Professional Documents
Culture Documents
Sejarah Dan Perkembangan Pendidikan Perkembangan Pendidikan Indonesia Masa Orde Lama
Sejarah Dan Perkembangan Pendidikan Perkembangan Pendidikan Indonesia Masa Orde Lama
Anggota Kelompok :
1. Batrisyia Afrina
2. Erliana Triandini
3. Hassanah Rahma Ilahi
4. Lilis Nurmana
5. Nadya Esparenza
6. Pariska Ananda Sari
7. Reyhan Audi Akbar
8. Septiana Dewi
9. Syahriza Alfayyad
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah
mata kuliah Sejarah dan Perkembangan Pendidikan dengan tepat waktu. Tidak
lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita
nantikan kelak.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah Sejarah
dan Perkembangan Pendidikan ini dapat bermanfaat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui periodisasi pendidikan di Indonesia pada masa Orde Lama.
2. Mengetahui bentuk kebijakan pemerintah terhadap pendidikan pada masa
Orde Lama.
3. Mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah Orde Lama terhadap
pendidikan di Indonesia.
4. Mengetahui kurikulum yang diterapkan pada masa pemerintahan Orde
Lama.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4. Pendidikan Kejuruan
5. Pendidikan Teknik
6. Pendidikan Tinggi
7. Pendidikan Tinggi Republik
8. Pendidikan Tingkat Tinggi Pendudukan Belanda
Sistem pendidikan periode 1945-1950 seperti zaman Jepang ini tetap
diteruskan, sedangkan rencana pembelajaran umumnya sama dan bahasa
Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk sekolah. Namun tetap
oleh pemerintahan Indonesia diberlakukan beda dalam sistem
pendidikannya. Seperti pada periode ini sudah ditetapkan setiap warga
negara Indonesia berhak mendapatkan pengajaran dari semua lapisan
masyarakat. Berbeda dengan masa Kolonial yang mendapatkan pengajaran
hanya golongan tertentu. Sistem pendidikan periode ini juga sudah mulai
dari pendidikan rendah, Sekolah Rakyat sampai dengan pendidikan tinggi
dan juga Sekolah Tinggi Republik. Dengan begitulah kita dapat melihat
periode pada masa pendidikan orde lama yang berjalan di Indonesia saat itu
dengan banyaknya pendidikan yang sudah di pakai di Indonesia di awal
kemerdekaannya menjadi semangat juang bangsa Indonesia untuk menuntut
ilmu dengan setinggi tingginya untuk membangun bangsa Indonesia lebih
maju. (Tim UNY : 76)
4
Pada masa Orde Lama ini sudah mulai diadakan ujian-ujian negara
yang terpusat dengan sistem Kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan
mempertahankan kualitas. Hal ini didukung jumlah sekolah belum begitu
banyak dan guru-guru yang ditempa pada zaman kolonial. Pada saat itu
siswa
dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum berorientasi kepada yang lebih
ideal dan citra guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang diciptakan era
orde baru sebenarnya telah dikembangkan pada orde lama. Kebijakan yang
diambil orde lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan
universitas setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan
kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada masa itu pendidikan tinggi
yang bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan
UNAIR, sedangkan di provinsi-provinsi karena kurangnya persiapan dosen
dan keterbatasan sarana dan prasarana mengakibatkan kemerosotan mutu
pendidikan tinggi mulai terjadi. (Rifa’i, 2016 : 159)
Pada zaman orde lama adalah era dimana setiap orang merasa bahwa
dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk
mendapatkan pendidikan. Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil
yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban
antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang pendidikan.
Sesungguhnya ini amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita
pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak
pemikir yang lahir pada masa itu. Pemerintahan orde lama menaruh
perhatian serius yang tinggi untuk memajukan bangsanya melalui
pendidikan. Di bawah menteri pendidikan Ki Hadjar Dewantara
dikembangkan pendidikan dengan sistem among berdasarkan asas
kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanuasian yang
dikenal sebagai Panca Dharma Taman Siswa dan semboyan ing ngarso
sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. (Tim UNY,
tanpa tahun : 90)
Dengan demikian, pada sistem pendidikan masa orde lama telah
banyak dipengaruhi dengan kondisi politik bangsa Indonesia saat itu.
5
Indonesia lepas dari penjajahan dan berhasil mempertahankan kemerdekaan
dari ancaman penjajah Belanda dengan perjanjian KMB. Sehingga
Indonesia berdasarkan semangat kebangsaan tengah belajar terus menerus
untuk membangun sebuah negara dan belajar untuk berdemokrasi.
