Professional Documents
Culture Documents
Deskripsi
Modul Kebijakan Kontrak Kerja konstruksi ini terdiri dari kegiatan belajar
mengajar. Sub kegiatan belajar pertama membahas tentang pemahaman
pembelajaran Aspek Kebijakan Pengadaan secara Umum. Kemudian sub
kegiatan belajar kedua membahas tentang Aspek Kebijakan pek konstruksi dan
konsultan konstruksi. Pembelajaran agar lebih mendalam dilaksanakan seminar
yang menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta diklat setelah mempelajari
seluruh materi dalam Diklat ini.
Persyaratan
Dalam mempelajari modul pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat
menyimak dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat
memahami dengan baik materi yang merupakan dasar dari Kebijakan Konstrsk
Kerja Konstruksi. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat
membaca terlebih dahulu Kebijakan Umu pekerjaan konstruksi dan konsultan
konstruksi yang tertuang dalam Peraturan Menteri PUPR terkait.
Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah
dengan kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Widyaiswara/Jafung/Fasilitator,
adanya kesempatan tanya jawab, curah pendapat, bahkan diskusi
Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat
Bantu/Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/projector, Laptop, white board
dengan spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/atau bahan
ajar.
1
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu memahami
dan menjelaskan aspek-aspek yang timbul terhadap kontrak konstruksi.
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan infrastruktur di Indonesia baik dalam bentuk bangunan gedung-
gedung bertingkat, bendungan, jaringan irigasi, jalan raya dan jembatan,
maupun permukiman, pelaksanaannya harus yang tepat biaya, tepat mutu,
tepat waktu, dan tepat manfaat bagi kepentingan rakyat/masyarakat.. Sasaran
tersebut baru dapat terlaksana apabila ada Regulasi jasa konstruksi yaitu suatu
aturan yang mengatur tentang penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, terkait
di dalamnya juga mengenai pembinaan jasa konstruksi dan Usaha jasa
konstruksi. Pengertian penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tersebut
mempunyai makna suatu proses yang urutannya dimulai dari proses pemilihan
sampai dengan serah terima pekerjaan. Sedangkan pemilihan penyedia jasa
yang dalam pengertian umumnya disebut “tender” adalah suatu proses untuk
memilih badan Usaha atau orang perseorangan dalam melaksanakan
pekerjaan konstruksi setelah melalui proses berkompetisi. Dalam berkompetisi,
sesuai Perpres 54 Tahun 2010 beserta perubahannya harus memenuhi syarat-
syarat administrasi, teknis, dan harga. Dalam pemahaman yang sederhana
pemenang pelelangan adalah peserta yang akan melaksanakan pekerjaan
dengan ketentuan peserta yang terendah responsif artinya terendah memenuhi
syarat administrasi, tehnik, dan harganya wajar. Urutan penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi secara lengkap dimulai dari pemilihan penyedia jasa,
proses pengikatan kontrak kerja konstruksi, pelaksanaan pekerjaan konstruksi,
kegagalan konstruksi, serah terima pekerjaan pertama (Professional Hand
Over/ PHO), masa pemeliharaan, serah terima pekerjaan kedua (Final Hand
Over/FHO), serta sampai dengan masalah kegagalan bangunan.
Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang dananya dari pemerintah
tujuan berkompetisi untuk menetukan/mengevaluasi terlebih dahulu terhadap
3
peserta yang akan pelaksana pekerjaan yaitu peserta yang menang kompetisi
(dapat badan usaha atau orang perseorangan) dan telah memenuhi syarat
untuk diadakan ikatan perjanjian/kontrak dengan pemerintah sebagai pemilik
pekerjaan. Pengikatan hubungan kerja konstruksi tersebut dilakukan
berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui proses pemilihan penyedia
jasa yaitu dengan cara pelelangan umum untuk pelaksana pekerjaan konstruksi
atau seleksi umum untuk pekerjaan perencana konstruksi maupun pengawas
konstruksi. Penentuan proses pemilihan penyedia jasa tersebut sangat
tergantung dari sifat, peruntukan, serta nilai pekerjaannya. Dalam keadaan
tertentu, penetapan proses pemilihan penyedia jasa dapat dilakukan dengan
cara pelelangan terbatas/seleksi terbatas atau pemilihan langsung/ seleksi
langsung maupun penunjukan langsung. Proses memilih penyedia jasa tersebut
memerlukan suatu iklim usaha yang kondusif yang langsung maupun tidak
langsung memerlukan suatu peningkatan kemampuan badan usaha jasa
konstruksi nasional.
