You are on page 1of 22

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kajian Pustaka
1. Konsep Respone Time
a. Pengertian Respone Time
Respon time (waktu tanggap) perawat merupakan indikator proses
untuk mencapai indikator hasil yaitu kelangsungan hidup. Respon time
adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan
yang sesuai dengan kegawatdaruratan penyakitnya sejak memasuki pintu
IGD (Depkes, 2010).
Menurut Kepmen: No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 kecepatan pelayanan
yaitu standar waktu pelaksanaan tindakan yang dilakukan tenaga
penyelenggara layanan, yang dimaksudkan adalah pelaksanaan tindakan
yang dilakukan oleh dokter maupun perawat maks imal dalam waktu 5
menit mulai pasien datang di IGD sampai pasien pulang atau dipindahkan
keruang rawat inap.
Salah satu prinsip umum pelayanan IGD di RS adalah respon time
pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit sampai di
IGD (Depkes RI,2010). Waktu tanggap gawat darurat merupakan
gabungan dari waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit
sampai mendapat respon dari petugas Instalasi Gawat Darurat (respon
time) dengan waktu pelayanan yang diperlukan sampai selesai proses
penanganan kegawatdaruratan (Haryatun & Sudaryanto, 2008).
Response time (waktu tanggap) pada sistem realtime, didefinisikan
sebagai waktu dari saat kejadian (internal atau eksternal) sampai instruksi
pertama rutin layanan yang dimaksud dieksekusi, disebut dengan event
response time. Sasaran dari penjadwalan ini adalah meminimalkan waktu
tanggap Angka keterlambatan pelayanan pertama gawat darurat
/emergency respon time rate.(Prasetya J.A,2017).
Response time juga dikategorikan dengan prioritas P1 dengan
penanganan 0 menit, P2 dengan penanganan <30 menit, P3 dengan
penanganan <60 menit. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan
sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit
sesuai standar (Kepmenkes, 2009).
Standar respon time tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pasien gawat
darurat harus terlayani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di gawat
darurat.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Time
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wa Ode, et al (2012)
mengatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan response time
penanganan kasus di IGD adalah:
1) Tingkat kegawatan (Triase)
Pelaksanaan triase sangat mempengaruhi respon time, jika triase
tidak dilakukan dengan tepat maka akan memperlambat waktu
tanggap yang akan diterima pasien sehingga akan meningkatkan
resiko kerusakan organ atau kecacatan, dan bahkan sampai kematian
pasien. Selain itu juga akan berpengaruh pada kualitas pelayanan
kesehatan rumah sakit
2) Internal dan eksternal
Yoon et al (Kelmanutu, 2003) mengemukakan faktor internal
dan eksternal yang mempengaruhi faktor keterlambatan penanganan
kasus gawat darurat antara lain karakter pasien, penempatan staf,
ketersediaan stretcher (alat yang digunakan memindahkan pasien ke
ambulans) dan petugas kesehatan, waktu ketibaan pasien, pelaksanaan
manajemen dan strategi pemeriksaan dan penanganan yang dipilih.
Hal ini bisa dipertimbangkan dalam menentukan konsep waktu
tanggap penanganan kasus di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah
sakit.
3) Strategi waktu tanggap
Selain itu faktor – faktor yang mempengaruhi respon time
adalah strategi waktu tanggap (respon time) yaitu kecepatan dan
ketepatan pelayanan di suatu rumah sakit yang dapat memberikan
keyakinan kepada pelanggan agar selalu menggunakan jasa pelayanan
kesehatan di rumah sakit tersebut (Suyanto, 2010). Kecepatan dan
ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien
yang datang ke instalasi gawat darurat (IGD) memerlukan
standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuan sehingga dapat
menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan waktu tanggap
yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini di capai dengan
meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan
manajemen instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit sesuai standar
(Keputusan Menteri Kesehatan, 2009).
a) Kecepatan Pelayanan
Kecepatan pelayanan waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan kegawat daruratan
penyakitnya sejak memasuki pintu instalasi gawat darurat (IGD).
Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat
diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit
penyelenggara pelayanan
(Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003). Kecepatan pelayanan
dalam hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh
dokter dan perawat dalam waktu kurang 5 menit dari pertama
kedatangan pasien ke IGD.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sabriya (2013) tentang
faktor – faktor yang berhubungan dengan ketepatan waktu
tanggap penanganan kasus pada respon time I di Instalasi Gawat
Darurat Bedah dan Non-Bedah RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
menunjukkan bahwa ketepatan waktu tanggap penanganan kasus
IGD Bedah yaitu 67,9% tepat waktu dan 32,1% tidak tepat
sebagai kesimpulan faktor yang berhubungan dengan waktu
tanggap penanganan kasus di instalasi gawat darurat (IGD) Bedah
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu ketersediaan stretcher
serta petugas triase dan instalasi gawat darurat (IGD) Non-Bedah
yaitu ketersediaan stretcher.
b) Ketepatan Pelayanan
Menurut Lovelock dan Wright (2002), ketepatan waktu
adalah kesesuaian pelayanan medis yang diberikan dari apa yang
dibutuhkan dari waktu ke waktu. Tjiptono (2005), mendefinisikan
ketepatan waktu adalah mencangkup dua hal pokok, yaitu
konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk di percaya
(dependability). Hal ini berarti rumah sakit memberikan jasanya
secara tepat semenjak saat pertama (right the first time).
Ketepatan pelayanan adalah waktu yang dibutuhkan pasien
untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan kegawat
daruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD. Ketepatan
pelayanan dalam hal ini adalah ketepatan dalam pelaksanaan atau
pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang dari 5
menit dari pertama kedatangan pasien di IGD.
c. Klasifikasi Respon Time Berdasarkan Kegawatan
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita
gawat darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai
kepada penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau
sewaktu bencana. Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung pada
kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian pertolongan untuk
menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian,
dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit (Moewardi, 2017).
d. Dampak Respone Time
Response time sangat berdampak pada tingkat kepuasan pasien.
Berdasarkan penelitian terkait kepuasan pasien terhadap response time
yang dilakukan oleh Widodo E, et al (2015)mendapatkan hasil tingkat
kepuasan pasien yang tinggi yaitu 87,4% dari 95 pasien yang diberikan
tindakan oleh perawat di RS. Panti Waluyo Surakarta. Selain itu, response
time yang cepat dari perawat juga akan bermanfaat bagi pasien dengan
trauma ataupun pasca kecelakaan. Pada kasus henti jantung jika tidak
ditangani dalam waktu 4 menit maka akan mengakibatkan kerusakan pada
otak dan kematian akan terjadi jika tidak ditangani dalam 10 menit (AHA,
2015)
e. Pengukuran Respone Time
Kecepatan pelayanan petugas di Instalasi Gawat Darurat merupakan
indikator standart pelayanan rumah sakit dalam pengukuran respon time
yang merupakan jumlah komulatif waktu akan diperlukan sejak pasien
datang saat dilayani oleh petugas IGD dengan waktu <5 menit sesudah
pasien datang dengan pelayanan yang cepat, tepat serta mampu mengatasi
pasien gawat darurat(Kemenkes. 2009). Menurut ATS ( Australian Triage
Scale) berprinsip dari model Triase, adalah titik kontak pertama pasien
pada saat kedatangan di IGD, yaitu :
1) Untuk mengurangi antrian, proses triase dan registrasi dilakukan
secara simultan atau gunakan pendaftaran mobile (di sisi tempat tidur
pasien) oleh staf administrasi.
2) Triase dilakukan tidak > 5 menit.
3) Setelah triase perawat senior melakukan pengkajian triase
menggunakan ATS.
4) Kemudian memilah pasien ke dalam bagain-bagian ruangan IGD,
bagian resusitasi/trauma, akut atau sub acute. Semua pemeriksaan di
IGD diselesaikan dalam waktu 2 jam untuk selanjutnya ditransfer ke
area yang paling sesuai untuk perawatan.(Hodge et al., 2013).
