You are on page 1of 9

Jurnal Integrasi Proses Vol. 7, No.

2 (Desember 2018) 78 - 86

JURNAL INTEGRASI PROSES

Website: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jip

Submitted : 11 Oktober 2018 Revised : 27 November 2018 Accepted : 15 Desember 2018

MODEL NUMERIK ABSORPSI GAS REAKSI ORDE DUA TAK REVERSIBEL

Putri Ramadhany1*
1 Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan
*Email: pramadhany@unpar.ac.id

Abstrak

Kontak antara fasa gas dan cair banyak sekali ditemui dalam industri kimia. Seringkali kontak yang terjadi
disertai dengan reaksi kimia. Dalam absorpsi gas yang disertai dengan reaksi kimia dalam fasa cair, laju absorpsi
gas dapat meningkat atau menurun secara signifikan. Akan tetapi terdapat beberapa kesulitan untuk
mendeskripsikan kualitas perpindahan massa. Hal ini dikarenakan oleh keterbatasan numerik dalam
menyelesaikan neraca massa kompleks. Tujuan penelitian ini adalah melakukan validasi model solusi numerik
dengan membandingkan dua paramater yang dapat digunakan dalam menentukan kualitas perpindahan massa,
yaitu: enhancement factor (EAo) dan bilangan Hatta (ϕ). Perpindahan massa antara fasa gas dan cair diasumsikan
mengikuti model penetrasi Higbie. Model ini mengasumsikan perpindahan massa komponen A dari fasa gas
menuju fasa cair yang mengandung komponen B dengan waktu tinggal (t) yang seragam. Lazarus Pascal
Programming Language® digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial parabola tidak linear.
Metode yang akan digunakan untuk memberikan solusi numerik adalah metode beda hingga (finite difference
method). Pemodelan absorpsi gas ini berhasil dilakukan dengan 50 time steps dan diskrepansi sebesar 0,55%.
Saat kondisi tunak, nilai enhancement factor (EAo) yang didapatkan pada berbagai bilangan Hatta sesuai dengan
nilai yang dihitung berdasarkan persamaan teoritis dengan deviasi sebesar 3,5%. Model yang didapatkan
kemudian digunakan untuk menentukan keefektifannya pada suatu studi kasus. Pada saat waktu tinggal 3,25 ms,
nilai enhancement factor (EAo) yang didapatkan melalui solusi numerik lebih kecil dari solusi teoritis.
Berdasarkan pemodelan, hal ini menunjukkan bahwa waktu tinggal belum menuju kondisi tunak.

Kata Kunci: absorpsi gas, bilangan Hatta, enhancement factor, reaksi kimia, orde dua, Pascal.

Abstract

Contact between gas and liquid phase are often found in the chemical industries and it is often followed by chemical
reaction. In the gas absorption followed by chemical reaction, the rate of absorption can increase or deacrease
significantly. However, the quality of mass transfer can be hardy described quantitatively. This is due to numerical
limitation in solving complex mass balances. The aim of this research is to validate numerical solution by comparing
two parameters that can describe quality of mass transfer, enhancement factor (E Ao) and Hatta number (ϕ). The
mass transfer is assumed following Higbie penetration model. In this research, the developed model assumes mass
transfer of component A from gas phase to liquid phase that contain component B with uniform residence time (t).
Lazarus Pascal Programming Laguange® is used to solve non-linear parabolic partial differential equation. Finite
difference method is applied to give numerical solution. The modeling of the gas absorption with second order
reaction is completed in 50 time steps and deviation of 0,55%. In steady state condition, the obtained enhancement
factor (EAo) in various Hatta number is in accordance with theoretical solution with 3.5% deviation. The valid model
is then applied on a study case. When residence time 3.25 ms, the enhancement factor (EAo) is smaller than
theoretical solution. This shows that the residence time is still in transient state.

Keywords: gas absorption, Hatta number, enhancement factor, chemical reaction, second order, Pascal.

