You are on page 1of 11

PGM 2011, 34(1):1-11 Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya Arnelia

KAJIAN PENANGANAN ANAK GIZI BURUK DAN PROSPEKNYA


(MANAGEMENT OF SEVERE MALNUTRITION AND IT¶S PROSPECT: A REVIEW)
1
Arnelia

ABSTRAK
Gizi buruk yaitu keadaan sangat kurus dengan indeks antropometri BB/TB <-3 SD masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang ditemukan pada anak balita.
Data RISKESDAS tahun 2010 menunjukkan prevalensi gizi buruk pada anak balita di
Indonesia adalah 6,0 persen, sedikit turun dibandingkan tahun 2007 yaitu 6,2 persen. Sesuai
protokol WHO tahun 1999, penanganan gizi buruk harus dilakukan melalui rawat inap di RS.
Ada beberapa hambatan dalam penerapan protokol ini di lapangan, mulai dari hambatan
tenaga dan fasilitas kesehatan sampai pada kendala dari keluarga penderita. Akhir-akhir ini
ada dua pendekatan baru penanganan anak gizi buruk, yaitu rawat inap untuk kasus gizi
buruk yang disertai dengan komplikasi medis dan penanganan di masyarakat secara rawat
jalan dengan kunjungan secara berkala ke tempat pelayanan kesehatan bagi penderita gizi
buruk tanpa komplikasi medis. Penanganan anak balita gizi buruk secara rawat jalan telah
dilakukan sejak tahun 1981 di Klinik Gizi sebagai suatu laboratorium penelitian di Puslitbang
Gizi dan Makanan Bogor. Pengembangan cara penanganan dilakukan sesuai hasil penelitian
yang telah dilakukan dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini dalam tatalaksana anak gizi buruk. Beberapa studi penanganan rawat jalan
termasuk yang dilakukan di Indonesia menunjukkan angka kesembuhan hingga >75 persen.
Pendekatan baru ini cukup menjanjikan untuk berhasil dan apabila dilakukan secara bersama
sama dengan penanganan rawat inap diharapkan dapat meningkatkan cakupan pelayanan
agar target 100 persen penanganan penderita gizi buruk di Indonesia sesuai Standar
Pelayanan Minimal (SPM) sektor gizi Departemen Kesehatan dapat dicapai.

ABSTRACT
Severe malnutrition, defined as weight for height <-3 SD, still a public health problem in
Indonesia suffered children under five of aged. Basic Health Research in 2010 found the
prevalence of 6 percent among underfive years children in Indonesia, little bit lower than in
2007 that was 6.2 percent. According the protocol made from WHO in 1999, severely
malnourished children should be treated in the hospital. There were some problems founds
during implementation of this protocol, from the health staff and health facilities as well as
from the subjects family. Recently there are two approaches of treatments for severely
malnourished children, in-patients for the cases with complication and community-based
therapeutic care (CTC) with regular visits to health facilities for those without complications.
Out-patients treatments for malnourished children has been carried out since 1981 in Nutrition
Clinic Bogor as a research laboratory of Center of Food and Nutrition Research Indonesia
MOH. The program has been developed through several studies that has been conducted in
the clinic combined with the latest science and technology for the treatments. Average
recovery rates through outpatients treatment in several studies including in Indonesia >75
percent. This approach promises to be successful and together with in-patients care could
increase the coverage in order to meet the total coverage of severely malnourished children
according to Minimal Standard Services (SPM) of nutrition sector at the MOH Indonesia.
[Penel Gizi Makan 2011, 34(1): 1-11]

Keywords: severe acute malnutrition, in-patient, out-patient, severe wasting

1 Peneliti Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes RI

1
PGM 2011, 34(1): 1-11 Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya Arnelia

PENDAHULUAN

G
izi buruk merupakan keadaan pengetahuan, hingga faktor kemiskinan
3
kekurangan gizi tingkat berat yang dan masalah sosial politik. Akhir-akhir ini
disebabkan oleh rendahnya faktor pengasuhan banyak mendapat
konsumsi energi dan protein dari makanan perhatian dalam mengatasi masalah
sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang kurang gizi, khususnya gizi buruk pada
1
cukup lama. Selain kekurangan energi anak balita.
dan zat gizi makro, terutama protein, Penggunaan istilah gizi buruk masih
penderita gizi buruk juga mengalami menimbulkan kerancuan, meskipun sudah
defisiensi zat gizi mikro (vitamin dan biasa digunakan oleh masyarakat. Sesuai
mineral). Oleh karena itu dalam program dengan SK Menkes akhir tahun 2010
penanganan gizi buruk, multivitamin dan tentang standar antropometri penilaian
campuran beberapa mineral diberikan di status gizi anak, gizi buruk adalah status
samping makanan padat-gizi dan obat gizi yang didasarkan pada indeks Berat
yang sesuai dengan indikasi medis untuk Badan menurut Umur (BB/U), yaitu bila
2
mengobati penyakit infeksi penderita. nilai z-skor berat BB/U kurang dari -3,0 SD
4
Anak usia di bawah lima tahun baku WHO 2005. Kategori ini tidak
(balita) merupakan kelompok yang banyak berubah dari kategori sebelumnya, sesuai
menderita gizi buruk. Banyak faktor yang dengan SK Menkes tahun 2002 tentang
menyebabkan anak kurang gizi; mulai dari klasifikasi status gizi anak di bawah lima
5
kurang asupan gizi, ada penyakit infeksi, tahun. Mengacu pada pedoman WHO,
pengasuhan kurang memadai, kurang padanan gizi buruk sesuai SK Menkes ini
6
tersedia pangan di tingkat rumah tangga, adalah severe underweight.
higiene sanitasi kurang baik, kurang
Istilah severe malnutrition yang dalam klasifikasi, severe malnutrition
digunakan oleh WHO adalah jika z-skor meliputi 3 tipe, yaitu: oedematous
Berat Badan menurut Tinggi/Panjang malnutrition, severe wasting, dan severe
Badan (BB/PB) <-3,0 SD, atau disebut stunting. Akhir-akhir ini digunakan istilah
severe wasting, serta keadaan anak yang severe acute malnutrition (SAM), yaitu bila
disertai tanda klinis edema atau dikenal z-skor BB/PB <-3,0 SD, edematous
7 8
sebagai oedematous malnutrition. Pada malnutrition atau LiLA <110 mm. Istilah
pedoman tersebut tidak dijelaskan chronic malnutrition dimaksudkan untuk
pengertian masalah kurang gizi akut dan masalah stunting menggunakan kategori
masalah kurang gizi kronis meskipun Tinggi Badan menurut umur (TB/U).
Kejadian gizi buruk dikategorikan WHO 2005 serta anak dengan tanda klinis
sebagai kejadian luar biasa (KLB), di gizi buruk dengan atau tanpa edema.
mana setiap penemuan satu kasus baru
gizi buruk harus segera dilaporkan oleh Besar Masalah Gizi Buruk di Indonesia
Puskesmas ke jenjang yang lebih tinggi, Data RISKESDAS 2007
selain laporan ke pemerintah daerah. menunjukkan, prevalensi sangat kurus
Kriteria gizi buruk yang digunakan di sini atau masalah gizi buruk pada anak balita
adalah untuk kategori sangat kurus dan di Indonesia sebesar 6,2 persen; terendah
atau terdapatnya tanda klinis edema (pada 3,6 persen (Jawa Barat) dan tertinggi 12,2
9
tipe kwashiorkor) atau klinis sangat kurus persen (Riau). Pada tahun 2010 Badan
(pada tipe marasmus). Di sinilah Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
kerancuan tersebut terjadi, karena Kementerian Kesehatan RI kembali
kategori yang digunakan untuk melakukan RISKESDAS di seluruh
menentukan gizi buruk ada 2 macam: (1) provinsi di Indonesia. Data RISKESDAS
berdasarkan indeks BB/U, dan (2) 2010 menunjukkan, prevalensi masalah
berdasarkan indeks BB/PB dengan atau gizi buruk secara nasional turun sedikit
disertai tanda klinis. menjadi 6 persen; terendah sebesar 1,7
Makalah ini membahas masalah gizi persen (Bangka Belitung) dan tertinggi
10
buruk di Indonesia, cara penanganan, 11,3 persen (Jambi).
hasil penanganan serta prospek Pada Tabel 1 disajikan provinsi
penanganannya ke depan. Dalam dengan masalah gizi buruk di atas
makalah ini pemakaian istilah gizi buruk prevalensi nasional. Data RISKESDAS
dimaksudkan sebagai padanan severe 2007 menunjukkan, sebanyak 21 provinsi
wasting atau sangat kurus berdasarkan memiliki angka prevalensi gizi buruk di
indeks antropometri BB/PB <-3 SD baku atas prevalensi nasional. Selanjutnya