2. Konsep Kepuasan
a. Pengertian Kepuasan
Kepuasan adalah suatu tingkat perasaan pasien dan keluarga yang
timbul sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh
setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya
(Pohan, 2017).
Nursalam (2013), menyebutkan kepuasan adalah perasaan senang
seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap
aktifitas dan suatu produk dengan harapannya, sedangkan ketidakpuasan
pasien dan keluarga timbul karena terjadinya kesenjangan antara harapan
dengan kinerja layanan kesehatan yang dirasakannya sewaktu
menggunakan layanan kesehatan.
Pasien dan keluarga yang mengalami kepuasan terhadap layanan
kesehatan yang diselenggarakan cenderung mematuhi nasihat, setia, atau
taat terhadap rencana pengobatan yang telah disepakati. Sebaliknya,
pasien dan keluarga yang tidak merasakan kepuasan atau kekecewaan
sewaktu menggunakan layanan kesehatan cenderung tidak mematuhi
rencana pengobatan, tidak mematuhi nasihat, berganti dokter atau pindah
kefasilitas layanan kesehatan lainnya (Pohan, 2017).
b. Klasifikasi Kepuasan
Menurut Gerson (2019), untuk mengetahui tingkat kepuasan
pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai
berikut :
1) Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan
pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya
atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu
bersih (untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau
kurang ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas
yang kategori sedang.
2) Tidak memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien
rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai
kebutuhan atau Penilaian Kepuasan.
Menurut Sabarguna (2018), penilaian kepuasan pasien penting
diketahui karena:
1) Kepuasan pasien merupakan bagian dari mutu pelayanan, karena
upaya pelayanan haruslah dapat memberikan kepuasan, tidak semata-
mata kesembuhan belaka.
2) Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit :
a) Pasien yang puas akan memberi tahu pada teman, keluarga dan
tetangganya.
b) Pasien yang puas akan datang lagi kontrol, atau membutuhkan
pelayanan yang lain.
c) Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pasien baru.
d) Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana
yang terbatas, peningkatan pelayanan harus efektif dan sesuai
dengan kebutuhan pasien.
e) Analisis kuantitatif Dengan bukti hasil survai berarti tanggapan
tersebut dapat diperhitungkan dengan angka kuantitatif tidak
perkiraan atau perasaan belaka, dengan angka kuantitatif
memberikan kesempatan pada berbagai pihak untuk diskusi.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Kepuasan pasien yang mendapat pelayanan di IGD dipengaruhi oleh
beberapa faktor menurut Moison, Walter dan White (dalam Haryanti,
2020), antara lain yang bersangkutan dengan:
1) Harga
Harga merupakan aspek penting dalam penentuan kualitas guna
mencapai kepuasan pasien. Elemen ini mempengaruhi pasien dari segi
biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan
maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
2) Kualitas pelayanan
Keramahan petugas rumah sakit dan kecepatan dalam
pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan
pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain
yang berkunjung di rumah sakit. Kepuasan muncul dari kesan pertama
masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Dapat
dijabarkan dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan,
informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi,
support, seberapa tanggap dokter / perawat di ruangan IGD, rawat
jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter / perawat dihubungi,
keteraturan pemberian meal, obat, pengukuran suhu dan sebagainya
(Lusa, 2017).
3) Lokasi
Meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.
Lokasi merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan
dalam memilih rumah sakit. Akses menuju lokasi yang mudah
dijangkau mempengaruhi kepuasan klien dalam memanfaatkan
fasilitas kesehatan di rumah sakit maupun pusat jasa kesehatan lainnya
(Heriandi, 2017). Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat
perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan
lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang
membutuhkan rumah sakit tersebut.
4) Fasilitas
Kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian
kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan
prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar
rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian
kepuasan klien, namun rumah sakit perlu memberikan perhatian pada
fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk menarik
konsumen.
