You are on page 1of 5

Pertempuran Medan Area

o Informasi Awal
Pertempuran Medan Area adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap Sekutu yang
terjadi di Medan, Sumatra Utara. Pertempuran Medan Area tergolong pertempuran yang cukup
lama yakni berlangsung sejak 9 Oktober 1945 sampai berakhir pada 15 Februari 1947.

Pertempuran diawali dengan mendaratnya pasukan serikat yang di pemimpin Brigadir Jendral
T.E.D Kelly pada tanggal 9 Oktober 1945. Rombongan ini berjumlah 1 Brigade, merupakan
brigade 4 dari Divisi India ke 26. Ternyata bukan cuma rombongan ini saja yang datang,
pasukan dari NICA ikut membonceng mereka dengan tujuan merebut kembali pemerintahan
Republik Indonesia.

o Penyebab Pertempuran Medan Area


Berikut adalah beberapa penyebab pertempuran medan area, yaitu sebagai berikut:

1. Kedatangan pasukan Inggris (Sekutu) disertai oleh NICA


Pasukan Sekutu (Inggris) mendarat di Medan pada 9 Oktober 1945, di bawah arahan T. E. D
Kelly. Kedatangan pertama disambut dengan senang hati oleh orang Indonesia, termasuk
orang-orang Medan. Namun, kedatangan Pasukan Sekutu disertai oleh NICA. Hal ini
menyebabkan munculnya sikap curiga dan bermusuhan dari masyarakat Indonesia.

Kedatangan NICA di Indonesia dimotivasi oleh keinginannya untuk mengembalikan dominasi


Hindia Belanda di Indonesia. Kedatangan Pasukan Sekutu mengundang perlawanan rakyat
Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia. Berbagai
aksi melawan sekutu telah muncul di berbagai daerah, seperti Ambarawa, Surabaya dan
Medan pada khususnya.

2. Tindakan seorang penduduk yang menyita dan menginjak-injak lencana merah dan
putih yang digunakan oleh pemuda Indonesia
Sebuah insiden terjadi yang membuat penduduk Medan marah di sebuah hotel. Hotel ini
berlokasi di Jalan Bali, Medan, pada 13 Oktober 1945. Seorang penghuni hotel (Pasukan NICA)
mengambil lencana merah dan putih yang dikenakan oleh anak muda Indonesia, kemudian
menginjak lencana. Ini memicu kemarahan, mengakibatkan kehancuran dan serangan terhadap
hotel-hotel yang dihuni oleh pasukan NICA. Selain itu, pemuda itu, bersama dengan Tentara
Keamanan Rakyat (TKR), bertempur melawan Sekutu dan NICA dalam upaya untuk merebut
dan mengambil alih gedung-gedung pemerintah dari Jepang pada 13 Oktober 1945.

3. Inggris telah mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Indonesia


Inggris mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Indonesia untuk menyerahkan senjata kepada
Sekutu, Tetapi ultimatum tidak pernah diabaikan. Sekutu kemudian membuat tabel yang
menunjukkan “Zona Batas Tetap Medan” atau batas resmi zona Medan di berbagai pinggiran
kota Medan. Ini merupakan tantangan bagi kaum muda Medan.
o Kronologi Pertempuran Medan Area
Letnan Brondgeest dari Angkatan Laut Belanda dan seorang kawannya mendarat di Medan
pada tanggal 25 Agustus 1945. Mereka mencari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang
ditawan oleh militer Jepang. Lalu pada 1 September 1945 Brondgeest membuka kantor di hotel
utama Medan, dan dari situ melakukan kontak tidak saja dengan Jepang, tapi juga dengan
Sultan Langkat dan Sultan Deli serta pemuka-pemuka Indonesia yang lain.

Dia melihat bahwa kebanyakan orang-orang di Medan tak bisa diharapkan untuk mendukung
kedatangan kembali Belanda. Namun, Brondgeest bertindak cepat dengan membangun
kekuatan Belanda pada hari-hari berikutnya.

Pada tanggal 14 September 1945, Letnan Westerling dari baret hijau KNIL dan dan pasukannya
juga mendarat di Medan untuk menjalankan tugas-tugas khusus untuk Sekutu. Salah satu aksi
pasukan Westerling di Medan adalah menyiksa orang-orang Tionghoa yang dituduh
memetakan markas Sekutu.