78
Jurnal Integrasi Proses Vol. 7, No. 2 (Desember 2018) 78 - 86

1. PENDAHULUAN fasa gas dan cair yang disertai reaksi tak reversibel
Kontak antara fasa gas dan cair seringkali ditemui dengan menggunakan teori model film stagnan
dalam industri kimia (contoh: hidrogenasi dan Whitman. Selain itu, parameter baru depletion factor
oksidasi). Pada saat fasa gas dikontakkan dengan fasa (D) diperkenalkan dalam model. Depletion factor (D)
cair, maka akan terjadi proses perpindahan massa. merupakan parameter yang digunakan untuk
Tidak langka pula, perpindahan massa ini disertai membedakan fraksi reaksi yang terjadi dalam film
dengan reaksi kimia. Reaksi kimia dapat dengan reaksi yang terjadi dalam cairan bulk.
meningkatkan atau menurunkan kualitas perpindahan Penelitian selanjutnya yang dilakukan van Elk dkk
massa antara fasa gas dan cair. Pemahaman mengenai (2007) menginvestigasi perpindahan massa yang
karakteristik perpindahan massa antara fasa gas dan disertai reaksi tak reversibel pada sistem tanpa cairan
cair sangat diperlukan dalam menentukan proses bulk dan sistem yang disertai cairan bulk. Penelitian
variabel lain (seperti yield dan selektivitas) dan van Elk (2007) menggunakan model penetrasi Higbie
mendesain unit proses. dengan asumsi kondisi isotermal. Model yang dibuat
Perpindahan massa antara fasa gas dan cair sudah oleh van Elk dkk (2007) ternyata dapat diaplikasikan
diteliti sejak lama. Whitman pertama kali pada sistem tanpa cairan bulk jika ketebalan film δ
mengeluarkan model perpindahan massa pada tahun setidaknya sama dengan kedalaman penetrasi (dpen).
1923 melalui teori model film stagnan (stagnant film Penelitian yang dilakukan oleh Eldien dkk (2016)
model). Akan tetapi, model yang dikeluarkan Whitman melakukan simulasi modeling perpindahan massa
tidak memberikan kepuasan dalam mendefinisikan disertai reaksi tak reversibel orde dua. Penelitian
karakteristik perpindahan massa antara fasa gas dan dilakukan untuk menghitung enhancement factor (EAo)
cair. Oleh karena itu, muncul beberapa model berdasarkan model film stagnant Whitman.
perpindahan massa lain untuk memperbaiki model Berdasarkan penelitian Eldien dkk (2016),
perpindahan massa Whitman. Berikut tiga model yang enhancement factor (EAo) bergantung pada parameter
paling sering digunakan dalam mendiskripsikan enhamencement factor maksimum (EA∞) dan
perpindahan massa antara fasa gas dan cair: konsentrasi dari pelarut.
1. Whitman (model film stagnan) Walaupun muncul beberapa model, masih belum
2. Higbie (model penetrasi) ditemukan kriteria model yang memuaskan dalam
3. Danckwerts (surface renewal model) menggambarkan fenomena perpindahan massa antara
Model yang sering digunakan dalam solusi fasa gas dan cair. Hal ini dikarenakan keterbatasan
numerik adalah model film stagnan, dimana numerik dalam menyelesaikan neraca massa yang
perpindahan massa dimodelkan melalui difusi kompleks. Akan tetapi, dengan kemajuan teknologi
molekuler pada film stagnan dengan ketebalan δ. komputasi saat ini, menyelesaikan model numerik
Model penetrasi Higbie memperkenalkan waktu yang kompleks tidak lagi menjadi suatu hal yang sulit.
tinggal (t) yang identik untuk semua elemen fluida Hal ini yang menjadi motivasi dalam melakukan
sebagai parameter karakteristik. Surface renewal penelitian ini, yaitu membuat solusi numerik untuk
model memperkenalkan probabilitas waktu tinggal absorpsi gas yang disertai reaksi kimia orde dua.
Danckwerts sebagai parameter karakteristik (van Validasi model kemudian dilakukan dengan
Swaaij dan Versteeg, 1992). membandingkan hasil solusi numerik dengan hasil
Dilihat dari segi model, model stagnant film solusi teoritis.
Whitman paling banyak digunakan karena Model penetrasi Higbie adalah model perpindahan
kesederhanaannya. Namun, pendekatan ini tidak massa dengan parameter karateristik waktu tinggal
dapat digunakan dalam sistem dinamik. Untuk sistem (t). Model ini telah banyak diaplikasikan pada
dinamik, model penetrasi Higbie dan surface renewal perpindahan massa gelembung, tetesan, dan film
model banyak dipilih karena lebih realistis. Walau cairan yang bergerak.
kenyataannya kedua model tersebut masih belum bisa
menggambarkan kondisi dinamik. Sayangnya, hingga
saat ini masih belum ada model yang benar – benar
dapat menggambarkan kondisi dinamik sistem gas
dan cair.
Sudah terdapat beberapa penelitian mengenai
komputasi untuk menyelesaikan perpindahan massa
antara fasa gas dan cair. Penelitian yang dilakukan
oleh van Elk dkk (2000) membuat rigorous dynamic
model yang berbasis pada teori model penetrasi
Higbie. Model yang dibuat oleh van Elk dkk (2000)
merupakan pengembangan dari konsep Hinterland
yang menggunakan model film stagnan Whitman. Van
Elk dkk (2000) berhasil mengaplikasikan solusi model
numerik pada sistem fasa gas dan cair yang disertai
reaksi kimia reversibel dan tak reversibel. Penelitian
yang dilakukan oleh Benbelkacem dan Debellefontaine
Gambar 1. Model Penetrasi Higbie (van Elk, 2007)
(2003) membuat model perpindahan massa antara
79
Jurnal Integrasi Proses Vol. 7, No. 2 (Desember 2018) 78 - 86