2
PGM 2011, 34(1): 1-11 Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya Arnelia

pada data RISKESDAS 2010, terdapat 17 gizi buruk dan pada RISKESDAS 2010
provinsi dengan prevalensi di atas sudah di bawah prevalensi nasional. Dua
nasional, 12 provinsi merupakan provinsi provinsi mengalami penurunan prevalensi
yang sama dengan tahun 2007. Provinsi sebesar 4,2 persen dalam periode sekitar
yang baru muncul pada RISKESDAS 2010 3 tahun, yaitu DKI Jakarta dan Gorontalo;
dengan prevalensi di atas nasional adalah 2 provinsi dengan penurunan >3 persen,
Papua (naik 2,8% dari 5,4%), Jawa yaitu Sumatera Barat (3,6%) dan
Tengah (naik 1,7% dari 4,7%), Maluku Sumatera Utara (3,5%). Provinsi lain juga
Utara (naik 2,6% dari 3,8%), Jawa Timur mengalami penurunan prevalensi yang
(naik 0,7% dari 6,6%) dan Sulawesi lebih kecil, yaitu Kalimantan Tengah
Tenggara (naik 0,8% dari 5,4%). (2,2%), Nusa Tenggara Barat (2%),
Data pada tabel 1 juga Lampung (1,9%), Kalimantan Timur
memperlihatkan beberapa provinsi sudah (1,5%) dan Papua Barat (0,5%).
berhasil menurunkan prevalensi masalah

Tabel 1
Daftar Provinsi dengan Prevalensi Gizi Buruk di Atas Nasional
RISKESDAS 2007 RISKESDAS 2010
Provinsi Prevalensi (%) Provinsi Prevalensi (%)
Riau 12,2 Jambi 11,3
Jambi 10,6 Bengkulu 9,7
Nusa Tenggara Timur 9,5 Riau 9,2
NAD 9,2 Kalimantan Selatan 8,4
Sumatera Utara 9,1 Sulawesi Tengah 8,4
Sulawesi Barat 8,7 Papua 8,2
DKI Jakarta 8,6 Kalimantan Barat 7,6
Gorontalo 8,3 Sumatera Selatan 7,3
Kalimantan Tengah 8,2 Jawa Timur 7,3
Kalimantan Barat 8,1 Nusa Tenggara Timur 6,8
Sumatera Selatan 7,9 Jawa Tengah 6,4
Nusa Tenggara Barat 7,9 Maluku Utara 6,4
Kalimantan Selatan 7,8 NAD 6,3
Sumatera Barat 7,6 Maluku 6,3
Maluku 7,5 Banten 6,2
Bengkulu 7,3 Sulawesi Tenggara 6,2
Lampung 7,3 Sulawesi Barat 6,1
Kalimantan Timur 7,2
Banten 6,6
Sulawesi Tengah 6,5
Papua Barat 6,5

Dari 12 provinsi yang termasuk menunjukkan penurunan prevalensi mulai


memiliki prevalensi masalah gizi buruk di dari penurunan terbesar hingga terkecil,
atas nasional berdasarkan dua data yaitu: Riau (3%), NAD (2.9%), Nusa
RISKESDAS, sebagian provinsi bahkan Tenggara Timur (2,7%), Sulawesi Barat
menunjukkan peningkatan prevalensi, (2,6%), Kalimantan Barat (1,5%), Maluku
yaitu Jambi (0,7%), Bengkulu (2,4%), (1,2%), Sumatera Selatan (0,6%), dan
Kalimantan Selatan (0,6%), dan Sulawesi Banten (0,4%).
Tengah (1,9%). Provinsi lain yang telah
3
PGM 2011, 34(1): 1-11 Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya Arnelia

