You are on page 1of 17

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA DASAR
MODUL 02
KINETIKA REAKSI ENZIM α-AMILASE

Nama : Vergio Victorio E.


NIM : 10618064
Kelompok :5
Asisten : Ratih
Tanggal Praktikum : 28 Februari 2020
Tanggal Pengumpulan : 6 Maret 2020

LABORATORIUM BIOKIMIA
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
KINETIKA REAKSI ENZIM α-AMILASE

1.1. Tujuan Percobaan


Adapun tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah:
1. Menentukan V0 enzim untuk konsentrasi substrat tertentu
2. Menentukan parameter kinetika Michaelis-Menten

1.2. Teori Dasar


1.2.1. Enzim α-Amilase

Enzim α-amilase (E.C.3.2.1.1) famili 13 (GH13) merupakan enzim dari golongan


hidrolase yang dapat menghidrolisis ikatan  α-D-1,4-glikosidik pada pati. Makna dari α
adalah konfigurasi dari gula yang dibebaskan dan bukan konfigurasi dari ikatan
glikosidik yang dihidrolisis. Enzim ini dapat ditemukan di mikroorganisme, tumbuhan,
bahkan hewan. Dalam proses hidrolisis pati, α-amilase adalah enzim yang menjadi
inisiator (van der Maarel et al., 2002). Ketika enzim ini menghidrolisis ikatan glikosidik
pada amilosa, produk yang dihasilkan adalah campuran oligosakarida dengan berbagai
panjang (6 – 8 unit glukosa) dalam konfigurasi α (Whitcomb & Lowe, 2007). Adapun
dalam campuran oligosakarida tersebut terdapat maltosa, glukosa, dan maltotetrosa.
Struktur tiga dimensi amilase dapat berikatan dengan substrat spesifik seperti pati
dan kofaktor dalam struktur tersebut adalah ion kalsium. Pada umumnya amilase
memiliki 512 asam amino dan memiliki massa 57,6 kDa. Pada enzim ini terdapat tiga
domain dengan motif tertentu. Domain dengan ukuran terbesar adalah A dengan motif
β/α. Domain B terletak di antara domain A dan C. Ikatan antara domain A dan B adalah
ikatan disulfida. Kofaktor enzim berupa ion kalsium terletak di antara domain A dan B
serta dapat bersifat sebagai gugus yang menstabilkan struktur enzim (Muralikrishna &
Nirmala, 2005).
Gambar 1. Struktur α-amilase, domain A: merah, domain B: kuning, domain C: ungu
1.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Aktivitas Enzim