2. METODE PENELITIAN Reaksi kimia (source term) akan dimodelkan


Dalam penelitian ini, reaktan gas A terabsorp ke untuk menyelesaikan Nr reaksi kimia yang memiliki
dalam fasa cair yang mengandung komponen B. Reaksi stokiometri sebagai berikut:
yang berlangsung antara komponen A dan B adalah
reaksi tak reversibel disertai reaksi kimia orde dua. k j ,1
Dimana perpindahan massa dalam fasa gas tidak s j ,1 A j  s j , 2 B j  s j ,3 C j  s j , 4 D j
menjadi limitasi.
k j,2 (7)
j  1,2,..., Nr
A( g )  B(l )  C  D
Kinetika reaksi mengikuti persamaan power – law:
Model penetrasi Higbie digunakan untuk
R j  k j ,1 A j
kt j ,1 kt j , 2 kt j , 3 kt j , 4
membuat model perpindahan massa antara fasa gas Bj Cj Dj
dan cair. Model film stagnan Whitman tidak dipilih
karena tidak realistis, walaupun memiliki konsep yang  k j,2 A j
kt j , 5
Bj
kt j , 6
Cj
kt j , 7
Dj
kt j , 8
(8)
sederhana. Model penetrasi Higbie dan surface
renewal model dapat digunakan pada kondisi dinamik j  1,2,..., Nr
disertai reaksi kimia. Namun, model penetrasi Higbie
dipilih karena kesederhanaannya. Penelitian yang Dimana Rj adalah laju reaksi untuk reaksi ke-j.
telah dilakukan oleh van Elk dkk (2007) menjadi basis Hubungan Rj dengan laju reaksi rj pada persamaan (8)
dalam penelitian ini. Dengan menggunakan asumsi – dapat dideskripsikan sebagai berikut:
asumsi yang digunakan oleh van Elk dkk (2007).
Perhitungan numerik perpindahan massa dilakukan
rAi  s j ,1 R j (9)
dengan metode beda hingga (finite difference methode)
dengan skema diskritisasi implisit menggunakan rBi  s j , 2 R j (10)
Pascal Programming Language.
Neraca massa yang mengikuti model penetrasi rCi  s j ,3 R j (11)
Higbie dapat dimodelkan dalam bentuk persamaan rDi  s j , 4 R j (12)
differensial parsial parabola tak linear sebagai berikut:
Metode diskritisasi implisit yang digunakan
C A  2C A adalah metode implisit Baker dan Oliphant (Gambar
Komponen A  DA  kC A C B (1)
t x 2 2). Turunan waktu adalah tiga poin diskritisasi
mundur yang dinyatakan dengan persamaan (13).
C B  2CB
Komponen B  DB  kC A C B (2) Parameter difusivitas dapat dinyatakan dalam
t x 2 persamaan (14).

j 1
Pada model penetrasi Higbie, profil konsentrasi C i 3C i ,jm1  4C i ,jm  C i ,jm1
terikat dengan waktu. Pemodelan yang dibuat  (13)
t 2k
dimaksudkan untuk menyelesaikan N persamaan m
j 1
diferensial parsial tidak linear yang mengikuti bentuk  C i C j 1  2C mj 1  C mj 11
umum sebagai berikut (Kuipers dan Deen, 2014): ( i )   i ( m 1 ) (14)
x x m x 2
C i  Ci
 i ( x, C )  ( i ( x, C ) )
t x x
 (3)
 (  i ( x, C )C i )  ri ( x, C )
x
i  1,2,..., N