Berdasarkan kelompok umur, - Meningkatkan pemberian makanan


masalah gizi buruk menurut data untuk tumbuh kejar
RISKESDAS 2010 lebih banyak - Stimulasi perkembangan emosional
ditemukan pada anak usia di bawah tiga dan sensorik
tahun (batita), tertinggi adalah pada bayi < - Mempersiapkan tindak lanjut di rumah
6 bulan (9,2%), berikutnya pada bayi 6-11 Langkah-langkah tersebut dilakukan
bulan (7,9%), dan pada anak 12-23 bulan dalam 3 fase meliputi: penanganan awal
dan 24-35 bulan masing-masing 7,1 (initial treatment), yaitu pada minggu
persen. Di daerah perdesaan, prevalensi pertama; rehabilitasi (rehabilitation) pada
masalah gizi buruk lebih tinggi minggu kedua hingga keenam; dan tindak
dibandingkan dengan di perkotaan, yaitu lanjut (follow-up) pada minggu ketujuh
10
6,6 dan 5,4 persen. hingga minggu ke-26. Dalam pedoman
Cukup menarik bahwa beberapa yang disusun oleh Depkes tahun 1999,
provinsi yang dikenal berpendapatan langkah-langkah penanganan tersebut
12
daerah tergolong tinggi, seperti Riau, DKI dilakukan dalam 4 fase. Perbedaannya
Jakarta dan Kalimantan Timur, ternyata terletak pada penanganan minggu kedua
memiliki prevalensi gizi buruk di atas hingga keenam atau fase rehabilitasi,
nasional pada RISKESDAS 2007. yang dibagi menjadi fase transisi, yaitu
Berdasarkan data SUSENAS tahun 2009, pada minggu kedua, dilanjutkan dengan
ternyata penduduk sangat rawan pangan fase rehabilitasi mulai minggu ketiga
di Kaltim cukup tinggi (30,09%), hingga keenam.
sedangkan di Riau dan DKI Jakarta Pemberian makanan pada anak gizi
masing-masing 14,15 dan 14,63 persen, buruk dimulai dengan formula diet WHO,
11
angka nasional adalah 14,47 persen. yaitu formula 75 (F75) dan formula 100
Pada tahun 2010, Provinsi Riau tetap (F100). Komposisi formula diet ini terdiri
berada di antara provinsi dengan dari susu, gula dan minyak, untuk F75
prevalensi gizi buruk di atas nasional, bisa ditambahkan tepung serealia. F75
meskipun sudah terjadi penurunan mengandung energi 75 kkal untuk tiap 100
sebanyak 3 persen. Hal ini membuktikan ml larutan, sedangkan F100 mengandung
bahwa gizi buruk bukan hanya disebabkan energi 100 kkal untuk tiap 100 ml larutan.
oleh faktor kemiskinan. Jumlah formula diet yang diberikan sehari
disesuaikan dengan kondisi klinis anak
Cara Penanganan Gizi Buruk (ada tidaknya edema) dan BB anak.
Untuk menangani masalah gizi Selanjutnya diberikan makanan secara
buruk, diperlukan kesiapan tenaga bertahap, yaitu tinggi kalori dan tinggi
kesehatan dan masyarakat secara terpadu protein. Kriteria anak untuk keluar dari RS
di tiap jenjang administrasi, termasuk sesuai pedoman WHO antara lain adalah
7
kesiapan sarana pelayanan kesehatan, apabila telah tercapai BB/PB -1 SD.
seperti Rumah Sakit, Puskesmas hingga Kriteria tersebut tampaknya cukup sulit
Posyandu. Penderita gizi buruk harus dicapai dan dalam pedoman yang
dirawat inap di Rumah Sakit sesuai dikeluarkan oleh Depkes pada tahun
anjuran dan pedoman WHO yang 2003, anak dikatakan sembuh apabila
kemudian ditindaklanjuti dengan pedoman tidak ada gejala klinis dan BB/PB • -2 SD.
yang disusun oleh Departemen Kesehatan Sementara kriteria pemulangan anak dari
RI. Dalam perkembangan selanjutnya, ruang rawat inap di RS antara lain adalah
perawatan anak gizi buruk dapat dilakukan apabila tidak ada gejala klinis gizi buruk
di Pusat Pemulihan Gizi (PPG). dan BB/PB • -3 SD. Selanjutnya anak
Tata laksana anak gizi buruk di harus mendapatkan makanan tambahan
Rumah Sakit atau PPG sesuai pedoman pemulihan sampai status gizi anak
7
WHO terdiri dari 10 langkah, yaitu: mencapai > -2 SD, yaitu kategori sembuh
13
- Mencegah dan mengatasi hipoglikemia dari gizi buruk.
- Mencegah dan mengatasi hipotermia Untuk memperbaiki gangguan
- Mencegah dan mengatasi dehidrasi keseimbangan elektrolit dan defisiensi
- Memperbaiki gangguan keseimbangan vitamin, WHO telah menetapkan
elektrolit komposisi Mineral Mix (MM) dan Vitamin
- Mengobati infeksi Mix yang selanjutnya dapat dibuat di
- Memperbaiki defisiensi zat gizi mikro masing-masing negara. Unsur mineral
- Pemberian makanan awal dalam MM terdiri dari K, Mg, Zn, Cu, Na, I,
sedangkan vitamin mix terdiri dari vitamin