Adapun faktor-faktor yang dapat memengaruhi kerja enzim adalah konsentrasi


enzim itu sendiri, konsentrasi substrat, inhibitor, suhu, dan pH. Faktor-faktor ini penting
untuk dipahami karena mekanisme kerja enzim akan berbeda dan analisisnya juga akan
berbeda. Di bawah ini akan dibahas mengenai setiap faktor yang berpengaruh terhadap
kerja enzim.
Pertama, konsentrasi enzim memengaruhi jumlah produk yang akan dihasilkan
dengan asumsi konsentrasi substrat juga berlebihan. Pengukuran jumlah enzim yang
terdapat di sebuah sampel dilakukan dengan cara menentukan aktivitas katalisisnya.
Semakin besar konsentrasi enzim, maka semakin besar pula aktivitas katalisis yang
terjadi, sehingga juga akan ada peningkatan jumlah substrat yang dikonversi menjadi
produk. Namun, dengan asumsi konsentrasi substrat yang berlebih (Moreno et al., 2013).
Kedua, konsentrasi substrat juga dapat memengaruhi kerja enzim karena semakin
banyak jumlah substrat yang dapat dikonversi oleh enzim, semakin banyak pula produk
yang dihasilkan. Jika konsentrasi enzim konstan dan konsentrasi substrat ditingkatkan,
laju reaksi akan meningkat sampai pada titik tertentu tidak akan terjadi peningkatan lagi
(Vmax). Secara logika ketika laju maksimum telah dicapai, maka kompleks ES (enzim-
substrat) berada di antara dua keadaan, yaitu entah seluruh susbtrat telah dikonversi
menjadi produk atau kembali terurai menjadi enzim dan substrat sendiri. Dalam
persamaan Michaelis-Menten, besaran konstanta Km dapat menjadi indikasi bagaimana
peran konsentrasi substrat terhadap laju reaksi. Jika Km bernilai kecil, hal ini berarti enzim
hanya membutuhkan substrat dalam jumlah sedikit untuk mencapai laju maksimumnya.
Sedangkan apabila Km bernilai besar artinya enzim membutuhkan substrat dalam jumlah
besar pula untuk mencapai laju maksimumnya (Aslanzadeh et al., 2014).
Ketiga, terdapat setidaknya tiga jenis inhibitor, yaitu inhibitor kompetitif, non-
kompetitif, dan substrat yang menjadi inhibitor. Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang
menempati sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat.
Kemudian inhibitor non-kompetitif adalah molekul yang tidak menempati sisi aktif
enzim, tetpai ketika berikatan dengan bagian lain dari enzim akan mengubah struktur
enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat. Ataupun substrat yang
terlalu banyak sehingga saling berkompetisi untuk berikatan dengan enzim (Tseng &
Hsu, 1990).
Keempat, suhu dapat berpengaruh terhadap aktivitas enzim karena enzim
memiliki suhu optimum tersendiri. Pada umumnya, peningkatan suhu yang tidak terlalu
drastis dapat meningkatkan kerja enzim. Namun, ketika terjadi peningkatan suhu yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi. Pada suhu rendah enzim tidak akan
terdenaturasi, tetapi terdeaktivasi (Lehninger et al., 2008).
Kelima, enzim memiliki pH optimum yang pada titik pH tersebut, performa
enzim paling tinggi. Namun perubahan pH seperti meningkatnya konsentrasi proton (H +)
atau hidroksil (OH-) dapat memengaruhi struktur protein pada enzim. Kelebihan
konsentrasi proton atau dalam kondisi asam dapat menyebabkan protonasi sehingga
berkurangnya interaksi hidrogen antarasam amino yang menyusun enzim tersebut.
Kelebihan ion hidroksil juga dapat menyebabkan deprotonasi yang juga dapat
memengaruhi struktur pada protein penyusun enzim (Voet & Voet, 1995).

2.1. Alat dan Bahan


Berikut disajikan tabel berisi alat dan bahan yang digunakan di dalam praktikum ini
Tabel 1. Alat dan bahan

Alat Bahan
Tabung Reaksi Larutan enzim 10X pengenceran
Kuvet Larutan pati 0,012% (w/w)
Stopwatch Buffer Tris HCl pH 7
Inkubator Reagen I2KI
Spektrofotometer visible
Mikropipet
Gelas Ukur
2.2. Cara Kerja
2.2.1. Penentuan V0 untuk Konsentrasi Substrat Tertentu

Pertama, dibuat secara duplo beberapa larutan pati dengan konsentrasi: 0,002 M,
0,004 M, 0,006 M, 0,008 M, 0,01 M, 0,012 M. Selanjutnya untuk kontrol, dicampurkan
750 µL larutan pati, 100 µL HCl 1M, 30 µL I 2KI, 120 µL enzim pada kuvet. Untuk
kontrol diukur absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm. Nilai absorbansi diamati
setiap 5 detik selama 3 menit pertama, 30 detik sampai lima menit pertama, dan 1 menit
sampai pada 8 menit. Sedangkan untuk perlakuan pada masing-masing konsentrasi
dilakukan pencampuran 750 µL pati, 100 µL buffer, 30 µL I 2KI, dan 120 µL enzim pada
kuvet. Setelah itu absorbansi diukur pada panjang gelombang 600 nm. Lalu data
absorbansi yang telah dicatat dialurkan terhadap waktu.