Dengan satu kondisi awal dan dua kondisi batas,


Kondisi C i  f i (x)
t=0 (4)
Awal i  1,2,..., N
C i Gambar 2. Skema Diskritisasi Implisit Molekul Baker
x=0 a i ,1  bi ,1C i  d i ,1 (5) dan Oliphant (Kuipers dan Deen, 2014)
Kondisi x
Batas C i Bilangan Hatta adalah parameter tidak berunit
x=δ ai,2  bi , 2 C i  d i , 2 (6) yang sangat penting dalam reaksi fasa gas dan cair.
x Arti fisik dari bilangan Hatta (ϕ) dapat diekspresikan
sebagai rasio laju difusi dan laju reaksi. Bilangan Hatta
(ϕ) yang besar (ϕ > 2) menunjukan bahwa laju reaksi

80
Jurnal Integrasi Proses Vol. 7, No. 2 (Desember 2018) 78 - 86

lebih cepat dari laju difusi. Saat reaktan (komponen A) C A  C A,int


berdifusi dari fasa gas ke fasa cair, reaksi segera t>0
terjadi di interface. Bilangan Hatta (ϕ) yang kecil (ϕ < x=0 C B (23)
0,2) menunjukan laju reaksi yang lambat dan reaksi
0
Kondisi x
banyak terjadi di fasa cairan bulk (van Elk dkk, 2000). Batas C A
t>0 0
td x=δ
x (24)
2  (15)
C B  C B ,bulk
tr

Seperti yang telah dijelaskan pada bab Data kondisi referensi ditunjukan pada Tabel 1.
sebelumnya, enhancement factor (EAo) Waktu kontak (tc) ditentukan oleh diameter rata - rata
mendeskripsikan pengaruh reaksi kimia terhadap laju gelembung udara (db = 0,1 – 10 mm) dan kecepatan
perpindahan massa. rata – rata cairan (vl = 0,01 – 0,3 m/s) (Westertep dkk,
1990). Kedalaman penetrasi (δ) didefinikan sebagai
J A, ada reaksi fungsi waktu tinggal (t).
E Ao  (16) Konstanta laju reaksi (k) dan konsentrasi
J A, tidak ada reaksi komponen A di interface adalah parameter yang akan
divariasikan dalam penelitian ini. Variasi konstanta
laju reaksi (k) akan berpengaruh pada bilangan Hatta
Berdasarkan teori oleh van Krevelen dan Hoftijzer
(ϕ), sedangkan variasi konsentrasi komponen A di
(1948), enhancement factor (EAo) untuk perpindahan
interface (CA,int) akan berpengaruh pada enhancement
massa pada kondisi tunak (steady state) adalah fungsi
factor (EAo).
dari bilangan Hatta (ϕ). Enhancement factor
maksimum (EA∞) adalah enhancement factor paling
tinggi yang bisa didapat jika tidak ada resistan dalam db
tc  (25)
perpindahan massa. vl
E Ao  E A  / E A  1    DA t c (26)
Tanh E Ao  E A  / E A  1
E Ao  
(17)
 C A,bulk  Tabel 1. Data Kondisi Referensi / Studi Kasus
1  
 A, int Ao 
 C  Cosh  E  E  / E  1
A A  

(Westerterp dkk,1990; van Elk dkk, 2007)
Diameter gelembung udara (m) db 5,05x10-3
Kecepatan rata-rata cairan (m/s) vl 0,155
Dimana:
Difusivitas komponen A dan B
Enhancement  D B  C B ,bulk  DA,B 10-9
(m2/s)
Factor E A  1  
 (18) Konsentrasi B di cairan bulk
Maksimum  D A  C A,int  CB,bulk 1
(mol/m3)
Enhancement    JA  Konsentrasi A di interface
E Ao   
 (19) (mol/m3)
CA,int 0,01
Factor D  C
 A A , int  Konstanta laju reaksi (m3/(mol.s)) k 1000

