidup di rizosfer
sangat cocok digunakan sebagai agen pengendali hayati. Jika terdapat
mikroorganisme antagonis di daerah tersebut, patogen akan terinfeksi oleh
mikroorganisme antagonis tersebut saat menyebar dan menginfeksi akar. Situasi
ini disebut sebagai pertahanan alami mikroorganisme, dan mikroorganisme
antagonis ini kemungkinan besar akan dikembangkan sebagai agen kontrol
biologis (APH). Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada rizosfer
tanah bambu, serai dan Putri malu banyak tumbuh jamur dan bakteri antagonis
yang dapat menghambat pertumbuhan patogen (disease suppressive soil) dan
mendorong pertumbuhan tanaman. Salah satu genus jamur antagonis yang banyak
ditemukan pada rizosfer dan filosfer tanaman bambu adalah Trichoderma.
Trichoderma adalah jenis cendawan atau fungi yang tergolong dalam kelas
Ascomycetes. Trichoderma memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma
banyak dijumpai pada tanah hutan maupun pada lahan pertanian atau pada
substrat kayu. Trichoderma yang di isolasi dan dikulturkan dapat tumbuh dengan
cepat pada suhu 25-30 °C, namun cendawan ini tidak dapat tumbuh pada suhu >
35 °C. Adanya perbedaan suhu akan mempengaruhi produksi beberapa enzim
2

seperti karboksimetil selulase dan xilanase sehingga menghambat pertumbuhan


cendawan ini (Nurliana, 2018).

I.2. Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum Teknologi Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat
dengan materi Teknik Isolasi Agens Hayati Trichoderma sp. dari Rhizosfer dan
Filosfer yaitu untuk mengetahui dan mengisolasi jamur agens hayati Trichoderma
pada perakaran bambu dengan teknik sederhana.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Rhizosfer Sebagai Habitat Agensia Hayati


Rizosfer merupakan daerah lingkungan mikro di sekitar akar tanaman,
yang berperan sebagai pertahanan eksternal bagi tanaman terhadap
serangan patogen di perakaran tanaman. Rizosfer juga sering didefinisikan
sebagai material mikro yang tetap melekat pada perakaran tanaman.
Rizosfer memiliki dampak besar pada tanaman berupa molekul organik
yang dilepaskan dari akar ke tanah. Berbagai mikroorganisme hidup dan
berkembang biak di rizosfer, termasuk di permukaan akar (rhizoplane).
Rhizoplane sendiri merupakan lapisan terluar dari epidermis atau akar,
merupakan penutup luar dari akar tanaman, di mana partikel tanah
berukuran kecil, bakteri dan hifa atau akar cendawan (fungi) menempel.
Mikroorganisme berada lebih dominan pada rhizoplan daripada dari tanah
yang dilepaskan dari rizosfer itu sendiri (Nurliana, 2018).
Rhizosfer selalu menjadi zona lingkungan di mana aktivitas
metabolisme lebih aktif, berubah lebih cepat, dan lebih kompetitif
daripada bagian tanah di sekitarnya. Di rizosfer, ada sekitar 10 6-109 sel
bakteri dan fungi sekitar 105-106 sel per gram tanah rizosfer. Rizosfer akar
tanaman muda dan tua memberikan kondisi habitat yang sangat berbeda
untuk organisme tanah. Pada akar yang menua, akar akan melepaskan
substrat karbon dalam jumlah dan jenis yang berbeda, sehingga
mempengaruhi kehidupan mikroorganisme tanah. Agens hayati berkaitan
erat dengan rizosfer. Kita tahu bahwa setiap organisme, termasuk
antagonis atau agen pengendali hayati, sangat membutuhkan nutrisi untuk
dapat bertahan hidup, mengembangkan dan mengaktifkan mekanismenya.
Nutrisi yang diharapkan ini ditentukan oleh "eksudat" tanaman di tanah
(akar) dan permukaan daun (Abri, 2014).
Aktivitas mikroorganisme rizosfer dipengaruhi oleh eksudat yang
dihasilkan dari akar tanaman. Tanaman menarik mikroorganisme yang
menguntungkan di rizosfer dengan melepaskan eksudat akar yang
4

berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme. Mikroorganisme di


sisi lain, mengeluarkan metabolit dalam bentuk senyawa aktif yang
dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan, salah
satunya adalah hormon tanaman. Kehadiran eksudat akar berarti bahwa
rizosfer memiliki populasi mikroorganisme yang jauh lebih tinggi
daripada bagian tanah lainnya. Berbagai jenis mikroorganisme yang telah
diisolas dievaluasi efektivitasnya sebagai agens hayati, dan diformulasikan
dalam bentuk biopestisida. Beberapa jenis agensia hayati yang banyak
terdapat pada rizosfer tanaman adalah spesies bakteri seperti Bacillus spp.,
Bacillus cereus, Bacillus polimyxa dan Bacillus subtilis, serta dari spesies
cendawan seperti Trichoderma sp. dan Gliocladium sp (Abri, 2014).

II.2. Filosfer Sebagai Habitat Agensia Hayati


Secara keseluruhan, habitat mikroorganisme yang berperan penting
dalam pengendalian hayati adalah di dalam tanah, di sekitar akar tanaman
(rizosfer), atau di daun, batang, bunga dan buah (filosfer). Filosfer adalah
bagian tanaman di atas tanah (tajuk tanaman) dan merupakan habitat
agens hayati. Komunitas mikroba pada daun sebenarnya beragam dan
mencakup berbagai genera berbeda seperti bakteri, cendawan, ragi, alga,
dan beberapa protozoa serta nematoda. Namun, bakteri merupakan
mikroorganisme yang paling melimpah di filosfer, dengan jumlah rata-rata
106-1010 sel/cm2. Mikroorganisme yang hidup di filosfer biasa disebut
sebagai epifit atau filosfer itu sendiri. Populasi mikroorganisme filosfer
terutama dipengaruhi oleh lingkungan fisik yang berfluktuasi
dibandingkan dengan habitat bawah tanah. Misalnya, bakteri berpigmen
jarang ditemukan di rizosfer, tetapi lebih mendominasi pada permukaan
daun karena sinar matahari yang mempengaruhi ekologi filosfer
(Napitupulu, 2020).
Filosfer merupakan mikrohabitat pada permukaan daun tumbuhan
yang berinteraksi langsung dengan udara. Filosfer terdapat pada organ
batang, daun, bunga, dan buah, tetapi mendominasi pada bagian
5

permukaan daun. Total area yang tersedia untuk kolonisasi mikroba


diperkirakan sekitar 2-6 x 108 km2. Kehadiran filosfer tumbuhan
diperantarai oleh angin, hujan, serat serangga. Keberadaan nya di tanaman
dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk variabel lingkungan (radiasi,
suhu, kelembaban, dan ketersediaan nutrisi), spesies tanaman, dan lokasi
geografis. Hal ini mengarah pada fakta bahwa populasi filosfer di setiap
tanaman tidak semua sama bahkan pada daun dari satu tanaman yang
sama. Mikroorganisme yang menghuni filosfer tidak mengambil makanan
dari bagian dalam daun atau bersifat epifit, tetapi hanya mengambil nutrisi
(nutrisi eksogen) yang menempel pada permukaan daun. Nutrisi ini secara
tidak sengaja ditemukan dalam bentuk serbuk sari dan nektar melalui
perantara serangga, debu, atau sisa-sisa mikroorganisme. Filosfer tidak
mendiami seluruh permukaan daun secara merata, tetapi terlokalisasi di
tempat-tempat tertentu, seperti dasar trikoma dan stomata, di sepanjang
tulang daun dan dinding sel epidermis (Widi, 2019).
Di Indonesia, penelitian tentang cendawan filosfer telah dipelajari
secara intensif dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini karena cendawan
diketahui hidup aktif di permukaan daun. Cendawan filosfer diketahui
memiliki ciri menyerupai komunitas cendawan tanah, sehingga mungkin
memiliki fungsi yang sama dengan komunitas cendawan tanah. Adapun
fungi ini termasuk dalam pengurai eksudat tanaman pada organ daun, yang
cenderung berperan penting dalam dekomposisi awal dan penuaan daun.
Selain itu, berbagai cendawan jamur filosfer juga bersifat antagonis dan
berpotensi sebagai agensia hayati. Contohnya yang terbukti berpotensi
sebagai agen pengendali hayati adalah jamur filosfer pada daun seledri,
yaitu Trichoderma sp, Alternaria, Aspergillus sp., Cylindrocarpon sp.,
Curvularia sp., Dreschlera sp., Fusarium sp., Penicillium sp., Pestalotia
sp., dan Rhizoctonia sp (Napitupulu, 2020).