2.2.2. Penentuan Parameter Kinetika Michaelis-Menten

Pengukuran absorbansi terkait aktivitas amilase pada konsentrasi substrat tertentu


diperoleh nilai V0. Setelah itu dibuat grafik Lineweaver-Burk berdasarkan grafik
Michaelis-Menten. Lalu dihitung aktivitas spesifik enzim amilase yang digunakan.
3. Hasil Pengamatan
TABEL ABSORBANSI 1 (λ=600nm)
[C]=0.002% [C]=0.004% [C]=0.006 [C]=0.008% [C]=0.01% [C]=0.012%
Time (s)
Kontrol Sampel Kontrol Sampel Kontrol Sampel Kontrol Sampel Kontrol Sampel Kontrol Sampel
0 0,29 0,058 0,147 0,055 0,212 0,112 0,195 0,178 2,56 2,453 0,913 0,348
5 0,3 0,02 0,154 0,048 0,222 0,101 0,277 0,167 2,161 1,705 2,204 1,882
10 0,32 0,017 0,162 0,044 0,225 0,092 0,282 0,154 2,164 1,638 2,204 1,792
15 0,33 0,013 0,166 0,041 0,229 0,083 0,285 0,147 2,162 1,56 2,203 1,742
20 0,34 0,01 0,17 0,037 0,231 0,076 0,289 0,14 2,161 1,527 2,203 1,7
25 0,348 0,009 0,173 0,031 0,235 0,07 0,135 1,482 1,654
30 0,354 0,006 0,176 0,029 0,237 0,065 0,131 1,443 1,607
35 0,358 0,004 0,178 0,027 0,238 0,06 0,126 1,407 1,547
40 0,364 0,003 0,179 0,024 0,24 0,056 0,122 1,371 1,543
45 0,368 0,002 0,181 0,023 0,242 0,051 0,119 1,341 1,515
50 0,37 0,001 0,183 0,021 0,243 0,048 0,114 1,32 1,481
55 0,374 0 0,184 0,02 0,244 0,045 0,111 1,296 1,451
60 0,376 -0,001 0,185 0,019 0,245 0,042 0,108 1,272 1,429
65 0,379 -0,002 0,185 0,017 0,246 0,038 0,105 1,243 1,405
70 0,381 -0,003 0,187 0,016 0,247 0,036 0,102 1,222 1,383
75 0,383 -0,004 0,187 0,014 0,247 0,033 0,1 1,199 1,358
80 0,385 -0,004 0,188 0,013 0,248 0,03 0,098 1,176 1,341
85 0,386 -0,005 0,189 0,012 0,248 0,028 0,095 1,156 1,323
90 0,388 -0,005 0,189 0,011 0,249 0,025 0,092 1,135 1,306
95 0,389 -0,006 0,19 0,01 0,249 0,022 0,089 1,114 1,287
100 0,391 -0,006 0,19 0,009 0,25 0,021 0,087 1,098 1,269
105 0,392 -0,007 0,191 0,007 0,25 0,017 0,085 1,08 1,247
110 0,393 -0,007 0,191 0,006 0,25 0,015 0,083 1,051 1,233
115 0,394 -0,008 0,192 0,006 0,251 0,012 0,081 1,033 1,213
120 0,396 -0,008 0,192 0,004 0,251 0,01 0,08 1,022 1,199
125 -0,009 0,003 0,007 0,079 1,006 1,181
130 -0,009 0,002 0,005 0,077 0,993 1,166
135 -0,009 0,002 0,003 0,076 0,982 1,153
140 -0,01 0,001 0,002 0,075 0,969 1,138
145 -0,01 0 0 0,072 0,957 1,125
150 -0,01 -0,001 -0,002 0,07 0,944 1,113
155 -0,01 -0,001 -0,004 0,069 0,932 1,096
160 -0,011 -0,002 -0,005 0,067 0,92 1,088
165 -0,011 -0,003 -0,007 0,066 0,909 1,074
170 -0,011 -0,004 -0,01 0,064 0,9 1,062
175 -0,012 -0,004 -0,011 0,063 0,887 1,051
180 -0,013 -0,005 -0,012 0,059 0,855 1,039
210 -0,013 -0,009 -0,018 0,054 0,823 0,978
240 -0,014 -0,012 -0,024 0,045 0,771 0,923
270 -0,014 -0,014 -0,027 0,039 0,717 0,872
300 -0,015 -0,016 -0,029 0,032 0,675 0,827
360 -0,016 -0,02 -0,032 0,02 0,6 0,75
420 -0,017 -0,023 -0,033 0,01 0,535 0,682
480 -0,017 -0,026 -0,033 -0,001 0,48 0,625
Blanko akuades : 0 A

