You are on page 1of 41

HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI

LAPORAN

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah Pengukuran Fisiologis dalam Pendidikan Khusus

Dosen:

dr. Setyo Wahyu Wibowo, M.Kes

dr. Euis Heryati, M.Kes

oleh:
Dwi Azhari Yassinthya 1401358
Tita Kholiah 1401697

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
1

LAPORAN PRAKTIKUM 1

SISTEM PENGLIHATAN

Judul Percobaan : Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui ketajaman penglihatan
pada mata OP.
b. Dasar Teori
Visus adalah ketajaman penglihatan atau kemampuan untuk melihat suatu
objek pada jarak tertentu bila dibandingkan dengan penglihatan normal.
Pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan menggunakan Optotype Snellen,
kartu cincin Landolt, atau pun kartu uji E. Optotype Snellen terdiri atas
sederetan huruf dengan ukuran berbeda dan bertingkat serta disusun dalam
baris mendatar. Huruf yang teratas adalah yang besar, semakin ke bawah
ukuran hurufnya semakin kecil. Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan,
dapat ditulis dengan rumus:
V = Visus
V= d
d = Jarak antara optotype dengan mata yang diperiksa
D
D = Jarak sejauh mana huruf-huruf masih dapat dibaca oleh
Mata
Pada orang normal dapat membaca 20/20, artinya orang tersebut mampu
membaca huruf sama halnya dengan orang normal, yakni 20 kaki atau 6m.
Selain itu, penglihatan normal pun mampu membaca 20/10, 20/15, 20/20, dan
20/25. Untuk penglihatan hampir normal dapat membaca 20/30, 15/25, 20/40,
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
2

20/50, 20/60, dan 20/70. Sedangkan orang yang mampu membaca 20/80,
20/100, dan 20/125, memiliki penglihatan low vision sedang. Low vision berat
mampu membaca 20/200, 20/300, dan 20/400.
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Optotype Snellen (dari Snellen Chart)
d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. Snellen Chart diletakkan dengan jarak 6 meter dari OP.
2. Untuk memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri OP ditutup.
3. Oleh PP ditunjukkan optotype satu per satu, mulai dari optotype yang besar
hingga optotype yang kecil, yang masih dapat dibaca oleh OP.
4. Catat sampai baris mana OP mampu membaca optotype. Apabila OP tidak
mampu membaca atau membaca salah sebagian besar huruf pada suatu
baris, maka yang dicatat ialah angka pada baris diatasnya.
5. Setelah visus mata kanan didapat, selanjutnya periksa visus mata kiri
dengan menutup mata kanan. Langkah berikutnya sama seperti memeriksa
visus mata kanan.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
3

e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah sebagai
berikut:
Hasil Pemeriksaan
No. OP
Mata Kanan Mata Kiri
1. OP 1 20/80 20/80
2. OP 2 20/80 20/80

Mata kanan dan mata kiri dari OP 1 memiliki penglihatan low vision
sedang, yaitu 20/80. Hal ini dikarenakan OP 1 membaca salah 3 dari 4
optotype pada baris dengan angka 30 feet. Begitu pula dengan mata kanan dan
mata kiri OP 2 memiliki penglihatan low vision sedang, yaitu 20/80. Hal ini
dikarenakan OP 2 tidak dapat membaca optotype pada baris dengan angka 30
feet.
f. Kesimpulan
Melihat hasil percobaan diatas, dapat disimpulkan bahwa kedua mata dari
OP 1 maupun OP 2, memiliki penglihatan low vision sedang , yaitu 20/80.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
4

LAPORAN PRAKTIKUM 2

Judul Percobaan : Pemeriksaan Lantang Pandang

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui luas penglihatan ketika
mata fokus pada satu titik tanpa adanya pergerakan bola mata.
b. Dasar Teori
Lantang pandang adalah kemampuan atau luas penglihatan seseorang
untuk melihat ke arah lateral (atas, bawah, dan samping) dengan mata yang
tidak bergerak atau fokus pada satu titik. Lapangan pandang yang normal
mempunyai bentuk tertentu, dan tidak sama ke semua arah. Seseorang dapat
melihat ke lateral sampai sudut 90-100 derajat dari titik fiksasi, ke medial 60
derajat, ke atas 50-60 derajat dan ke bawah 60-75 derajat. Ada tiga metode
standar dalam pemeriksaan lapang pandang yaitu dengan metode konfrontasi,
perimeter, dan kampimeter atau tangent screen.
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Kampimeter
2. Benda penguji atau alat penunjuk layar dengan bundaran kecil berwarna
merah dan kuning.
d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. Mata OP disejajarkan dengan dengan titik pusat campimeter.
2. Jarak antara OP dengan campimeter sejauh 1 atau 2 meter.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
5