4
PGM 2011, 34(1): 1-11 Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya Arnelia

B1, B2, B5, B6, B12, asam folat, niasin, A, RUTF merupakan makanan padat
D, E dan K. Untuk Indonesia, MM sesuai gizi yang larut dalam air dan dapat
spesifikasi WHO baru, tersedia secara langsung diberikan pada anak tanpa
luas sejak tahun 2009 berupa serbuk memerlukan proses serta mudah untuk
dalam kemasan saset dari perusahaan dikonsumsi anak usia di atas 6 bulan.
farmasi nasional. Sebelumnya MM dalam Komposisi gizi RUTF milk-based sama
bentuk larutan baru dibuat secara terbatas dengan F100 dan menggunakan bahan
di beberapa instalasi farmasi RS, terutama yang sama, dengan menambahkan selai
untuk memenuhi kebutuhan pasien yang kacang. Campuran multi-vitamin dan
dirawat di RS bersangkutan atau mineral juga ditambahkan sehingga
memenuhi permintaan beberapa institusi jumlahnya sama dengan formula standar
yang membutuhkan. Untuk vitamin mix untuk anak gizi buruk (F100). Komposisi
tampaknya tidak ada kendala karena gizi dari RUTF adalah: Energi 520±550
secara komersial cukup banyak tersedia kcal/100 g, protein 10±12 persen total
vitamin mix di Indonesia yang sesuai energi, lemak 45±60 persen total energi.
dengan komposisi yang dianjurkan. Setidaknya, separuh kandungan protein
Pendekatan penanganan anak gizi berasal dari susu dan sekitar 45-60 persen
14,15
buruk yang dibatasi hanya melalui rawat dari total energi berasal dari lemak.
inap di tempat perawatan disadari memiliki Karena tidak mengandung air, makanan
keterbatasan dan kelemahan, yaitu faktor ini aman dari kontaminasi bakteri, akan
cakupan dan hasil/dampak. Pada tahun tetapi anak harus diberi cukup minum
2007 dalam pernyataan bersama dari pada waktu mengonsumsi makanan diet
WHO, WFF, UN SCN dan UNICEF ini. RUTF juga dapat dibuat dengan bahan
dikemukakan bahwa penanganan anak lokal tanpa menggunakan susu, tentu saja
gizi buruk, khususnya gizi buruk akut harus melalui quality control yang baik.
(severe acute malnutrition) dapat Selain itu perlu dilakukan uji klinis untuk
dilakukan secara rawat jalan di menilai efektivitas dari RUTF yang
masyarakat tanpa harus dirawat di RS menggunakan bahan lokal.
atau PPG. Pernyataan tersebut Sejalan dengan perkembangan
didasarkan pada publikasi penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi tata
penanganan gizi buruk rawat inap di RS laksana gizi buruk, seperti diuraikan di
sesuai pedoman WHO dan beberapa atas, disadari bahwa kasus gizi buruk
penelitian gizi buruk rawat jalan di dapat ditangani melalui dua pendekatan,
masyarakat, terutama dilakukan pada yaitu rawat inap dan rawat jalan. Pada
kondisi darurat di Afrika. awal tahun 2011 Kementerian Kesehatan
Severe acute malnutrition (SAM) RI mengeluarkan buku Pedoman
16
dengan mudah dapat diidentifikasi, baik Pelayanan Anak Gizi Buruk. Gizi buruk
oleh petugas kesehatan maupun kader dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia
melalui pengukuran LiLA. Setelah berat, anemia berat, dehidrasi berat,
pengukuran LiLA, petugas kesehatan demam tinggi dan penurunan kesadaran)
akan memutuskan apakah penderita harus dirawat di RS/PPG, sedangkan gizi
(dengan LiLA <11 cm) dapat ditangani buruk tanpa komplikasi dan nafsu makan
rawat jalan atau dirawat di RS. Sekitar 80 baik dapat dilakukan secara rawat jalan.
persen kasus SAM yang telah Pilihan dua pendekatan di atas merupakan
diidentifikasi dengan pengukuran LiLA jawaban terhadap pelaksanaan Standar
14
dapat ditangani di rumah. Pada tahun Pelayanan Minimal (SPM) bidang
2009 WHO mengubah ambang batas LiLA Perbaikan Gizi, yaitu setiap anak gizi
dari 11 cm menjadi 11,5 cm untuk kategori buruk yang ditemukan harus mendapatkan
16
SAM. Dengan perubahan nilai cut-off LiLA, perawatan sesuai standar. Untuk anak
kasus SAM dapat ditemukan dan yang termasuk kategori gizi kurang, yaitu
ditangani lebih dini. Prinsip penanganan BB/PB (<-2 - -3) SD, LiLA (11,5 ± 12,5)
SAM adalah pemeriksaan kesehatan oleh cm, tidak ada edema atau komplikasi dan
petugas kesehatan melalui kunjungan nafsu makan cukup baik, maka anak
secara berkala ke pusat kesehatan dan memerlukan PMT.
pemberian makanan diet ready to use
therapeutic food (RUTF) untuk diberikan di
rumah. RUTF diberikan sampai dicapai
kenaikan BB yang diharapkan.

5
PGM 2011, 34(1): 1-11 Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya Arnelia

Alur Pemeriksaan:

Pemeriksaan Klinis,
BB/PB, LiLA di
Poskesdes/Pustu/
Polindes/Puskesmas

Anak dg • 1 tanda: Anak dg • 1 tanda: Anak dg • 1 tanda: - BB/PB <-2 SD s.d.


- Terlihat sangat kurus - Terlihat sangat kurus - Terlihat kurus -3 SD
- Edema sluruh tubuh - Edema minimal pada - BB/PB <-3 SD - LiLA 11,5±12,5 cm
- BB/PB < -3 SD kedua punggung - LiLA <11,5 cm - Tdk ada edema
- LiLA < 11.5 cm tangan/kaki - Nafsu makan baik - Nafsu makan baik
- BB/PB <-3 SD - Tanpa komplikasi - Tanpa komplikasi
•1 tanda-tanda kom- - LiLA <11,5 cm medis medis
plkasi medis berikut: - Nafsu makan baik
- Anoreksia - Tanpa komplikasi
- Pneumonia berat medis
- Anemia berat
- Dehidrasi berat
- Demam sangat tinggi
- Penurunan ksadaran