Sementara pada tanggal 9 November 1945, pasukan Sekutu dibawah pimpinan Brigadir
Jenderal T.E.D. Kelly mendarat di Sumatera Utara yang dikuti oleh pasukan NICA
(Nederlandsch Indië Civil Administratie). Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly menyatakan pada
pemerintah RI akan melaksanakan tugas kemanusiaan, mengevakuasi tawanan dari beberapa
kamp di luar Kota Medan. Dengah dalih menjaga keamanan, para bekas tawanan diaktifkan
kembali dan dipersenjatai. Semula Gubernur Sumatra Utara dari RI mempersilakan kedatangan
mereka. Tetapi setelah mulai melihat hal yang tak diinginkan yaitu, di antara bekas tawanan
perang itu dipersenjatai layaknya milisi, muncullah rasa curiga.

Pertempuran Medan Area dimulai dari bentrokan pada tanggal 13 Oktober 1945, baru empat
hari setelah pasukan Inggris sampai di Medan, meledak suatu konflik bersenjata antara para
pemuda revolusioner dengan pasukan NICA-Belanda. Peristiwa itu terjadi akibat adanya
provokasi langsung seorang serdadu Belanda yang bertindak merampas lencana merah putih
yang tersemat di peci seorang penggalas pisang yang melintas di depan Asrama Pension
Wilhelmina, Jalan Bali (sekarang Jalan Veteran).

Ratusan pemuda yang berada ditempat itu menyerang serdadu tersebut dengan berbagai
senjata seperti pedang, pisau, bambu runcing, dan beberapa senjata api. Dalam peristiwa
tersebut, banyak memakan korban.

Peristiwa yang terjadi di Jalan Bali tersebut segera menyebar ke seluruh pelosok kota Medan,
bahkan ke seluruh daerah Sumatera Utara dan menjadi sinyal bagi pemuda bahwa perjuangan
menegakkan proklamasi telah dimulai. Darah orang Belanda dan kaum kolonialis harus
ditumpahkan demi Revolusi Nasional, akibatnya dengan cepat semangat anti Belanda
menyebar di seluruh Sumatera Timur diantara pemuda itu Bedjo, salah seorang pemimpin
laskar rakyat di Pulo Brayan.

Peristiwa lain, terjadi pada 15 Oktober 1945. Kala itu seorang pemuda berdarah Ambon pro
Belanda menembak ke arah sekolah Timbang Galung yang dijaga barisan pemuda Indonesia.
Pemuda Ambon itu dikejar hingga ke Siantar Hotel.

Pengejaran itu mengakibatkan 5 orang Belanda dan 10 orang Ambon tewas. Selain itu, 17
pemuda orang Ambon dan 10 Belanda ditangkap. Militer Sekutu segera memeriksa kejadian itu.
Pada tanggal 16 Oktober 1945 tengah hari setelah sehari sebelumnya terjadi peristiwa Siantar
Hotel, Bedjo bersama pasukan selikurnya menyerang gudang senjata Jepang di Pulo Brayan
untuk memperkuat persenjataan.

Serangan demi serangan yang dilakukan oleh para pemuda di Jalan Bali dan Bedjo tersebut
telah menyentakkan pihak Sekutu (Inggris). Mereka mulai sadar bahwa para pemuda Indonesia
telah memiliki persenjataan dan semangat kemerdekaan yang pantas diperhitungkan.

Selain itu, terjadi bentrokan lain di simpang Jalan Deli dan Jalan Serdang. Bentrokan tersebut
pecah di sebuah masjid, para pejuang yang dipimpin Wiji Alfisa dan Zain Hamid bertempur
dengan tentara Inggris pada 17 Oktober 1945. Mereka berhasil bertahan dari gempuran Inggris
hingga pada 20 Oktober 1945, Inggris memutuskan untuk menghancurkan masjid tempat
mereka bertahan. Setelah perang, masjid lain dibangun diatasnya untuk mengenang
perjuangan mereka. Masjid tersebut diberi nama Masjid Perjuangan 45.

Sebagai tentara yang ditugaskan untuk menjaga keamanan dan ketertiban, pada tanggal 18
Oktober 1945 Komandan Inggris Brigadir Jenderal TED Kelly mengeluarkan sebuah ultimatum
yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia dilarang keras membawa senjata termasuk senjata
tajam seperti pedang, tombak, keris, rencong dan sebagainya. Semua senjata tersebut harus
diserahkan kepada tentara Sekutu. Untuk para komandan pasukan Jepang diperintahkan untuk
tidak menyerahkan senjatanya pada TKR dan Laskar rakyat, dan harus menyerahkan semua
daftar senjata api yang dimilikinya kepada Sekutu.