II.3. Agensia Hayati Trichoderma sp.


6

Cendawan tanah adalah salah satu kelompok yang paling penting dari
populasi mikroorganisme tanah yang tersebar luas. Morfologi tertentu
merupakan ciri khas dari jenis tanah tertentu sebagai media
perkembangbiakan. Trichoderma sp. adalah salah satu dari banyak genera
dan spesies jamur tanah. Trichoderma merupakan cendawan tanah alami
yang bermanfaat melawan cendawan patogen pada tanaman budidaya
karena sifat antagonisnya yang tinggi. Cendawan Trichoderma sebagai
agens hayati memiliki mekanisme pengendalian spesifik target yang
menguntungkan karena dapat meningkatkan hasil produksi tanaman yang
dibudidayakan. Trichoderma memiliki ±88 spesies yang ditentukan
dengan karakterisasi molekuler dari cendawan ini (Sutarman, 2016).
Adapun klasifikasi dari jamur Trichoderma sp. ini yaitu sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Filum : Deutromycota
Klas : Deutromycetes (imperfek fungi)
Subklas : Deuteromycetidae
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma sp.
Cendawan Trichoderma sekarang ini telah banyak diteliti dan
dikembangkan sebagai agensia hayati, berguna untuk mengendalikan
patogen tular tanah. Hal ini dikarenakan oleh beberapa sifat penting
mikroorganisme ini, seperti menghasilkan antibiotik dan enzim yang
dapat mengalahkan lingkungan, mudah dieksplorasi dan isolasi, mudah
tumbuh diberbagai substrat, merupakan mikroparasitisme yang tersebar
luas, tidak bersifat patogenik pada tanaman, serta memiliki kemampuan
kompetisi yang baik (Sutarman, 2016).
Cendawan Trichoderma sp. memiliki ciri morfologi antara lain :
miselium bersepta, konidia bercabang berlawanan arah, konidia berbentuk
bulat atau oval, satu sel menempel satu sama lain, dan berwarna hijau
7

terang. Setelah terbentuknya konidia atau badan buah, jamur ini berubah
warna menjadi hijau kebiruan. Konidia adalah sel oval tunggal yang
menempel satu sama lain dan membentuk suatu kumpulan pada ujung
konidiofora.. Koloni cendawan ini mudah dikenali dari pertumbuhannya
yang cepat dan matang setelah 5 hari pertumbuhan. Pada suhu 25°C, pada
media Potato Dextro Agar (PDA), cendawan ini tumbuh seperti bulu
domba, awalnya tampak putih, kemudian konidia mulai terbentuk dan
berubah menjadi warna hijau (Rina, 2020).
Secara umum jamur ini memiliki aroma yang khas yaitu aroma
kelapa, dan beberapa isolat dari spesies ini dapat mengubah warna
medium. Perubahan warna disebabkan oleh pigmentasi fialid, yang
menghasilkan warna kuning, hijau muda, dan hijau tua. Pertumbuhan
cendawan Trichoderma ini dipengaruhi oleh suhu dan pH. Pertumbuhan
optimum Trichoderma viride adalah pada suhu 20-28ºC dan pH optimum
untuk pertumbuhannya antara 4,5-5,5. Sedangkan untuk Trichoderma
harzianum, menunjukkan pertumbuhan optimum pada suhu 15-35ºC dan
pH optimum berkisar antara 3,7-4,7. Trichoderma sp. yang berfungsi
sebagai fimgi biokontrol patogen tanaman telah diisolasi dari tanah Riau
terdapat dua galur, yakni Trichoderma asperellum TNJ63 dan
Trichoderma asperellum TNC52 yang diisolasi berdasarkan
kemampuannya dalam menghasilkan kitinase, terbukti dapat menghambat
beberapa fungi patogen tanaman seperti Fusarium sp., Phytophtora sp.,
dan Albugo sp.(Rina, 2020).
8

