You are on page 1of 27

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN INDONESIA


MASA ORDE LAMA

DOSEN PENGAMPU : KURNISAR, S.Pd, M.H, MARIYANI, S.Pd, M.Pd,


& EDWIN NURDIANSYAH, S.Pd, M.Pd

Anggota Kelompok :

1. Batrisyia Afrina
2. Erliana Triandini
3. Hassanah Rahma Ilahi
4. Lilis Nurmana
5. Nadya Esparenza
6. Pariska Ananda Sari
7. Reyhan Audi Akbar
8. Septiana Dewi
9. Syahriza Alfayyad

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN PELAJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah
mata kuliah Sejarah dan Perkembangan Pendidikan dengan tepat waktu. Tidak
lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita
nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “perkembangan pendidikan Indonesia masa


orde lama” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap
makalah tentang perkembangan pendidikan Indonesia masa orde lama dapat
menjadi referensi bagi banyak pihak.
Penulis menyadari makalah bertema Sejarah dan Perkembangan Pendidikan
ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima
segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah Sejarah
dan Perkembangan Pendidikan ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Indralaya, 25 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL (COVER).............................................................................i


KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I: PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan.......................................................................................................2
BAB II: PEMBAHASAN.......................................................................................3
2.1 Periodisasi Pendidikan Indonesia Pasa Masa Orde Lama....................3
2.1.1 Periode 1945-1950................................................................................3
2.1.1 Periode 1950-1966................................................................................4
2.2 Kebijakan Pendidikan Pemerintah Orde Lama....................................6
2.2.1 Kebijakan Pendidikan Secara Umum...................................................6
2.2.2 Kebijakan yang terkait dengan Pendidikan Islam dan Madrasah.......11
2.3 Pengaruh/Dampak kebijakan pemerintah orde lama terhadap pendidikan
di Indonesia...................................................................................................15
2.4 Kurikulum Pendidikan Masa Pemerintahan Orde Lama.......................18
BAB III: PENUTUP.............................................................................................22
3.1. Kesimpulan............................................................................................22
3.2. Saran......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemerintahan Indonesia berkembang sejak diproklamirkan kemerdekaan 17
Agustus 1945. Dimana proklamsi kemerdekaan menjadi tonggak penting dalam
sejarah Indonesia. Sebagai negara yang independen, maka bangsa Indonesia perlu
meyusun sistem kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Setelah proklamasi, bangsa Indonesia melakukan banyak perubahan
yang tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahan, tetapi juga dalam bidang
pendidikan namun baru bersifat mendasar dengan dasar dan cita-cita suatu bangsa
yang merdeka.
Dengan melihat cita-cita bangsa Indonesia, bidang pendidikan mengalami
perubahan. Terutama dalam landasan filsofi pendidikan, tujuan pendidikan, sistem
pendidikan, tujuan pendidikan, sistem pendidikan, dan kesempatan belajar yang
diberikan kepada rakyat Indonesia. Melihat Pancasila sebagai dasar dan falsafah
negara Indonesia, oleh karenanya Pancasila menjadi landasan utama pendidikan
Indonesia. Pemerintahan masa orde lama melakukan perubahan diantaranya dalam
pendidikan, masa orde lama lebih memfokuskan kepada pendidikan dan
pengajaran serta mengatur tentang pendidikan nasional. Maka semuanya dalam
bidang pendidikan periode 1945-1966 semuanya telah diatur dalam UUD yang
berdasarkan Pancasila.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana periodisasi pendidikan di Indonesia pada masa Orde Lama?
2. Bagaimana bentuk kebijakan pemerintah terhadap pendidikan pada masa
Orde Lama?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah Orde Lama terhadap
pendidikan di Indonesia?
4. Kurikulum apa yang diterapkan pada masa pemerintahan Orde Lama?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui periodisasi pendidikan di Indonesia pada masa Orde Lama.
2. Mengetahui bentuk kebijakan pemerintah terhadap pendidikan pada masa
Orde Lama.
3. Mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah Orde Lama terhadap
pendidikan di Indonesia.
4. Mengetahui kurikulum yang diterapkan pada masa pemerintahan Orde
Lama.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Periodisasi Pendidikan Indonesia Pasa Masa Orde Lama

Pada pemerintahan masa Orde Lama perubahan yang dalam pendidikan


seperti saat diketahui setelah KMB (Konferensi Meja Bundar) pada 1949 maka
terbentuklah Republik Indonesia Serikat. Di dalam RIS diaturnya mengenai
pendidikan dan pengajaran dan di dalam RIS juga diatur tentang pendidikan
nasional. Dengan demikian, sistem pendidikan pada masa Orde Lama tidak jauh
beda dengan masa sebelumnya, tetapi dalam masa Orde Lama memfokuskan
kepada pendidikan dan pengajaran serta mengatur tentang pendidikan nasional.
Sehingga semua dalam bidang pendidikan periode 1945-1966 telah diatur dalam
UUD yang berdasarkan Pancasila. Pendidikan pada masa Orde Lama, ini melihat
periode pendidikan dari awal kemerdekaan sampai masa Orde Lama, kurun
waktunya dibagi menjadi dua periode yaitu: Periode 1945-1950 dan Periode 1950-
1966. (Rifa’i, 2016 : 159)

2.1.1 Periode 1945-1950


Pada periode 1945-1950 sistem persekolahan sesudah Indonesia
merdeka yang berdasarkan satu jenis sekolah untuk tiga tingkat pendidikan
seperti pada zaman Jepang tetap diteruskan. Pada masa periode ini rencana
pembelajaran yang pada umumnya sama dan bahasa Indonesia ditetapkan
sebagai bahasa pengantar untuk sekolah. Buku-buku pelajaran yang
digunakan adalah buku hasil terjemahan dari bahasa Belanda ke dalam
bahasa Indonesia yang sudah dirintis sejak zaman Jepang. (Moestoko, 1986
: 17)
Adapun jenis –jenis pendidikan yang berlaku pada periode pendidikan
tahun 1945-1950 adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Rendah
2. Pendidikan Guru
3. Pendidikan Umum