5) Kegiatan dan prasarana Rumah Sakit
Berbagai kegiatan dan prasarana kegiatan pelayanan kesehatan
yang mencerminkan kualitas rumah sakit merupakan determinan
utama dari kepuasan pasien. Pasien akan memberikan penilaian
(reaksi afeksi) terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang
diterimanya maupun terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian
mereka terhadap kondisi rumah sakit (mutu baik atau buruk)
merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya berdasarkan
pengalaman subjektif individu pasien (Utama, 2021).
6) Image
Yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap
lingkungan. Image memegang peranan penting terhadap kepuasan
pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan
dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam
menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara pandang melalui
pancaindera dari informasi-informasi yang didapatkan dan
pengalaman baik dari orang lain maupun dirisen diri sehingga
menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut,
meskipun dengan harga yang tinggi, pasien akan tetap setia
menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan harapan-harapan yang
diinginkan pasien.
7) Desain visual
Meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang
tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan
kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual
harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan
pasien atau konsumen. Aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang
lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan
minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC,
pembuangan sampah, kesegaran ruangan dan lain-lain (Lusa, 2017).
8) Waktu tunggu
Lamanya waktu tunggu pasien dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang dibutuhkannya akan berpengaruh terhadap kepuasan
pasien. Petugas yang terlalu lama/kurang cepat dalam memberikan
pelayanan baik pelayanan karcis maupun pelayanan medis dan obat –
obatan akan membuat pasien kurang puas terhadap pelayanan
kesehatan yang diterimanya.
9) Suasana
Meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah
sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat
mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya.
Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi
orang lain yang berkunjung kerumah sakit akan sangat senang dan
memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi
pengunjung rumah sakit tersebut. Menurut Lusa (2017), aspek ini
tidak hanya penting untuk memberikan kepuasan semata, tetapi juga
memberi perlindungan kepada pasien. Keselamatan pasien, yaitu
upaya perlindungan pasien darihal-hal yang dapat membahayakan
keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran, dan lain-lain adalah
aspek penting yang menentukan kepuasan.
10) Komunikasi
Tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan
keluhan- keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien
dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam
memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya
tombol panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi
yang memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa
rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di
rumah sakit. Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur
kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan
informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam
persepsi kepuasan pasien RS. Tidak jarang walaupun pasien /
keluarganya merasa outcome taksesuai dengan harapannya merasa
cukup puas karena dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan
dan martabatnya (Suryawati dkk, 2016).
d. Indikator Kepuasan
Menurut Parasuraman dalam Syafrudin (2011), terdapat lima
dimensi dalam pengukuran kepuasan pasien yang biasa dikenal dengan
istilah kualitas layanan “RATER” (responsiveness, assurance, tangible,
empathy, dan reliability). Lebih jelasnya dapat diuraikan mengenai
bentuk-bentuk aplikasinya sebagai berikut :
1) Daya tanggap (responsiveness)
Daya tanggap (Responsiveness) adalah keinginan untuk
membantu dan menyediakan jasa pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan pasien. Hal ini meliputi kejelasan informasi, waktu
penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan
kesehatan, kesediaan pegawai dalam membantu pasien, keluangan
waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat.
2) Jaminan (Assurance)
Jaminan (Assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang
ditawarkan memberikan jaminan keamanan yang meliputi
kemampuan SDM (tenaga medis dan non medis), rasa aman selama
berurusan dengan petugas rumah sakit, kesabaran petugas, dukungan
pimpinan terhadap staf.
3) Bukti fisik (Tangible)
Bukti fisik (Tangible) yang meliputi fasilitas fisik rumah sakit,
mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana,
kondisi SDM (medis dan non medis) rumah sakit dan keselarasan
antara fasilitas fisik dengan jenis jasa pelayanan yang diberikan.
4) Empati (Empathy)
Empati (Empathy) berkaitan dengan pemberian perhatian penuh
kepada konsumen yang meliputi perhatian kepada pasien dan
keluarga, perhatian petugas secara pribadi, pemahaman akan
kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan konsumen,
kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen.