Pendidikan pada masa orde lama di awali sejak Proklamasi Kemerdekaan
berlandaskan Pancasila yang merupakan falsafah negara. Meskipun baru
tahap penentuan saja sebab belum dijelaskan bagaimana meletakkan dasar
itu pada setiap pelajaran. Dengan dinamika perjalanan sejarah bangsa pasca
Proklamasi sampai sekarang. Sejarah pendidikan Indonesia masa orde lama
dapat dilihat sesuai dengan pembagian kurun waktu ditandai dengan
peristiwa penting dan tonggak sejarah, yaitu Periode 1945-1950 dan Periode
1950-1966. (Agustiya, 2019 : 170)
6
pendidikan. Guna penyesuaian dengan cita-cita bangsa Indonesia yang baru
merdeka itulah maka pendidikan mengalami perubahan dalam hal :
1. Kesempatan belajar yang diberikan kepada rakyat Indonesia
2. Landasan idiil pendidikan di Indonesia
3. Tujuan pendidikan Indonesia
4. Sistem persekolahan di Indonesia.
Terkait dengan pemberian kesempatan belajar kepada seluruh rakyat
Indonesia, hal ini merupakan aspirasi mutlak yang dikehendaki oleh seluruh
rakyat dan dijamin dalam konstitusi. Pada konteks ini, hak mendapatkan
pendidikan secara merata dilindungi secara konstitusional dalam undang-
undang dasar. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 menegaskan,
“Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan Pendidikan dan pengajaran”.
Adapun terkait dengan landasan idiil pendidikan di Indonesia maka
Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia sebagaimana tertera
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan sebagai landasan
idiil Pendidikan di Indonesia. Walaupun dalam kurun waktu 1945-1950
negara Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Undang-Undang
Dasar, tetapi dasar falsafah Negara tidak mengalami perubahan. Karena
itulah Pancasila mantap menjadi landasan idiil Pendidikan di Indonesia.
Terkait dengan tujuan pendidikan, pemerintah Orde Lama
menegaskannya dalam undang-undang No. 4 tahun 1950 Bab II pasal 3
yang berbunyi, “tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk
manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”.
Sedangkan penataan secara terorganisir sistem persekolahan baru dilakukan
setelah diterbitkannya undang-undang nomor 4 tahun 1950. Melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 Tentang Dasar-Dasar Pendidikan
Dan Pengajaran di Sekolah sistem pendidikan di Indonesia mendapatkan
dasar peraturan yang lebih terperinci. Di dalamnya sistem persekolahan
dibagi menjadi Pendidikan Taman Kanak-kanak, Pendidikan dan
Pengajaran Rendah (Sekolah Dasar), Pendidikan dan Pengajaran Menengah
(Sekolah Menengah), dan Pendidikan dan Pengajaran Tinggi (Perguruan
7
Tinggi). Pada intinya, Undang-undang nomor 4 tahun 1950 itu -
sebagaimana ditegaskan dalam bagian penjelasan umum- memuat pokok-
pokok aturan tentang dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran disekolah,
jenis sekolah-sekolah, bantuan pemerintah terhadap sekolah partikulir
(swasta dalam bahasa kita sekarang yaitu sekolah-sekolah umum yang
didirikan oleh masyarakat), pengajaran agama disekolah negeri, syarat-
syarat untuk diangkat sebagai guru, tunjangan kepada murid-murid, dan
pemeriksaan sekolah-sekolah.
Hal ini patut digarisbawahi bahwa sejak awal pemerintahannya, Orde
Lama menetapkan bahwa lembaga pendidikan umum dikelola di bawah
naungan Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan sedangkan
lembaga Pendidikan agama dikelola di bawah naungan Departemen Agama.