3
4. Pendidikan Kejuruan
5. Pendidikan Teknik
6. Pendidikan Tinggi
7. Pendidikan Tinggi Republik
8. Pendidikan Tingkat Tinggi Pendudukan Belanda
Sistem pendidikan periode 1945-1950 seperti zaman Jepang ini tetap
diteruskan, sedangkan rencana pembelajaran umumnya sama dan bahasa
Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk sekolah. Namun tetap
oleh pemerintahan Indonesia diberlakukan beda dalam sistem
pendidikannya. Seperti pada periode ini sudah ditetapkan setiap warga
negara Indonesia berhak mendapatkan pengajaran dari semua lapisan
masyarakat. Berbeda dengan masa Kolonial yang mendapatkan pengajaran
hanya golongan tertentu. Sistem pendidikan periode ini juga sudah mulai
dari pendidikan rendah, Sekolah Rakyat sampai dengan pendidikan tinggi
dan juga Sekolah Tinggi Republik. Dengan begitulah kita dapat melihat
periode pada masa pendidikan orde lama yang berjalan di Indonesia saat itu
dengan banyaknya pendidikan yang sudah di pakai di Indonesia di awal
kemerdekaannya menjadi semangat juang bangsa Indonesia untuk menuntut
ilmu dengan setinggi tingginya untuk membangun bangsa Indonesia lebih
maju. (Tim UNY : 76)

2.1.2 Periode 1950-1966


Pada periode ini memfokuskan antara kurun waktu 1950-1966. Seperti
yang diketahui sesudah KMB pada 1949 terbentuk Republik Indonesia
Serikat (RIS). Di dalam RIS diatur mengenai pendidikan dan pengajaran. Di
dalam UUD RIS juga diatur tentang pendidikan nasional. Adapun Pasal 30
UUDS 1950 RI diantaranya, yaitu ;
1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran,
2) Memilih pengajaran yang akan diikuti adalah bebas,
3) Mengajar adalah bebas, dengan tidak mengurangi pengawasan
penguasa yang dilakukan terhadap itu menurut peraturan.

4
Pada masa Orde Lama ini sudah mulai diadakan ujian-ujian negara
yang terpusat dengan sistem Kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan
mempertahankan kualitas. Hal ini didukung jumlah sekolah belum begitu
banyak dan guru-guru yang ditempa pada zaman kolonial. Pada saat itu
siswa
dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum berorientasi kepada yang lebih
ideal dan citra guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang diciptakan era
orde baru sebenarnya telah dikembangkan pada orde lama. Kebijakan yang
diambil orde lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan
universitas setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan
kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada masa itu pendidikan tinggi
yang bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan
UNAIR, sedangkan di provinsi-provinsi karena kurangnya persiapan dosen
dan keterbatasan sarana dan prasarana mengakibatkan kemerosotan mutu
pendidikan tinggi mulai terjadi. (Rifa’i, 2016 : 159)
Pada zaman orde lama adalah era dimana setiap orang merasa bahwa
dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk
mendapatkan pendidikan. Orde lama berusaha membangun masyarakat sipil
yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban
antara sesama warga negara, termasuk dalam bidang pendidikan.
Sesungguhnya ini amanat UUD 1945 yang menyebutkan salah satu cita-cita
pembangunan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak
pemikir yang lahir pada masa itu. Pemerintahan orde lama menaruh
perhatian serius yang tinggi untuk memajukan bangsanya melalui
pendidikan. Di bawah menteri pendidikan Ki Hadjar Dewantara
dikembangkan pendidikan dengan sistem among berdasarkan asas
kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanuasian yang
dikenal sebagai Panca Dharma Taman Siswa dan semboyan ing ngarso
sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. (Tim UNY,
tanpa tahun : 90)
Dengan demikian, pada sistem pendidikan masa orde lama telah
banyak dipengaruhi dengan kondisi politik bangsa Indonesia saat itu.

5
Indonesia lepas dari penjajahan dan berhasil mempertahankan kemerdekaan
dari ancaman penjajah Belanda dengan perjanjian KMB. Sehingga
Indonesia berdasarkan semangat kebangsaan tengah belajar terus menerus
untuk membangun sebuah negara dan belajar untuk berdemokrasi.
Pendidikan pada masa orde lama di awali sejak Proklamasi Kemerdekaan
berlandaskan Pancasila yang merupakan falsafah negara. Meskipun baru
tahap penentuan saja sebab belum dijelaskan bagaimana meletakkan dasar
itu pada setiap pelajaran. Dengan dinamika perjalanan sejarah bangsa pasca
Proklamasi sampai sekarang. Sejarah pendidikan Indonesia masa orde lama
dapat dilihat sesuai dengan pembagian kurun waktu ditandai dengan
peristiwa penting dan tonggak sejarah, yaitu Periode 1945-1950 dan Periode
1950-1966. (Agustiya, 2019 : 170)

2.2 Kebijakan Pendidikan Pemerintah Orde Lama

Indonesia merdeka dari tangan penjajahan Belanda pada tanggal 17 Agustus


1945. Negara yang baru lahir ini memproklamirkan diri sebagai berdasar
Pancasila. Presiden pertama Indonesia adalah Ir. Soekarno. Masa pemerintahan
presiden Soekarno inilah -yang terentang antara tahun 1945 hingga 1966- yang
disebut sebagai Orde Lama untuk membedakannya dengan Orde selanjutnya yang
dipimpin oleh Presiden Soeharto. Dalam konteks kajian ini, kebijakan pemerintah
Orde Lama di bidang pendidikan itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu kebijakan
Pendidikan yang bersifat umum dan kebijakan pendidikan yang berkaitan dengan
pendidikan agama khususnya pendidikan Islam dan madrasah.