3. OP menutup sebelah matanya dan mata yang terbuka fokus menatap ke


layar campimeter.
4. PP menggerakkan bandul dari titik pusat ke arah samping luar (lateral),
samping dalam (medial), atas (superior) dan bawah (inferior).
5. OP mengatakan “cukup” jika sudah tidak bisa lagi melihat bandul.
6. PP mencatat hasilnya di lembar tes.

e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah:
1. OP 1
Mata Kanan Mata Kiri
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
6

a. Mata Kanan

Warna Benda Daerah Lantang Pandang


No
Penguji Superior Inferior Lateral Medial
1 Merah 70ᵒ 75ᵒ 75ᵒ 70ᵒ
2 Kuning 70ᵒ 80ᵒ 75ᵒ 75ᵒ

b. Mata Kiri

Warna Benda Daerah Lantang Pandang


No
Penguji Superior Inferior Lateral Medial
1 Merah 80ᵒ 75ᵒ 75ᵒ 70ᵒ
2 Kuning 80ᵒ 80ᵒ 75ᵒ 70ᵒ

2. OP 2
Mata Kanan Mata Kiri

a. Mata Kanan

Warna Benda Daerah Lantang Pandang


No
Penguji Superior Inferior Lateral Medial
1 Merah 70ᵒ 65ᵒ 75ᵒ 65ᵒ
2 Kuning 80ᵒ 75ᵒ 75ᵒ 75ᵒ
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
7

b. Mata Kiri

Warna Benda Daerah Lantang Pandang


No
Penguji Superfisial Inferior Lateral Medial
1 Merah 70ᵒ 70ᵒ 75ᵒ 65ᵒ
2 Kuning 75ᵒ 75ᵒ 80ᵒ 70ᵒ

f. Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa kedua mata OP 1
dan OP 2 memiliki lantang pandang yang normal.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
8

LAPORAN PRAKTIKUM 3

SISTEM PENGLIHATAN

Judul Percobaan : Tes Buta Warna

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah OP mengalami
buta warna atau tidak.
b. Dasar Teori
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-
sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu yang
disebabkan oleh faktor genetis. Dalam Kalat (2010) pada kasus buta warna
yang paling umum, individu mengalami kesulitan untuk membedakan warna
merah dan hijau. Sekitar 8% pria adalah penderita buta warna merah hijau,
sementara penderita wanita hanya 1% (Bownmaker, 1998).
Tipe buta warna ada 3 (Widyastuti, M. et all, 2004), yaitu:
1. Buta warna total atau Monokromat (Monochromacy)
Sering dianggap sebagai buta warna oleh orang umum. Kondisi ini
ditandai dengan retina mata mengalami kerusakan total dalam merespon
warna. Hanya warna hitam dan putih yang mampu diterima retina.
2. Buta warna parsial atau Dikromat (Dichromacy)
Yaitu keadaan ketika satu dari tigal sel kerucut tidak ada. Ada 3
klasifikasi turununan, yakni:
a. Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
9

b. Deuteranopia, retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap


warna hijau.
c. Trinopia, sel kerucut warna biru tidak ditemukan.
3. Anomaly trikromat (anomalous trichromacy)
Yaitu mata mengalami perubahan tingkat sensifitas warna satu atau
lebih sel kerucut pada retina. Ada 3 klasifikasi turunan pada trikromasi,
yaitu:
a. Protonomali, lemah mengenal warna merah.
b. Deuteromali, warna hijau sulit dikenal.
c. Trinomali, warna biru sulit dikenal.
Metode untuk tes buta warna yang dipakai adalah metode yang ditemukan
oleh Dr. Shinobu Ishihara, yaitu metode Ishihara. Berupa lingkaran berwarna
yang beberapa diantaranya dirancang agar ada angka tertentu. Subjek diminta
merespon dari masing-masing gambar yang diberikan oleh pemeriksa
(Widianingsih, R. et al., 2010).
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Buku Ishihara

d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. PP meletakkan buku ishihara pada tempat yang cukup terang dengan jarak
mata OP dengan buku tersebut 0,5 sampai dengan 1 m.
2. PP meminta OP untuk menyebutkan angka yang tertera pada buku
Ishihara.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
10

e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah OP 1 dan
OP 2 mampu menyebutkan angka-angka dan gambar dalam buku tersebut.
Berikut adalah angka-angka serta gambar yang dimaksud:

No. Orang Normal OP 1 OP 2


1. 12 12 12
2. 8 8 8
3. 5 5 5
4. 29 29 29
5. 74 74 74
6. 7 7 7
7. 45 45 45
8. 2 2 2
9. X X X
10. 16 16 16
11. Traccable Traccable Traccable
12. 35 35 35
13. 96 96 96
14. Can trace two lines Can trace two lines Can trace two lines

f. Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa baik mata OP 1 atau
OP 2 tidak mengalami buta warna.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
11

LAPORAN PRAKTIKUM 4

SISTEM PENGLIHATAN

Judul Percobaan : Cover Uncover Test

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah ada kelainan
pada gerak bola mata OP.
b. Dasar Teori
Gerak bola mata yang normal ialah gerak terkonjugasi, yaitu gerak bola
mata kiri dan mata kanan selalu bersama- sama. Otot – otot penggerak bola
mata secara normal ada dalam keseimbangan, atau yang disebut orloforlia.
Perhatikan bagaimana posisi bola mata dalam keadaan istirahat. Bila salah satu
otot mata lumpuh, hal ini mengakibatkan kontraksi atau tarikan yang
berlebihan dari otot antagonisnya, dan menyebabkan strabismus (juling,jereng).
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Manual tes, berupa cover uncover test.
d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. Untuk memeriksa gerakan bola mata, OP disuruh mengikuti jari pemeriksa
ke berbagai arah. Perhatikan apakah mata OP mampu mengikutinya, dan
perhatikan bagaimana gerakan bola mata tersebut, apakah lancar dan
mulus atau kaku.
2. OP menutup salah satu matanya dengan telapak tangan.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
12

3. Diamkan selama 10 detik.


4. Setelah itu OP membuka telapak tangannya.
5. Perhatikan bola mata OP, jika mata yang tertutup tadi bergerak tidak
normal atau bergerak ketika penutup matanya dibuka, maka OP
mengalami kejulingan.
6. Ulangi percobaan dengan mata sebelahnya.
e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah: OP 1 dan
OP 2 mampu mengikuti gerakan jari dengan lancar dan mulus, serta saat kedua
mata OP dibuka, tidak ada pergerakan bola mata yang tidak normal.
f. Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa OP 1 dan OP 2 tidak
memiliki kelainan pada gerak bola matanya.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
13

LAPORAN PRAKTIKUM 5

SISTEM PENGLIHATAN

Judul Percobaan : Tes Refleks Pupil

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
refleks pupil terhadap cahaya serta untuk mengetahui reaksi pupil terhadap
cahaya tersebut.
b. Dasar Teori
Pupil adalah celah lingkaran yang dibentuk oleh iris, dibelakang iris
terdapat lensa. Pupil dapat mengecil pada akomodasi dan konversi. Akomodasi
adalah kemampuan lensa mata untuk mencembung akibat kontraksi otot
siliaris. Otot siliaris atau otot polos dapat merenggang dan mengendorkan
selaput yang menggantungkan lensa. Akomodasi dapat menyebabkan daya
pembiasan lensa bertambah kuat. Selain akomodasi, terjadi konvensi sumbu
penglihatan dan kontraksi pupil bila seseorang meilhat benda yang dekat.
Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil,
sebagai tanggapan terhadap intensitas cahaya yang jatuh pada retina mata.
Intensitas cahaya yang lebih besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil
untuk mengurangi cahaya yang masuk, sedangkan intensitas cahaya yang lebih
rendah menyebabkan pupil menjadi lebih besar agar banyak cahaya yang
masuk. Jadi, refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya yang memasuki
mata.
c. Alat yang Digunakan
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
14

Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:


1. Lampu senter.
d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. PP mengarahkan lampu senter ke mata OP secara bergantian pada mata
kanan dan mata kiri OP.
2. PP mengamati reaksi pada mata OP
e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah saat lampu
senter disorotkan secara bergantian pada mata kanan dan mata kiri, pupil kedua
mata OP 1 dan OP 2 mengecil. Saat lampu senter dimatikan, pupil kedua mata
OP tampak membesar.

f. Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa keadaan pupil mata
kedua OP dalam keadaan normal karena terdapat refleks pada cahaya, dan
reaksi pupil dalam menanggapi intensitas cahaya tersebut normal dengan
membesar dan mengecilnya pupil mata kedua OP.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
15

LAPORAN PRAKTIKUM 6

SISTEM PENGLIHATAN

Judul Percobaan : Tes Refleks Kornea

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
refleks pada kornea.
b. Dasar Teori
Kornea adalah bagian depan mata yang tembus pandang yang menutupi
iris dan pupil. Bila kornea disentuh maka kelopak mata akan menutup secara
refleks. Kornea tidak memiliki pembuluh darah. Refleks kornea, juga dikenal
sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak mata berkedip dari yang
diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari kornea, atau
cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer.
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Kapas
d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. PP menggulung kapas menjadi bentuk silinder halus.
2. OP menggerakkan bola mata ke lateral, yaitu melihat ke salah satu sisi
tanpa menggerakkan kepala.
3. PP menyentuh dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan kapas.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
16

4. Perhatikan apakah OP akan merespon berupa kedipan mata secara cepat


atau tidak.
e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah mata kedua
OP memberikan respon berupa kedipan mata secara cepat saat kapas
disentuhkan ke mata OP.
f. Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa mata kedua OP
dikategorikan normal, karena adanya refleks kormea atau refleks berkedip.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
17

LAPORAN PRAKTIKUM 7

SISTEM PENDENGARAN

Judul Percobaan : Tes Rinne

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk membandingkan atara hantaran
tulang (BC) dengan hantaran udara (AC) pada telingan OP.
b. Dasar Teori
Tes rinne merupakan tes untuk membandingkan hantaran tulang (BC)
dan hantaran udara (AC) pada telinga yang diperiksa.
Hasil ter rinne dan iterpretasinya:
1. Positif (+) bila masih mendengar.
2. Negatif (-) bila sudah tidak dapat mendengar.
+ (AC > BC) normal
+ (AC = BC) tuli sensorineural
- (AC < BC) tuli konduktif
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah garpu tala.

d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. Pastikan pengetesan dilakukan di ruangan yang sunyi.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
18

2. Getarkan garpu tala.


3. Letakkan ujung garpu tala di tulang mastoid (dibelakang daun telinga).
4. Jika OP sudah tidak mendengar suara garpu tala tadi, pindahkan garpu
tala ke depan daun telinga dengan jarak 2 atau 3 cm dari depan daun
telinga.
5. Lakukan cara tersebut untuk kedua telinga.

e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah:
OP 1 : Dwi Azhari Yassinthya
Telinga Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
Kanan + AC > BC + AC > BC + AC > BC
Kiri + AC > BC + AC > BC + AC > BC
Hasil Mendengar

OP 2 : Tita Kholiah
Telinga Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
Kanan + AC > BC + AC > BC + AC > BC
Kiri + AC > BC + AC > BC + AC > BC
Hasil Mendengar

f. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengetesan, dapat disimpulkan bahwa OP 1 dan OP 2
tidak mengalami gangguan pendengaran (normal).
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
19

LAPORAN PRAKTIKUM 8

SISTEM PENDENGARAN

Judul Percobaan : Tes Webber

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga OP.
b. Dasar Teori
Tes Weber merupakan tes untuk membandingkan hantaran tulang telinga
kiri dengan telinga kanan. Hasil tes weber dan interpretasinya :
1. Bila terdengar lebih keras ke salah satu telinga : lateralisasi ke telinga
tersebut.
2. Bila tidak dapat membedakan mana yang lebih keras terdengar : tidak
ada lateralisasi (normal).
3. Bila terjadi lateralisasi pada telinga yang sakit : tuli konduktif.
4. Bila terjadi lateralisasi pada telinga yang sehat/tidak sakit : tuli
sensorineural.
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah garpu tala.

d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. Pastikan pengetesan dilakukan di ruangan yang sunyi.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
20

2. Getarkan garpu tala.


3. Letakkan garpu tala ke pertengahan tulang kepala OP.
4. Ulangi percobaan sebanyak 1-3 kali.

e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah:

OP 1 : Dwi Azhari Yassinthya


Telinga Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

Kanan Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat


membedakan membedakan membedakan
Kiri Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat
membedakan membedakan membedakan
Hasil Sama