Pada tanggal 23 Oktober 1945, pasukan Inggris melakukan penggerebekan dalam kota Medan
dan sekitarnya. Dalam penggerebekan tersebutm mereka berhasil mendapatkan 3 pistol, 1
senapan, 1 granat kosong, 2 ranjau rakitan sendiri, 6 granat tangan, 3 senapan tiga kaki, 36
pedang, 10 pisau, 4 denator listrik dan 6 tombak. Sejak para tentara Inggris melakukan razia di
sekitar Medan, kecurigaan masyarakat terhadap Inggris bertambah besar.

Pada tanggal 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed
Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Sejak saat itu istilah Medan
Area menjadi terkenal. Tindakan pihak Inggris tersebut dianggap sebagai pelanggaran
kedaulatan dan tantangan bagi para pemuda. Pada saat yang bersamaan, Inggris dan NICA
melakukan aksi pembersahan terhadap unsur Republik Indonesia yang berada di kota Medan.

Para pemuda membalas aksi Sekutu dan NICA, sehingga konfrontasi juga tidak bisa
dihindarkan dan mengakibatkan wilayah Medan menjadi tidak aman. Setiap usaha pengusiran
dibalas dengan pengepungan bahkan seringkali terjadi pertempuran bersenjata.

Pada tanggal 2 Desember 1945, dua orang serdadu Inggris yang sedang mencuci trucknya di
Sungai dekat Kampung Sungai Sengkol yang sudah diserang oleh TKR. Kedua serdadu Inggris
tersebut tewas, dua buah senjata dan trucknya dirampas. Dua hari kemudian, seorang perwira
Inggris tewas terbunuh di sekitar Saentis. Akibatnya pasukan Inggris terus melakukan patroli di
sekitar Medan dan mereka mulai bertindak kasar.

Pada tanggal 6 Desember 1945, tentara Inggris datang mengepung Gedung Bioskop Oranye di
Kota Medan. Mereka kemudian merampas semua filem di gedung tersebut. Tindakan tentara
Inggris itu menyebabkan para pemuda segera mengepung gedung bioskop tersebut sehingga
timbul pertempuran kecil dan berakhir dengan tewasnya seorang tentara Inggris.

Pada tanggal 7, 8, dan 9 Desember 1945, siang dan malam hari di mana-mana asrama tentara
India-Inggris/NICA diserang oleh pemuda dan TKR. Akibat serangan tersebut, pada tanggal 10
Desember 1945 tentara Inggris/NICA menyerang markas TKR di Deli Tua (Two Rivers). Tiga
hari kemudian, Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly kembali mengeluarkan ultimatu yang meminta
agar Bangsa Indonesia harus menyerahkan senjatanya kepada tentara Sekutu dan barang
siapa memegang senjata di dalam kota Medan dan 8,5 Km dari batas kota Medan dan Belawan
akan ditembak mati.

Setelah keluarnya ultimatum kedua, tentara Sekutu dengan aktif melakukan razia dan sering
mendapatkan serangan balik dari pemuda Indonesia. Saling serang ini mengakibatkan kondisi
Medan menjadi tidak kondusif. Pertempuran setelah ultimatum kedua berlanjut sampai April
1946 dan mengakibatkan kerusakan parah. Hal ini mamicu basis perjuangan dan pusat
pemerintahan sementara dipindahkan ke Pematang Siantar. Akibat pemindahan ini, tentara
Sekutu gencar melakukan serangan ke daerah yang ditinggal oleh TKR.

Karena serangan yang tidak terkordinir, pada Agustus 1946 seluruh pemuda di bawah Napindo
dari PNI, Pesindo, Barisan Merah dari PKI, Hisbullah dari Masyumi, dan Pemuda Parkindo
membentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area (KRLRMA). Kapten Nip Karim dan
Marzuki Lubis dipilih sebagai Komandan dan Kepala Staf Umum.
Di tempat lain, demi mengamankan sumber vital di Sumatera, Belanda yang ingin menguasai
kembali Indonesia bergerak.

