You are on page 1of 8

-Hospital

Tindakan pertama yang harus dilakukan pra-hospital adalah upaya menjauhkan korban dari sumber
kebakaran tanpa membahayakan personil yang menyelamatkan. Hindari jangan sampai penolong
terkena cedera pada saat memberikan pertolongan. Pemberian pertolongan pertama pada korban luka
bakar bukan hanya tugas dan tanggung jawab petugas pemadam kebakaran. Pada kejadian kebakaran
dimana didapat korban luka bakar massal maka harus dibentuk Pos Lapangan untuk menampung
seluruh korban dengan derajat keparahan dan luas luka bakar yang berbeda-beda sesuai dengan yang
tercantum dalam Sistem Penaggulangan Kegawat Daruratan Terpadu (SPGDT), Sistem Kesehatan
Nasional,Kemenkes RI. Hal utamayang harus diupayakan di-Pos Lapangan oleh tenaga medis adalah
menentukan derajat keparahan korban yang tepat di tempat dan waktu yang tepat, serta memberikan
penanganan yang tepat walaupun jumlah sumber daya yang tersedia sangat terbatas. Kegiatan tersebut
dikenal sebagai Triage (Field Triage). Dilakukan Triage di- Pos Lapangan yaitu memilah, memilih dan
mengklasifikasikan korban untuk menentukan prioritas pertolongan setelah dan rujukan. Yang dipilih
adalah korban yang kemungkinan berhasil diselamatkan dengan ketersediaan sarana pertolongan yang
dimiliki, terbatas. Dalil untuk merujuk korban yang kita anut adalah ”the right patient, to the right place
at the right time”. Walaupun prinsip dasar pertolongan pertama ditempat kejadian adalah sama pada
setiap kejadian luka bakar, namun beberapa diantaranya memiliki kekhasan sesuai dengan kondisi saat
kejadian ataupun jenis penyebab luka bakar. Berikut ini beberapa tips untuk penanganan awal yang
perlu dilakukan yaitu:

Selamatkan korban dari gedung atau tempat kebakaran: Segera evakuasi korban dari sumber api ke
tempat yang aman, Pos Lapangan pada musibah massal. Jangan biarkan korban lari, karena hal tersebut
hanya akan membuat nyala api pada badan korban bertambah besar. Korban harus tidur terlentang
atau telungkup dengan sisi yang terbakar pada bagian atas untuk mencegah penjalaran api ke bagian
tubuh yang tidak terbakar.

Bila area terlalu berasap dan berapi. Penolong harus mengikatkan tali pada pingganggnya sehingga
penolong lain dapat menolong dengan menariknya bila keadaan berbahaya. Penolong diharuskan
merayap guna mencegah terhirupnya gas toksik. Selain itu jarak pandang terasa lebih baik bila penolong
jalan merayap karena gas, asap, dan api cenderung bergerak ke atas. Selain itu penolong juga
diharuskan bernapas dengan masker, minimal saputangan basah untuk menyaring gas, karbon, dan
partikel toksik lainnya. Korban yang diketemukan harus dicurigai mengalami trauma inhalasi, setelah
korban di-evakuasi sebaiknya diposisikan duduk atau setengah duduk serta memperoleh siplemen
oksigen 100% bila tersedia .

Hentikan api dengan cepat. Menghentikan proses kebakaran merupakan hal utama untuk mencegah
kerusakan jaringan tubuh korban yang lebih lanjut. Siram air dalam jumlah yang banyak pada korban
untuk menghentikan nyala api. Dapat juga dengan air mengalir ataupun selang PDAM. Hindari menyiram
air dengan tekanan tinggi pada area wajah karena hal tersebut selain dapat menyebabkan nyeri juga
menimbulkan trauma lanjut pada mata. Tanggalkan pakaian yang terbakar. Bila air tidak tersedia,
gunakan zat cair lain yang tidak mudah terbakar. Segera setelah itu selimuti korban dengan kain katun
(misal kain kebaya, batik) sampai tempat rujukan. Hindari penggunaan nylon atau kain yang mudah
terbakar. Penggunaan alat pemadam api sangat bermanfaat. Jangan menggunakan pasir atau lumpur
untuk menghentikan api pada tubuh korban. Jangan mengguling-gulingkan korban untuk mencegah agar
api tidak menjalar ke bagian tubuh yang sebelumnya tidak cedera serta mencegah cedera lainnya.