2.2.1 Kebijakan Pendidikan Secara Umum


Sebagai langkah awal kebijakan pemerintah dalam menangani
masalah pendidikan di Indonesia dibentuklah Kementerian Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan dengan Ki Hajar Dewantara sebagai
pemangku jabatan menteri yang pertama. Setelah terbentuknya Kementerian
Pendidikan tersebut maka diadakanlah berbagai usaha perubahan pada
sistem Pendidikan di Indonesia serta menyesuaikannya dengan keadaan
yang baru. Segera sesudahnya, berbagai perubahan dilakukan dalam bidang

6
pendidikan. Guna penyesuaian dengan cita-cita bangsa Indonesia yang baru
merdeka itulah maka pendidikan mengalami perubahan dalam hal :
1. Kesempatan belajar yang diberikan kepada rakyat Indonesia
2. Landasan idiil pendidikan di Indonesia
3. Tujuan pendidikan Indonesia
4. Sistem persekolahan di Indonesia.
Terkait dengan pemberian kesempatan belajar kepada seluruh rakyat
Indonesia, hal ini merupakan aspirasi mutlak yang dikehendaki oleh seluruh
rakyat dan dijamin dalam konstitusi. Pada konteks ini, hak mendapatkan
pendidikan secara merata dilindungi secara konstitusional dalam undang-
undang dasar. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 menegaskan,
“Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan Pendidikan dan pengajaran”.
Adapun terkait dengan landasan idiil pendidikan di Indonesia maka
Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia sebagaimana tertera
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan sebagai landasan
idiil Pendidikan di Indonesia. Walaupun dalam kurun waktu 1945-1950
negara Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Undang-Undang
Dasar, tetapi dasar falsafah Negara tidak mengalami perubahan. Karena
itulah Pancasila mantap menjadi landasan idiil Pendidikan di Indonesia.
Terkait dengan tujuan pendidikan, pemerintah Orde Lama
menegaskannya dalam undang-undang No. 4 tahun 1950 Bab II pasal 3
yang berbunyi, “tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk
manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”.
Sedangkan penataan secara terorganisir sistem persekolahan baru dilakukan
setelah diterbitkannya undang-undang nomor 4 tahun 1950. Melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 Tentang Dasar-Dasar Pendidikan
Dan Pengajaran di Sekolah sistem pendidikan di Indonesia mendapatkan
dasar peraturan yang lebih terperinci. Di dalamnya sistem persekolahan
dibagi menjadi Pendidikan Taman Kanak-kanak, Pendidikan dan
Pengajaran Rendah (Sekolah Dasar), Pendidikan dan Pengajaran Menengah
(Sekolah Menengah), dan Pendidikan dan Pengajaran Tinggi (Perguruan

7
Tinggi). Pada intinya, Undang-undang nomor 4 tahun 1950 itu -
sebagaimana ditegaskan dalam bagian penjelasan umum- memuat pokok-
pokok aturan tentang dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran disekolah,
jenis sekolah-sekolah, bantuan pemerintah terhadap sekolah partikulir
(swasta dalam bahasa kita sekarang yaitu sekolah-sekolah umum yang
didirikan oleh masyarakat), pengajaran agama disekolah negeri, syarat-
syarat untuk diangkat sebagai guru, tunjangan kepada murid-murid, dan
pemeriksaan sekolah-sekolah.
Hal ini patut digarisbawahi bahwa sejak awal pemerintahannya, Orde
Lama menetapkan bahwa lembaga pendidikan umum dikelola di bawah
naungan Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan sedangkan
lembaga Pendidikan agama dikelola di bawah naungan Departemen Agama.
Di sini kita melihat hadirnya dualisme dalam hal penanganan pendidikan
nasional, yaitu bahwa lembaga pendidikan umum dikelola oleh Departemen
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan sedangkan lembaga pendidikan
Agama dikelola oleh Departemen Agama. Pada tingkat tertentu, kondisi
dualisme ini melahirkan kompetisi diam-diam antara dua lembaga tersebut
untuk lebih menonjolkan peran dan pencapaiannya dalam usaha memajukan
pendidikan di Indonesia. Kendatipun kebijakan pemerintah Orde Lama
dalam memandang Pendidikan Islam khususnya madrasah tampak sebelah
mata, tetapi Departemen Agama memandang bahwa madrasah adalah
sumbangan kepada bangsa baik menurut tuntutan zaman modern maupun
menurut ajaran Islam meskipun di sana ada kesan bahwa mata pelajaran
umum yang diajarkan di madrasah belumlah diajarkan secara optimal tetapi
bagi Departemen Agama, pandangan minor tersebut justru memberikan
motivasi yang secara substansial menentukan langkahnya dalam pembuatan
kebijakannya terkait madrasah. Bagi Departemen Agama, keberadaan
madrasah ditegaskan sebagai sumbangan besar bagi pendidikan nasional
kendatipun tidak demikian halnya dalam pandangan kalangan Departemen
Pendidikan.
Beranjak dari realitas inilah kita dapat memaklumi mengapa Undang-
undang nomor 4 tahun 1950 sebagai induk regulasi pendidikan nasional,