OP 2 : Tita Kholiah
Telinga Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

Kanan Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat


membedakan membedakan membedakan
Kiri Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat
membedakan membedakan membedakan
Hasil Sama

f. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengetesan, kedua OP tidak dapat membedakan atau
tidak ada lateralisasi. Jadi, kedua OP tidak mengalami gangguan pendengaran
(normal).
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
21

LAPORAN PRAKTIKUM 8

SISTEM PENDENGARAN

Judul Percobaan : Tes Schwabach

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut untuk membandingkan
hantaran tulang telinga OP dengan PP yang pendengarannya normal.
b. Dasar Teori
Tes Schwabach adalah tes untuk membandingkan hantaran tulang telinga
orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Hasil dan interpretasi tes schwabach:
-Normal : Sama
-Tuli konduktif : Memanjang
-Tuli sensorineural : Memendek
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah garpu tala.

d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. Pastikan pengetesan dilakukan di ruangan yang sunyi.
2. Getarkan garpu tala.
3. Letakan garpu tala di tulang mastoid (dibelakang daun telinga) PP.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
22

4. Setelah sudah tidak terdengar lagi suara pindahkan garpu tala ke depan
daun telinga OP. Apakah OP masih mendengar bunyi garpu tala atau
tidak .
5. Lakukan percobaan 1-3 kali untuk kedua telinga.

e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah :

OP 1 : Dwi Azhari Yassinthya


Telinga Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
Kanan Sama Sama Sama
Kiri Sama Sama Sama
Hasil Sama
OP 2 : Tita Kholiah
Telinga Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
Kanan Sama Sama Sama
Kiri Sama Sama Sama
Hasil Sama

f. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengetesan, kedua OP mendengar getaran yang
sama dengan pemeriksanya (PP) yang memiliki pendengaran normal. Jadi
kedua OP juga tidak mengalami gangguan pendengaran (normal).
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
23

LAPORAN PRAKTIKUM 9

SISTEM PENCIUMAN

Judul Percobaan : Tes Penciuman

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
gangguan pada fungsi penciuman, serta untuk mengetahui penyebab gangguan
tersebut.
b. Dasar Teori
Penciuman, penghiduan adalah penangkapan atau perasaan bau.Organ di
sini adalah hidung.Hidung terdiri atas dua bagian, yaitu lubang hidung dan
rongga hidung. Adapun cara kerja hidung dalam proses membau adalah saat
menghirup udara pernapasan, bau tersebut ikut masuk kedalam hidung..
Selanjutnya, rangsangan bau akan diterima oleh ujung – ujung saraf pembau
serta diteruskan ke pusat penciuman dan saraf pembau. Oleh otak, rangsangan
tersebut ditanggapi sehingga dapat tercium bau yang masuk ke hidung.
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Bawang putih.
2. Balsem.
3. Minyak telon.
4. Parfum.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
24

d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. OP menutup kedua matanya.
2. PP mendekatkan stimulus bau-bauan satu per satu di dekat hidung.
3. Tanyakan apakah OP mampu mencium bau tersebut atau tidak, serta
tanyakan bau apa itu, untuk lebih memastikan.
e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah:
Hasil
No. Bahan OP 1 OP 2
Tercium Tidak Tercium Tercium Tidak Tercium
1. Bawang putih √ √
2. Balsem √ √
3. Minyak telon √ √
4. Parfum √ √

f. Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa kedua OP tidak
mengalami gangguan fungsi penciuman, karena baik OP 1 maupun OP 2
mampu mencium serta menebak dengan benar masing-masing stimulus bau-
bauan tersebut dengan benar.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
25

LAPORAN PRAKTIKUM 10

SISTEM PENGECAPAN

Judul Percobaan : Tes Pengecapan

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah ada gangguan
pengecapan pada lidah OP.
b. Dasar Teori
Lidah merupakan organ yang tersusun atas otot rangka pada bagian lantai
mulut yang dapat membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan
menelan. Dipermukaan lidah terdapat banyak tonjolan kecil yang biasanya
disebut papila lidah. Papila lidah ini membuat lidah terkesan kasar. Pada papila
lidah terdapat indera pengecap.
Terdapat tiga jenis papila lidah :
1. Papila Filiformis (fili=benang)->Berbentuk seperti benang halus.
2. Papila Sirkumvalata (sirkum=bulat)->Berbentuk bulat, tersusun seperti V
di belakang lidah.
3. Papila Fungiformis (fungi=jamur)->Berbentuk seperti jamur.
Indra pengecap yang terdapat di lidah terdapat empat rasa, yaitu :
1. Rasa manis terdapat pada puncak atau ujung lidah.
2. Rasa asin terdapat pada tepi lidah bagian dalam.
3. Rasa asam terdapat pada tepi lidah bagian luar.
4. Rasa pahit terdapat pada pangkal lidah.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
26

c. Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Gula
2. Garam
3. Bubuk obat (antimo)
4. Serbuk nutrisari
d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. OP memejamkan kedua matanya.
2. PP membantu OP untuk mengambilkan sampel rasa secara acak.
3. OP diminta merasakan rasa yang telah diambilkan oleh PP dan mengecap
rasa tersebut.
4. OP diminta menyebutkan rasa dari apa yang ia kecap tadi.
e. Hasil
Hasil yang didapatkan adalah :
Nama OP Alat Reaksi
Gula Normal
Garam Normal
Dwi Azhari Yassinthya
Bubuk obat Normal
Serbuk Nutrisari Normal

Nama OP Alat Reaksi


Gula Normal
Garam Normal
Tita Kholiah
Bubuk obat Normal
Serbuk Nutrisari Normal

f. Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan dengan keempat bahan makanan, OP 1dan
OP 2 dapat merasakan keempat rasa tersebut dengan baik dan benar. Jadi, OP 1
dan OP 2 tidak mengalami gangguan pengecapan pada lidahnya (normal).
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
27

LAPORAN PRAKTIKUM 11

SISTEM SENSIBILITAS

Judul Percobaan : Tes Rasa Raba-halus (Superfisial)

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kemampuan
merasakan rasa raba-halus OP.
b. Dasar Teori
Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya jika ia tidak tahu adanya
bahaya yang mengancam atau menimpa dirinya. Adanya bahaya dapat
diketahui dengan jalan melihat, mendengar, mencium, dan merasakan rasa-
nyeri, rasa-raba, rasa-dingin, dan sebagainya. Inilah yang disebut sistem
sensorik. Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan
sekitarnya. Sensasi (sensibilitas) dapat dibagi 4 jenis, yaitu:
1. Sensasi superfisial, disebut juga sebagai perasaan eksteroseptif atau
protektif, mengurus rasa-raba, rasa-nyeri, rasa-suhu.
2. Sensasi dalam, yang disebut juga sebagai sensasi proprioseptif, mencakup
rasa gerak (kinetik), rasa sikap (statognesia) dari otot dan persendian, rasa
getar (pallesthesia), rasa tekan-dalam, rasa nyeri-dalam otot.
3. Sensasi viseral (interoseptif) dihantar melalui serabut otonom aferen dan
mencakup rasa lapar, enek, dam rasa-nyeri pada visera.
4. Sensasi khusus, yaitu menghidu, melihat, mendengar, mengecap, dan
keseimbangan diatur oleh saraf otak tertentu.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
28

c. Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Kapas
d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. OP diminta untuk menutup mata.
2. PP menyentuhkan kapas dibagian punggung tangan OP.
3. PP menanyakan apakah OP mampu merasakannya atau tidak.
e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah kedua OP
mampu merasakan kapas yang disentuhkan pada punggung tangannya.
f. Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa OP 1 dan OP 2
mampu merasakan rasa raba-halus.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
29

LAPORAN PRAKTIKUM 12

SISTEM SENSIBILITAS

Judul Percobaan : Tes Rasa Somestesia Luhur (Grafestesia)

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kemampuan OP dalam
mengenali huruf-huruf atau angka yang ditulis pada kulit tanpa melihat.
b. Dasar Teori
Rasa somestesia luhur adalah rasa gabungan (combine sensation). Perasaan
yang mempunyai sifat diskriminatif dan sifat tiga dimensi. Membutuhkan
komponen kritikal untuk persepsi akhir. Jenis-jenis somestesia luhur:
1. Diskriminasi dua titik, merupakan kemampuan untuk mengetahui bahwa
kita ditusuk dengan dua jarum atau dengan satu jarum pada saat yang sama.
Bila seorang pasien terganggu rasa diskriminasinya, sedangkan rasa rabanya
baik, hal ini menunjukkan adanya lesi di lobus parietalis.
2. Barognosia ialah kemampuan untuk mengenal berat benda yang dipegang
atau kemampuan membeda-bedakan berat benda. Kemampuan ini akan
terganggu bila rasa proprioseptif, terutama rasa sikap dan rasa gerak tidak
sempurna lagi.Hilangnya kemampuan untuk membedakan berat disebut
baragnosia.
3. Stereognosia merupakan kemampuan untuk mengenal bentuk benda dengan
jalan meraba, tanpa melihat. Bila kemampuan ini terganggu atau hilang,
penderita disebut menderita astereognosia atau agnosia taktil. Astereognosia
hanya dapat ditentukan bila rasa eksteroseptif dan proprioseptif baik, jika
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
30