Bila korban tidak mampu berjalan atau tidak sadar seperti sering terjadi pada trauma inhalasi di dalam
ruang tertutup, posisikan korban telentang dengan kedua extremitas atas direntangkan ke samping dan
ke atas kepala, lalu evakuasi korban ke luar ruangan dengan mengangkat.

Dinginkan luka bakar. Langkah pertama penatalaksanaan luka bakar setelah korban berhasil di-evakuasi
adalah menghentikan proses pemanasan jaringan tubuh korban. Hal ini dapat dilakukan di Pos Lapangan
pada musibah massal atau ditempat kejadian sebelum dilakukan transportasi ke IGD terdekat. Lepaskan
pakaian ataupun perhiasan yang menempel pada badan korban segera setelah api padam. Lelehan
material di atas luka bakar sebaiknya dibiarkan. Segala perhiasan logam segera dilepaskan karena dapat
mempertahanan panas. Cincin sebaiknya segera ditanggalkan sebelum terjadi edema pada jari.
Penghentian proses panas dengan air mengalir hanya efektif pada 10 menit pertama. Pada penderita
anak-anak, bayi, dan dewasa dengan luas luka bakar >25%, hindari pendinginan dengan air mengalir
dalam waktu yang lama. Jangan menggunakan es atau air es karena selain dapat menyebabkan mati
rasa maka hal tersebut memicu vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut
serta hipotermia. Setelah semua tersebut dikerjakan segera tutup luka bakar dengan kain kering dan
bersih.

Jangan memecah bula, jangan mengoleskan obat-obatan topikal apapun. Walaupun hal tersebut masih
cukup kontroversi, sebaiknya bula biarkan utuh pre-hospital hingga korban ditangani oleh dokter
spesialis di- IGD Rumah Sakit terdekat. Mengoles obat topikal akan mengacaukan pemeriksaan klinis
luka bakar yang akan dilakukan berikutnya.

Segera minta pertolongan medis. Hubungi tim medis terdekat pada saat memberikan pertolongan
pertama. Upayakan agar korban selalu didampingi oleh tim medis bila harus dirujuk.

Selama penanganan pertama, menunggu trasportasi korban diposisikan telentang sambil


memperhatikan kemungkinan terjadinya kondisi yang mengancam fungsi vital. Bila korban tidak sadar
dan tidak ada tanda napas, segera lakukan BLS. Bagi tenaga medis penanganan korban dari tempat
kejadian, Pos Lapangan pada korban massal dan selama transportasi ke Rumah Sakit mengikuti prinsip
dasar penanganan kegawatdaruratan karena trauma, yaitu ABCDE.

Airway: bebaskan jalan nafas pertahankan jalan nafas tetap bebas dengan memperhatikan tulang leher
bila ada kecurigaan ada trauma lain. Bila korban tidak sadar, potensial terjadi obstruksi yang ditandai
dengan terdengarnya suara nafas tambahan yang biasanya berupa crowing pertimbangkan intubasi dini.

Breathing: perhatikan nafasnya, adakah tanda distres nafas? Bila fasilitas dilapangan, Pos Lapangan ada,
maka segera berikan suplemen oksigen kalau perlu nafas dibantu, siapkan intubasi bila ada kecurigaan
kuat adanya smoke inhalation injury.
Circulation: hati2 korban luka bakar yang luas seringkali diketumukan dalam kondisi shock hipovolemia,
sesegera mungkin pasang double infus dan diguyur cairan kristaloid bila diperhitungkan untuk
transportasi memerlukan waktu lebih dari 30 menit ;

Disability: perhatian khusus apabila korban diketemukan dalam kondisi tidak sadar, pertimbangkan
intubasi dini bila fasilitas ada,

Enviroment: lepas pakaian korban yang terbakar, ganti dengan selimut, waspada hipotermia, lepaskan
benda logam yang dipakai misal: arloji, cincin, kalung.

The American Burn Association menetapkan kriteria rekomendasi korban perlu ditransfer ke-Rumah
Sakit yang memiliki fasiltas perawatan khusus, Burn Center. Untuk kondisi dinegeri kita adalah Rumah
Sakit Tipe A yang ada dokter ahli Bedah Plastik. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

Luka bakar minimal 20% dari total permukaan tubuh untuk pasien segala usia, atau 10% dari total
permukaan tubuh untuk anak dibawah 10 tahun atau dewasa diatas 50 tahun.