Di dalam Peraturan Jasa KOnstruksi tidak mengatur manfaat dari hasil
pembangunan infrastruktur namun lebih menitik beratkan kepada siapa yang
tepat melaksanakan pekerjaan insfrastruktur. Adanya regulasi konstruksi
tersebut yang mengatur tentang Usaha jasa konstruksi, penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi, serta pembinaan dan pengawasan jasa konstruksi
bergeser kepada kepentingan pasar kompetisi. Di dalamnya juga mengatur
hubungan hukum para pelaku jasa konstruksi yaitu pengguna jasa (pemerintah)
sebagai pemilik pekerjaan dengan penyedia jasa (Badan Usaha atau orang
perseorangan).
Selain itu, proses pengadaan jasa konstruksi yang muaranya adalah
perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan pembangunan insfrastuktur,
dimana pemilik pekerjaan adalah pemerintah berkecenderungan terjadi kolusi,
korupsi, dan nepotisme. Hal tersebut dimungkinkan karena didalam proses
pemilihan pengadaan jasa konstruksi mulai dari proses pemilihannya, drafting
4
kontrak kerja konstruksi sampai dengan pelaksanaan kontrak antara para pihak
yang mengadakan ikatan hukum di dalamnya sudah tersirat adanya posisi
dominan dan tidak dominan.
Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang didanai oleh pemerintah, negara
dalam pengertian sempit adalah pemerintah, terlihat sangat mendominasi
peran sebagai pemilik pekerjaan yaitu sebagai Regulator yang sekaligus
merangkap sebagai operator dan Owner. Hal ini tentunya akan menjadi
kendala tersendiri bagi para pelaku Jasa konstruksi khususnya masyarakat jasa
konstruksi karena disadari atau tidak sebelum proses pelaksanaan pemilihan
penyedia jasa dilaksanakan, sudah mendapatkan dugaan penilaian negatif
terlebih dahulu dari masyarakat jasa konstruksi 1 terhadap kinerja pemerintah
sebagai pemilik pekerjaan (dalam hal penandatangan kontrak kerja konstruksi
wakil dari pemerintah adalah pejabat pembuat komitmen). Dugaan seperti itu
tentunya memunculkan kondisi yang tidak kondusif bagi persaingan dunia
usaha di sektor jasa konstruksi.
Masalah kondusif/tidak kondusif dalam sistem pengadaan jasa konstruksi
memang sering menjadi isu utama yang sangat sulit dibuktikan namun
demikian dengan diberlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Undang
Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi akan menjadi rambu-rambu
hukum yang harus dipatuhi sehingga pelaksanaan jasa konstruksi dapat
mengarah pada apa yang diamanatkam dalam Undang-Undang.