8
lebih berkonsentrasi untuk mengatur lembaga pendidikan bernama sekolah,
(baik sekolah negeri maupun swasta) dan kurang peduli pada lembaga
pendidikan agama semacam madrasah. Kita bisa merasakan hal itu bila
melihat judul undang-undang tersebut, yaitu, “Dasar-Dasar Pendidikan Dan
Pengajaran di Sekolah”. Yang dimaksud sekolah di sana adalah sekolah
umum di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lepas
bahwa undang-undang tersebut memang tidak ditujukan bagi lembaga
pendidikan agama, di sana terdapat satu klausul yang menguntungkan bagi
keberadaan madrasah. Yaitu pada Bab VII pasal 10 ayat 2 yang
menyebutkan “Belajar disekolah agama yang telah mendapat pengakuan
dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar”.
Ayat 2 pasal 10 di atas relatif memberikan dasar yang kokoh bagi
keberadaan madrasah. Apa yang dimaksud sebagai sekolah agama dalam hal
adalah termasuk madrasah. Ketentuan itu menunjukkan pengakuan bahwa
madrasah yang diakui pemerintah adalah lembaga pendidikan formal. Dan
bagi siswa yang bersekolah di madrasah dianggap telah memenuhi program
kewajiban belajar. Dalam hal ini patut dicatat bahwa madrasah yang
dimaksud adalah madrasah yang “telah memenuhi syarat dari Departemen
Agama” agar diakui eksistensinya sebagai secara formal yaitu mengikuti
peraturan yang telah ditetapkan pemerintah beserta segenap ketentuannya
termasuk dalam hal muatan pelajaran, penjenjangan kelas, dan tenaga
pengajarnya.
Undang-undang nomor 4 tahun 1950 itu kemudian disusul dengan
diterbitkannya Undang-undang nomor 12 tahun 1954 tentang pernyataan
berlakunya Undang-Undang nomor 4 Tahun 1950 Dari Republik Indonesia
Dahulu Tentang Dasar-Dasar Pendidikan Dan Pengajaran di Sekolah Untuk
Seluruh Indonesia. Pada akhirnya dapat kita simpulkan bahwa, sistem
pendidikan yang diberlakukan di Negara Indonesia yang baru lahir adalah
yang berorientasi dan konkordan dengan sistem Pendidikan sekolah model
Belanda. Dalam konteks ini, madrasah sebagai lembaga pendidikan agama
yang bersifat formal juga dituntut untuk mengakomodir sistem tersebut agar
bisa mendapatkan pengakuan dari Departemen Agama melalui kepatuhan

9
madrasah mengikuti kebijakan pemerintah di bidang pendidikan secara
nasional, meskipun pada tingkat praktiknya terbukti bahwa perhatian
pemerintah lebih banyak ditujukan kepada sekolah-sekolah umum yang
dianggap lebih modern dan mampu memenuhi cita-cita untuk memajukan
sistem Pendidikan nasional Indonesia secara umum.
Sejak saat itu dimulailah sebuah babak baru dimana pesantren dan
madrasah sebagai wajah kelembagaan Pendidikan Islam di Indonesia berada
dalam posisi ambigu yang keberadaannya diakui dalam undang-undang
tetapi posisinya ditingkat pemberlakuan kebijakan secara realitas tidaklah
sejajar dengan Pendidikan umum yang diatur secara lebih istimewa. Disisi
lain, kebijakan pemerintah yang memberikan wewenang pengaturan
lembaga Pendidikan sekolah umum kepada Departemen Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan dan wewenang pengaturan untuk lembaga
Pendidikan agama diberikan kepada Departemen Agama telah memperkuat
fenomena dualisme dalam sistem Pendidikan di Indonesia. Sistem yang
bersifat dualistik ini sesungguhnya merupakan kondisi warisan dari era
pemerintahan kolonial Belanda tatkala mendirikan lembaga Pendidikan
yang berbeda dari lembaga Pendidikan Islam yang telah ada sebelumnya.
Sistem Pendidikan ini kemudian disebut dengan sistem Pendidikan sekolah
yang terpisah dengan sistem Pendidikan yang khusus memperhatikan
Pendidikan agama. Dalam pemerintahan Indonesia, sistem sekolah ini
dimasukkan dalam wewenang Departemen Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan. Sedangkan untuk lembaga Pendidikan agama, pemerintah
memberikan wewenang pengaturannya kepada Departemen Agama.
Usaha-usaha untuk menghapuskan fenomena dualisme
penyelenggaraan pendidikan ini sempat dilakukan. Dalam rencana
pembangun 8 tahun (1961-1969) yang diserahkan pemerintah kepada MPRS
dinyatakan bahwa madrasah yang memuat mata pelajaran umum akan
berkembang mengikuti tipe sekolah umum dan akhirnya akan masuk
kedalam wewenang Departemen Pendidikan. Tugas Departemen Agama
mengurusi pendidikan akan dihilangkan, dan oleh karenanya dalam masa
peralihan nanti madrasah sudah harus dibimbing secara intensif oleh

10
Departemen Pendidikan sehingga tujuan integrasi sistem pendidikan
nasional dapat tercapai. Tetapi MPRS sendiri, melalui ketetapannya pada
tahun 1960 menegaskan bahwa “madrasah hendaknya tetap berdiri sendiri
sebagai badan otonom di bawah departemen agama dan bukan berada di
bawah pengawasan Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Dengan begitu, kebijakan dualisme sistem penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia masih tetap berlangsung dan bahkan berlanjut hingga sekarang.
Dualisme telah menimbulkan masalah di lapangan dan yang dalam
upaya antisipasinya kemudian dilakukan politik konvergensi untuk
mengatasi kesenjangan tersebut, yaitu dengan memasukkan pendidikan
agama ke sekolah umum dan memasukkan pendidikan umum ke dalam
sekolah agama termasuk madrasah. Lahirnya beberapa surat keputusan
bersama antara menteri pendidikan dan menteri agama yang akan dibahas di
belakang menjadi penanda sebuah itikad baik dari pemerintah untuk
menghindari perbedaan yang tajam antara pendidikan umum dan pendidikan
agama baik dalam hal kapasitas keilmuan maupun hubungan-hubungan
sosial yang kelak akan terbangun diantara dua lulusan lembaga pendidikan
tersebut dimana lulusan madrasah bisa memiliki posisi yang sejajar dengan
lulusan lembaga pendidikan umum di tengah-tengah masyarakat dalam hal
status sosial dan intelektualitasnya.