III.

IV. BAHAN DAN METODE

IV.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Teknologi Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat dengan
materi Teknik Isolasi Agens Hayati Trichoderma sp. dari Rhizosfer dan Filosfer
dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 Oktober 2021 pukul 15.30-16.10. Bertempat di
Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Palangka Raya.

IV.2. Bahan dan Alat


Bahan yang dipakai pada praktikum Teknologi Pengendalian Hayati dan
Pengelolaan Habitat dengan materi Teknik Isolasi Agens Hayati Trichoderma sp.
dari Rhizosfer dan Filosfer yaitu tanah dan humus rizosfer tanaman bambu, daun
bambu, nasi putih yang masih baru, alkohol 70%, dan kertas tisu. Sedangkan alat
yang digunakan yaitu kain puring warna hitam, toples plastik, nampan plastik, dan
alat penggali tanah (parang/arit/cetok).

IV.3. Cara Kerja


Cara kerja yang dilakukan pada praktikum Teknologi Pengendalian Hayati
dan Pengelolaan Habitat dengan materi Teknik Isolasi Agens Hayati Trichoderma
sp. dari Rhizosfer dan Filosfer, yaitu :
IV.3.1. Cara Kerja Isolasi Jamur Trichoderma sp dari Rhizosfer Bambu
Cara kerja pada isolasi Trichoderma sp dari rhizosfer bambu, yaitu :
1. Mengambil tanah dan humus dari sisa daun dan perakaran bambu di bawah
tanaman bambu, memilih bagian tanah atau humus yang tidak tergenang dan
sedikit lembab.
2. Masukkan tanah ke dalam nampan atau kotak sepatu yang sudah dialasi
kertas tisu, kemudian meratakannya sambil ditekan-tekan agar padat.
9