Pengertian yang lebih sempit menegaskan bahwa posisi dominan dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tidak berkecenderungan menjadi
penyalahgunaan wewenang karena pada pelaksanan pekerjaan
konstruksi/konsultansi konstruksi diawasi oleh APIP K/L/D/I. Hal ini perlu
ditegaskan mengingat suatu negara hukum hanya akan menjadi utopia semata
5
jika penyelenggaraan negara dilakukan hanya oleh satu organ tertentu (organ
eksekutif atau pemerintah tanpa ada pengawasan). Dengan pengawasan oleh
organ negara tersebut diharapkan terjadi mekanisme chek and balance diantara
organ-organ penyelenggara negara maka peranan pihak lain seperti badan
yudikatif yang berada di luar sistem pengadaan jasa konstruksi harus turut serta
mengawasi jalannya proses pemilihan penyedia jasa, misalnya “Peran Badan
yudikatif” dalam hal penyelenggaraan jasa konstruksi dilaksanakan oleh Badan
pengawas internal (Inspektorat Jenderal), Badan Pengawas Keuangan dan
Badan Pengawas Keuangan Propinsi, Bawasda, Komisi Pengawas Persaiangan
Usaha, Komisi Pemberantasan korupsi dan lain-lain yang muaranya pada Good
Governance yaitu agar terjadi proses pengadaan mengarah pada persaingan
sehat dan kondusif.
Hal tersebut baru dapat dicapai apabila penyelenggaraan jasa konstruksi yang
diawali dari proses pemilihannya dilaksanakan sesuai dengan prinsip pengadaan
yaitu: efisien, efektif, adil/tidak diskriminatif, terbuka, transparan, dan
akuntabel. Oleh karenanya dalam pengaturan pengikatan kontrak kerja
konstruksi haruslah juga memenuhi prinsip hukum perjanjian yang memuat:
a) Prinsip Kebebasan berkontrak yaitu prinsip kebebasan berkontrak ( freedom
of contract) yang mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada
prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian
juga kebebasan untuk mengatur isi kontrak tersebut, sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku yang bersifat memaksa.
b) Prinsip Konsensual adalah suatu prinsip yang mengajarkan apabila kontrak itu
sudah dibuat maka dia telah sah dan mengikat secara penuh tanpa
menentukan persyaratan lain, seperti persyaratan tertulis, kecuali jika
undang-undang menentukan lain.
c). Prinsip obligatoir adalah suatu prinsip yang mengajarkan apabila kontrak itu
sudah dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya hanya
6
sebatas timbulnya hak dan kewajiban yang diperjanjiakan semata, dan
haknya belum beralih sebelum dilakukan penyerahan (levering)
d). Prinsip Pacta sunt servanda secara harafiah berarti “janji itu mengikat”
adalah jika janji suatu kontrak itu telah dibuat secara sah oleh para pihak,
maka kontrak itu telah para pihak bahkan mengikatnya kontrak yang dibuat
oleh para pihak sama kekuatannya dengan mengikatnya sebuah undang-
undang yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (parlemen) dengan
pemerintah.
Apabila kontrak kerja konstruksi telah dibuat oleh para pihak dan telah
mememenuhi syarat-syarat tersebut diatas, ada beberapa ketentuan atau
prinsip lain lagi yang harus tidak dapat dilupakan yaitu mengenai prinsip
penafsiran dalam suatu perjanjian. Agar apa yang diperjanjikan dalam kontrak
tersebut sesuai dengan maksud, tujuan, dan kebiasaan dalam praktek yang
dibuat oleh para pihak maka prinsip penafsiran dalam mengadakan kontrak
masih dapat diijinkan oleh KUH Perdata. Hal ini jelas termuat dalam pasal 1342
sampai dengan pasal 1351, oleh karena itu dalam Kontrak kerja kosntruksi ada
tahapan Pre Award Meeting (PAM) yang dalam bahasa sederhana sering
dinamakan wajib baca kalimat kontrak. Hal tersebut dimaksud agar tidak
terdapat persepsi yang berbeda antara pihak I (PPK) dengan Pihak II (Pemenang
tender)
7
1.3 Tujuan Pembelajaran
1.3.1 Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu
memahami dan menjelaskan aspek-aspek yang timbul terhadap kebijakan
kontrak kerja konstruksi.