hal ini terganggu ransang atau impuls tidak sampai ke korteks untuk disadari
dan diinterpretasi.
4. Topestesia atau topognosia ialah kemampuan untuk melokalisasi tempat
dari rasa raba. Bila orang tidak mampu melokalisasi rasa raba ini, sedang
rasa eksteroseptifnya baik, hal ini biasanya disebabkan oleh lesi yang
melibatkan lobus parietal dan disebut topagnosia atau topoanestesia.
5. Grafestesia merupakan kemampuan untuk mengenali huruf-huruf atau
angka yang ditulis pada kulit, sedangkan mata ditutup. Hilangnya
kemampuan ini biasanya disebut grafanestesia. Jika perasaan eksteroseptif
fan proprioseptif baik, sedangkan penderita tidak mengenali angka yang
ditulis hal ini biasanya menunjukkan adanya lesi di korteks.
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Punggung pensil.
d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. OP membelakangi PP.
2. PP menulis beberapa huruf di punggung OP.
3. OP diminta menyebutkan huruf-huruf yang telah ditulis PP.
e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah OP 1 dan
OP 2 dapat menyebutkan huruf-huruf yang dituliskan dipunggungnya dengan
benar.
f. Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa OP 1 dan OP 2
mampu mengenali huruf-huruf yang ditulis oleh OP.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
31

LAPORAN PRAKTIKUM 13

SISTEM MOTORIK

Judul Percobaan : MMT (Manual Muscle Test)

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengukur kekuatan otot


khususnya otot kaki secara manual tanpa alat khusus dan untuk mengetahui
kemampuan mengontraksikan kelompok otot secara volunteer.

b. Dasar Teori
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan
pengujian otot secara manual, yaitu MMT (Manual Muscle Test). MMT
(Manual Muscle Test) menilai kekuatan otot, dibedakan menjadi 6 kategori
yakni :

Derajat Kekuatan Penilaian


0 : Tidak ada Tidak ada kontraksi otot
1 : Sangat lemah Hanya ada sedikit kontraksi
2 : Lemah Gerakan yang dibatasi oleh gravitasi
3 : Cukup kuat Gerakan melawan gravitasi
4 : Baik Gerakan melawan gravitasi dengan
sedikit tahanan
5 : Normal Gerakan melawan gravitasi dengan
tahanan penuh
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
32

c. Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Beban, ± 2kg
d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. OP diposisikan senyaman mungkin sehingga otot mudah berkontraksi
sesuai dengan kekuatannya.
2. Bagian tubuh yang dites harus terbebas dari pakaian yang menghambat.
3. Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
4. PP memberikan beban yang telah dipersiapkan.
5. Berikan arahan kepada OP untuk menggerakkan kaki melawan gravitasi
dengan beban yang telah diberikan.
6. Perhatikan apakah OP mampu menahan beban yang diberikan dan
melakukan gerakan melawan gravitasi dengan beban tersebut (secara
penuh) atau tidak.
e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah
No. OP Hasil
Mampu menahan berat beban yang berikan.
1. 1
Gerakan melawan gravitasi dengan tahanan penuh.
Mampu menahan berat beban yang berikan.
2. 2
Gerakan melawan gravitasi dengan tahanan penuh.

f. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa kedua OP
memiliki derajat kekuatan yang normal, karena mampu melakukan gerakan
melawan gravitasi dengan tahanan penuh. Selain itu, OP 1 dan OP 2 mampu
menahan beban yang diberikan (± 2kg) pada kaki.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
33

LAPORAN PRAKTIKUM 14

SISTEM MOTORIK

Judul Percobaan : Tes Range of Motion (ROM)

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui rentang atau luas
gerak sendi OP.
b. Dasar Teori
Lingkup gerak sendi (LGS) atau Range of Motion (ROM) adalah luas
lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi. LGS juga dapat
diartikan sebagai ruang gerak/batas-batas gerakan dari suatu kontraksi otot
dalam melakukan gerakan, apakah oto tersebut dapat memendek atau
memanjang secara penuh atau tidak.
Penilaian hasil pengukuran rentang sendi :