Di sini kita melihat hadirnya dualisme dalam hal penanganan pendidikan
nasional, yaitu bahwa lembaga pendidikan umum dikelola oleh Departemen
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan sedangkan lembaga pendidikan
Agama dikelola oleh Departemen Agama. Pada tingkat tertentu, kondisi
dualisme ini melahirkan kompetisi diam-diam antara dua lembaga tersebut
untuk lebih menonjolkan peran dan pencapaiannya dalam usaha memajukan
pendidikan di Indonesia. Kendatipun kebijakan pemerintah Orde Lama
dalam memandang Pendidikan Islam khususnya madrasah tampak sebelah
mata, tetapi Departemen Agama memandang bahwa madrasah adalah
sumbangan kepada bangsa baik menurut tuntutan zaman modern maupun
menurut ajaran Islam meskipun di sana ada kesan bahwa mata pelajaran
umum yang diajarkan di madrasah belumlah diajarkan secara optimal tetapi
bagi Departemen Agama, pandangan minor tersebut justru memberikan
motivasi yang secara substansial menentukan langkahnya dalam pembuatan
kebijakannya terkait madrasah. Bagi Departemen Agama, keberadaan
madrasah ditegaskan sebagai sumbangan besar bagi pendidikan nasional
kendatipun tidak demikian halnya dalam pandangan kalangan Departemen
Pendidikan.
Beranjak dari realitas inilah kita dapat memaklumi mengapa Undang-
undang nomor 4 tahun 1950 sebagai induk regulasi pendidikan nasional,
8
lebih berkonsentrasi untuk mengatur lembaga pendidikan bernama sekolah,
(baik sekolah negeri maupun swasta) dan kurang peduli pada lembaga
pendidikan agama semacam madrasah. Kita bisa merasakan hal itu bila
melihat judul undang-undang tersebut, yaitu, “Dasar-Dasar Pendidikan Dan
Pengajaran di Sekolah”. Yang dimaksud sekolah di sana adalah sekolah
umum di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lepas
bahwa undang-undang tersebut memang tidak ditujukan bagi lembaga
pendidikan agama, di sana terdapat satu klausul yang menguntungkan bagi
keberadaan madrasah. Yaitu pada Bab VII pasal 10 ayat 2 yang
menyebutkan “Belajar disekolah agama yang telah mendapat pengakuan
dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar”.
Ayat 2 pasal 10 di atas relatif memberikan dasar yang kokoh bagi
keberadaan madrasah. Apa yang dimaksud sebagai sekolah agama dalam hal
adalah termasuk madrasah. Ketentuan itu menunjukkan pengakuan bahwa
madrasah yang diakui pemerintah adalah lembaga pendidikan formal. Dan
bagi siswa yang bersekolah di madrasah dianggap telah memenuhi program
kewajiban belajar. Dalam hal ini patut dicatat bahwa madrasah yang
dimaksud adalah madrasah yang “telah memenuhi syarat dari Departemen
Agama” agar diakui eksistensinya sebagai secara formal yaitu mengikuti
peraturan yang telah ditetapkan pemerintah beserta segenap ketentuannya
termasuk dalam hal muatan pelajaran, penjenjangan kelas, dan tenaga
pengajarnya.
Undang-undang nomor 4 tahun 1950 itu kemudian disusul dengan
diterbitkannya Undang-undang nomor 12 tahun 1954 tentang pernyataan
berlakunya Undang-Undang nomor 4 Tahun 1950 Dari Republik Indonesia
Dahulu Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Dan Pengajaran di Sekolah Untuk
Seluruh Indonesia. Pada akhirnya dapat kita simpulkan bahwa, sistem
pendidikan yang diberlakukan di Negara Indonesia yang baru lahir adalah
yang berorientasi dan konkordan dengan sistem Pendidikan sekolah model
Belanda. Dalam konteks ini, madrasah sebagai lembaga pendidikan agama
yang bersifat formal juga dituntut untuk mengakomodir sistem tersebut agar
bisa mendapatkan pengakuan dari Departemen Agama melalui kepatuhan
9
madrasah mengikuti kebijakan pemerintah di bidang pendidikan secara
nasional, meskipun pada tingkat praktiknya terbukti bahwa perhatian
pemerintah lebih banyak ditujukan kepada sekolah-sekolah umum yang
dianggap lebih modern dan mampu memenuhi cita-cita untuk memajukan
sistem Pendidikan nasional Indonesia secara umum.
Sejak saat itu dimulailah sebuah babak baru dimana pesantren dan
madrasah sebagai wajah kelembagaan Pendidikan Islam di Indonesia berada
dalam posisi ambigu yang keberadaannya diakui dalam undang-undang
tetapi posisinya ditingkat pemberlakuan kebijakan secara realitas tidaklah
sejajar dengan Pendidikan umum yang diatur secara lebih istimewa. Disisi
lain, kebijakan pemerintah yang memberikan wewenang pengaturan
lembaga Pendidikan sekolah umum kepada Departemen Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan dan wewenang pengaturan untuk lembaga
Pendidikan agama diberikan kepada Departemen Agama telah memperkuat
fenomena dualisme dalam sistem Pendidikan di Indonesia. Sistem yang
bersifat dualistik ini sesungguhnya merupakan kondisi warisan dari era
pemerintahan kolonial Belanda tatkala mendirikan lembaga Pendidikan
yang berbeda dari lembaga Pendidikan Islam yang telah ada sebelumnya.