2.2.2 Kebijakan yang terkait dengan Pendidikan Islam dan Madrasah


Secara khusus, kebijakan pemerintah Orde Lama yang memberikan
perhatian terhadap pesantren dan madrasah baru dimulai diberikan ketika
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) pada tanggal
27 Desember 1945 menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah. Salah
satu isi rekomendasi tersebut menyebutkan bahwa; “Madrasah dan
pesantren yang pada dasarnya merupakan satu alat dan sumber Pendidikan
dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berakar dan menguat dalam
masyarakat Indonesia umumnya, hendaknya pula mendapat perhatian dan
bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah”.23
Ketentuan-ketentuan lain tentang pengelolaan lembaga Pendidikan agama

11
yang juga direkomendasikan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat
tersebut sebagai berikut :
1. Pelajaran agama dalam semua sekolah, diberikan pada jam
pelajaran sekolah.
2. Para guru dibayar oleh pemerintah.
3. Pada sekolah dasar Pendidikan ini diberikan mulai kelas IV
4. Pendidikan itu diselenggarakan seminggu sekali pada jam tertentu
5. Para guru diangkat oleh Departemen Agama.
6. Para guru agama diharuskan juga cakap dalam Pendidikan umum.
7. Pemerintah menyediakan buku untuk Pendidikan agama.
8. Diadakan latihan bagi para guru agama.
9. Kualitas pesantren dan madrasah harus diperbaiki.
10. Pengajaran bahasa Arab tidak dibutuhkan

Sebagai salah satu tindaklanjut dari rekomendasi tersebut, maka pada


tanggal 3 Januari 1946 dibentuk Departemen Agama dengan Abdul Wahid
Hasyim sebagai menterinya. Tugas Departemen ini yang paling pokok
adalah mengurusi penyelenggaraan Pendidikan agama di sekolah umum dan
mengurusi sekolah agama seperti pondok pesantren dan madrasah. Dan
seiring dengan tugas tersebut, pada saat itu, telah ada Panitia Penyelidik
Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara.
Panitia ini mengajukan rekomendasi mengenai sekolah-sekolah agama
dalam laporannya tanggal 2 Juni 1946 yang berbunyi: “bahwa pengajaran
yang bersifat pondok pesantren dan madrasah perlu dipertinggi dan
dimodernisasikan serta diberikan bantuan biaya dan lain-lain”.

Kebijakan secara umum tersebut pada gilirannya menjadi batu pijakan


bagi Departemen Agama untuk mengembangkan usaha-usaha pendidikan
yang secara khusus terkonsentrasi pada madrasah. Langkah pertama
Kementerian Agama dalam melakukan pembinaan terhadap keberadaan
madrasah adalah memberikan bantuan berupa pengadaan sarana dan
prasarana serta biaya operasional, sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Menteri Agama Nomor 1/1946, tanggal 19 Desember 1946. Dalam
peraturan tersebut dijelaskan agar madrasah juga mengajarkan pengetahuan

12
umum sekurang-kurangnya sepertiga dari jumlah jam pelajaran yang
digelar. Pengetahuan umum dimaksud meliputi; bahasa Indonesia, membaca
dan menulis huruf Latin, berhitung (untuk tingkat dasar). Ditambah dengan
ilmu bumi, sejarah, kesehatan tumbuh-tumbuhan dan alam (untuk tingkat
lanjutan). Ketentuan tersebut juga mengatur penjenjangan madrasah yang
meliputi :

(a) Madrasah Tingkat Rendah, dengan lama belajar sekurang-


kurangnya 4 tahun, dan siswa dibatasi pada usia 6 sampai 15 tahun;
dan

(b) Madrasah Lanjutan, dengan masa belajar sekurang-kurangnya 3


tahun setelah tamat Madrasah Tingkat Rendah, siswa berumur 11
tahun ke atas.

Pada tahun 1952, ketentuan di atas disempurnakan melalui Peraturan


Menteri Agama Nomor 7/1952. Dalam peraturan ini jenjang Pendidikan
madrasah meliputi :

(1) Madrasah Rendah, dengan masa belajar 6 tahun;

(2) Madrasah Lanjutan Tingkat Pertama, dengan lama belajar 3 tahun


setelah tamat Madrasah Rendah;

(3) Madrasah Lanjutan Tingkat Atas, dengan lama belajar 3 tahun


setelah tamat Madrasah Lanjutan Tingkat Pertama.

Terkait dengan pesantren tradisional, Departemen Agama


memberikan dorongan agar pesantren dikembangkan menjadi madrasah
yang memiliki sistem klasikal modern dan memiliki kurikulum yang tetap
dengan memasukkan mata pelajaran umum ke dalamnya. Sehingga murid di
madrasah tersebut mendapatkan pendidikan umum yang sama dengan
murid-murid yang bersekolah di sekolah umum. Dalam catatan Karel A
Steenbrink, Departemen Agama bahkan hanya memberikan bantuan kepada
madrasah yang juga memperhatikan pendidikan umum. Bantuan pemerintah
ini hampir ke semuanya merupakan bantuan untuk aspek pendidikan
umumnya. Wajar apabila kemudian Departemen Agama mengambil

13
kebijakan agar madrasah memasukkan mata pelajaran umum ke dalam
sistem pengajarannya.

Menjawab permasalahan yang terakhir itu, pada tahun 1950, didirikan


Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri
(PHTN). Kedua lembaga ini menandai perkembangan yang sangat penting
yang dimaksudkan guna mencetak tenaga-tenaga profesional di bidang
pendidikan keagamaan di samping juga mempersiapkan tenaga-tenaga yang
siap mengembangkan madrasah.3 Dalam hal ini para siswa PGA itu bukan
hanya dibekali dengan kemampuan normatif belaka mengenai bahan-bahan
ilmu pengetahuan agama yang akan diajarkan, namun juga kemampuan
didaktis metodis belajar mengajar.. Khusus mengenai PGA, lulusan lembaga
ini diharapkan dapat menghasilkan guru-guru agama yang memiliki
pengetahuan lebih mumpuni dibidang pengajaran di samping kemampuan
dalam hal pengelolaan pendidikan madrasah. Ketersediaan guru yang
disuplai oleh lembaga tersebut dimaksudkan guna menjamin perkembangan
madrasah di Indonesia.