Bilangan  k  C B ,bulk 
     (20) Berikut asumsi – asumsi yang digunakan dalam
Hatta
 DA  membangun model (van Elk dkk, 2007):
C A  Perpindahan massa dalam fasa gas bukanlah
Fluks molar J A  DA (21) faktor limitasi. Perpindahan massa yang dilihat
x x 0 hanya pada fasa cair.
 Kedalaman penetrasi diasumsikan sama dengan
Dalam penelitian ini, profil konsentrasi ketebalan film (dpen = δ).
bergantung pada waktu sehingga membentuk sistem  Perpindahan massa di fasa cair mengikuti model
persamaan differensial parsial parabola tak linear. penetrasi Higbie.
Perpindahan massa disertai reaksi kimia dapat  Reaksi terjadi hanya pada fasa cair.
dimodelkan sesuai dengan persamaan (1) dan (2).  Komponen B, C, dan D tidak mudah menguap dan
Penentuan Enhancement Factor dan bilangan Hatta tidak berdifusi ke fasa gas.
ditentukan dengan persamaan (17) – (21). Kondisi  Tidak terjadi dispersi axial pada fasa cair.
awal dan kondisi batas didefinisikan sebagai berikut:  Temperatur tidak mempengaruhi difusivitas,
absorpsi, dan reaksi.
Kondisi t=0 CA  0
(22)
Awal x=δ C B  C B ,bulk

81
Jurnal Integrasi Proses Vol. 7, No. 2 (Desember 2018) 78 - 86

3.2 Validasi Model: Pengaruh Waktu Tinggal (t)


Ketika gas diabsorpsi oleh fasa cair, maka terdapat
beberapa fenomena yang dapat terjadi, tergantung
pada kecepatan laju reaksi. Berdasarkan teori van
Krevelen dan Hoftijzer (1948), pada reaksi
irreversibel, semakin lama waktu tinggal maka
semakin banyak komponen A yang bereaksi dengan
komponen B. Berhubung asumsi dalam pembuatan
model ini mengikuti asumsi van Elk, dkk (2007), maka
solusi numerik yang dihasilkan harus memiliki
kesesuaian dengan teori van Krevelen dan Hoftijzer
(1948).
Pada model ini, reaksi diasumsikan terjadi pada
fasa cair sepanjang film penetrasi (δ). Komponen gas A
akan berdifusi dan bereaksi dengan komponen B di
Gambar 3. Model Penetrasi Higbie Berdasarkan
sepanjang film δ. Komponen B hadir dalam jumlah
Asumsi van Elk dkk (2007)
yang lebih besar dari komponen A. Reaksi komponen
A dengan komponen B bergantung pada waktu tinggal
komponen A sepanjang δ. Waktu tinggal (t) dihitung
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
berdasarkan persamaan 25, dimana waktu tinggal
3.1 Penentuan Jumlah Time Steps
diasumsikan sama dengan waktu kontak (t c) dan
Pemodelan absorpsi gas dilakukan dengan
merupakan fungsi diameter gelembung rata-rata dan
menggunakan metoda diskritisasi implisit. Dalam
kecepatan fasa cair rata-rata. Melalui persamaan ini,
metoda ini diperlukan penentuan time steps untuk
waktu kontak yang didapat adalah 3,25 ms.
memastikan solusi numerik yang dihasilkan memiliki
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh waktu
akurasi yang baik.
tinggal, maka waktu tinggal akan divariasikan dengan
Pada Tabel 2 terlihat pengaruh jumlah time steps
menjaga konstan ketebalan film (δ) dan difusivitas
pada akurasi perhitungan Enhancement factor (EA0).
komponen A (DA). Waktu tinggal yang divariasikan
Semakin banyak jumlah time steps yang dipilih, maka
merupakan dua kali dan sepuluh kali kelipatan dari
perhitungan akan memiliki akurasi yang semakin
waktu kontak.
tinggi. Akan tetapi, semakin banyak time steps juga
Pada Gambar 4 terlihat profil konsentrasi
akan meningkatkan beban kerja komputasi. Oleh
komponen A sepanjang δ pada berbagai waktu tinggal,
karena itu, dipilih 50 time steps pada penelitian ini
t. Dapat terlihat bahwa profil konsentrasi dan kondisi
karena selain memiliki keakuratan yang baik, beban
batas hasil simulasi masih mengikuti tren yang sesuai
kerja komputasi juga tidak terlalu besar.
dengan teori. Semakin lama waktu tinggal komponen
A, maka akan semakin banyak komponen A yang
Tabel 2. Pengaruh time steps pada akurasi simulasi
bereaksi dengan komponen B. Sehingga konsentrasi
(k = 1000 m3/mol.s & CA,int = 0,01mol/m3 )
komponen A sepanjang δ akan menurun seiring
Time Steps 30 40 50 60
dengan meningkatnya waktu kontak. Akibat waktu
EA0,teori 9,67 9,67 9,67 9,67 kontak yang semakin lama, konsentrasi komponen C
EA0,simulasi 9,45 9,57 9,61 9,63 (produk) yang dihasilkan juga akan semakin
Error(%) 2,27 1,01 0,55 0,36 meningkat. Hal ini terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Profil konsentrasi komponen A pada k = 1000 terhadap berbagai waktu kontak.
82
Jurnal Integrasi Proses Vol. 7, No. 2 (Desember 2018) 78 - 86