Luka bakar tingkat tiga yg mencakup total permukaan tubuh lebih dari 5%

Luka bakar tingkat dua atau tingkat tiga yg melibatkan daerah kritis (seperti: tangan, kaki, wajah,
perineum, alat kelamin, atau sendi utama ekstremitas.

Luka bakar yang berhubungan dengan trauma inhalasi

Luka bakar akibat sengatan listrik atau petir

Luka bakar berat yang komplikasi dengan trauma lain. Bila cedera traumanya lebih berbahaya dari luka
bakarnya, maka sebaiknya pasien dikirimkan ke trauma center terlebih dahulu

Penyakit pasien yang mempersulit penanganan luka bakar

Luka bakar akibat bahan kimia dari kosmetika yg membahayakan fungsi organ

Luka bakar melingkar pada kaki dan tangan.

Airway – Breathing. Pengelolaan Jalan nafas dan fungsi pernafasan.

Cedera pernafasan karena menghirup asap (Smoke Inhalation Injury, trauma inhalasi) saat kebakaran
terjadi pada seseorang yang mengalami kejadian terkurung dalam kebakaran terutama di tempat
tertutup. Trauma inhalasi adalah penyebab utama kematian dini pada korban kebakaran. Trauma
inhalasi menyebabkan cedera melalui beberapa mekanisme, termasuk cedera thermal pada saluran
nafas bagian atas, iritasi atau cedera akibat bahan kimia terhadap saluran nafas mulai dari jelaga,
keracunan karbon monoksida (CO) dan gas-gas yang lainnya seperti sianida. Trauma inhalasi
menimbulkan kerusakan parenkim paru dan karbon monoksida serta racun-racun yang lain
memungkinkan sebagai penyebab kematian dini. Pada pasien yang disebabkan oleh asap, keterangan
lengkap dari kejadian, seperti lamanya kejadian, banyaknya asap yg terhirup, dan perkiraan adanya
racun yang ada dalam asap tersebut dapat membantu menentukan dampak trauma inhalasi tersebut.
Keterangan rinci sering kali tidak atau sulit didapat. Informasi penting sehubungan dengan tempat
kejadian termasuk berapa banyak dan seberapa parah korban lainnya, terutama korban dengan
kehilangan kesadaran atau bahkan korban meninggal ditempat akan dapat. Selain itu, terjebak api di
tempat tertutup, waktu terjebak yang cukup lama, adanya air liur atau dahak yang mengandung jelaga.
Jelaga karbon biasanya tidak beracun, namun jelaga ini mungkin mengandung racun-racun lainnya yang
mungkin menempel pada permukaan jalan nafas. Keracunan yang bermakna terjadi karena menghirup
gas yang menimbulkan sesak nafas (asphyxiants), termasuk karbon monoksida (CO), nitrogen, dan gas
metan. Asphyxiant ini berbahaya karena mengganggu transport oksigen ke dalam jaringan tubuh.
Asphyxiant ini menggantikan posisi oksigen yg seharusnya dihirup dari udara atau mengganggu
transport oksigen jaringan dan sel dengan memblokir ikatan oksigen dengan hemoglobin atau
cytochrome oxidase (contoh: CO, Sianida). Karbon monoksida adalah komponen utama asap yang
dihasilkan akibat pembakaran yang tidak sempurna, khususnya pada kebakaran yang melibatkan kayu,
batubara, bensin, dan zat-zat organik lainnya. Afinitas gas CO 200x lebih besar daripada afinitas oksigen
terhadap hemoglobin berarti pada kondisi demikian hemoglobin akan lebih banyak mengikat CO
daripada Oksigen. Selain itu, keracunan CO yang bermakna dapat terjadi pada kondisi tidak ada nyala
api, yaitu sebagai akibat dari tidak berfungsinya peralatan sehari-hari (contoh: pemanas ruang yg kurang
ventilasi, gas untuk masak) atau akibat dari asap knalpot kendaraan baik yang disengaja atau tidak yaitu
karena ventilasi yang kurang memadai. Hidrogen sianida adalah asphyxiant yang dilepaskan selama
pembakaran yang tidak sempurna dari produk-produk seperti sellulosa, nylon, sutera, aspal, poliuretan,
dan plastik. Sianida memiliki karakteristik bau seperti kacang almond. Hidrogen sianida diserap secara
cepat dan menimbulkan efek toksik yang spontan apabila terhirup manusia.