Dalam perjalanannya kemudian, dari rahim PGA inilah baik madrasah


maupun sekolah-sekolah umum mendapatkan tenaga pendidik untuk bidang
pengetahuan agama yang memiliki bekal pengetahuan didaktik metodik
(metodologi pengajaran) yang lebih baik dan terjamin. Kebijakan penting
lain yang diambil oleh Departemen Agama adalah didirikannya Madrasah
Wajib Belajar (MWB). Sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950, khususnya tentang wajib belajar,
pada tahun 1958 Seiring dengan bunyi pasal inilah Departemen Agama
memelopori berdirinya Madrasah Wajib Belajar (MWB) dengan lama
belajar 8 tahun. MWB diarahkan pada pembangunan jiwa bangsa untuk
kemajuan di lapangan ekonomi, industrialisasi, dan transmigrasi. Materi
pelajaran meliputi : pendidikan agama, umum, dan keterampilan untuk
mendukung kesiapan anak untuk berproduksi atau bertransmigrasi dengan
swadaya.

14
Kurikulum MWB merupakan gabungan dari tiga perkembangan; akal,
hati nurani, dan keterampilan. Dengan komposisi mata pelajaran; 25% mata
pelajaran agama dan 75% mata pelajaran umum dan keterampilan. Lama
belajar MWB 8 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada usia 6 tahun anak
sudah wajib sekolah dan setelah umur 15 tahun diizinkan mencari nafkah.
Sayang, keberadaan Madrasah Wajib Belajar ini hanya bertahan sampai
tahun 1970 karena tak didukung dana yang memadai. Di antara upaya
Departemen Agama dalam membina madrasah adalah menegerikan
sejumlah sekolah berciri khas Islam dan mengubahnya ke bentuk madrasah.

Secara historis, penegerian beberapa sekolah ini muncul sebagai


kelanjutan dari penyerahan 205 Sekolah Rakyat Islam (SRI) di Aceh kepada
Departamen Agama yang semula dikelola oleh pemerintah Daerah Aceh.
Kemudian 19 SRI di Lampung oleh residen Lampung. Hingga memasuki
era Orde Baru penegerian ini tetap dikembangkan. Dan 1 buah madrasah
Mambaul Ulum di Surakarta. Di aceh, 205 SRI tersebut dinegerikan melalui
Keputusan Menteri Agama Nomor 1/1959. Kemudian 19 SRI di Lampung
dinegerikan dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 2/1959. Sedangkan 1
buah madrasah di Surakarta dinegerikan melalui Keputusan Menteri Agama
Nomor 12/1959.

Pada tahun 1962, melalui Keputusan Menteri Agama Nomor


104/1962; nama Sekolah Rakyat Islam diubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah
Negeri (MIN), yang berlaku hingga sekarang. Penegerian itu berlanjut
hingga era Orde Baru dan tidak lagi hanya pada Madrasah Ibtidaiyah namun
juga Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Rangkaian kebijakan
yang ditetapkan dan diterapkan oleh Departemen Agama di atas
menunjukkan kepada kita bagaimana departemen ini berusaha sedemikian
rupa untuk memajukan dan mengembangkan keberadaan madrasah di
Indonesia. Kebijakan-kebijakan itu sekaligus mengisyaratkan upaya
Departemen Agama untuk semaksimal mungkin mendudukkan madrasah
pada posisi yang sejajar dengan lembaga Pendidikan umum yang diakui
eksistensinya melalui undang-undang.

15
2.3. Pengaruh/Dampak kebijakan pemerintah orde lama terhadap
pendidikan di Indonesia

Kebijakan Pemerintah terhadap Pendidikan pada Masa Orde Lama memiliki


beberapa pengaruh yang mana, setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945, perubahan-perubahan tidak hanya terjadi dalam bidang
pemerintahan, tetapi juga dalam bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam
bidang pendidikan merupakan perubahan yang bersifat mendasar, yaitu perubahan
menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita dari
suatu bangsa yang merdeka dan negara yang merdeka. Untuk mengadakan
penyesuaian dengan cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka itulah maka
pendidikan mengalami perubahan terutama dalam landasan idiilnya, tujuan
pendidikan, sistem persekolahan, dan kesempatan belajar yang diberikan kepada
rakyat Indonesia. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia
sebagaimana tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 kemudian
dijadikan landasan idiil pendidikan di Indonesia. Walaupun dalam kurun waktu
1945-1950 negara Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Undang-Undang
Dasar, tetapi dasar falsafah negara tidak mengalami perubahan. Karena itulah
Pancasila mantap menjadi landasan idiil pendidikan di Indonesia.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga menetapkan kebijakan dualisme


sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dan kebijakan tersebut
masih tetap berlangsung dan bahkan berlanjut hingga sekarang. Dualisme mana
telah menimbulkan masalah di lapangan dan yang dalam upaya antisipasinya
kemudian dilakukan politik konvergensi untuk mengatasi kesenjangan tersebut,
yaitu dengan memasukkan pendidikan agama ke sekolah umum dan memasukkan
pendidikan umum ke dalam sekolah agama termasuk madrasah. Lahirnya
beberapa surat keputusan bersama antara menteri pendidikan dan menteri agama –
yang akan dibahas di belakang menjadi penanda sebuah itikad baik dari
pemerintah untuk menghindari perbedaan yang tajam antara pendidikan umum
dan pendidikan agama baik dalam hal kapasitas keilmuan maupun hubungan-
hubungan sosial yang kelak akan terbangun di antara dua lulusan lembaga
pendidikan tersebut dimana lulusan madrasah bisa memiliki posisi yang sejajar

16
dengan lulusan lembaga pendidikan umum di tengah-tengah masyarakat dalam hal
status sosial dan intelektualitasnya.