3. Meletakkan nasi di atas tanah pada nampan atau kotak dan diratakan,
lapisan tidak perlu terlalu tebal, tutup lagi permukaan nasi dengan kertas
tisu. Kemudian nampan ditutup dengan kain hitam berpori.
4. Meletakkan nampan di tempat yang bersih pada suhu ruang dalam kondisi
gelap selama 5 hari.
5. Mengamati miselium jamur Trichoderma yang tumbuh menutupi
permukaan nasi. Starter atau induk Trichoderma digunakan untuk praktikum
selanjutnya.
IV.3.2. Cara Kerja Isolasi Jamur Trichoderma sp dari Filosfer Bambu
Cara kerja pada isolasi Trichoderma sp dari filosfer bambu, yaitu :
1. Mengambil daun bambu yang tumbuhnya ternaungi atau tidak terkena sinar
matahari langsung.
2. Memotong daun bambu secukupnya (kurang lebih 5-7 lembar) kemudian
masukkan ke dalam toples yang sudah disterilkan dengan alkohol 70%.
3. Menyiapkan nasi yang masih baru kurang lebih 100 g, membentuk nasi
menjadi bulatan-bulatan seukuran jempol, diletakkan di atas lapisan daun
bambu, kemudian ditutup lagi dengan sisa potongan daun bambu. Sebelum
bekerja mensterilkan tangan terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol
70%.
4. Selanjutnya menutup atau membungkus seluruh bagian toples dengan kain
berpori warna hitam dan permukaan toples diikat dengan karet gelang.
Letakkan toples di tempat gelap pada suhu ruang. Periksa perangkap
Trichoderma pada hari ke 3, ambil secara hati- hati dengan tisu untuk
menyerap air pada bagian dasar toples, kemudian disimpan kembali hingga
5 hari.
5. Mengamati apakah biakan sudah ditumbuhi miselium Trichoderma dengan
ciri berwarna hijau. Starter atau induk Trichoderma akan digunakan untuk
materi praktikum berikutnya.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1.Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Isolasi Agens Hayati dari Rizosfer dan Filosfer Bambu
Hari Perubahan yang terjadi Gambar mikroskop
Filosfer Rizosfer
pengamtan Filosfer Rizosfer Filosfer Rizosfer
Nasi yang Nasi yang
digunakan sebagai digunakan sebagai
media isolasi masih media isolasi
19 Oktober
berwarna putih beberapa bagian
2021
tetapi sudah mulai sudah mulai
(Hari ke-3)
muncul miselium menguning dan
jamur berwarna mulai muncul
putih miselium jamur
Nasi yang Nasi yang
digunakan sebagai digunakan sebagai -
media isolasi sudah media isolasi sudah
mulai menguning menguning di
21 Oktober dan tampak beberapa bagian
2021 miselium jamur dan tampak
(Hari ke-5) sudah tumbuh miselium jamur
berwarna hijau sudah tumbuh
muda dibeberapa berwarna hijau tua
bagain media dibeberapa bagain
isolasi media isolasi
V.2.Pembahasan
Berdasarkan tabel 1 hasil pengamatan isolasi agens hayati dari rhizosfer dan
filosfer bambu dapat diketahui bahwa hasil ekspolasi agens hayati Trichoderma
sp. dari filosfer bambu dengan teknik isolasi menggunakan nasi pada pengamatan
pertama pada hari ke-3 menunjukkan keadaan nasi sebagai media isolasi masih
berwarna putih tetapi tampak mulai ditumbuhi oleh miselium jamur berwarna
putih. Kemudian pada pengamatan kedua di hari ke-5 menunjukkan keadaan nasi
sebagai media isolasi mulai menguning, tampak miselium jamur sudah tumbuh
berwarna hijau muda dibeberapa bagian media (bola-bola nasi). Warna hijau ini
merupakan ciri khas dari jamur Trichoderma sp yang paling mudah diamati. Pada
hasil pengamatan ekspolasi agens hayati Trichoderma sp. dari rhizosfer bambu
dengan teknik isolasi menggunakan nasi menunjukkan pada pengamatan pertama
di hari ke-3 pada nasi sebagai media isolasi mulai menguning dengan beberapa
bagian sudah mulai muncul miselium jamur dan pada pengamatan kedua di hari
ke-5 pada nasi sebagai media isolasi sudah menguning dibeberapa bagian dan
tampak miselium jamur sudah tumbuh berwarna hijau dibeberapa bagian. Jamur
Trichoderma sp. ini memiliki ciri khas miseliumnya berwarna hijau, dimana pada
permukaan nasi permukaan dari nasi yang telah ditumbuhi Trichoderma sp.
tampak lembut namun terdapat seperti tonjolan halus akibat terdapat miselium
jamur Trichoderma yang tumbuh.
Dari hasil pengamatan isolasi agens hayati Trichoderma sp. dari
rhizosfer dan filosfer bambu terlihat bahwa ada perbedaan hasil diantara
kedua percobaa di atas. Dimana pada isolasi Trichoderma sp. dari
rhizosfer bambu, miselium jamur yang dihasilkan berwarna hijau tua
dengan jumlah lebih banyak. Selain itu, waktu pertumbuhan lebih cepat
dibandingkan dengan hasil isolasi dari filosfer bambu mengingat jumlah
miselium yang dihasilkan lebih banyak dengan waktu isolasi yang sama
yaitu 5 hari. Sedangkan pada hasil pengamatan isolasi Trichoderma sp.
dari filosfer bambu, miselium yang dihasilkan berwarna hijau muda sedikit
keabu-abuan dengan waktu pertumbuhan lebih lama dibandingkan isolasi
Trichoderma sp. dari filosfer bambu mengingat jumlah miselium yang
12