3.1. Absorbansi Larutan Sampel pada Konsentrasi Pati Tertentu


Berikut ini disajikan hasil pengamatan data absorbansi untuk setiap konsentrasi
yang ditentukan
Tabel 2. Data absorbansi sampel untuk setiap konsentrasi larutan pati tertentu

4. Hasil

4.1. Selisih Absorbansi Sampel dan Kontrol


Berikut ini disajikan tabel selisih absorbansi larutan sampel dan larutan kontrol

Tabel 3. Selisih absorbansi pada konsentrasi dan waktu tertentu


ΔA
t(s) [C]=0.002% [C]=0.004% [C]=0.006% [C]=0.008% [C]=0.01% [C]=0.012%
0 0,232 0,092 0,1 0,017 0,107 0,565
5 0,28 0,106 0,121 0,11 0,456 0,322
10 0,303 0,118 0,133 0,128 0,526 0,412
15 0,317 0,125 0,146 0,138 0,602 0,461
20 0,33 0,133 0,155 0,149 0,634 0,503
25 0,339 0,142 0,165
30 0,348 0,147 0,172
35 0,354 0,151 0,178
40 0,361 0,155 0,184
45 0,366 0,158 0,191
50 0,369 0,162 0,195
55 0,374 0,164 0,199
60 0,377 0,166 0,203
65 0,381 0,168 0,208
70 0,384 0,171 0,211
75 0,387 0,173 0,214
80 0,389 0,175 0,218
85 0,391 0,177 0,22
90 0,393 0,178 0,224
95 0,395 0,18 0,227
100 0,397 0,181 0,229
105 0,399 0,184 0,233
110 0,4 0,185 0,235
115 0,402 0,186 0,239
120 0,404 0,188 0,241

Setelah itu dialurkan grafik absorbansi tersebut berdasarkan konsentrasi tertentu pada rentang
waktu tertentu.
Gambar 2. Grafik absorbansi larutan sampel hingga t = 120 s

4.2. Absorbansi Maksimum pada Konsentrasi Pati Tertentu

Berikut disajikan hasil pengamatan mengenai nilai absorbansi maksimum pada masing-masing
konsentrasi larutan pati.

Tabel 4. Konsentrasi pati dan nilai absorbansi maksimum

[Pati](%) Amaks(kontrol)
0.002 0,396
0.004 0,192
0.006 0,251
0.008 0,289
0.01 2,56
0.012 2,204

Kemudian dialurkan grafik konsentrasi pati terhadap absorbansi maksimum.

3
2.5
A maksimum

2 f(x) = 0.462342857142857 x − 0.6362


1.5 R² = 0.627077757298558

1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7
[Pati] (%)
Gambar 3. Grafik konsentrasi pati terhadap absorbansi maksimum

4.3. Konsentrasi Pati dan V0 Reaksi Enzimatis (Lineweaver-Burk, Michaelis-Menten)

Berikut disajikan nilai-nilai yang akan digunakan dalam parameter kinetika Michaelis-Menten
dan Lineweaver-Burk.

Tabel 5. Parameter kinetika reaksi enzimatis

[Pati](%) dA/dt ε V0 1/[Pati] 1/V0


0,002 0,0052 147,9 2,44E-04 500,0 4096,154
0,004 0,0033 28,78 1,15E-04 250,0 8721,212
0,006 0,0051 21,3 2,39E-04 166,7 4176,471
0,008 0,0292 2,63 1,11E-02 125,0 90,07
0,010 0,12 10,62 1,13E-02 100,0 88,5
0,012 0,0015 37,34 4,02E-05 83,3 24893,33

Setelah itu dialurkan grafik Michaelis-Menten dan Lineweaver-Burk.