5) Reliability (kepercayaan)
Reliability (kepercayaan) adalah pelayanan yang disajikan
dengan segera dan memuaskan dan merupakan aspek-aspek keandalan
system pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi
kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana, kepedulian
perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandala
penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai
dengan janji yang diberikan, dan keakuratan penanganan.
e. Pengukuran Kepuasan
Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan atau
penerima pelayanan maka perlu dilakukan pengukuran. Pengukuran
tingkat kepuasan dimulai dari penentuan pelanggan, kemudian dimonitor
dari tingkat kualitas yang diinginkan dan akhirnya merumuskan strategi.
lebih lanjut juga dikemukakan bahwa harapan pelanggan dapat terbentuk
dari pengalaman masa lalu, komentar dari kerabat serta janji dan
informasi dari penyedia jasa dan pesaing (Supranto, 2019).
Kotler yang dikutip oleh Tjiptono (2011), mengidentifikasi 4 metode
untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :
1) Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer
oriented) perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan
nyaman bagi para pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik,
pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa
kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis (yang mudah
dijangkau atau sering dilewati), kartu komentar (yang bisa diisi
langsing atau dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telepon
khusus bebas pulsa, website dan lain-lain. Tidak semua pelanggan
yang tidak puas menyampaikan keluhannya.
2) Ghost shopping (mystery shopping)
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan
pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost
shoppers untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan
potensial produk perusahan dan pesaing. Mereka diminta berinteraksi
dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk/jasa perusahaan.
Berdasarkan pengalamannya tersebut, mereka kemudian diminta
melaporkan temuan-temuannya berkenaan dengan kekuatan dan
kelemahan produk perusahaan dan pesaing. Biasanya para ghost
shopper diminta mengamati secara seksama dan menilai cara
perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan,
menjawab petanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.
3) Lost customer analysis
Sedapat mungkin perusahaan menghubungi para pelanggan
yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar
dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil
kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Hanya saja kesulitan
penerapan metode ini adalah pada mengidentifikasi dan mengkontak
mantan pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi
terhadap kinerja perusahaan.
4) Survey kepuasan pelanggan
Sebagian besar riset kepuasan pelanggan menggunaka metode
survey, baik survey melalui pos, telepon, e-mail, websites dan
wawancara langsung. Melalui survey perusahaan akan memperoleh
tanggapan dan balikan secara langsung dari pelanggan dan juga
memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian
terhadap para pelanggannya
Menurut supriyanto ( 2021 ) pengukuran dan analisis kepuasan dapat
dilakukan melalui beberapa macam cara, antara lain dengan model stimuli
– penilaian - reaksi dan model kesenjangan, yang di jelaskan sebagai
berikut :
1) Model stimulasi-penilaian-reaksi
a) Metode Skala
Instrument ini meminta individu menilai derajat kesukaan
atau persetujuan, dan penilaian atau tingkat kepuasan yang dapat
di nyatakan dalam bentuk skala. Skala penilaian bisa ganjil atau
genap seperti :
4 = sangat puas
3 = puas
2 = tidak puas
1 = sangat tidak puas
Dalam penetapannya banyaknya skala dapat 2, 4, 6, 8, 10.
Analisa hasil dengan skala dapat di tentukan atas nilai rata – rata
dan simpangan bakunya
b) Prosedur skala
Langkah awal 1) tentukan skala standar. Skala ini dapat
berdasarkan nilai skala terendah dari pengukuran, dapat di
tentukan peneliti berdasarkan tujuannya. Langkah berikutnya 2)
menghitung nilai rata – rata. Nilai rata – rata komposit adalah
penjumlahan nilai skala dari individu yang di amati dibagi jumlah
individu.
c) Analisis hasil
Nilai tengah skala adalah (1+7) : 2 = 4 (bila ini akan menjadi
standar). Bila kuesioner di tujukkan pada 30 orang dan di dapatkan
nilai rata – rata komposit adalah 6,2 artinya di atas nilai standar 4,
maka responden tersebut puas dengan atribut layanan tersebut.