Pada Gambar 5 dapat terlihat profil konsentrasi


3.3 Validasi Model: Pengaruh Bilangan Hatta (ϕ) komponen A hasil simulasi numerik pada berbagai
Salah satu bilangan yang sering digunakan untuk layer bilangan Hatta (ϕ). Variabel konstanta laju
mengukur suatu fenomena absorpsi gas dan cairan reaksi (k) adalah variabel yang divariasikan dengan
adalah bilangan Hatta (ϕ). Seperti dijelaskan pada bab faktor 102 untuk mendapatkan bilangan Hatta (ϕ)
sebelumnya, bilangan Hatta (ϕ) menunjukkan rasio yang berbeda.
laju difusi terhadap laju reaksi. Jika melihat persamaan Seperti yang terlihat pada Gambar 5, ketika
20, bilangan Hatta (ϕ) dipengaruhi oleh konstanta laju bilangan Hatta (ϕ) meningkat maka konsentrasi
reaksi (k), difusivitas komponen A (DA), ketebalan film komponen A sepanjang δ akan menurun secara
(δ), dan konsentrasi komponen B di fasa bulk (CB,bulk). drastis. Hal ini menunjukkan, bahwa komponen gas A
Dengan mengasumsikan bahwa perpindahan massa bereaksi langsung ketika dikontakkan dengan
dalam fasa gas diabaikan dan reaksi hanya terjadi komponen B tanpa harus berdifusi sepanjang δ.
pada film fasa cair, maka pengaruh laju reaksi hasil Bilangan Hatta (ϕ) yang rendah menunjukkan bahwa
simulasi numerik perlu dianalisis lebih lanjut untuk komponen A dan B bereaksi lebih lama dibandingkan
dibandingkan dengan teori. Berdasarkan teori dari van dengan laju difusi komponen A. Akibatnya konsentrasi
Krevelen dan Hoftijzer (1948), semakin dominan laju komponen A yang cukup tinggi sepanjang δ. Profil
reaksi, maka kecepatan reaksi antara komponen A dan pada Gambar 5 masih mengikuti penjelasan teoritis,
B lebih cepat dibandingkan laju difusi A sepanjang film oleh karena itu, hasil simulasi dapat dibilang cukup
fasa cair. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya baik.
bilangan Hatta (ϕ).

Gambar 5. Pengaruh bilangan Hatta (ϕ) terhadap profil konsentrasi komponen A pada t = tc.

konsentrasi komponen A akan mempengaruhi nilai


3.4 Validasi Model: Pengaruh Enhancement Factor Enhancement factor (EA0), lihat Tabel 3.
(EA0) Pada Gambar 6 dapat terlihat profil konsentrasi
Selain bilangan Hatta (ϕ), Enhancement factor komponen A pada berbagai nilai Enhancement factor
(EA0) dapat digunakan untuk mengukur fenomena (EA0). Nilai Enhancement factor (EA0) yang rendah
absorpsi gas dan cairan. Enhancement factor (EA0) didapatkan saat konsentrasi komponen A di interface
adalah rasio antara laju perpindahan massa meningkat. Perilaku ini menunjukkan bahwa
komponen A sepanjang interface jika terdapat reaksi pengurangan konsentrasi komponen A di interface
terhadap laju perpindahan massa komponen A tanpa akibat reaksi kimia lebih kecil dibandingkan dengan
adanya reaksi. Nilai Enhancement factor (EA0) konsentrasi total komponen A di interface. Profil
menunjukkan kontribusi reaksi reaksi kimia pada konsentrasi pada Gambar 6 sesuai dengan penjelasan
perpindahan massa komponen. Semakin tinggi teoritis van Krevelen dan Hoftijzer (1948).
Enhancement factor (EA0) maka reaksi kimia memiliki
kontribusi yang tinggi terhadap perpindahan massa. Tabel 3. Variasi konsentrasi komponen A di interface
Akibatnya, konsentrasi komponen A di interface akan terhadap EA0 (t = 10tc dan k = 105 m3/mol.s)
menurun drastis. CA,int (mol/m3) EA0
Untuk melihat kesesuaian hasil numerik terhadap 0,01 62,55
penjelasan teoritis, maka konsentrasi komponen A di 0,1 10,90
interface divariasikan dengan faktor 10. Perubahan 1 1,99