dihasilkan lebih sedikit dengan waktu isolasi yang sama yaitu 5 hari.
Adapun perbedaan ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya dari kesterilan bahan dan alat yang digunakan dalam
praktikum, kondisi daun (filosfer) bambu, kondisi rhizosfer bambu dan
tempat penyimpanan dari media isolasi Trichoderma. Faktor kesterilan
alat dan bahan yang digunakan akan memengaruhi pertumbuhan
Trichoderma karena jika alat dan bahan tidak steril dapat memicu
kontaminasi jamur dengan bakteri yang menempel di alat atau bahan yang
digunakan. Kondisi daun bambu sebagai salah satu habitat jamur
Trichoderma juga penting dalam teknik isolasi agens hayati, kondisi daun
yang digunakan haruslah daun yang tidak terkena sinar matahari langsung
(ternaung). Hal ini sendiri berkaitan dengan suhu optimum pertumbuhan
jamur Trichoderma pada daun (filosfer) bambu yaitu pada suhu 15-35ºC
dengan suhu maksimun 30-36ºC, apabila daun bambu tersebut tiap harinya
terkena paparan sinar matahari langsung tentu suhu pada permukaan daun
tinggi sehingga memengaruhi kehidupan jamur Trichoderma dan
kemungkinan hanya sedikit atau bahkan tidak ada jamur yang tumbuh
pada kondisi daun ini. Selain kondisi filosfer, kondisi rizosfer juga tidak
kalah penting sebab keberadaan jamur Trichoderma dipengaruhi oleh
keadaan rhizosfer tanaman. Kondisi rizosfer yang baik adalah pada kondisi
yang lembab. Dimana kondisi tersebut baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan Trichoderma. Bagian rhizosfer yang lembab lebih kaya
akan eksudat tanaman yang merupakan sumber nutrisi bagi berbagai
mikroba tanah termasuk Trichoderma sp. Tempat penyimpanan media
isolasi Trichoderma perlu diperhatikan, tempatnya haruslah ternaung dari
paparan sinar matahari. Hal ini juga berkaitan dengan suhu dan
kelembapan media pertumbuhan Trichoderma, dimana jamur ini tidak
dapat tumbuh dan berkembang pada suhu yang tinggi dan keadaan media
yang terlalu kering().
13

Pada teknik isolasi agens hayati Trichoderma sp. dari rhizosfer dan
filosfer bambu, bahan yang digunakan sebagai media isolasi adalah nasi.
Nasi berperan sebagai pemancing untuk jamur dapat tumbuh dan
berkembang pada media isolasi dimana nasi memberikan nutisi atau
sumber makanan untuk jamur Trichoderma yang di isolasi berupa
karbohidrat. Nasi disini berperan menggantikan rhizosfer dan filosfer yang
merupakan habitat Trichoderma yang biasanya memberi sumber nutrisi
berupa eksudat tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan berbagai
mikroba yang hidup di dalamnya. Adapun alasan mengapa bahan yang
digunakan nasi, walaupun sebenarnya setiap sumber karbohidrat dan gula
seperti jagung, dedak, kentang dan lain sebagainya bisa juga digunakan
adalah karena nasi mudah didapatkan dan harganya juga lebih terjangkau
dibandingkan kentang atau dedak ().
14