1.3.2 Indikator Hasil Belajar
Setelah pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu:
a) Memahami dan mampu menjelaskan aspek kebijakan Umum Kontrak
Kerja KOnstruksi
b) Memahami dan mampu menjelaskan aspek kebijakan Kontrak kerja
Konstruksi dan Konstrak Kerja Konsultansi konstruksi
8
BAB II
KEBIJAKAN UMUM
KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DAN
KONTRAK KERJA JASA KONSULTANSI KONSTRUKSI
2.1 Umum
Pemahaman secara secara umum bahwa Menteri Teknis/Menteri PUPR adalah pembina
Jasa Konstruksi (pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultan Konstruksi) secara nyata
bentuk pembinaan nya menerbitkan aturan, pemberdayaan, serta pengawasan kontrak
kerja konstruksi maupun kontrak kerja jasa konsultan konstruksi.
2.2 Ruang lingkup
Ruang lingkup kebijakan ini mencakup:
a. kontrak kerja konstruksi maupun kontrak kerja jasa konsultansi konstruksi
dalam penyelenggaraan jasa konstruksi yang seluruh pembiayaannya
bersumber dari anggaran pemerintah (pusat/daerah).
b. kontrak kerja konstruksi maupun kontrak kerja jasa konsultansi konstruksi
dalam penyelenggaraan jasa konstruksi yang sebagian pembiayaannya
bersumber dari anggaran pemerintah (pusat/daerah) dan sebagian
bersumber dari pinjaman atau hibah dalam negeri.
2.3 Para Pihak
Para pihak yang terikat dalam kontrak publik (salah satu pihaknya adalah negara yang
dalam hal ini diwakili oleh PPK) sedangkan Phak Keduanya diikat kontrak setelah
memenuhi syarat dalam proses kompetisi (Tender)
Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus
mematuhi ketentuan sebagai berikut:
9
c) konsultan perencana yang tidak cermat sehingga hasil desain tidak dapat
dilaksanakan, dikenakan sanksi berupa keharusan menyusun kembali
perencanaan dengan beban biaya dari konsultan perencana yang
bersangkutan, apabila tidak bersedia dikenakan sanksi masuk dalam daftar
hitam atau sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2.4 Jaminan Dalam Kontrak Kerja Konstruksi dan kontrak kerja Jasa Konsultansi
konstruksi
2.4.1 Penggunaan surat jaminan pada kontrak kerja konstruksi.
a. surat jaminan pelaksanaan, surat jaminan uang muka atau surat jaminan
pemeliharaan, untuk paket pekerjaan sampai dengan Rp2.500.000.000,00
(dua miliar lima ratus juta rupiah) dapat diterbitkan oleh Bank Umum,
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Penjaminan, konsorsium perusahaan
asuransi umum/lembaga penjaminan/perusahaan penjaminan yang
mempunyai program asuransi kerugian (suretyship), bersifat mudah
dicairkan dan tidak bersyarat ( unconditional) dimana konsorsium tersebut
10
telah ditetapkan/mendapat rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), dan diserahkan oleh Penyedia Jasa kepada PPK.
b. surat jaminan pelaksanaan, surat jaminan uang muka, atau surat jaminan
pemeliharaan, untuk paket pekerjaan di atas Rp2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah) diterbitkan oleh Bank Umum, konsorsium
perusahaan asuransi umum/lembaga penjaminan/perusahaan penjaminan
yang mempunyai program asuransi kerugian (suretyship), bersifat mudah
dicairkan dan tidak bersyarat ( unconditional) dimana konsorsium tersebut
telah ditetapkan/mendapat rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), dan diserahkan oleh Penyedia Jasa kepada PPK.