Kebijakan tersebut memberikan dampak positif dan negatif terhadap


pendidikan sekolah agama khususnya madrasah. Adapun dampaknya yaitu
sebagai berikut:

1. Dampak Positif.

Dampak positif kebijakan pemerintah terhadap pendidikan pada orde


lama ini yaitu pada era Orde Lama inilah madrasah diakui keberadaannya
sebagai bagian dari sistem Pendidikan nasional yang sama-sama berfungsi
untuk ikut serta menjalankan program wajib belajar untuk seluruh rakyat
Indonesia sebagaimana dimandatkan oleh pasal 10 ayat 2 undang-undang
nomor 4 tahun 1950. Dalam pasal ini ditegaskan bahwa bersekolah di
sekolah agama semacam madrasah berarti telah memenuhi kewajiban
belajar. Kendatipun belum mendapat penetapan secara formal dalam
ketetapan pemerintah sebagai sebuah lembaga Pendidikan yang ijazahnya
setara dengan ijazah lembaga Pendidikan umum, klausul undang- undang
tersebut diharapkan dapat mengubah persepsi masyarakat bahwa madrasah
hanya lembaga Pendidikan kelas dua di Indonesia.
Kebijakan lain yang juga sangat berpengaruh terhadap eksistensi
madrasah adalah politik konvergensi yang dijalankan oleh Departemen
Agama bersama dengan Departemen Pendidikan. Apa yang dimaksud
sebagai politik konvergensi ini adalah usaha untuk memadukan pendidikan
umum dan pendidikan agama dalam pengajaran suatu lembaga pendidikan.
Artinya, di dalam lembaga pendidikan umum diberikan mata pelajaran
agama sedangkan dalam lembaga Pendidikan agama diberikan mata
pelajaran umum dengan ketentuan yang disepakati bersama antara menteri
Pendidikan dan menteri agama.

2. Dampak Negatif
Kebijakan pendidikan yang dilahirkan oleh Orde Lama tidaklah
selamanya bersifat positif bagi perkembangan lembaga Pendidikan Islam

17
khususnya madrasah. Sebagaimana tampak dalam undang-undang nomor 4
tahun 1950, eksistensi madrasah sebagai sekolah agama tidaklah disebutkan
secara spesifik sehingga keberadaannya masih menjadi anak tiri dalam
sistem Pendidikan nasional yang secara ketersediaan sarana dan prasarana
melalui bantuan pemerintah masih kalah dibanding dengan sekolah-sekolah
umum.
Kebijakan untuk memisahkan pengaturan lembaga Pendidikan agama
di bawah naungan departemen agama dan sekolah-sekolah umum di bawah
kendali menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan tak pelak telah
melahirkan efek hadirnya dualisme dalam pengaturan sistem Pendidikan
nasional. Dampak dari kebijakan yang dualistik ini bermuara pada lahirnya
kompetisi antara dua lembaga negara untuk saling berusaha memajukan
lembaga pendidikan yang berada di bawah naungannya. Kompetisi yang
muncul menjadi relatif tidak seimbang karena lembaga Pendidikan di bawah
naungan Departemen Pendidikan relatif lebih banyak mendapatkan fasilitas
istimewa bila dibanding dengan lembaga Pendidikan agama sebagaimana
madrasah. Lebih-lebih bila mengingat bahwa lembaga yang bernama
sekolah diatur dalam sebuah undang-undang dengan penyebutan secara
khusus dan aturan pelaksanaan yang ditulis secara terperinci. Sedangkan
lembaga Pendidikan agama semacam madrasah hanya diatur paling tinggi
melalui Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agama dengan Menteri
Pendidikan.

2.4 Kurikulum pendidikan masa pemerintahan orde lama

Pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi kemerdekaan di bawah


kekuasaan presiden Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap
pendidikan. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan memberikan
dasar bahwa pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa
memandang kelas sosial. Perkembangan politik masa orde lama yang
mempengaruhi jalannya kebijakan pendidikan nasional adalah sejak 1959,
Indonesia berada di bawah gelora Manipol (Manifestasi Politik) USDEK (UUD

18
1945 Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia).
Manipol USDEK turut berpengaruh dan dijadikan acuan dalam kehidupan politik
Indonesia termasuk bidang pendidikan Pancasila dan Manipol diajarkan sebagai
mata pelajaran. Demikian pula pendidikan agama diberikan dengan pengertian
bahwa mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatannya.
Perguruan tinggi telah dijadikan saran melaksanakan kehidupan politik yang
hidup pada masa itu. Pendidikan masa awal kemerdekaan berlandaskan Pancasila
yang merupakan falsafah negara, kendati baru pada penentuan saja karena belum
dijelaskan bagaimana meletakkan dasar itu pada tiap-tiap pelajaran.(Sumarsono
Moestoko, 1986: 145)
Pada masa pemerintahan orde lama kurikulum pendidikan dibagi menjadi 3
yaitu :
1) Rentang tahun 1945-1968
Kurikulum pada semua tingkat pendidikan mengalami perubahan pula
kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah
dalam bahasa Belanda "leer plan" artinya rencana pelajaran. (Ary H.
Gunawan, 1986: 48) Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda “leer plan” artinya
rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan, asas
pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal
dengan sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada
tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada
pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak,
kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara
bersosialisasi dengan masyarakat. Proses pendidikan sangat kental
dengan kehidupan sehari-hari. Aspek afektif dan psikomotorik lebih
ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan pendidikan
jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana
menumbuhkan kesadaran bela negara.
Susunan persekolahan dan kurikulum :

19
1. Pendidikan rendah (sekolah rakyat) selama 3 tahun
2. Pendidikan guru, dibagi menjadi 3 jenis;
- Sekolah guru B (SGB) selama 4 tahun
- Sekolah guru C (SGC) selama 2 tahun
- Sekolah guru A (SGA) selama 4 tahun
3. Pendidikan kejuruan;
- Pendidikan ekonomi selama 3 tahun
- Pendidikan kewanitaan selama 4 tahun
4. Pendidikan teknik;
- Kursus kerajinan negeri (KKN) lama 1 tahun
- Sekolah teknik pertama (STP) lama 2 tahun
- Sekolah teknik (ST) lama 2 tahun
- Sekolah teknik menengah (STM) lama 4 tahun
- Pendidikan guru untuk sekolah-sekolah teknik
5. Pendidikan tinggi
Dengan lembaga pendidikan dan beberapa sekolah tinggi dan akademi.