Oleh karena hal-hal di atas maka pada waktu melakukan penilaian jalan nafas pada primary survey,
personil medis yang menjumpai korban dengan sesak nafas harus memikirkan penyebab kejadian
tersebut. Temuan yang diperoleh dari pemeriksaan fisik bisa meliputi: dahak/liur yang mengandung zat
karbon, bulu di wajah atau hidung yang terbakar, kulit wajah yang terbakar, suara serak, melengking
(crowing) karena edema pada oropharynx, luka pada mucosa saluran nafas bagian atas atau perubahan
status mental memperkuat akan adanya dugaan smoke inhalation injury. Gejala-gejala dari obstruksi
saluran pernafasan bagian bawah meliputi: takipneu, dyspneu (nafas pendek), batuk, suara nafas yang
melemah, ronkhi, suara mendengkur, dan retraksi otot pernafasan merupakan tanda dari distress nafas
akibat smoke inhalation. Sianosis bisa saja timbul namun harap diwaspadai bahwa sianosis bukanlah
indikator hipoksia yang bisa diandalkan karena hal ini bisa disebabkan oleh karbon monoksida atau
sianida. Hal-hal yang menyebabkan pasien mengalami sesak nafas: depresi CNS dan kesadaran
menurun, emosional, sakit kepala yang sifatnya temporer, melemahnya otot-otot secara umum dan
koma, hampir selalu disebabkan oleh keracunan CO. Pada kondisi ini maka suplemen oksigen mutlak
diperlukan, bila fasilitas ada dipakai oksigen dengan humidifier, oksigen dengan tabung air. Pada pasien
menunjukkan bronkhospasme dapat diberikan bronkodilator. Pasien yang mengalami kesulitan bernafas
harus diintubasi dan ventilasi dengan oksigen 100%. Edema jalan nafas bisa bertambah parah dalam 24-
48 jam dan mengakibatkan intubasi sulit atau tidak mungkin dilakukan. Intubasi orotrakeal dikenal
sebagai teknik yang umum digunakan untuk merawat jalan nafas pasien luka bakar.

b. Circulation. Pengelolaan shock

Perawatan pasien yang shock akibat luka bakar pada tahap pra-hospital harus meliputi memposisikan
kaki pasien setinggi 12 inci diatas tanah (shock position) dan memberikan suplemen oksigen bila fasilitas
ada. Indikasi diperlukannya resusitasi cairan pra-hospital adalah jika luas luka bakarnya melebihi 20%
dari total permukaan tubuh dan pasien mengalami shock serta perjalanan menuju IGD terdekat lebih
dari 30 menit.

Resusitasi cairan

Resusitasi cairan tidak perlu dilakukan pra-hospital jika pasien bisa mencapai Rumah Sakit dalam waktu
kurang dari 30 menit. Bika mungkin dimulai dengan menggunakan cairan hangat. Akses vena boleh
dimasukkan melalui kulit yg terbakar jika tidak ada bagian kulit yang tidak terbakar dan bila
memungkinkan difiksasi dengan jahitan. Jika akses IV tidak memungkinkan, metoda akses interosea bisa
dilakukan bila peralatan ada. Hal ini penting karena luka bakar yang meluas melebihi 15% dari
permukaan tubuh pasien mungkin akan menimbulkan shock sebagai akibat dari hipovolemia. Cidera
mikrovaskular yang disebabkan oleh luka bakar akan mengakibatkan naiknya permeabilitas vaskular
dengan terjadinya edema yang disebabkan oleh menurunnya volume plasma. Edema akan maksimal
setelah 8-12 jam pada kasus luka kecil dan 24-48 jam pada kasus luka besar. Tujuan resusitasi cairan
adalah untuk mengembalikan volume plasma efektif, menghindari iskemik mikrovaskular dan
mempertahankan perfusi organ vital. Pada pasien anak-anak resusitasi cairan tidak disarankan untuk
dilakukan di tempat kejadian karena sulit untuk memasukkan jarum infus pada pembuluh vena yang
kecil. Ketika resusitasi cairan dibutuhkan pada pasien dewasa, dapat digunakan cairan kristaloid Ringer
Lactated, Ringer Asetat atau Normal Saline. Lengan masih merupakan bagian terbaik untuk pemasangan
akses vena. Kecepatan aliran dan jumlah cairan infus ditentukan berdasarkan status klinis pasien,
utamnya produksi urine yang diukur tiap jam