Gizi Buruk dengan Gizi Buruk tanpa Gizi Kurang


Komplikasi Komplikasi

Rawat inap di RS/ Rawat Jalan PMT Pemulihan


Puskesmas
Perawatan/ PPG

Dalam alur yang digambarkan di makanan lokal dengan densitas energi


atas, sesuai dengan pedoman pelayanan yang sama), serta kunjungan rumah.
anak gizi buruk yang baru dikeluarkan Meskipun penanganan gizi buruk
Kemenkes, penapisan anak gizi buruk melalui pendekatan rawat jalan yang
dilakukan di tempat pelayanan kesehatan, dilakukan di masyarakat secara tegas
yaitu di Poskesdes/Pustu/Polindes/ baru dituangkan dalam buku pedoman
Puskesmas, baik pada anak yang dirujuk pada awal tahun 2011, penanganan anak
dari posyandu (2T dan BGM) maupun gizi buruk secara rawat jalan sudah
anak yang dibawa langsung ibunya ke dilakukan di Klinik Gizi Pusat Penelitian
tempat pelayanan. Pemeriksaan klinis dan dan Pengembangan Gizi dan Makanan
pengukuran antropometri BB, PB/TB dan Bogor (KG-P3GM) sejak tahun 1981.
LiLA dilakukan untuk menentukan status Kegiatan penanganan rawat jalan
gizi anak. Anak gizi buruk, yaitu kalau merupakan pelayanan bagi anak gizi
ditemukan satu atau lebih tanda-tanda buruk usia 6-59 bulan. Sampai saat ini
berikut: terlihat sangat kurus, terdapat kegiatan penanganan anak gizi buruk
16
edema, BB/PB <-3 SD, LiLA <11,5 cm. secara rawat jalan telah mengalami
Pelayanan dilakukan di puskesmas beberapa perubahan disesuaikan dengan
selama enam bulan oleh tenaga perkembangan ilmu pengetahuan dan
kesehatan terlatih, meliputi kegiatan: teknologi, baik yang berasal dari hasil
pemeriksaan klinis, pemberian konseling, penelitian yang dilakukan di KG-P3GM
pemberian obat dan makanan untuk maupun perubahan kriteria dan
pemulihan gizi (F100, RUTF atau penanganan dari WHO atau Kemenkes RI

6
PGM 2011, 34(1): 1-11 Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya Arnelia

Kasus gizi buruk yang dapat beberapa daerah melalui kegiatan


ditangani secara rawat jalan di KG-P3GM pelatihan tim puskesmas (terdiri dari
adalah gizi buruk tanpa tanda-tanda dokter, tenaga pelaksana gizi,
bahaya seperti hipoglikemia, hipotermia bidan/perawat) selama 3-4 hari. Pelatihan
atau dehidrasi berat. Pada awalnya, diberikan oleh tim KG-P3GM (dokter dan
penanganan rawat jalan ini menitik- ahli gizi) yang telah berpengalaman dalam
beratkan pada kegiatan pengobatan melakukan penanganan gizi buruk.
penyakit penyerta serta penyuluhan gizi Meskipun demikian, belum diketahui
dan kesehatan dalam suatu program apakah tim puskesmas yang sudah dilatih
17
kegiatan selama sekitar 6 bulan. telah melakukan penanganan anak gizi
Pemberian makanan tambahan, biasanya buruk di puskesmas seperti yang
EHUXSD VXVX VNLP KDQ\D VHEDJDL µFRQWRK¶ dilakukan di KG-P3GM.
GDQ µSHQJLNDW¶ LEX XQWXN GDWDQJ VHVXDL
jadwal yang ditentukan. Intervensi berupa Hasil-Hasil Penanganan
pemberian pengetahuan lewat leaflet, Informasi tentang penanganan anak
pemberian makanan formula tempe, gizi buruk di tempat perawatan di
pemberian mineral mix sampai intervensi Indonesia meliputi keberhasilan, angka
pemulihan secara komprehensif sudah kematian, follow-up, karakteristik anak dan
dilakukan di KG-P3GM. Hasil penelitian data pendukung lainnya saat ini belum
intervensi secara komprehensif, terutama tersedia. Penelitian dan publikasi yang
dalam pengaturan diet dan pemberian ada adalah mengenai penanganan gizi
makanan untuk tumbuh kejar, saat ini buruk secara rawat jalan. Publikasi dalam
digunakan sebagai pengembangan jurnal internasional cukup banyak
penanganan rawat jalan bagi anak gizi ditemukan mengenai rawat inap dan rawat
buruk. jalan, terutama dari penelitian yang
19,20,21
Penanganan yang dilakukan saat ini dilakukan di Afrika.
di KG-P3GM terdiri dari: Penanganan anak gizi buruk akut
x Program Pencegahan yang secara rawat jalan pertama kali dilakukan
ditujukan untuk anak kurus (z skor di Ethiopia dengan memberikan RUTF.
19
BB/PB antara -3,00 s.d -2,01 SD Review yang dilakukan oleh Collins et al
baku WHO 2005) untuk mencegah pada 21 program penanganan di
anak menjadi gizi buruk. masyarakat (Community Therapeutic
x Program Pemulihan bagi anak Center = CTC) di Malawi, Ethiopia dan
dengan tanda klinis gizi buruk dan Sudan antara tahun 2001 dan 2005
atau anak sangat kurus (z skor menunjukkan angka kematian (Case-
BB/PB <-3.0 SD baku WHO 2005). fatality rates= CFR) 4,1 persen,
Program Pemulihan untuk tiap anak kesembuhan 79,4 persen, dan drop out 11
dilakukan sekitar 6 bulan melalui persen. Sebanyak 74 persen anak gizi
kunjungan ke KG-P3GM, yaitu 1 kali buruk hanya ditanganani secara rawat
seminggu selama 3 bulan, 1 kali 2 minggu jalan saja tanpa melalui rawat inap.
selama 2 bulan berikutnya dan sekali pada Analisis pada 9 program rawat jalan di
bulan terakhir. Pelayanan yang diberikan CTC menunjukkan, angka cakupan
meliputi: pengobatan penyakit infeksi yang penanganan anak dengan adanya CTC
diderita anak sesuai standar dalam adalah 72,5 persen. Data ini menunjukkan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS); bahwa penanganan kasus gizi buruk akut
konseling gizi dan kesehatan meliputi melalui rawat jalan di CTC meningkatkan
konseling makanan anak, perawatan anak angka cakupan pelayanan dibandingkan
sakit, kebersihan diri dan lingkungan; dengan cakupan pelayanan secara rawat
penyuluhan stimulasi psikososial meliputi inap yang hanya sekitar 10 persen.
bidang emosi, sensorik, gerakan kasar Collins juga mengemukakan hasil
dan halus, bicara, bahasa, kecerdasan, penanganan anak gizi buruk yang
tingkah laku sosial dan kemandirian; dilakukan di Ethiopia melalui rawat inap
pemberian makanan terapi F75, F100, dan rawat jalan. Tingkat kesembuhan
mineral mix dan makanan pemulihan melalui rawat inap lebih tinggi
18
untuk tumbuh kejar secara bertahap. dibandingkan dengan rawat jalan, yaitu
Pelayanan dilakukan sekali seminggu oleh 84,1 dan 80,8 persen. Angka kematian
tim yang terdiri dari dokter, ahli gizi, juga lebih tinggi di tempat perawatan, yaitu
perawat dan tenaga lainnya. 7,3 persen, sedangkan di CTC 1,9 persen.
Penanganan rawat jalan model KG- Akan tetrapi, angka drop out juga cukup
P3GM ini telah disebar secara terbatas ke
7
PGM 2011, 34(1): 1-11 Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya Arnelia