Sistem Pendidikan ini kemudian disebut dengan sistem Pendidikan sekolah
yang terpisah dengan sistem Pendidikan yang khusus memperhatikan
Pendidikan agama. Dalam pemerintahan Indonesia, sistem sekolah ini
dimasukkan dalam wewenang Departemen Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan. Sedangkan untuk lembaga Pendidikan agama, pemerintah
memberikan wewenang pengaturannya kepada Departemen Agama.
Usaha-usaha untuk menghapuskan fenomena dualisme
penyelenggaraan pendidikan ini sempat dilakukan. Dalam rencana
pembangun 8 tahun (1961-1969) yang diserahkan pemerintah kepada MPRS
dinyatakan bahwa madrasah yang memuat mata pelajaran umum akan
berkembang mengikuti tipe sekolah umum dan akhirnya akan masuk
kedalam wewenang Departemen Pendidikan. Tugas Departemen Agama
mengurusi pendidikan akan dihilangkan, dan oleh karenanya dalam masa
peralihan nanti madrasah sudah harus dibimbing secara intensif oleh
10
Departemen Pendidikan sehingga tujuan integrasi sistem pendidikan
nasional dapat tercapai. Tetapi MPRS sendiri, melalui ketetapannya pada
tahun 1960 menegaskan bahwa “madrasah hendaknya tetap berdiri sendiri
sebagai badan otonom di bawah departemen agama dan bukan berada di
bawah pengawasan Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Dengan begitu, kebijakan dualisme sistem penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia masih tetap berlangsung dan bahkan berlanjut hingga sekarang.
Dualisme telah menimbulkan masalah di lapangan dan yang dalam
upaya antisipasinya kemudian dilakukan politik konvergensi untuk
mengatasi kesenjangan tersebut, yaitu dengan memasukkan pendidikan
agama ke sekolah umum dan memasukkan pendidikan umum ke dalam
sekolah agama termasuk madrasah. Lahirnya beberapa surat keputusan
bersama antara menteri pendidikan dan menteri agama yang akan dibahas di
belakang menjadi penanda sebuah itikad baik dari pemerintah untuk
menghindari perbedaan yang tajam antara pendidikan umum dan pendidikan
agama baik dalam hal kapasitas keilmuan maupun hubungan-hubungan
sosial yang kelak akan terbangun diantara dua lulusan lembaga pendidikan
tersebut dimana lulusan madrasah bisa memiliki posisi yang sejajar dengan
lulusan lembaga pendidikan umum di tengah-tengah masyarakat dalam hal
status sosial dan intelektualitasnya.
11
yang juga direkomendasikan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat
tersebut sebagai berikut :
1. Pelajaran agama dalam semua sekolah, diberikan pada jam
pelajaran sekolah.
2. Para guru dibayar oleh pemerintah.
3. Pada sekolah dasar Pendidikan ini diberikan mulai kelas IV
4. Pendidikan itu diselenggarakan seminggu sekali pada jam tertentu
5. Para guru diangkat oleh Departemen Agama.
6. Para guru agama diharuskan juga cakap dalam Pendidikan umum.
7. Pemerintah menyediakan buku untuk Pendidikan agama.
8. Diadakan latihan bagi para guru agama.
9. Kualitas pesantren dan madrasah harus diperbaiki.
10. Pengajaran bahasa Arab tidak dibutuhkan
12
umum sekurang-kurangnya sepertiga dari jumlah jam pelajaran yang
digelar. Pengetahuan umum dimaksud meliputi; bahasa Indonesia, membaca
dan menulis huruf Latin, berhitung (untuk tingkat dasar). Ditambah dengan
ilmu bumi, sejarah, kesehatan tumbuh-tumbuhan dan alam (untuk tingkat
lanjutan). Ketentuan tersebut juga mengatur penjenjangan madrasah yang
meliputi :
13
kebijakan agar madrasah memasukkan mata pelajaran umum ke dalam
sistem pengajarannya.