6E-03.
5E-03.
4E-03.
3E-03.
V0

2E-03.
1E-03.
0E+00.
0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 0.012 0.014
[Pati] (%)

Gambar 4. Grafik parameter kinetika Michaelis-Menten

16000
14000
12000
10000
8000
1/V0

6000
4000 f(x) = − 3.59349594087548 x + 5706.02574521693

2000
0
50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550
1/[Pati]
Gambar 5. Grafik Lineweaver-Burk

Setelah itu dapat ditentukan Km (konstanta Michaelis-Menten) berdasarkan persamaan


Lineweaver-Burk.

1 Km 1
= +
V 0 V max [S ] V max

Berdasarkan persamaan yang diperoleh dari plot grafik Lineweaver-Burk, dapat ditentukan nilai
1
=9621,5 μmol/s sehingga Vmax = 1,039 × 10-4 μmol/s. Lalu nilai Km juga dapat ditentukan.
V max
Dari persamaan regresi linear y=−12,786 x +9621,5 , dapat dimisalkan Vo pada saat x ~ [C] =
0,012 sehingga y ~ 1/V0 = 9621,34. Kemudian informasi ini dimasukkan ke dalam persamaan
Lineweaver-Burk untuk dapat didapatkan nilai Km.

Km 1
9621,34= +
1,039× 10 × 0,012 1,039× 10−4
−4

K m =−0,16

Setelah itu juga dapat ditentukan nilai aktivitas seperti unit aktivitas (UA), aktivitas total (AT),
dan aktivitas spesifik (AS).

Unit Aktivitas

V max
UA=
V enzim

−4
10 μmol
1,039 ×
s
UA=
120 μ L
−7
10 mol
UA=8,6 ×
Ls

Aktivitas Total

AT =UA ×V total

10−7 mol
AT =8,6 × ×1000 μL
Ls
mol
0,86
s

Aktivitas Spesifik

UA
AS=
menzim

mol
0,86
Ls
AS=
mg
27,95
mL

mol
AS=0,03
gs

5. Pembahasan

5.1. Metode Fuwa

Metode Fuwa adalah suatu cara untuk menentukan aktivitas enzim secara kualitatif.
Secara prinsip, ketika reagen I2KI ditambahkan ke dalam larutan pati, maka kompleks pati-I 2KI
(iodometri) terbentuk dan akan menghasilkan warna ungu, tetapi apabila ditambahkan enzim
maka kompleks iodometri akan terdegradasi oleh aktivitas enzim yang mengurai pati. Ketika pati
terurai oleh enzim amilase maka I3- tidak dapat berikatan lagi dengan pati dan tidak akan
dihasilkan warna ungu sebagaimana hasil yang diperlihatkan pada uji positif (Arnold et al.,
2001).

5.2. Reaksi Amilase

Enzim amilase bekerja dengan cara menghidrolisis ikatan α-D-1,4-glikosidik pada pati
sehingga dihasilkan disakarida atau oligosakarida tertentu. Adapun mekanisme reaksi yang
berlangsung pada saat hidrolisis pati terjadi digambarkan sebagai berikut.
Gambar 6. Mekanisme reaksi enzimatis hidrolisis pati oleh amilase

Dalam reaksi yang terjadi, pada umumnya hidrolisis oleh α-amilase diawali oleh
likuefaksi, yaitu ketika enzim ini menurunkan viskositas hasil gelatinisasi pati dengan cara
mengurangi panjang rantai amilosa. Produk dari likuefaksi pati disebut sebagai maltodekstrin
yang berarti campuran produk hasil hidrolisis yang mengandung oligosakarida dan polisakarida
baik yang bercabang maupun yang tidak bercabang. maltosa berperan sebagai leaving group dan
molekul air akan berikatan pada daerah yang mengalami hidrolisis. Kemudian dalam reaksi yang
terjadi terbentuk intermediet (senyawa antara) yang memiliki karakteristik fisika dan kimia
sesuai dengan produk yang akan dihasilkan (MacGregor et al., 2001).