tinggi di CTC, yaitu 14,4 persen, sebesar 1560 g dan terendah yang
19 23
sedangkan perawatan 2,6 persen. mendapat susu skim saja, yaitu 1402 g.
Hasil yang hampir sama dilaporkan Kedua penelitian tersebut menunjukkan,
dari penelitian yang dilakukan di Nigeria pemberian formula tempe dapat
pada anak gizi buruk akut oleh Médecins meningkatkan BB anak lebih besar
Sans Frontières (MSF). Lebih dari 60000 dibandingkan yang diberi susu skim.
anak mengikuti penanganan melalui CTC Arnelia dalam publikasi tahun 2010
dengan pemberian RUTF. Dari jumlah menyajikan penelitian penanganan
tersebut sekitar 70 persen di antaranya komprehensif pada anak gizi buruk yang
bisa langsung ditangani secara rawat jalan dilakukan tahun 2006 di KG-P3GM.
dan angka kematian anak yang mengikuti Masing-masing 26 anak gizi buruk
20
program ini sekitar 5 persen. Penelitian (dengan tanda klinis atau antropometri
klinis dilakukan di Senegal pada anak kategori sangat kurus) menerima
SAM untuk menguji pemberian RUTF perlakuan komprehensif (K-K) atau
dibandingkan dengan F100. Konsumsi perlakuan reguler/standar (K-S) di KG-
anak yang menerima RUTF adalah 808 P3GM. Setelah 3 bulan pada KK, 1 anak
kJ/kg/hari, sedangkan yang menerima (3,8%) meninggal, 1 anak (3,8%) drop out,
F100 573 kJ/kg/hari. Rerata kenaikan BB 20 anak (76,9%) telah meningkat status
anak perhari juga terlihat lebih tinggi gizi menjadi lebih baik, dan sisanya 4 anak
dengan pemberian RUTF, yaitu 15,6 belum berubah status gizi BB/TB. Setelah
g/kg/hari, dibandingkan 10,1 g/kg/hari 6 bulan, drop out menjadi 2 anak (7,7%)
21
pada anak yang mendapat F100. dan sisanya 23 anak (88,5%) sudah
Husaini YK dalam publikasinya pada meningkat status gizinya. Pada K-S
tahun 1986 melaporkan penelitian setelah 3 bulan 4 anak (15,4%) drop out, 9
pertama di KG-P3GM pada 108 anak gizi anak (34,6%) telah meningkat menjadi
buruk berdasarkan BB/U (Gomez III) usia lebih baik, dan sisanya, yaitu 13 anak
17
6-36 bulan. Penanganan dilakukan (50%), belum berubah status gizi BB/PB.
selama sekitar 6 bulan, menekankan pada Pada akhir pemulihan, proporsi drop out
pengobatan penyakit infeksi dan bertambah menjadi 8 anak (30,8%), 10
penyuluhan gizi kesehatan. Tidak anak (38,4%) telah meningkat menjadi
diberikan makanan pada anak yang lebih baik, dan sisanya 8 anak (30,8%)
dilayani, kecuali pemberian susu skim. belum berubah, yaitu tetap dalam kategori
18
Kenaikan BB yang dicapai cukup rendah, kurus. Merujuk pada standar
yaitu 1,7 g/kg/hari. Setelah mengikuti keberhasilan dalam penanganan SAM di
pemulihan 6 bulan sebanyak 24 persen masyarakat secara rawat jalan, yaitu
dapat mencapai BB normal. angka kematian <10 persen, drop out <15
14
Irawati dan Rossy R melalui persen, dan yang pulih >75%, terbukti
publikasi pada tahun 1994 penanganan rawat jalan komprehensif
mengemukakan, hasil penelitian pada telah memenuhi kriteria program yang
anak gizi buruk di KG-P3GM dengan berhasil menangani anak gizi buruk.
pemberian formula tempe. Masing-masing
perlakuan terdiri atas 20 anak; kelompok Prospek
pertama mendapatkan susu skim 50g/hari Protokol WHO tentang tatalaksana
selain pelayanan kesehatan standar, anak gizi buruk tahun 1999 terdiri dari 10
sedangkan kelompok kedua mendapat langkah yang harus dilakukan dalam
tambahan 50 g formula tempe/hari. Pada perawatan anak secara rawat inap di RS.
akhir program, kenaikan BB anak yang Sesuai protokol tersebut, pelayanan
mendapatkan formula tempe lebih besar dilakukan oleh tim yang terdiri dari dokter,
dibandingkan dengan yang menerima ahli gizi dan perawat kesehatan yang telah
22
pelayanan standar. Penelitian yang mendapat pelatihan khusus. Kementerian
hampir sama dilaporkan oleh Muljati pada Kesehatan RI sudah melakukan pelatihan
publikasi tahun 1995, yaitu dengan bagi tim asuhan gizi RS dari seluruh
memberikan formula tempe (komposisi provinsi di Indonesia. Kenyataan di
sedikit berbeda) pada 60 anak gizi kurang lapangan menunjukkan, berbagai kendala
dan gizi buruk. Kenaikan BB tertinggi dalam merawat penderita gizi buruk.
ditemukan pada kelompok yang Meskipun belum tersedia data pasien gizi
mendapatkan formula tempe, yaitu 1825g, buruk di Indonesia yang telah dirawat dan
selanjutnya pada kelompok yang hasil perawatan, termasuk angka
mendapat formula tempe + susu skim (1/2 kematian selama dirawat di RS, tetapi bisa
paket untuk tiap jenis makanan), yaitu dipastikan bahwa hanya sebagian kecil
8
PGM 2011, 34(1): 1-11 Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya Arnelia