14
Kurikulum MWB merupakan gabungan dari tiga perkembangan; akal,
hati nurani, dan keterampilan. Dengan komposisi mata pelajaran; 25% mata
pelajaran agama dan 75% mata pelajaran umum dan keterampilan. Lama
belajar MWB 8 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada usia 6 tahun anak
sudah wajib sekolah dan setelah umur 15 tahun diizinkan mencari nafkah.
Sayang, keberadaan Madrasah Wajib Belajar ini hanya bertahan sampai
tahun 1970 karena tak didukung dana yang memadai. Di antara upaya
Departemen Agama dalam membina madrasah adalah menegerikan
sejumlah sekolah berciri khas Islam dan mengubahnya ke bentuk madrasah.
15
2.3. Pengaruh/Dampak kebijakan pemerintah orde lama terhadap
pendidikan di Indonesia
16
dengan lulusan lembaga pendidikan umum di tengah-tengah masyarakat dalam hal
status sosial dan intelektualitasnya.
1. Dampak Positif.
2. Dampak Negatif
Kebijakan pendidikan yang dilahirkan oleh Orde Lama tidaklah
selamanya bersifat positif bagi perkembangan lembaga Pendidikan Islam
17
khususnya madrasah. Sebagaimana tampak dalam undang-undang nomor 4
tahun 1950, eksistensi madrasah sebagai sekolah agama tidaklah disebutkan
secara spesifik sehingga keberadaannya masih menjadi anak tiri dalam
sistem Pendidikan nasional yang secara ketersediaan sarana dan prasarana
melalui bantuan pemerintah masih kalah dibanding dengan sekolah-sekolah
umum.
Kebijakan untuk memisahkan pengaturan lembaga Pendidikan agama
di bawah naungan departemen agama dan sekolah-sekolah umum di bawah
kendali menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan tak pelak telah
melahirkan efek hadirnya dualisme dalam pengaturan sistem Pendidikan
nasional. Dampak dari kebijakan yang dualistik ini bermuara pada lahirnya
kompetisi antara dua lembaga negara untuk saling berusaha memajukan
lembaga pendidikan yang berada di bawah naungannya. Kompetisi yang
muncul menjadi relatif tidak seimbang karena lembaga Pendidikan di bawah
naungan Departemen Pendidikan relatif lebih banyak mendapatkan fasilitas
istimewa bila dibanding dengan lembaga Pendidikan agama sebagaimana
madrasah. Lebih-lebih bila mengingat bahwa lembaga yang bernama
sekolah diatur dalam sebuah undang-undang dengan penyebutan secara
khusus dan aturan pelaksanaan yang ditulis secara terperinci. Sedangkan
lembaga Pendidikan agama semacam madrasah hanya diatur paling tinggi
melalui Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agama dengan Menteri
Pendidikan.
18
1945 Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia).
Manipol USDEK turut berpengaruh dan dijadikan acuan dalam kehidupan politik
Indonesia termasuk bidang pendidikan Pancasila dan Manipol diajarkan sebagai
mata pelajaran. Demikian pula pendidikan agama diberikan dengan pengertian
bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatannya.
Perguruan tinggi telah dijadikan saran melaksanakan kehidupan politik yang
hidup pada masa itu. Pendidikan masa awal kemerdekaan berlandaskan Pancasila
yang merupakan falsafah negara, kendati baru pada penentuan saja karena belum
dijelaskan bagaimana meletakkan dasar itu pada tiap-tiap pelajaran.(Sumarsono
Moestoko, 1986: 145)
Pada masa pemerintahan orde lama kurikulum pendidikan dibagi menjadi 3
yaitu :
1) Rentang tahun 1945-1968
Kurikulum pada semua tingkat pendidikan mengalami perubahan pula
kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah
dalam bahasa Belanda "leer plan" artinya rencana pelajaran. (Ary H.
Gunawan, 1986: 48) Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda “leer plan” artinya
rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan, asas
pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal
dengan sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada
tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada
pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara
bersosialisasi dengan masyarakat. Proses pendidikan sangat kental
dengan kehidupan sehari-hari. Aspek afektif dan psikomotorik lebih
ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan pendidikan
jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana
menumbuhkan kesadaran bela negara.