d. Mendinginkan jaringan yang terbakar

Temperatur subkutan cenderung meningkat untuk beberapa saat walaupun sumber panas telah
dihilangkan. Setelah itu kira-kira 3 menit kemudian suhu tubuh akan kembali normal. Lepaskan pakaian
ataupun perhiasan yang menempel pada badan korban segera setelah api padam. Lelehan material di
atas luka bakar sebaiknya dibiarkan. Segala perhiasan logam segera dilepaskan karena dapat
mempertahanan panas. Cincin sebaiknya segera ditanggalkan sebelum terjadi edema pada jari.
Mendinginkan luka bakar dengan keran air terbukti efektif untuk menurunkan panas, meredakan nyeri,
serta meminimalisir onset panas dan edema akibat luka bakar dengan cara menghambat pelepasan
histamin oleh sel mast pada kulit. Penghentian proses panas dengan air mengalir hanya efektif pada 10
menit pertama. Selanjutnya, air mengalir hanya memberikan efek analgesia pada penderita. Pada
penderita anak-anak, bayi, dan dewasa dengan luas luka bakar >25%, hindari pendinginan dengan air
mengalir dalam waktu yang lama karena akan menimbulkan hipotermia dengan segala komplikasinya.
Pendinginan luka bakar lokal yang hanya mencakup kurang dari 9% total permukaan tubuh bisa
diteruskan sampai lebih dari 30 menit untuk meredakan sakitnya, namun pada luka bakar yang lebih
luas, akan menimbulkan hipotermia yang pada akhirnya akan mengakibatkan fibrilasi, henti jantung.
Menyiram kulit pasien secara berlebihan dengan cairan dingin atau membiarkannya dengan kain basah
yang menempel di badannya tidak akan meringankan luka bakarnya, akan tetapi justru sangat memicu
timbulnya hipotermia serta melemahkan jaringan kulit yang masih sehat disekeliling luka bakarnya.
Penulis lain menganjurkan untuk pendinginan jaringan yang terbakar maka pasien direndam dalam air
dingin (1-5oC) selama kurang lebih 30 menit jika transportasi pasien tidak bisa dilakukan segera. Hal ini
harus segera dilakukan karena pendinginan ini tidak akan bernilai terapi bila tertunda lebih dari 30 menit
setelah kejadian. Jangan menggunakan air es, karena bisa memperparah kerusakan kulit dan hipotermia.
Jangan menggunakan es langsung pada luka bakar karena akan mengakibatkan cidera jaringan kulit yang
makin parah karena radang dingin. Keuntungkan dari perawatan dengan air dingin pada kulit dan
jaringan yang terbakar karena mekanisme sebagai berikut:

Dingin menghambat produksi laktase dan asidosis, oleh karena itu hal ini meningkatkan fungsi
katekolamin dan homeostasis kardiovaskular.

Dingin menghambat pelepasan histamin pada luka bakar, memblokir kenaikan mediasi histamin
ditempat luka dan tempat-tempat lainnya dalam segi permeabilitas vaskular sehingga meminimalkan
terjadinya edema dan kebocoran cairan intravaskular.

Dingin menekan produksi tromboksan yang merupakan mediator kemacetan vaskular dan
berkembangnya iskemik dermal setelah terjadinya luka bakar.

Korban kebakaran sering mengeluh kedinginan sebagai dampak dari hilangnya cairan dan panas
tubuhnya melalui kulitnya yang terbakar. Kehilangan panas badannya bisa dikurangi dengan
menempatkan kain bersih sebagai alas pasien kemudian menyelimutinya dengan kain bersih lainnya
serta ditambah selimut yg bersih juga. Bagian dalam kendaraan angkut (ambulan) harus dibuat hangat
untuk membuat pasien merasa nyaman. Tujuannya adalah untuk “mendinginkan luka bakarnya tetapi
menghangatkan pasien”. Luka bakar kecil bisa didinginkan dengan air kran dan diverban setelah masalah
yang lebih mengancam jiwa telah teratasi. Setelah semua tersebut dikerjakan segera tutup luka bakar
dengan kain kering dan bersih, kantung plastik, atau plastik pembungkus makanan yang terbuat dari
PVC. Plastik PVC mudah mengikuti kontur tubuh bermanfaat untuk meminimalkan kontaminasi dengan
melindungi luka dari infeksi sekunder dan memberikan proteksi yang baik selama transportasi rujukan.
Pendinginan luka yang benar serta penutupan luka yang baik sangat membantu dalam mengurangi
intensitas nyeri luka bakar. Jangan lupa untuk memberi pasien analgesia yang cukup, morfin im atau iv
2.5 – 5mg yang diteruskan dengan infus kontinyu 0.5-1 mg/ jam (Infusion/ Syringe Pump) masih
merupakan pilihan dengan obeservasi yang baik . Pada luka bakar dengan riwayat shock lebih baik
diberikan Ketamin dosis kecil, dosis analgesia yaitu 0.25-0.5mg/kgBB iv atau im.