yang mendapat perawatan di RS. Selain kendala biaya perawatan, sebagian


kendala dari sisi Rumah Sakit (daya daerah melalui perda sudah menetapkan
tampung, fasilitas, staf terlatih dll), kendala biaya perawatan gratis bagi anak gizi
juga dari sisi keluarga anak gizi buruk buruk; bahkan sebagian daerah juga
(pemahaman tentang gizi buruk, menyediakan biaya untuk makan atau
kemampuan ekonomi, pengasuhan anak keperluan lainnya bagi ibu atau anggota
dll). Sesuai dengan SPM bidang gizi, keluarga yang menjaga anak selama
Kementerian Kesehatan RI telah dirawat. Diperlukan sikap tegas dan
menetapkan target 100 persen anak gizi komitmen pemda untuk memfasilitasi
buruk harus mendapat perawatan. Oleh kegiatan ini, sehingga tidak ada lagi RS
karena itu penatalaksanaan anak balita yang menolak pasien gizi buruk dan
gizi buruk secara rawat jalan merupakan keluarga mau untuk merawat anaknya di
alternatif dalam upaya mengatasi masalah RS.
gizi buruk dan mencapai target SPM Penanganan anak gizi buruk secara
selain penatalaksanaan melalui rawat inap rawat jalan telah dikembangkan melalui
di RS dan TFC. penelitian yang dilakukan di KG-P3GM
Meskipun pernyataan bersama Bogor. Dalam publikasi terakhir tahun
tentang diterimanya penanganan gizi 2010, berdasarkan penelitian penanganan
buruk secara rawat jalan, selain gizi buruk secara komprehensif, terbukti
penanganan secara rawat inap oleh WHO, bahwa penanganan rawat jalan yang
WFP, UNSCN dan UNICEF yang dibuat dilakukan telah memenuhi kriteria yang
pada tahun 2007, bukti tentang ditetapkan untuk program yang berhasil
keberhasilan penanganan gizi buruk menangani anak gizi buruk, yaitu angka
secara rawat jalan telah banyak disajikan kematian <10 persen, drop out <15
oleh peneliti dalam berbagai jurnal. persen, dan yang pulih >75 persen.
Publikasi tersebut terutama dibuat Berbeda dengan yang sudah dilakukan di
berdasarkan hasil penelitian dan program Afrika, makanan yang diberikan belum
yang dilakukan di beberapa negara di dalam bentuk RUTF, tetapi berupa F75,
Afrika. Untuk penanganan di RS, secara F100, makanan pabrikan (bubur susu,
internasional dilakukan sesuai protokol biskuit) dan susu. Sampai saat ini belum
WHO. Untuk penanganan rawat jalan di tersedia RUTF, bagi anak gizi buruk di
masyarakat dengan kunjungan secara Indonesia, baik dalam bentuk resep
berkala ke fasilitas kesehatan dilakukan standar RUTF maupun yang dibuat sesuai
dengan pemberian RUTF, baik yang bahan lokal. Ketersediaan makanan yang
dibuat pabrik maupun lokal oleh tepat sesuai dengan kebutuhan penderita
masyarakat, dengan spesifikasi yang telah merupakan salah satu faktor penting yang
ditentukan. Setting kegiatan biasanya akan menentukan apakah target agar
adalah pada keadaan darurat dengan dapat menangani semua anak gizi buruk
mengukur LiLA pada saat screening di Indonesia dapat tercapai.
subjek. Dengan penemuan kasus lebih Meskipun pedoman pelayanan anak
dini yang dilakukan melalui pencarian gizi buruk dari Kementerian Kesehatan
kasus secara aktif oleh kader dan tenaga yang terdiri dari rawat inap dan rawat jalan
kesehatan, angka kematian dapat ditekan baru dikeluarkan pada awal 2011, tetapi
dan cakupan pelayanan dapat beberapa daerah sudah ada yang
ditingkatkan. melakukan penanganan anak gizi buruk
Kendala menyangkut terbatasnya secara rawat jalan di puskesmas.
kapasitas RS untuk melayani anak gizi Pelayanan diberikan oleh tim setelah
buruk bukanlah isu baru. Di samping itu, mendapatkan pelatihan penanganan gizi
mahalnya biaya perawatan di RS, buruk secara rawat oleh tim peneliti yang
terbatasnya tenaga terlatih, risiko cross melakukan penanganan anak gizi buruk di
kontaminasi serta tingginya angka KG-P3GM Bogor. Belum ada data jumlah
kematian, baik pada saat perawatan puskesmas setelah dilatih yang telah
maupun setelah keluar, merupakan melaksanakan penanganan anak gizi
kelemahan lain dari penanganan gizi buruk secara rawat jalan, tetapi
buruk secara rawat inap. Akan tetapi, berdasarkan komunikasi dengan beberapa
penatalaksanaan anak gizi buruk melalui dinas kesehatan kabupaten, kegiatan ini
perawatan di RS, Puskesmas berfasilitas dapat dilakukan di puskesmas. Tentu saja
rawat inap dan TFC, perlu dilakukan penanganan secara rawat jalan bukan
terutama pada penderita yang disertai merupakan satu-satunya cara
dengan komplikasi. Guna mengatasi penanganan anak gizi buruk di tiap
9
PGM 2011, 34(1): 1-11 Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya Arnelia