2.4.2 Penggunaan surat jaminan kontrak kerja jasa konsultansi konstruksi
a. surat jaminan uang muka untuk paket pekerjaan dengan nilai
sampai dengan Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)
dapat diterbitkan oleh Bank Umum, Perusahaan Penjaminan/Perusahaan
Asuransi, konsorsium perusahaan asuransi umum/lembaga
penjaminan/perusahaan penjaminan yang mempunyai program asuransi
kerugian (suretyship), bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat
(unconditional) dimana konsorsium tersebut telah ditetapkan/mendapat
rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan diserahkan oleh
Penyedia Jasa kepada PPK.
b. surat jaminan uang muka untuk paket pekerjaan di atas Rp750.000.000,00
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah) diterbitkan oleh Bank Umum atau
konsorsium perusahaan asuransi umum /lembaga penjaminan/perusahaan
penjaminan yang mempunyai program asuransi kerugian (suretyship),
bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional) dimana
konsorsium tersebut telah ditetapkan/mendapat rekomendasi dari Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), dan diserahkan oleh Penyedia Jasa kepada PPK.
2.5. Subkontrak
Dalam melakukan evaluasi penawaran, bagian pekerjaan yang disubkontrakkan
memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a. sebagian pekerjaan utama disubkontrakkan kepada sub penyedia jasa
spesialis;
b. penawaran di atas Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah)
sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mensubkontrakkan sebagian pekerjaan yang bukan pekerjaan utama
kepada sub penyedia jasa Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil;
dan/atau
c. penawaran di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mensubkontrakkan sebagian pekerjaan yang bukan pekerjaan utama
kepada sub penyedia jasa Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil
11
dan dalam penawarannya sudah menominasikan sub penyedia jasa dari
lokasi pekerjaan setempat, kecuali tidak tersedia sub penyedia jasa yang
dimaksud.
12
petunjukpelaksanaan, petunjuk teknis, produk hukum, sertifikasi, dan
lainnya.
c. Kontrak Harga Satuan Jasa Konsultansi didasarkan atas input (tenaga
ahli dan biaya-biaya langsung terkait termasuk perjalanan dinas) yang
harus disediakan konsultan (Input based) untuk melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja/TOR. Jenis pekerjaan
pada kelompok ini yaitu supervisi/pengawasan pekerjaan konstruksi,
monitoring, manajemen konstruksi, survey, dan lainnya.
13
BAB III
KEBIJAKAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DAN
KONTRAK KERJA JASA KONSULTANSI KONSTRUKSI
14
b. Industri jasa konstruksi makin diminati, tapi peningkatan jumlah tidak diikuti
peningkatan kualifikasi dan kinerja yang terlihat pada mutu produk, ketepatan
waktu, efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, teknologi dalam
penyelenggaraan jasa konstruksi.
Pangsa pasar yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dikuasai usaha jasa
konstruksi nasional.
Kesadaran hukum perlu ditingkatkan termasuk kepatuhan pengguna jasa &
penyedia jasa dalam memenuhi kewajiban termasuk pemenuhan mengenai aspek
keamanan, keselamatan, kesehatan, lingkungan.
15
b) Asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi.
3). Perkembangan partisipasi masyarakat
4). Pengaturan, pemberdayaan, pengawasan Pemerintah / masyarakat.
5). Pembentukan lembaga pengembangan jasa konstruksi
(butir 5)
d. Untuk meningkatkan potensi nasional, perlu mengutamakan jasa dan barang
produksi dalam negeri (butir 6)
e. Semua penyelenggara jasa konstruksi wajib mematuhi ketentuan UU RI
f. UUJK menjadi landasan untuk menyesuaikan ketentuan tercantum dalam
peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait yang tidak sesuai.
1) Perencana konstruksi
2) Pelaksana konstruksi
3) Pengawas konstruksi.
b. Layanan jasa yang dilakukan penyedia jasa dilakukan secara terpisah dalam
pekerjaan konstruksi
16
- Kesetaraan bidang
- Kinerja.
e. Penyedia jasa yang dipilih harus memenuhi syarat dalam dokumen pengadaan
f. Badan usaha milik satu/kelompok orang yang sama atau berada dalam
kepengurusan yang sama tidak boleh ikut lelang untuk satu pekerjaan secara
bersamaan
b. Penyedia jasa :
17
c. Dokumen tersebut (a) dan (b) bersifat mengikat para pihak dan tidak ada
yang boleh merubah sampai kontrak ditanda tangani.