Derajat Fungsi Rentang Gerak Sendi (ROM)


I. Normal Gerak penuh tanpa hambatan (100%)
II. Good Gerak tidak penuh (75%)
III. Fair Gerak tidak penuh ada hambatan (50%)
IV. Poor Gerak ada hambatan (25%)
V. Trace Tidak ada gerak (0%)
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
34

c. Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Goneometer.

d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. Luruskan tangan kanan OP bersama dengan goniometer.
2. Lekukkan sikut OP semaksimal yang dia bisa.
3. Ukur dan catat sudut lekukan sikut OP tersebut.
4. Lakukan dengan tangan kiri juga.
e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah :
OP 1 : Dwi Azhari Yassinthya
Rentang Sendi Kanan Kiri Normal
Siku-Siku 148˚ 150˚ 140˚

OP 2 : Tita Kholiah
Rentang Sendi Kanan Kiri Normal
Siku-Siku 140˚ 141˚ 140˚

f. Kesimpulan
Setelah melakukan pengetesan, OP 1 dan OP 2 tidak mengalami gangguan
rentang gerak sendi (normal)
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
35

LAPORAN PRAKTIKUM 15

SISTEM KESEIMBANGAN

Judul Percobaan : Romberg Test

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui keseimbangan
seseorang.
b. Dasar Teori
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan equilibrium
baik statis maupun dinamis tubuh ketika ditempatkan pada berbagai posisi.
Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem indra yang terdapat di tubuh
manusia bekerja secara bersamaan jika salah satu sistem mengalami gangguan
maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (imbalance), system
indra yang mengatur/mengontrol keseimbangan seperti visual, vestibular, dan
somatosensoris (tactile&proprioceptive).
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah:
1. Manual tes, yakni Romberg Test
d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. PP berada tak jauh dengan OP, berjaga-jaga jika OP terjatuh.
2. OP berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lainnya; tumit kaki
yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lainnya.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
36

3. Lengan OP dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup.


4. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg selama 30 detik
atau lebih.

e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah OP 1
mampu melakukan sikap Romberg ini selama kurang lebih 50 detik, sedangkan
OP 2 mampu melakukannya selama 59 detik.
f. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diatas, dapat disimpulkan bahwa kedua OP
memiliki keseimbangan yang baik, hal ini dilihat dari seberapa lama kedua OP
mampu bertahan melakukan sikap Romberg, dimana pada orang yang normal
mampu berdiri dalam sikap Romberg ini selama 30 detik atau lebih.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
37

LAPORAN PRAKTIKUM 11

SISTEM KOORDINASI

Judul Percobaan : Tes Telunjuk Hidung

Nama PP : 1. Tita Kholiah

2. Dwi Azhari Yassinthya

Nama OP : 1. Dwi Azhari Yassinthya

2. Tita Kholiah

a. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui tingkat koordinasi
gerak OP.
b. Dasar Teori
Koordinasi gerak adalah hubungan timbal balik antara pusat susunan
gerakan dengan alat gerak dalam mengatur dan mengendalikan impuls tenaga
dan kerja otot serta proses-prosesmotorik yang terjadi yntuk pelaksanaan
gerakan. Dari sudut pandang fisiologi, koordinasi gerak dilihat sebagai
pengaturanterhadap proses motorik terutama terhadap kerja otot-otot diatur
melalui sistem persyarafan.
c. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini ialah
1. Manual tes.
d. Langkah Percobaan
Langkah yang dilakukan dalam percobaan ini adalah:
1. PP menyimpan dan mempertahankan jarinya berada di depan OP dengan
jarak satu lengan.
2. OP diminta menyentuh jari PP dan kemudian menyentuh hidungnya
secara bergantian dengan kecepatan cepat.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
38

3. Lakukan percobaan 1 dan 2 secara berulang-ulang sampai dirasa cukup


untuk mengambil kesimpulan.
e. Hasil
Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan ini adalah OP 1 dan
OP 2 dapat mengkoordinasikan jari telunjuknya antara hidung dengan jari
telunjuk PP dengan baik tanpa banyak kesalahan.
f. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diatas menunjukkan bahwa OP 1 dan OP 2
tidak memiliki gangguan koordinasi gerak.
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
39
HASIL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOLOGI (2015, Dwi Azhari Yassinthya – Tita Kholiah)
40

You might also like