daerah. Ini dapat dilakukan, selain upaya 2. Dua pendekatan dalam penanganan
rawat inap di RS, dan hanya dapat gizi buruk adalah: tatalaksana rawat
dilakukan pada penderita tanpa tanda inap di Rumah Sakit atau di Pusat
kegawatdaruratan atau komplikasi medis Pemulihan Gizi dan tatalaksana rawat
seperti hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi jalan di fasilitas kesehatan untuk
berat, pneumonia berat, demam tinggi anak gizi buruk tanpa komplikasi
atau penurunan kesadaran. medis. Pendekatan baru melalui
Berbeda dengan indikator rawat jalan akan meningkatkan
antropometri yang selama ini digunakan cakupan pelayanan sehingga
untuk menentukan apakah anak termasuk diharapkan semua anak gizi buruk
gizi buruk sesuai pedoman WHO dan dari mendapat perawatan.
Kemenkes RI, yaitu berdasarkan BB/PB, 3. Tatalaksana gizi buruk rawat jalan
indikator lain yang digunakan dalam dikembangkan dan dilakukan di Klinik
pedoman baru pada screening yang Gizi Puslitbang Gizi dan Makanan
dilakukan di tempat pelayanan kesehatan Bogor sejak tahun 1981. Penanganan
adalah ukuran LiLA, yaitu bila <11,5 cm. secara komprehensif telah memenuhi
Pengalaman di Afrika menunjukkan bahwa kriteria keberhasilan penanganan gizi
dengan menggunakan LiLA sebagai buruk rawat jalan yang berlaku
indikator pada saat screening, kasus gizi secara internasional, yaitu: angka
buruk dapat ditemukan lebih dini, tetapi kematian <10 persen, angka drop out
jumlah sasaran secara kasar meningkat <15 persen dan anak yang pulih >75
dua kali lipat dibandingkan dengan hanya persen.
menggunakan indikator BB/PB. Apakah 4. Penanganan anak gizi buruk
penggunaan LiLA di Indonesia pada memerlukan kesiapan daerah,
screening kasus gizi buruk di lapangan ketersediaan fasilitas dan tenaga
juga akan berimplikasi kepada yang memadai, kerjasama berbagai
meningkatnya jumlah anak gizi buruk, pihak serta kepedulian masyarakat
masih perlu dibuktikan di lapangan. terhadap penderita gizi buruk. Melalui
Penanganan anak gizi buruk partisipasi aktif masyarakat, termasuk
memerlukan kesiapan daerah, keluarga penderita, gizi buruk dapat
ketersediaan fasilitas dan tenaga ditemukan lebih dini sehingga dapat
kesehatan yang memadai, partisipasi ditangani dengan cepat dan tepat.
semua pihak, baik pemerintah maupun
swasta, serta keterlibatan dan kepedulian RUJUKAN
masyarakat terhadap penderita gizi buruk
1. PERSAGI. Kamus Gizi: Pelengkap
dan keluarganya. Melalui kerjasama yang
Kesehatan Keluarga. Jakarta:
baik dan partisipasi aktif masyarakat
Penerbit Buku Kompas, 2009.
diharapkan semua anak gizi buruk dapat
ditangani dengan cepat dan tepat. Tentu 2. WHO. Management of the Child with a
saja tidak boleh dilupakan upaya Serious Infection or Severe
pencegahan agar anak tidak sampai Malnutrition: Guidelines for care at the
menjadi gizi buruk. Untuk itu diperlukan first referral level in developing
peningkatan kegiatan pemantauan countries. Jeneva: 2000
pertumbuhan, penyuluhan gizi dan 3. 81,&() 7KH VWDWH RI WKH :RUOG¶V
kesehatan di posyandu secara terus children. Oxford: Oxford University
menerus, penanganan anak kurus di Press. 1998.
puskesmas, pemberian makanan 4. Menteri Kesehatan RI. Keputusan
tambahan serta kegiatan-kegiatan lain Menteri Kesehatan RI Nomor:
yang bertujuan untuk meningkatkan 220/Menkes/SK/VIII/ 2002. Tentang
kemampuan ekonomi dan pengetahuan Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah
masyarakat. Lima Tahun. 2002.
KESIMPULAN 5. Menteri Kesehatan RI, 2010.
Keputusan Menteri Kesehatan RI
1. Anak dikategorikan gizi buruk dan Nomor : 1995/ Menkes/SK/XII/ 2010.
memerlukan tatalaksana khusus, bila Tentang Standar Antropometri
terdapat minimal satu tanda: BB/TB Penilaian Status Gizi Anak. 2010.
<-3 SD (sangat kurus); klinis terlihat 6. WHO. Child growth standard. WHO.
sangat kurus; klinis ada edema; LiLA 2005.
<11,5 cm untuk anak 6-59 bulan.

10
PGM 2011, 34(1): 1-11 Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya Arnelia

7. WHO. Management of severe 16. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman


malnutrition : A manual for physicians Pelayanan Anak Gizi Buruk. Direktorat
and other senior health workers. Bina Gizi. 2011.
WHO. Jeneva. 1999. 17. Husaini YK, Sulaeman Z, Basuki SM,
8. USAID, FANTA, AED, VALID, Karyadi D. Out-patient rehabilitation of
CONCERN Worldwide and UNICEF. severe protein energy malnutrition
Training guide for CMAM, 2008. (PEM). FNB, 1986; (2) 8, pp 55-59.
9. Departemen Kesehatan RI. Laporan 18. Arnelia, Anies Irawati, Astuti Lamid,
.
Hasil RISKESDAS Indonesia tahun Tetra Fajarwati dan Rika Rakhmawati
2007. Badan Litbangkes Depkes RI. Pengaruh pemulihan gizi burukrawat
2008. jalan secara komprehensif terhadap
10. Departemen Kesehatan RI. Laporan kenaikan BB, PB dan status gizi anak
Hasil RISKESDAS Indonesia tahun batita. Penelitian Gizi dan Makanan.
2010. Badan Litbangkes Kemenkes 2010. 33(2): 125-137
RI. 2010. 19. Collins S et al. Management of severe
11. Indonesia, Badan Pusat Statistik. acute malnutrition in children, Lancet
Survey Sosial Ekonomi Nasional. 2006. 368 p 1998 ± 2000.
Jakarta, Badan Pusat Statistik. 2009. 20. Tectonidis M. Crisis in Niger-
12. Departemen Kesehatan RI. Pedoman outpatient care for severe acute
Tatalaksana Kurang Energi Protein malnutrition. N Engl J Med 2006; 354.
pada Anak di Rumah Sakit. 1999. In. Collins S et al. Management of
severe acute malnutrition in children,
13. Departemen Kesehatan RI. Buku
Lancet 2006. 368 p 1998 ± 2000.
Bagan Tatalaksana Anaka Gizi Buruk
: Buku I. 2007 (cetakan keempat, edisi 21. Diop EHI et al. Comparison of the
revisi) Efficacy of solid Ready to use
therapeutic food and a liquid milk-
14. WHO, WFP, UNSCN and UNICEF.
based diet for the rehabilitation of
Community Based Management of
severely malnourished children: a
Severe Acute Malnutrition : A Joint
randomized trial. AmJClinNutr
Statement by the WHO, WFP,
2003:78:302-07.
UNSCN and UNICEF. 2007.
22. Irawati A dan Rossy R. Pemberian
15. Manary MJ. Local Production and
formula tempe pada penderita gizi
Provision of ready-to use therapeutic
buruk untuk mempercepat
food (RUTF) spread for the treatment
penyembuhan. PGM 1994:17:89-97.
of severe childhood malnutrition. FNB
vol 27:3 (supplement) pp. S83-S89. 23. Muljati S dkk. Perubahan status gizi
2006. kurang dan buruk setelah mendapat
formula tempe. PGM 1995. 18:1-9.

11

You might also like