Susunan persekolahan dan kurikulum :
19
1. Pendidikan rendah (sekolah rakyat) selama 3 tahun
2. Pendidikan guru, dibagi menjadi 3 jenis;
- Sekolah guru B (SGB) selama 4 tahun
- Sekolah guru C (SGC) selama 2 tahun
- Sekolah guru A (SGA) selama 4 tahun
3. Pendidikan kejuruan;
- Pendidikan ekonomi selama 3 tahun
- Pendidikan kewanitaan selama 4 tahun
4. Pendidikan teknik;
- Kursus kerajinan negeri (KKN) lama 1 tahun
- Sekolah teknik pertama (STP) lama 2 tahun
- Sekolah teknik (ST) lama 2 tahun
- Sekolah teknik menengah (STM) lama 4 tahun
- Pendidikan guru untuk sekolah-sekolah teknik
5. Pendidikan tinggi
Dengan lembaga pendidikan dan beberapa sekolah tinggi dan akademi.
3) Kurikulum 1964
20
Pada kurikulum ini mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima
kelompok bidang studi yakni moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keterampilan, dan jasmaniah. Fokus kurikulum pada pengembangan daya
cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Panca Wardana). Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, arah
pendidikan mulai menambah lingkup praktis dalam pengertian bahwa setiap
pelajaran yang diajarkan disekolah dapat berkorelasi positif dengan
fungsional praktis siswa dalam masyarakat. Masa transisi yang singkat RIS
menjadi RI tidak memungkinkan pemerintah melaksanakan pendidikan
dan pengajaran yang komprehensif yang berlaku untuk seluruh tanah air.
Berdasarkan instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan No.
2 tanggal 17 Agustus 1961, diadakan perincian yang lebih lanjut
mengenai Panca Wardhana/Hari Krida. Untuk menyesuaikan kebijakan
pendidikan dengan Manipol diinstruksikan sebagai berikut;
1. Menegaskan Pancasila dengan Manipol sebagai pelengkapnya
sebagai asas pendidikan Nasional.
2. Menetapkan Panca Wardhana sebagai sistem pendidikan yang
berisi prinsip-prinsip:
a. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional/
internasional/keagamaan.
b. Perkembangan kecerdasan.
c. Perkembangan emosional artistik atau rasa keharuan dan
keindahan lahir batin.
d. Perkembangan kerajinan tangan.
e. Perkembangan jasmani.
3. Menyelenggarakan “hari krida” atau hari untuk kegiatan-
kegiatan lapangan kebudayaan, kesenian, olahraga, dan
permainan pada tiap-tiap hari Sabtu.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Melihat dari uraian diatas dimana proklamasi kemerdekaan menjadi tonggak
penting dalam sejarah Indonesia. Sebagai negara yang independen, maka bangsa
Indonesia perlu menyusun sistem kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.Pemerintahan masa orde lama melakukan perubahan
diantaranya dalam pendidikan, masa orde lama lebih memfokuskan kepada
pendidikan dan pengajaran serta mengatur tentang pendidikan nasional pada saat
Indonesia lepas dari penjajahan dan berhasil mempertahankan kemerdekaan dari
ancaman penjajah Belanda dengan perjanjian KMB. Sehingga Indonesia
berdasarkan semangat kebangsaan tengah belajar terus menerus untuk
membangun sebuah negara dan belajar untuk berdemokrasi Pada masa
pemerintahan orde lama. kurikulum pendidikan di masa pemerintahan orde lama
22
dibagi menjadi 3 yaitu yang pertama rentang tahun 1945-1968, rencana pelajaran
terurai 1952 dan kurikulum.
3.2. Saran
Dengan kita mengetahui masa pemerintahan orde lama ini agar kita bisa
menonjolkan peran dan pencapaiannya dalam usaha pemerintah pada masa orde
lama untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Melihat Pancasila sebagai dasar
dan falsafah negara Indonesia, oleh karenanya Pancasila menjadi landasan utama
pendidikan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Fadli, M.R. & Kumalasari, Dyah. (2019). Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa
Orde Lama (Periode 1945-1966), Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya (JSP),
9(2), 157-171.
Mukhtar, V.A. & Puspita, R.A. (2016). Sistem Pendidikan Masa Orde Lama
(Power Point Slide). Retrieved from
https://www.slideshare.net/ViviAlfianiMukhtar/sistem-pendidikan-masa-orde-
lama.
23
Syaharuddin & Susanto, Heri. (2019). Sejarah Pendidikan Indonesia (Era Pra
Kolonial Sampai Reformasi). Banjarmasin:Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat
Syarif, M. (2019). Kebijakan Pendidikan Orde Lama dan Dampaknya Terhadap
Eksistensi Madrasah. Jurnal Penelitian Pendidikan, Agama dan Kebudayaan
(JPPAK), 5(2), 1-30.
24