d. Para pihak harus menindak lanjuti penetapan tertulis dengan suatu kontrak
kerja kontruksi agar terpenuhi hak dan kewajiban para pihak secara adil dan
seimbang, dilandasi itikad baik
3.5.2 Hak dan Kewajiban Para Pihak yg diatur secara khusus di lingkungan
Kemen PUPR
Hak dan kewajiban timbal-balik PPK dan Penyedia dinyatakan dalam Kontrak
yang meliputi khususnya:
a. PPK mempunyai hak dan kewajiban untuk:
1) mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh
Penyedia;
2) meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan oleh Penyedia;
3) memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan
oleh Penyedia untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai
ketentuan Kontrak;
4) membayar pekerjaan sesuai dengan harga yang tercantum dalam
Kontrak yang telah ditetapkan kepada Penyedia;
18
8) menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan
pekerjaan yang telah ditetapkan dalam Kontrak;
9) mengambil langkah-langkah yang cukup memadai seperti
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
untuk melindungi lingkungan tempat kerja, serta membatasi
perusakan dan gangguan kepada masyarakat maupun miliknya
akibat kegiatan Penyedia.
b. Cara pemilihan penyedia jasa, penerbitan dokumen dan penetapan penyedia jasa
diatur dengan Peraturan Pemerintah
19
6) Cara pembayaran 13) Aspek lingkungan
7) Cidera janji.
g. Ketentuan kontrak kerja berlaku juga antara penyedia jasa dan sub-penyedia
jasa
3.11.Kegagalan Bangunan
a. Pengguna jasa dan penyedia jasa bertanggung jawab atas kegagalan bangunan
20
3.12.Kegagalan BangunanKarena Kesalahan Penyedia Jasa
a. Kegagalan bangunan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi
yang menimbulkan kerugian pada pihak lain perencana/pengawas
bertanggung jawab dan dikenakan ganti rugi
3.14.Peran Masyarakat
a. Masyarakat berhak :
b. Masyarakat berkewajiban :
21
3.16.Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan
a. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-
masalah:
3) Kegagalan bangunan.
c. Pihak ketiga dapat dibentuk Pemerintah dan atau masyarakat jasa konstruksi.
3.17.Gugatan Masyarakat
a. Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
berhak mengajukan ke Pengadilan secara :
1) Orang perseorangan
3.18.Bentuk Gugatan
Gugatan berbentuk tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu dan/atau tuntutan
biaya/pengeluaran nyata dengan kemungkinan tuntutan lain sesuai undang-undang.
Yang dimaksud dengan “biaya atau pengeluaran nyata” adalah biaya yang nyata-
nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh masyarakat berkaitan dengan
pekerjaan konstruksi.
22
3.19.Sanksi
Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan atau
pidana atas pelanggaran undang-undang.
23
3.21 Urutan Kekuatan Hukum dalam Kontrak harga satuan
Dokumen Kontrak dibuat untuk saling menjelaskan satu sama lain, dan jika
terjadi pertentangan antara ketentuan dalam suatu dokumen dengan
ketentuan dalam dokumen yang lain maka yang berlaku adalah ketentuan
dalam dokumen yang lebih tinggi berdasarkan urutan hirarki kontrak tersebut
diatas.
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam Kebijakan Kontrak kerja Konstruksi diatur dalam bentuk standar kontrak
dengan kesepakan/persetujuan para pihak mengenai aspek-aspek tehnik, Waktu,
dan biaya yang setiap saat selalu akan berubah yang dituangkan dalam
peraturan Menteri tehnik terkait.
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini peserta diharapkan mengikuti kelas
lanjutan untuk memahami detail Kebijakan Hukum Kontrak Konstruksi dan
ketentuan Pendukung terkait lainnya sehingga peserta memiliki pemahaman
komprehensif mengenai kebijakan hukum kontrak konstruksi dan kontrak kerja
jasa konsultan konstruksi
25