Ketika unit glukosa pada pati berikatan dengan sisi aktif pada enzim (di antara domain A
dan B), molekul polisakarida akan mengalami arrangement. Dari pembentukan ikatan ini
terdapat interaksi hidrogen dan hidrofobik di anatara residu asam amino pada enzim dan unit
glukosa pada pati (Hiromi et al., 1973). Ketika terbentuk ikatan, besaran energi yang diperlukan
dapat negatif ataupun positif. Apabila energi dalam ikatan bernilai negatif, hal ini berarti terdapat
atraksi yang kuat antara residu asam amino dan unit glukosa, sedangkan pada besaran energi
positif, hal yang terjadi adalah yang sebaliknya. Diperlukan energi dalam besaran negatif untuk
membentuk ikatan saat hidrolisis berlangsung, tetapi pada saat produk terbentuk dibutuhkan
energi dalam besaran positif untuk melepaskan produk tersebut (Arnold et al., 2001).

5.3. Fungsi Reagen dan Perlakuan


Pada uji amilase digunakan reagen seperti I2KI dan buffer Tris HCl pH. Kedua reagen ini
masing-masing digunakan sebagai pendeteksi dan menjaga pH larutan pati pada saat
pengenceran. Secara spesifik digunakan reagen I2KI dan bukan KI karena kompleks iodometri
hanya dapat terbentuk dengan I3-. Kemudian dilakukan pengenceran larutan pati hingga 10X dari
larutan stok agar tidak terlalu pekat (memiliki kemungkinan pembacaan di spektrofotometri
selalu jawabannya 1) dan menghabiskan bahan. Kemudian larutan enzim juga didinginkan untuk
deaktivasi enzim supaya ketika enzim dimasukkan ke dalam larutan pati tidak langsung terjadi
aktivitas dan nilai yang teramati adalah nilai setelah rhesus (Hiromi et al., 1973).

5.4. Hasil dan Terminologi

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh parameter kinetika Michaelis-
Menten, yaitu Vmax dan Km yang masing-masing bernilai 1,039 × 10-4 μmol/s dan -0,16. Pertama
akan dibahas terlebih dahulu alasan diperoleh nilai Km yang negatif karena seharusnya nilai
konstanta tersebut tidak dapat bernilai negatif. Diduga karena data yang kurang baik karena
kontaminasi atau kesalahan saat dilakukan pengerjaan. Adanya nilai absorbansi oleh latar
belakang (ada sinyal selain sampel di kuvet yang dideteksi oleh sensor di alat) dan galat di saat
reaksi keadaan tunak dapat menyebabkan konstanta Michaelis-Menten yang bernilai negatif
(Liao et al., 2005). Sedangkan untuk laju maksimum reaksi enzimatis, memang tidak memiliki
nilai referensi yang absolut, jadi dapat dianggap bahwa secara eksperimental nilai Vmax yang
diperoleh rasional.