Pada awal Oktober, satu batalyon pasukan bersenjata dari negeri Belanda mendarat di Medan.
Beberapa hari kemudian diikuti dengan satu batalion KNIL dari Jawa Barat.
Pada 19 Agustus 1946, para pemuda di Kabanjahe membentuk Barisan Pemuda Indonesia
atau BPI yang kemudian berganti nama menjadi Komando Resimen Laskar Rakyat cabang
Tanah Karo. Pembentukan ini didasari oleh keinginan pemuda Kabanjahe untuk membebaskan
Medan. Untuk melanjutkan perjuangan membebaskan Medan dari kependudukan tentara
sekutu dan NICA, tentara gabungan melakukan kordinasi bersama. Hal ini dilakukan mengingat
serangan yang tidak terkordinasi mengakibatkan kerusakan yang tidak membuat sekutu dan
NICA angkat kaki dari Medan. Maka dilakukanlah olah strategi penyerangan pada tanggal 10
Oktober 1946. Sasaran penyerangan tersebut terdapat di tiga titik area.
o Pertama, yang akan direbut adalah Medan Timur, meliputi Kampung Sukarame di
daerah Sungai Kerah. Penyerbuan di daerah ini dikomandoi oleh Bahar dan resimen
laskar rakyat. Batalyon ini akan menduduki Pasar Tiga di Kampung Sukarame.
o Daerah kedua adalah Medan Barat yang meliputi Padang Bulan, Petisah, dan Jalan
Pringgan.
o Sedangkan serangan ketiga akan dilakukan di Medan Selatan yang terpusat di kota
Matsum.

Rencana serangan pada tanggal 27 Oktober 1946 tepat pada pukul 8 Malam dengan rute
sepanjang Jalan Medan-Belawan.

Akhirnya pertempuran Medan Area memasuki fase-fase akhir. Saat telah memasuki fase ini,
komando daerah Medan kemudian mengembangkan rencana baru di timeline medan perang
wilayah Medan untuk menyerang kota Medan dengan kekuatan sekitar 5 batalion yang
diberikan target masing-masing. Waktu serangan ditentukan pada 15 Februari 1947 pukul 6:00
pagi WIB. Front Barat Medan dipimpin oleh Mayor Hasan Achmad dari Resimen Khusus
Wilayah Medan (RIMA). Front Medan Selatan berada di bawah kepemimpinan Mayor Martinus
Lubis. Bagian depan koridor Belawan Medan dipimpin oleh pasukan Yahya Hasan dan Letnan
Amir Yahya dari kompi Batalyon III Rima.
Jalannya pertempuran di daerah Medan ini berakhir pada 15 Februari 1947 pada jam 12 malam
setelah Komite Teknik Gencatan Senjata memerintahkan untuk mengakhiri kontak bersenjata.
Komite gencatan senjata kemudian melakukan negosiasi untuk membangun garis demarkasi di
sekitar Medan dan daerah Belawan Medan.

Baru pada tanggal 10 Maret 1947 ditentukanlah batasan untuk melingkari kota Medan dan
Belawan untuk menentukan daerah yang dimiliki oleh Pihak sekutu dan NICA dan daerah
kependudukan TKR.

Batasan ini mencapai 8.5 km. Setelah terdapat kesepakatan, pada tanggal 14 Maret 1947
dimulailah pemasangan patok batasan tersebut. Namun masih sering terjadi pertikaian antara
pihak Indonesia dan pihak Belanda mengenai patokan batas daerah. Empat bulan kemudian
pertempuran ini dinyatakan berakhir. Belanda pun melakukan serangan Agresi Militer belanda I
sesudah pertempuran ini berakhir.

 Dampak Pertempuran Medan Area


Dengan dibentuknya garis demarkasi yang mengelilingi kota Medan dan daerah koridor
Belawan Medan, berikut ini dampak akibat dari Pertempuran Medan Area diantaranya yaitu:

• Terbaginya kawasan Medan oleh garis demarkasi.

• Perpindahan pusat pemerintahan Provinsi Sumatera ke Pematang Siantar.

Adapun dampak dari pertempuran Medan area dapat dilihat dari dua sisi yakni positif dan negatif.
Dampak positif dari pertempuran ini meliputi meningkatkan rasa nasionalisme para pemuda terutama
para pemuda di kota medan, pertempuran ini juga menginspirasi perjuangan daerah-daerah lain.
Sementara itu, dampak negatif meliputi banyak korban berjatuhan dalam perang ini, selanjutnya hancur
dan porak poranda kota medan yang dijadikan sebagai tempat pertempuran.

You might also like