VI. PENUTUP

VI.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa
untuk mengisolasi jamur agens hayati Trichoderma dari perakaran (rhizosfer) dan
daun (filosfer) bamabu dapat dilakukan dengan teknik sederhana menggunakan
nasi sebagai pancingan agar mikroorganisme ini dapat tumbuh dan berkembang
pada media biakan yaitu nasi itu sendiri. Nasi berperan sebagai media isolasi
yang menghasilkan sumber makanan (nutrisi) untuk jamur dapat bertahan hidup
dan berkembangbiak. Nasi menggantikan rhizosfer dan filosfer yang merupakan
habitat asli jamur ini pada tanaman bambu. Adapun langkah-langkah yang perlu
dilakukan untuk mengisolasi jamur ini yaitu : menyiapkan nasi sebagai sumber
nutrisi jamur, menyusunnya dalam nampan yang sudah disterilkan (untuk
rhizosfer) dan membuat bola-bola nasi lalu dimasukkan dalam toples steril (untuk
filosfer). Kemudian rhizosfer bambu disusun dipermukaan nasi dalam nampan
hingga merata lalu susun lagi nasi diatas rhizosfer. Untuk daun bambu, daun
dipotong-potong lalu disusun dalam toples kemudian masukkan bola-bola nasi
sebanyak 5-6 buah lalu masukkan lagi potongan daun. Setelah semua siap, tutup
masing-masing nampan dan toples menggunakan kain puring dan ikat
menggunakan karet gelang. Selanjutnya simpan kedua media isolasi pada tempat
bersih bersuhu ruangan dan gelap. Lakukan pengamatan pada hari ke-3 dan ke-5,
dimana pada hari tersebut miselium jamur sudah tumbuh.

VI.2. Saran
Diharapakan untuk pelaksanaan praktikum selanjutnya agar praktikan dapat
lebih tepat waktu untuk hadir dalam pelaksanaan praktikum serta memperhatikan
pengarahan oleh asisten praktikum supaya ilmu yang diberikan dapat diterima
dengan baik dan praktikan menjadi lebih paham pada praktikum yang dilakukan.
15

DAFTAR PUSTAKA

Abri dan Aylee Christine. 2014. Isolasi bakteri rhizosfer padatanaman kacang
tanah(Arachis hypogea)asal Bantimurung. Jurnal Galung Tropika 3 (1);
29-38. https://jurnalpertanianumpar. Diakses pada 25 November 2021.
Aningsih, R.P., Nursyamsi, R. Sari. 2015. Mikroorganisme tanah bermanfaat pada
rhizosfer tanaman umbi di bawah tegakan hutan rakyat Sulawesi
Selatan. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 1 (4): 954-959.
https://smujo.id. Diakses pada 25 November 2021.
Gazali, Akhmad. 2015. Pengendalian Hayati. Bandung. Mujahid Press Bandung.
Napitupulu, H.B.M., Khamdan, K., Dewa, N.S. 2020. Uji efektivitas agen hayati
dari rizosfer dan filosfer tanaman Solanaceae untuk mengendalikan
penyakit antraknosa pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens
L.). Jurnal Agroekoteknologi Tropika 9 (1): 12-22.
https://ojs.unud.ac.id. Diakses pada 25 November 2021.
Nurliana dan Novita, A. 2018. Eksplorasi dan identifikasi Trichoderma sp lokal
dari rizosfer bambu dengan metode perangkap media nasi. Jurnal
Agrohita 2 (2): 41-44. http://jurnal.um-tapsel.ac.id. Diakses pada 25
November 2021.
Rina, Sriwati. 2020. Trichoderma: Si Agen Antagonis. Jakarta. Gramedia.
Sopialena. 2018. Pengendalian Hayati dengan memberdayakan Potensi Mikroba.
Samarinda. Mulawarman University Press.
Sutarman. 2016. Biofertilizer Fungi : Trichoderma dan Mikoriza. Sidoarjo.
UMSIDA Press.
Syahputra, M.H., Azwir, A., Irdawati. 2017. Isolasi Trichoderma Spp. dari
beberapa rizosfer tanaman padi asal Solok. Jurnal Biosains 1 (2): 97-
105. http://repository.unp.ac.id. Diakses pada 25 November 2021.
Widi, A., Niken, N.K., Abdul, M. 2019. Kelimpahan populasi bakteri filosfer,
rizosfer, dan endofit tanaman kemiri sunan (Reutealis trisperma
(blanco) airy shaw), serta potensinya sebagai agens biokontrol. Jurnal
Tabaro 3 (10): 305-317. https://ojs.unanda.ac.id. Diakses pada 25
November 2021.

You might also like