Kemudian terdapat beberapa terminologi terkait kinetika enzim, yaitu V0, Vmax, Km, unit
aktivitas, aktivitas total, dan aktivitas spesifik. Pertama, laju awal (V0) adalah laju ketika pertama
kali substrat dikonversi menjadi produk. Laju reaksi enzimatis maksimum (Vmax) yang tidak
lagi mengalami peningkatan dan tampak stasioner dikarenakan semua enzim sedang berikatan
dengan substrat dan membentuk kompleks enzim-substrat atau semua substrat telah diubah
menjadi produk. Kemudian, Km adalah konstanta Michaelis-Menten yang menunjukkan
konsentrasi substrat ketika laju reaksi sama dengan setengah dari laju maksimum (Vmax). Nilai
Km dapat menunjukkan efisiensi pengikatan substrat oleh enzim. Semakin besar konstanta
Michaelis-Menten, maka semakin tidak efisien pembentukan kompleks enzim-substrat dan
dibutuhkan substrat dalam jumlah besar agar enzim mencapai laju maksimumnya. Ketika Km
bernilai kecil, hal ini bermakna kompleks enzim-substrat dapat terbentuk dengan efisien dan laju
maksimum dapat dicapai hanya dengan konsentrasi substrat rendah (Lehninger et al., 2008).
Kemudian unit aktivitas adalah satuan yang dipakai ketika 1 μmol substrat dikonversi menjadi
produk. Sedangkan aktivitas spesifik adalah ukuran kemurnian enzim yang nilainya terus
meningkat selama proses pemurnian dan menjadi konstan ketika enzim telah berada pada
keadaan murni. Lalu Aktivitas total adalah hasil kali dari aktivitas enzim dengan volume total
enzim.
6.1. Kesimpulan
Adapun berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh dapat disimpulkan:
1. Laju awal reaksi enzimatis pada konsentrasi tertentu adalah sebagai berikut V0,002 = 2,44 X
10-4 μmol/s; V0,004 = 1,55 X 10-4 μmol/s; V0,006 = 2,39 X 10-4 μmol/s; V0,008 = 1,37 X 10 -3
μmol/s; V0,01 = 5,63 X 10-3 μmol/s; V0,012 = 7,04 X 10-5 μmol/s.
2. Parameter pada kinetika Michaelis-Menten adalah Vmax = 1,039 X 10-4 μmol/s dan Km = -
0,16.
3.
DAFTAR PUSTAKA

Arnold FH, Wintrode PL, Miyazaki K, Gershenson A. 2001. How enzymes adapt: lessons from
directed evolution. Trends in Biochemical Sciences. 26(2):100-106.

Aslanzadeh, S., Ishola, M., Richards, T. and Taherzadeh, M. (2014). An Overview of Existing
Individual Unit Operations. Biorefineries, pp.3-36.

Hiromi K, Nitta Y, Numata C, Ono S. 1973. Subsite affinities of glucoamylase: Examination of


the validity of the subsite theory. Biochimica et Biophysica Acta (BBA) – Enzymology.
302(2):362-375.

Lehninger, Albert L., Cox, Michael M.Nelson, David L. 2008. Lehninger principles of


biochemistry /New York : W.H. Freeman.

MacGregor EA, Janeček Š, Svensson B. 2001. Relationship of sequence and structure to


specificity in the α-amylase family of enzymes. Biochimica et Biophysica Acta (BBA) -
Protein Structure and Molecular Enzymology. 1546(1):1-20.

Moreno, A., Bloom, D., Singh, P., Fantry, J., Gorton, S. and Mhadeshwar, A. (2013). A Novel
Enzymatic Technology for Removal of Hydrogen Sulfide from Biogas. New and Future
Developments in Catalysis, pp.17-32.

Muralikrishna, G., & Nirmala, M. (2005). Cereal α-amylases—an overview. Carbohydrate


polymers, 60(2), 163-173.
Tseng, S.J, Hsu, J.P. 1990. "A comparison of the parameter estimating procedures for the
Michaelis-Menten model". Journal of Theoretical Biology. 145 (4): 457–64.

Van Der Maarel, M. J., Van der Veen, B., Uitdehaag, J. C., Leemhuis, H., & Dijkhuizen, L.
(2002). Properties and applications of starch-converting enzymes of the α-amylase
family. Journal of biotechnology, 94(2), 137-155.
Voet, D., & Voet, J. G. 1995. Biochemistry. New York: J. Wiley & Sons.

Whitcomb, D. C., & Lowe, M. E. (2007). “Human Pancreatic Digestive Enzymes”. Digestive


Diseases and Sciences. 52(1), 1–17.
Liao, F., Zhu, X.-Y., Wang, Y.-M., & Zuo, Y.-P. 2005. The comparison of the estimation of
enzyme kinetic parameters by fitting reaction curve to the integrated Michaelis–Menten
rate equations of different predictor variables. Journal of Biochemical and Biophysical
Methods, 62(1), 13–24.

You might also like