2) Rencana Pelajaran Terurai 1952


Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut
“Rencana Pelajaran Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas
sekali, dan seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa ini
memang kebutuhan peserta didik akan ilmu pengetahuan lebih
diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan. Namun, dalam
kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek karena guru
menjadi subjek sentral dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang
menentukan apa saja yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula
yang menentukan standar-standar keberhasilan siswa dalam proses
pendidikan dan yang menjadi ciri dari kurikulum ini yaitu setiap rencana
pembelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari.

3) Kurikulum 1964

20
Pada kurikulum ini mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima
kelompok bidang studi yakni moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keterampilan, dan jasmaniah. Fokus kurikulum pada pengembangan daya
cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Panca Wardana). Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, arah
pendidikan mulai menambah lingkup praktis dalam pengertian bahwa setiap
pelajaran yang diajarkan disekolah dapat berkorelasi positif dengan
fungsional praktis siswa dalam masyarakat. Masa transisi yang singkat RIS
menjadi RI tidak memungkinkan pemerintah melaksanakan pendidikan
dan pengajaran yang komprehensif yang berlaku untuk seluruh tanah air.
Berdasarkan instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan No.
2 tanggal 17 Agustus 1961, diadakan perincian yang lebih lanjut
mengenai Panca Wardhana/Hari Krida. Untuk menyesuaikan kebijakan
pendidikan dengan Manipol diinstruksikan sebagai berikut;
1. Menegaskan Pancasila dengan Manipol sebagai pelengkapnya
sebagai asas pendidikan Nasional.
2. Menetapkan Panca Wardhana sebagai sistem pendidikan yang
berisi prinsip-prinsip:
a. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional/
internasional/keagamaan.
b. Perkembangan kecerdasan.
c. Perkembangan emosional artistik atau rasa keharuan dan
keindahan lahir batin.
d. Perkembangan kerajinan tangan.
e. Perkembangan jasmani.
3. Menyelenggarakan “hari krida” atau hari untuk kegiatan-
kegiatan lapangan kebudayaan, kesenian, olahraga, dan
permainan pada tiap-tiap hari Sabtu.

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Melihat dari uraian diatas dimana proklamasi kemerdekaan menjadi tonggak
penting dalam sejarah Indonesia. Sebagai negara yang independen, maka bangsa
Indonesia perlu menyusun sistem kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.Pemerintahan masa orde lama melakukan perubahan
diantaranya dalam pendidikan, masa orde lama lebih memfokuskan kepada
pendidikan dan pengajaran serta mengatur tentang pendidikan nasional pada saat
Indonesia lepas dari penjajahan dan berhasil mempertahankan kemerdekaan dari
ancaman penjajah Belanda dengan perjanjian KMB. Sehingga Indonesia
berdasarkan semangat kebangsaan tengah belajar terus menerus untuk
membangun sebuah negara dan belajar untuk berdemokrasi Pada masa
pemerintahan orde lama. kurikulum pendidikan di masa pemerintahan orde lama

22
dibagi menjadi 3 yaitu yang pertama rentang tahun 1945-1968, rencana pelajaran
terurai 1952 dan kurikulum.

3.2. Saran
Dengan kita mengetahui masa pemerintahan orde lama ini agar kita bisa
menonjolkan peran dan pencapaiannya dalam usaha pemerintah pada masa orde
lama untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Melihat Pancasila sebagai dasar
dan falsafah negara Indonesia, oleh karenanya Pancasila menjadi landasan utama
pendidikan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Baidlawie, M.H. (2018). Perkembangan Pendidikan Agama Islam Masa Orde


Lama (Kajian Kebijakan Pendidikan Agama Islam Tahun 1945-1966) (Tesis, UIN
Sunan Kalijaga).

Fadli, M.R. & Kumalasari, Dyah. (2019). Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa
Orde Lama (Periode 1945-1966), Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya (JSP),
9(2), 157-171.

Mukhtar, V.A. & Puspita, R.A. (2016). Sistem Pendidikan Masa Orde Lama
(Power Point Slide). Retrieved from
https://www.slideshare.net/ViviAlfianiMukhtar/sistem-pendidikan-masa-orde-
lama.

Muzammil, As’as. (2016). Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pendidikan Dari


Orde Lama Sampai Orde Baru (Suatu Tinjauan Historis), Jurnal Kependidikan
Islam (JKI), 2(2),183-198.

23
Syaharuddin & Susanto, Heri. (2019). Sejarah Pendidikan Indonesia (Era Pra
Kolonial Sampai Reformasi). Banjarmasin:Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat
Syarif, M. (2019). Kebijakan Pendidikan Orde Lama dan Dampaknya Terhadap
Eksistensi Madrasah. Jurnal Penelitian Pendidikan, Agama dan Kebudayaan
(JPPAK), 5(2), 1-30.

Umasih. (2014). Ketika Kebijakan Orde Lama Memasuki Dunia


Pendidikan:Penyiapan dan Kinerja Guru Sekolah Dasar di Indonesia. Jurnal
Sejarah Universitas Negeri Jakarta, 24(1), 104-113.

24

You might also like