e. Pemeriksaan cedera lain

Kondisi panik saat kebakaran seringkali menyebabkan terjadinya trauma lain. Kecurigaan adanya fraktur
ekstremitas sebaiknya segera ditanggulangi dengan pemasangan bidai, perdarahan dibebat, serta
prinsip imobilisasi saat transfer pada pasien dengan kecurigaaan trauma tulang leher atau trauma spinal
perlu mendapat perhatian khusus.

f. Memindahkan pasien ke pusat perawatan luka bakar

Ambulan dengan tenaga medis terlatih bila mampu mencapai Burn Center Rumah Sakit tipe-A dalam
waktu 30 menit, maka sebaiknya segera dilakukan meskipun harus mengabaikan IGD Rumah Sakit
lainnya yang mungkin lebih dekat. Bila untuk tranfer tidak bisa ditempuh dalam 30 menit maka pasien
hendaknya dibawa ke IGD Rumah Sakit terdekat. Dokter yang merujuk pasien juga harus memastikan
bahwa sudah melakukan yang terbaik untuk pasien luka bakar tersebut:

Pasien sudah tidak mengalami masalah pernafasan dan sirkulasi, artinya survey sekunder sudah selesai
dan pasien tetap stabil, transportable

Menutupi tubuh pasien yang ditransfer dengan kain kering

Crew ambulan yang tepat, berpengalaman untuk mencegah dan menanggulangi kondisi pasien menjadi
hipotermia dan kondisi gawat lain yang mungkin timbul selama transportasi.

Ambulan dilengkapi dengan alat dan obat emergency yang siap pakai termasuk oksigen.

Menggunakan kain yg direndam cairan garam justru menambah resiko hipotermia

Mengoleskan cream antimikroba akan memperlambat transfer pasien dan cream ini juga harus segera
dibersihkan ketika pasien sudah sampai di IGD Rumah Sakit atau Burn Center. Sebelum mentransfer
pasien, dokter yang merujuk harus memastikan bantuan ABC yang cukup bagi pasien:
Bila pasien mengalami resiko distress nafas, lakukan intubasi sebelum pasien ditransfer. Bantu dengan
oksigen 100%

Stabilkan status sirkulasinya dengan resusitasi cairan. Berikan cairan kristaloid sesuai dengan pedoman
yang dianut (Baxter, Parkland formula) observasi tiap jam lebih bermanfaat (misal: output urine pasien).

Pastikan akses vaskular yang cukup untuk resusitasi cairan dan pemberian analgesik .

Jelaskan pada petugas transport tentang kadar dan jumlah analgesik yang bisa diberikan selama
pemindahan pasien

Sangatlah penting untuk melakukan komunikasi antar dokter sebelum mentransfer pasien. Dokter yang
menerima pasien di IGD atau Burn Center dapat memberi saran yang diperlukan. Selama transfer, infus
cairan, suplemen oksigen, dan analgesia harus tetap diberikan. Transfer membutuhkan cadangan cairan,
obat-obatan darurat, oksigen, ambubag, dll yang selalu tersedia di dalam ambulan. Informasikan ke-
Rumah Sakit rujukan meliputi jumlah korban, kondisi korban, pertolongan yang telah diberikan, serta
perkiraan waktu tiba. Dokumentasi perawatan pasien dan temuan apapun sudah harus disediakan pada
waktu perjalanan Laporan mengenai pertolongan yang telah dberikan terutama jumlah cairan yang telah
diberikan serta obat-obatan lain harus diinformasikan oleh staf yang mengantar dan kepada staf
penerima rujukan.

You might also like