83
Jurnal Integrasi Proses Vol. 7, No. 2 (Desember 2018) 78 - 86

Gambar 6. Pengaruh bilangan Hatta (EA0) terhadap profil konsentrasi komponen A pada k = 105.

Pada Gambar 7 dapat dilihat hasil perhitungan


3.5 Profil Numerik dan Teoritis: Bilangan Hatta Enhancement factor (EA0) pada berbagai bilangan
(ϕ) dan Enhancement Factor (EAo) Hatta (ϕ) berdasarkan perhitungan teoritis dan
Perhitungan teoritis yang ditampilkan numerik. Dapat terlihat bahwa hasil yang didapatkan
sebelumnya adalah perhitungan pada saat kondisi dengan solusi numerik sesuai dengan perhitungan
tunak (steady state). Oleh karena itu, untuk teoritis dari van Krevelen dan Hoftijzer (1948).
membandingkan dua kondisi tunak dari perhitungan Deviasi rata-rata antara hasil teoritis dan numerik
numerik dan teoritis, maka waktu tinggal sebanyak 10 sebesar 3,5%. Hasil ini dinilai cukup baik karena
kali waktu kontak dianggap cukup untuk penelitian yang dihasilkan oleh Westerterp (1990)
mengestimasikan kondisi tunak (steady state) pada memiliki deviasi rata-rata sebesar 3,1%. Oleh karena
simulasi numerik. Perbandingan hasil numerik dan itu, dapat disimpulkan model yang dibuat dapat
teoritis pada kondisi tunak dapat dilihat pada Gambar diaplikasikan untuk membuat simulasi absorpsi gas
7. reaksi orde dua pada kondisi tunak.

Gambar 7. Perbandingan solusi numerik dan teoritis (garis: solusi teoritis dan dot: solusi numerik).

pada kondisi tunak, maka model ini dapat


3.6 Profil Model Saat Kondisi Transient diaplikasikan untuk mengetahui apakah suatu kondisi
Tujuan utama dalam melakukan simulasi numerik proses sudah berjalan tunak atau belum dengan
ini adalah menghasilkan profil konsentrasi sepanjang membandingkan kurva bilangan Hatta (ϕ) dan
film pada absorpsi gas reaksi orde dua menggunakan Enhancement Factor (EAo).
model penetrasi Higbie. Dimana pada pemodelan ini, Kembali pada kasus awal dimana waktu tinggal
profil konsentrasi bergantung terhadap waktu. yang dihitung berdasarkan persamaan 25 adalah 3,25
Setelah mengetahui pemodelan bisa bekerja ms. Perbandingan solusi numerik dan teoritis dapat
dengan baik untuk simulasi absorpsi reaksi orde dua dilihat Gambar 8.
84
Jurnal Integrasi Proses Vol. 7, No. 2 (Desember 2018) 78 - 86