Bila rata – rata ( 2,2 ) maka responden tersebut tidak puas ( 2,2
lebih dekat dengan 2 ). Nilai komposit mendekati sangat puas
adalah nilai yang menjamin terjadinya loyalitas responden. Nilai
komposit puas ada kemungkinan mereka kembali atau
meninggalkan, tidak mau kembali bila membutuhkan di lain waktu
2) Model kesenjangan
a) Pengukuran
Ada dua hal yang perlu di bandingkan yaitu harapan pasien
(E = Expectation) dan kenyataan (A = Actual) yang di terima
pasien akan layanan kesehatan. Harapan pasien dapat dinyatakan
dengan skala 1 sampai 4. Skala 1 = tidak berharap, skala 2 =
kurang berharap, skala 3 = berharap, skala 4 = sangat berharap,
sedangkan kenyataan yang di terima juga dinyatkan dengan skala
yang sama, skala 1 = tidak setuju, skala 2 = kurang setuju, skala 3
= setuju, skala 4 = sangat setuju.
b) Analisis
Ada masalah kepuasan bila ditemukan A < E atau A – E
= < 1. Nilai A = E adalah puas atau tidak ada keluhan, sedangkan
A > E atau A – E = > 1 adalah sangat puas. Dalam persaingan
yang ketat A = E juga bisa menjadi masalah kepuasan, karena
adanya kemungkinan 50% tidak kembali atau pindah bila suatu
waktu memerlukan pelayanan lagi. Kondisi yang sangat di
harapkan bila komposit atau setiap atribut sangat puas, karena
pada kondisi tersebut pesien akan menjadi loyan dan menjadi
advocator tanpa biaya. Masalah muncul bila nilai A > E tetapi
berada pada skala kecil. Missal 2 – 1 = 4 – 3. Posisi 2 -1 di daerah
kurang berharap dan tidak berharap, sedangkan 4 – 3 berada di
daerah sangat berharap dan berharap.
3. Konsep Pelayanan IGD
a. Pengertian IGD
Pengertian Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah
satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi
pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam
kelangsungan hidupnya. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan
kebijakan mengenai Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
yang tertuang dalam Kepmenkes RI No. 856/Menkes/SK/IX/2009 untuk
mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di rumah sakit. Guna
meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen Pemerintah
Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan
sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam penanganan
kegawatdaruratan dan life saving tidak ditarik uang muka dan penanganan
gawat darurat harus dilakukan 5 (lima) menit setelah pasien sampai di
IGD.
b. Tujuan IGD
Tujuan dari pelayanan gawat darurat adalah untuk memberikan
pertolongan pertama bagi pasien yang datang dan menghindari sebagai
resiko, seperti ; kematian, menanggulangi korban kecelakaan, atau
bencana lainnya yang langsung membutuhkan tindakan. Pelayanan pada
instalasi gawat darurat bagi pasien yang datang akan langsung dilakukan
tindakan sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya. Bagi pasien yang
tergolong emergency (akut) akan langsung dilakukan tindakan
menyelamatkan jiwa pasien (live saving). Bagi pasien yang tergolong
tidak akut dan gawat darurat dilakukan pengobatan sesuai dengan
kebutuhan dan kasus masalahnya yang setelah itu akan di pulangkan ke
rumah.
c. Pelayanan IGD
Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 1
ayat 1 menyatakan Gawat Darurat adalah suatu keadaan klinis pasien
yang membutuhkan tindakan medis segera guna menyelamatkan nyawa
dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Haryatun dan Sudaryanto (2008)
mengatakan pelayanan gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan
pertolongan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah
kematian dan kecacatan, atau pelayanan pasien gawat darurat memegang
peranan yang sangat penting (Time saving is life saving) bahwa waktu
adalah nyawa. Salah satu indicator mutu pelayanan berupa response time
atau waktu tanggap, hal ini sebagai indikator proses untuk mencapai
indicator hasil yaitu kelangsungan hidup. Muslihan (2010) mengatakan
gawat artinya mengancam nyawa sedangkan darurat adalah perlu
mendapatkan penanganan atau tindakan dengan segera untuk
menghilangkan ancaman nyawa korban.
IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan
asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan
pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat darurat
medis. Pelayanan pasien adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan
segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan
kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap
(respons time) (Depkes RI. 2006)
Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat
diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap,
rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit
darurat/emergency dalam suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur
ini merupakan kunci awal pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam
melayani pasien secara baik atau tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah,
sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab (Depkes RI, 2006).
Gawat artinya mengancam nyawa, sedangkan darurat adalah perlu
mendapatkan penangan atau tindakan dengan segera untuk
menghilangkan ancaman nyawa korban. Sebenarnya dalam tubuh kita
terdapat berbagai organ dan semua itu terbenntuk dari sel – sel, sel
tersebut akan tetap hidup bila pasokan oksigen tidak terhenti, dan
kematian tubuh itu akan timbul jika sel tidak bias mendapatkan pasokan
oksigen. Kematian ada dua macam yaitu mati klinis dan mati biologis,
mati klinis adalah apa bila seseorang henti nafas dan henti jantung,
waktunya 6-8 menit setelah terhentinya pernafasan dan sistem sirkulasi
tubuh sedangkan mati biologis adalah mulai terjadinya kerusakan sel – sel
otak waktunya di mulai 6-8 menit setelah berhentinya sistem pernafasan
dan sirkulasi (Ns. Ruly yanti Hutabarat & Ns. Candra syah Putra, 2016).
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelayanan IGD
Jakarta Medical Service 119 (2013) mengatakan pelayanan di IGD
harus ada organisasi yang baik dan lengkap, baik pembiayaan, SDM yang
terlatih, sarana yang standard baik sarana medis maupun sarana non medis
dan mengikuti teknologi pelayanan medis. Prinsip utama pelayanan di
IGD adalah response time, baik standard nasional maupun internasional.
Maryuani, Anik dan Yulia ningsih (2019) mengatakan ada beberapa
faktor yang mempengaruhi asuhan keperawatan gawat darurat, yaitu:
kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi baik kondisi klien maupun
jumlah klien yang datang keruang gawat darurat, keterbatasan sumber
daya dan waktu, adanya saling ketergantungan yang sangat tinggi di
antara profesi kesehatan yang bekerja di ruang gawat darurat,
keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering dengan data dasar
yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan dengan
ketepatan yang tinggi.
Pratiwi (2011) mengemukakan bahwa ada beberapa aspek utama
yang mendukung pelayanan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat
diantaranya jumlah perawat yang cukup akan meningkatkan pelayanan,
ketanggapan perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien, kehandalan
perawat dalam melakukan tindakan keperawatan dan kelengkapan
fasilitas Instalasi Gawat Darurat.
Response Time Menurut Depkes RI (2006) salah satu indikator mutu
pelayanan IGD adalah waktu tanggap /Response Time. Menteri kesehatan
pada tahun 2009 telah menetapkan salah satu prinsip umumnya tentang
penanganan pasien gawat darurat yang harus ditangani paling lama 5
(lima) menit setelah sampai di IGD (Kepmenkes, 2009). Depkes RI
(2010) juga mengatakan salah satu prinsip umum pelayanan IGD di RS
adalah Response Time, pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5
(lima) menit setelah sampai di IGD.
Waktu tanggap gawat darurat merupakan gabungan dari waktu
tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat
respon dari petugas Instalasi Gawat Darurat dengan waktu pelayanan
yang diperlukan sampai selesai proses penanganan gawat darurat
(Haryatun dan Sudaryanto, 2008).