Gambar 8. Perbandingan solusi numerik dan teoritis pada kondisi transient (garis: solusi teoritis dan dot: solusi
numerik)
6. NOTASI
Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa solusi ϕ = Bilangan Hatta (-)
numerik pada kondisi transient memiliki perbedaan Φ = Spatial transformation (-)
yang cukup mencolok dengan kondisi tunak, terutama δ = Ketebalan film (μm)
pada saat nilai Enhancement factor maksimum (EA∞) EAo = Enhancement factor (-)
yang tinggi. Hasil menunjukkan bahwa waktu tinggal EA∞ = Enhancement factor maksimum (-)
sebesar 3,25 ms tidak cukup untuk mencapai kondisi CA = Konsentrasi komponen A (mol/m3)
tunak, hal ini ditunjukkan dengan nilai Enhancement = Konsentrasi komponen A di
CA,int
factor (EA0) yang lebih rendah dari perhitungan interface (mol/m3)
teoritis. Oleh karena itu, untuk meningkatkan = Konsentrasi komponen A bulk
CA,bulk
efektivitas, maka waktu tinggal antara fasa gas dan (mol/m3)
cairan perlu ditingkatkan. CB = Konsentrasi komponen B (mol/m3)
= Konsentrasi komponen B di
CB,int
4. KESIMPULAN interface (mol/m3)
Pemodelan dan validasi pemodelan absorpsi gas = Konsentrasi komponen B bulk
CB,bulk
pada reaksi orde dua telah berhasil dilakukan untuk (mol/m3)
kondisi tunak. Solusi numerik yang dibuat melalui db = Diameter gelembung udara (μm)
model ini memiliki hasil yang bersesuaian dengan dpen = Kedalaman penetrasi (μm)
hasil teoritis dari van Krevelen dan Hoftijzer (1948). DA = Difusivitas komponen A (m2/s)
Kondisi waktu tinggal yang dipilih (3,25 ms) ternyata DB = Difusivitas komponen B (m2/s)
belum mencapai kondisi tunak, dikarenakan solusi i = Komponen ke-n
numerik yang dihasilkan memiliki nilai Enhancement j = Reaksi ke-n
factor (EA0) yang lebih kecil dari solusi teoritis. Oleh JA = Flux molar (mol/m2.s)
karena itu, untuk meningkatkan efektivitas, maka k = Konstanta laju reaksi (m/s)
waktu tinggal antara fasa gas dan cairan perlu t = Waktu tinggal (s)
ditingkatkan. Validasi pemodelan sebaiknya dilakukan tc = Waktu kontak (s)
dengan membandingkan hasil solusi numerik dengan td = Waktu difusi (s)
data nyata hasil penelitian. tr = Waktu reaksi (s)
vl = Kecepatan rata-rata cairan (m/s)
5. ACKNOWLEDGMENT/UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Niels 7. DAFTAR PUSTAKA
Deen dan Hans Kuipers dari Technische Universiteit Banbelkacem, H., Debellefontaine, H., 2003,
Eindhoven yang telah memberikan kesempatan Modeling of a Gas Liquid Reactor in Batch
kepada penulis untuk melakukan analisis lebih lanjut Conditions, Chemical Engineering and
mengenai pemodelan absorpsi gas sebagai bagian dari
Processing, 42: 723 – 732.
tugas akhir Computational Fluid Dynamics. Penulis
juga berterima kasih kepada Andrea Nino, Eva Lacasa, Eldien, N.W., Mohammed, B.M., 2016, Enhancement
dan Dragana Stojanovic yang telah memberikan Factor Simulation of H2S Absorption by
masukan dalam pemodelan ini. Fe2(SO4)3 Aquaeous. International Journal of
Scientific and Research Publications, 6: 687-
693.

85
Jurnal Integrasi Proses Vol. 7, No. 2 (Desember 2018) 78 - 86

Kuipers, J.A.M., Deen, N.G., 2014, Computational van Krevelen, D.W., Hoftijzer,P.J., 1948, Kinetics of
Fluid Dynamic Courses in Process Industries, Gas Liquid Reactions, Recuiel, Volume 67,
Eindhoven University of Technology. Issue 7: 563-586.
van Elk,E.P., Borman, P.C., and Kuipers, J.A.M., 2000, van Swaaij,M.P.M., Versteeg, G.F., 1992, Mass
Modelling of Gas – Liquid Reactors – Transfer Accompanied with Complex
Implementation of The Penetration Model of Reversible Chemical Reactions in Gas Liquid
Gas – Liquid Process with The Presence of System: An Overview. Chemical Engineering
Liquid Bulk, Chemical Engineering Journal, 76: Science, Vol 47, No.13/14: 3181-3195.
223-237. Westerterp, K.R., van Swaaij, W.P.M, and
van Elk, E.P., Knaap, M.C., and Versteeg, G.F., 2007, Beenackers, A.A.C.M., 1990, Chemical Reactor
Application of The Penetration Theory for Gas Design and Operation. Wiley: New York, USA.
– Liquid Mass Transfer without Liquid Bulk,
Chemical Engineering Research and Design,
85(A4): 516–524.

86

You might also like