Berdasarkan beberapa pendapat disimpulkan bahwa Response
Time merupakan suatu standard pelayanan yang wajib dimiliki oleh
Instalasi Gawat Darurat. Peneliti juga menyimpulkan bahwa Response
Time merupakan unsur dari Responsiveness yang menjadi salah satu
faktor dari kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat.
e. Prinsip Umum Pelayanan IGD
Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit adalah : Depkes RI (2010)
1) Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang
memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus- kasus
gawat darurat dan melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving).
2) Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat
memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam
seminggu.
3) Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah
sakit diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD).
4) Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani
kasus gawat darurat.
5) Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 ( lima ) menit
setelah sampai di IGD.
6) Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi
dan terintegrasi struktur organisasi fungsional (unsur pimpinan dan
unsur pelaksana)
7) Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan
gawat daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi.

B. Penelitian Yang Menunjang


Tabel. 2.1
Penelitian yang menunjang
No Judul Nama & Variabel Rancangan Persamaan
Tahun Penelitian Hasil Dan
Perbedaan
1. Hubungan Anissa Independen : Cross Ada hubungan Persamaan :
pelaksanaan N.R ,202 pelaksanaan Sectional antara Variabel
discharge 0 discharge Studi pelaksanaan dependen
planing dengan planing Kolerasi discharge kepuasan
tingkat kepuasan Dependen : planing dengan pasien dan
pasien rawat inap tingkat tingkat kepuasan rancanganpen
RSUD Al-ihsan kepuasan pasien rawat inap elitian
Provinsi Jawa pasien RSUD Al-ihsan Perbedaan :
Barat Provinsi Jawa penelitian
Barat p-value = Anissa
0,007 menangkat
discharge
planing
2. Gambaran Wiyono Tunggal/ Deskriptif Tingkat Persamaan :
tingkat kepuasan Hagus, Independen : kenyataan pasien Variabel yang
pasien tentang 2016 tingkat sebagian besar diteliti tingkat
pelayanan di IGD kepuasan puas, tingkat kepuasan
RSUD Sukaharjo pasien harapan pasien pasien
sebaguan besar Perbedaan :
sangat puas Variabel
wiyono
merupakan
variabel
tunggal
3. Gamaran respon Erik, Independen : Kuantitatif Nilai mean rata- Persamaan :
time dan lama 2019 Respone Deskriptif rata 64,56 atau Variabel
triage di IGD RS Time dan dengan wakt 1-4 diangkat
Paru Jember Lama Triage menit. Total adalah
triage diperoleh variabel
nilai rata-rata respon time,
88,59 dengan
waktu 1 menit 28 Perbedaan :
detik terdapat
variabel lain
yaitu variabel
lama triage
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan bebrapa faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis perlu
dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen (Sugiyono, 2019).
Bagan 2.1
Kerangka Berfikir Penelitian

Pasien Masuk IGD


Faktor yang mempengaruhi Respone
Time :
1) Tingkat kegawatan (Triase)
2) Internal dan eksternal
3) Strategi waktu tanggap Respon Time
a) Kecepatan pelayanan
b) Ketepatan pelayanan

Faktor yang mempengaruhi kepuasana :


1) Harga
2) Kualitas pelayanan Tingkat Kepuasan
3) Lokasi
4) Failitas 1) Daya tanggap
5) Kegiatan dan prasarana Rumah Sakit (Responsivenes)
6) Image 2) Jaminan
7) Desain visual (Assuranse)
8) Waktu tunggu
3) Bukti fisik
9) Suasana
10) Komunikasi (Tanngible)
(Lusa, 2017). 4) Empati (Empathy)
5) Keandalan
(Reliability)
: Variabel yang di teliti

: Variabel yang tidak diteliti


D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan (Sugiyono, 2020).
Hα : ρ ≤ 0,05 :
Ada hubungan hubungan respon time pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat)
dengan kepuasan pasien di RSU Bina Sehat Tahun 2022
H0 : ρ ≥ 0,05 :
Tidak hubungan respon time pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat) dengan
kepuasan pasien di RSU Bina Sehat Tahun 2022.

You might also like